PRODI AKUNTANSI
T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan nikmat
kepada setiap umat-Nya terutama nikmat iman, umur serta kesempatan sehingga pada
kesempatan ini kami dapat menyelesaikan tugas perkuliahan pada mata kuliah berupa
Makalah Modal Intelektual dalam Penerapan Akuntansi sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Kemudian kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu yang telah
memberikan tugas ini sekaligus pembinaanya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan baik sesuai dengan apa yang diketahui oleh kami.
Sebagai insan biasa kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan Makalah
Modal Intelektual dalam Penerapan Akuntansi jika ada kesalahan dalam penulisan, kesalahan
dalam penggunaan kata, kesalahan dalam pengungkapan materi. Namun kami menyadari juga
bahwa sedikitpun ilmu pasti akan berguna, sehingga dari kata itu tercermin bahwa kami
harapkan Makalah Modal Intelektual dalam Penerapan Akuntansi dapat memberikan
informasi kepada pembaca.
Demikian kata pengantar ini kami susun semoga Makalah Modal Intelektual dalam
Penerapan Akuntansi dapat digunakan sebagaimana semestinya untuk semua kalangan, baik
kami sendiri maupun orang lain.
Tim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3. Tujuan Makalah.......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 6
2.1. Pemahaman Intellectual Capital................................................................................6
2.2. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan..................................12
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................16
3.1. Kesimpulan............................................................................................................ 16
3.2. Saran...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Revolusi industri 4.0 merupakan era dimana persaingan bisnis sangat ketat, karena
variabel persaingan yang makin kompleks pada informasi yang diperlukan. Kita sekarang
hidup pada era ketika perusahaan taksi terbesar di dunia tidak memiliki satu pun armada taksi
(Uber, Grab, Gojek). Kita hidup pada era ketika perusahaan ritel terbesar tidak memiliki satu
pun toko maupun gudang (Amazon, Tokopedia, Sophee, dll). Mereka inilah yang disebut
start-up. Start-up bukanlah usaha kecil. Ini adalah usaha baru, baru dimulai. Akhir 2019,
valuasi aset Gojek mencapai 10 miliar USD atau setara Rp 142 triliun. Angka ini berarti 14
kali dari valuasi aset Garuda Indonesia yang ‘hanya’ Rp 11,07 triliun. Valuasi aset Tokopedia
(berumur 10 tahun) mencapai 7 miliar USD, setara Rp 98 triliun, 15 kali dari valuasi aset
Ramayana (berusia 40 tahun) yang ‘hanya’ Rp 5 sekian triliun.
Aset terpenting yang mereka miliki adalah intangible assets, aset tak berwujud. Aset
ini berbeda dengan aset yang dimiliki oleh Garuda, misalnya, yang lebih dominan tangible
assets. Intangible assets bentuknya seperti brand, skill, inovasi, dan keterampilan. Aset-aset
tak berwujud ini tidak dapat dilaporkan dalam laporan keuangan, karena tidak memenuhi
kriteria sebagai aset. Namun pada perusahaan ‘konvensional’, karena tidak dilaporkan,
seringkali aset-aset tak berwujud ini diabaikan dan tidak dikelola dengan baik. Sementara
pada perusahaan start-up, justru aset inilah yang dibentuk, dimunculkan, dikelola, dan
dihargai sangat tinggi.
Oleh karena itu modal intelektual (intellectual capital) saat ini sedang menarik
perhatian akademisi dan komunitas bisnis, karena dipandang berperan sangat penting dalam
menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif serta nilai bagi perusahaan. Modal
intelektual sering juga disebut dengan aset tidak berwujud (intangible asset) yang semakin di
minati dimana mulai meninggalkan paradigma lama yang menitikberatkan ke kekayaan fisik
(physical asset) dan membangun paradigma baru yang memfokuskan pada nilai aset
intelektual (intellectual asset). Modal intelektual merupakan kekayaan atau sumber daya non
fisik yang tidak terlihat dalam laporan posisi keuangan suatu perusahaan, tetapi diakui
sebagai aset strategis dan dipandang penting bagi perusahaan dalam meningkatkan nilai dan
keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Akan tetapi di sejumlah negara Eropa, selain harus menyusun laporan keuangan,
perusahaan publik harus juga menyajikan laporan tentang pengelolaan aset tak berwujud
mereka. Bahkan, universitas dan organisasi-organisasi nonprofit belakangan juga mulai rajin
mengungkapkan pengelolaan aset tak berwujud yang mereka miliki. Intangible assets ini
biasa juga disebut dengan istilah intellectual capital (IC) atau modal intelektual.
