Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk
menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan
promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau
oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target
keuntungan.
Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan
untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain
mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar
barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu
metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.
Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik
cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang
diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan
konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas
kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya
dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi
dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Fungsi dari Iklan ?
2. Apa saja yang menjadi Persoalan Etis Dalam Iklan ?
3. Apakah Makna Etis Menipu Dalam Iklan ?
4. Bagaimana Kebebasan Konsumen Tersebut ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Fungsi dari Iklan ?
2. Untuk Mengetahui Beberapa Persoalan Etis Dalam Iklan ?
3. Untuk Mengetahui Makna Etis Menipu Dalam Iklan ?
4. Untuk Mengetahui Kebebasan Konsumen Tersebut ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi iklan


Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya adalah promosi barang, jasa, perusahaan
dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari
strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas,
relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan.
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang
lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-
idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Pada
umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan.Keduanya
menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu
iklan sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.

1. Iklan sebagai Pemberi Informasi


Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan
media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk
yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan
berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci
mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui
dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun,
apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan
sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang
produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan
untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang
netral untuk membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu
demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini
tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai

2
informasi, iklan dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi
masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen,
ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang
disampaikan sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro
iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan
sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di
gemari. Karena, pertama, masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau
bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya.
Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan
suatu produk. Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi
yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.

2. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum


Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik
iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang
sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang
berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik
massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang
manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk
membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar
memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di
luar diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit
untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-
terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada
baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional.
Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah
produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan
individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen
itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen
itu.yang penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan

3
yang mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan
.jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong
untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang
benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian
menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata
lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbada dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan
aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan
terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen
yang berifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah
kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan
tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat
non-rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang
sebenarnya, melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan
yang menggiurkan dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong
kebebasan memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk
mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti
kebenaranya.

2.2 Beberapa Persoalan Etis Dalam Iklan


Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang
manipulatif dan persuasif non-rasional.
1. Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus
ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya
dalam menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan
pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia
didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif
dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan imperatif
moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi
kepentingan lain di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek
untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi
untuk membantunya memilih produk tertentu.

4
2. Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional
menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi
konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian akan
menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat
memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang
bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di
mana banyak dari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya
bukan benar-benar kebutuhan.
3. Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif
dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra
memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau
belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal, dan
seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas massal, serba sama,
serba tiruan, serba polesan, serba instan.
4. Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan
sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang
menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana
banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah
tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan
tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam
iklan.
1. Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud
memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh
iklan untuk membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya
karenatelah diperdaya oleh iklan tertentu.
2. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu,
khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
3. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan
terang-terangan.
4. Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan
moralitas: tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi,
perendahan martabat manusia dan sebagainya.

5
2.3 Makna Etis Menipu dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada
akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata
masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu
sendiri, melainkan terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang
diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun
tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat
dan misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni
mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut
kepentingan banyak orang, melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan
perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral
dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa
menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak
mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar.
Jadi, paling tidak ada tiga kondisi yang bias dikategorikan sebagai menipu :
1. Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya orang lain
2. Pertanyataan yang salah itu berkaitan dengsn janji kepada pihak yang dituju untuk
mengatakan apa adanya
3. Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui
kebenarannya
Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral
adalah iklan yang mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.

2.4 Kebebasan Konsumen


Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari
menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi,
khususnya pasar. Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan
menentukan hubungan antara produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan
menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang
pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.

6
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan
ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen
(atau lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh
masyarakat tertentu, tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga
penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar
punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau
ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan
perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah,
melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi
masyarakat. bertentangan
Ditinjau dari segi fungsi atau model iklan, kita bisa langsung menyimpulkan bahwa
iklan yang disajikan dalam bentuk persuasi non-rasional bertntangan dengan prinsip
kebebasan konsumen. Namun, kita juga bisa mempertanyakan, apakah iklan yang
menggunakan kebebasan individu? Betapa pun rasionalnya persuasi itu, sulit sekali
mempertanyakan bahwa iklan akan tetap netral dan tetap menghargai kebebasan konsumen.
Iklan informatif pun belum tentu netral dan tidak merongrong kebebasan konsumen
dalam menentukan pilihan barang dan jasa tertentu. Ditinjau dari sudut pandang Galbraith,
iklan yang informatif tidak lagi netral karena informasi yang disampaikan telah menciptakan
kebutuhan atau paling kurang keinginan dalam diri konsumen.