Maka dari itu kami mengangkat Intellectual Capital menjadi topik yang menarik
untuk dibahas karena memberikan nilai lebih bagi perusahaan sehingga meningkatkan daya
saing. Oleh karena itu, perlu disadari oleh para pemilik maupun top management bahwa
program-program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan perlu ditingkatkan
daripada hanya membeli tanah untuk ekspansi usaha dan mesin-mesin baru. Berdasarkan
hasil penelitian dari para ahli membuktikan bahwa perusahaan yang mempunyai intellectual
capital dibanding perusahaan pesaingnya lebih profitable, serta kinerja keuangan dan nilai
perusahaan lebih baik. Dilihat dari sudut pandang akuntansi, pengukapan intellectual capital
dapat dilihat dari laporan tahunan perusahaan melalui baik program-program pelatihan
maupun belanja SDM yang dapat meningkatkan kompetensi karyawan, sehingga dampaknya
berpengaruh pada Free Cash Flow (FCF) yang naik.
Seperti yang dikemukakan oleh Widyaningdyah dan Aryani (2014), suatu perusahaan
dikatakan mempunyai keunggulan kompetitif jika dapat menciptakan nilai ekonomis yang
lebih tinggi dibanding dengan perusahaan lain dalam industrinya. Fokus dunia bisnis tidak
lagi bertumpu pada aset berwujud (tangible aset) namun sudah beralih ke aset tidak berwujud
(Intangible asets). Kompetensi karyawan, hubungan dengan pelanggan, penciptaan inovasi,
sistem komputer dan administrasi, hingga kemampuan menguasai teknologi juga merupakan
bagian dari intellectual capital (Soetedjo dan Mursida, 2014).
Intellectual capital merupakan instrument penentu bagi nilai dan kinerja perusahaan
yang memicu munculnya the value of know how (Petty dan Guthrie, 2000). Bontis (2000)
mengemukakan, intellectual capital adalah seluruh kemampuan pekerja yang meciptakan
tambahan nilai. International Federation of Accountants (IFAC) mendefinisikan intellectual
capital sebagai sinonim dari intellectual property (kekayaan intelektual), intellectual asset
(aset intelektual), dan knowledge asset (aset pengetahuan), Modal ini dapat diartikan sebagai
saham/modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki perusahaan. IFAC juga
mengestimasikan bahwa saat ini nilai perusahaan lebih ditentukan atas manajemen atas
intellectual capital, tidak lagi terhadap aset tetap. Sehingga, Intellectual capital masuk dalam
kategori aset (aktiva) bukan modal (equity) di dalam neraca. Sangkala (2006) menjelaskan
bahwa Intellectual capital merupakan materi intelektual berupa informasi, pengetahuan,
inovasi, intellectual, dan pengalaman yang dapat dimanfaatkan dalam menghasilkan aset
yang mempunyai nilai tambah dan memberikan keunggulan bersaing.
Gambar 2.1 Bagan IC Standard
Menurut Steward (1998), Sveiby (1997), Saint-Onge (1996), dan Bontis (2000) dalam
Sawarjuwono dan Kadir (2003), intellectual capital terdiri dari tiga komponen utama yaitu:
Pertama, Human Capital. Human capital sebagai sumber pengetahuan yang sangat berguna,
keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan
tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan
yang dimiliki karyawannya. Kedua, Structural Capital merupakan kemampuan organisasi
atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang
mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses pabrikasi,
budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki
perusahaan. Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika
organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat
mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal. Ketiga, Relational Capital merupakan komponen modal intelektual yang
memberikan nilai secara nyata. Elemen ini merupakan hubungan yang harmonis yang
dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang
andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan
perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah
maupun masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian di luar
lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Sejalan dengan modal fisik dan keuangan, intellectual capital adalah salah satu dari tiga
sumber daya vital organisasi. Intellectual capital mencakup semua sumber daya tidak
berwujud yang dikaitkan dengan organisasi, dan berkontribusi pada penyampaian proposisi
nilai organisasi. Sumber daya tidak berwujud dapat dibagi menjadi tiga komponen: human
capital, structural capital dan relational capital.