2.5 Studi Kasus


Contoh kasus produk shampoo Pantene, Dove dan Sunsilk pada media iklan televisi :

A. Iklan shampoo Pantene

Shampoo pantene mempromosikan produknya dengan menampilkan penyanyi ternama


seperti Anggun. Pada iklan tersebut Anggun memperlihatkan rambutnya yang semula rontok
dan berketombe, tetapi setelah menggunakan shampoo Pantene dia menyatakan bahwa
rambutnya tidak rontok bahkan ketombe hilang setelah menggunakan shampoo tersebut.
Anggun juga menyatakan pantene sebagai shampoo terbaik dan tidak menjadi duta shampoo
lain.

B. Iklan shampoo Sunsilk dan Dove

Kedua produk shampoo ini sama-sama berasal dari PT Unilever Tbk. Shampoo Sunsilk lebih
dulu diperkenalkan dibandingkan shampoo dove. Tidak jauh berbeda dengan iklan yang
ditayangkan keduanya. Kedua shampoo tersebut mempromosikan produknya dengan

7
menampilkan artis dan penyanyi yang sama-sama terkenal, yang menampilkan rambut indah
setelah menggunakan shampoo tersebut. Pada shampoo Sunsilk selain menampilkan artis
terkenal mereka juga lebih meyakinkan konsumen dengan bekerja sama oleh para pakar
rambut di dunia. Sunsilk juga menampilkan performance Ariel bagi wanita yang beruntung
menggunakan shampoo sunsilk.
Pada shampoo Dove mereka juga menampilkan model dan penyanyi terkenal, mereka juga
menyatakan bahwa Dove adalah shampoo terbaik dan para artis tersebut menampilkan
rambut indah setelah menggunakan shampoo tersebut. Selain menampilkan rambut indah
para artis juga menyatakan bahwa shampoo Dove lebih baik dan mereka berkata Dove I Love
It.

C. Analisis dari segi Etika Bisnis :


Jadi, menurut kelompok kami dapat disimpulkan bahwa produk-produk shampoo yang
mempromosikan shampoonya melalui media iklan televisi masih kurang baik. Hal ini
disebabkan produk yang ditayangkan saling menjatuhkan satu sama lain, dan juga belum
terbukti kenyataannya seperti yang diperlihatkan oleh artis-artis pada produk shampoo
tersebut. Konsumen juga merasa dibuat bingung untuk memutuskan produk shampoo mana
yang sesuai dengan jenis rambut para konsumen.
Etika secara moral para produsen juga harus menjalankan kewajibannya untuk bertanggung
jawab atas iklan yang ditayangkan. Bertanggung jawab atas memberikan informasi yang jelas
agar para konsumen tidak merasa kecewa telah menggunakan produknya. Dan memberikan
fakta bukan janji-janji palsu atas penayangan iklan produk mereka.
Berdasarkan sudut pandang keadilan konsumen, kenyataannya masih banyak konsumen yang
belum mendapat keadilan penuh setelah menggunakan produk shampoo. Hal ini dikarenakan
produsen shampoo memasang iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kenyataan bahwa
tidak semua warga Indonesia yang memiliki rambut lurus dan indah, tetapi iklan-iklan
shampoo yang ditampilkan dimedia televisi menampilkan artis-artis yang setelah
menggunakan shampoo tersebut akan memiliki rambut lurus, indah dan tidak rontok,
kenyataannnya tidak semua orang yang memakai shampoo akan memiliki rambut lurus dan
tidak rontok.
D. Solusi :
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI adalah organisasinon-pemerintah
dan nirlaba yang didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Mei1973. Tujuan berdirinya YLKI
adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung jawabnya
sehingga dapat melindungi dirinya sendiri dan lingkungannya..
Pada awalnya, YLKI berdiri karena keprihatinan sekelompok ibu-ibu akan
kegemaran konsumen Indonesia pada waktu itu dalam mengonsumsi produk luar negeri.
Terdorong oleh keinginan agar produk dalam negeri mendapat tempat di hati masyarakat
Indonesia maka para pendiri YLKI tersebut menyelenggarakan aksi promosi berbagai jenis
hasil industri dalam negeri.

BAB III

8
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian bahasan “ Iklan dan Dimensi Etisnya“ dapat disimpulkan bahwa :
Hendaknya menggunakan iklan dengan bijak sehingga tidak menimbulkan kontrofersi di
masyarakat. Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu
sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia
tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak
konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

9
Dr. A. Sonny Keraf. 1995. Etika Bisnis. Tuntutan dan Relevansinya. Pustaka Filsafat

Sutrisna Dewi. 2016. Etika Bisnis kKonsep Dasar Implementasi & Kasus. Denpasar :
Udayana University Press

https://harisdwikurniawan95.blogspot.co.id/2016/10/iklan-dan-dimensi-etisnya.html

10

Anda mungkin juga menyukai