Gambar 2.2 Hubungan Intellectual Capital dengan Human Capital,Structural Capital dan
Relational Capital
Seperti ditampilkan dalam Gambar 2.2 terdapat 3 modal intelektual secara umum, yaitu :
Merupakan modal intelektual yang menunjukan kualitas sumber daya manusia yang
berada dalam entitas perusahaan. Saat ini, kita bisa melihat bahwa perusahaan-perusahaan
yang memiliki kualitas sumber daya manusianya tinggi berada dalam industri elektronik
dimana perkembangan produk selalu cepat sebagai akibat dari persaingan yang ketat. meliputi
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman profesional, keahlian, tingkat pendidikan dan
kreativitas karyawan. Persaingan merupakan dorongan kuat yang membuat sebuah
perusahaan harus memperhatikan kualitas sumber daya manusianya. Perusahaan yang besar,
pasti melakukan penyaringan yang ketat ketika melakukan rekrutmen untuk menjaga kualitas
sumber daya yang dimiliki perusahaan. Modal manusia yang baik ditunjukkan oleh
pengetahuan dan skill karyawan, pengalaman, pendidikan, kompenten, displin dan lainnya.
Human capital sebagai sumber pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan
kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan
meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki karyawannya.
Menurut Bontis (2004) dalam Putra human capital adalah kombinasi dari pengetahuan,
skill, kemampuan melakukan inovasi dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi nilai
perusahaan, kultur dan filsafatnya. Jika perusahaan berhasil dalam mengelola pengetahuan
karyawannya, maka hal itu dapat meningkatkan human capital. Sehingga human capital
merupakan kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang terdapat dalam tiap individu
yang ada di dalamnya. Human capital ini yang nantinya akan mendukung structural capital
dan customer capital.
Istilah modal intelektual (intellectual capital) pertama kali dikemukan oleh Galbraith
pada tahun 1969, yang menulis surat kepada temanya Michael Kalecki. Galbraith menulis : “I
wonder if you realize how much those of us the world around have owed to the intellectual
capital you have provide over the last decades” (Hudson, 1993 dalam Bontis, 2000). Terdapat
berbagai definisi modal intelektual dari beberapa ahli. Menurut Chartered Institute og
Management Accountant (CIMA) dalam Bhasin (2008) modal intelektual merupakan
pengetahuan dan pengalaman, kemampuan profesional, hubungan dan kerja sama yang baik,
serta kapasitas kemampuan teknologi. Bukh et.al. (2005) mendefinisikan modal intelektual
sebagai sumber pengetahuan yang berbentuk karyawan, pelanggan, proses, atau teknologi,
yang dapat digunakan perusahaan untuk proses penciptaan nilai. Menurut Heng seperti
dikutip oleh Sangkala (2006), modal intelektual adalah aset berbasis pengetahuan dalam
perusahaan yang menjadi basis kompetensi inti perusahaan yang dapat memengaruhi daya
tahan dan keunggulan bersaing. Sementara menurut Dalam berbagai penelitian dari berbagai
disiplin ilmu, para peneliti mengidentifikasi modal intelektual atau aset tidak berwujud,
sebagai semua sumber daya, properties dan attributes, atau sebagai aset non moneter yang
dapat menghasilkan nilai atau manfaat masa depan (Choong, 2008). Dari sejumlah definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada
kekayaan tidak berwujud atau modal-modal non-fisik atau modal tidak kasat mata yang
terkait dengan pengetahuan, teknologi, karyawan, manajemen proses dalam perusahaan yang
merupakan keunggulan kompetitif perusahaan dan berguna dalam aktivitas operasional serta
penciptaan nilai perusahaan.
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis yang dimiliki oleh perusahaan
dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas,
berasal dari konsumen yang loyal dan merasa puas terhadap pelayanan perusahaan, berasal
dari hubungan perusahaan dengan pemerintah, maupun dengan masyarakat sekitar.
Hubungan yang dimaksud bukan saja hanya menyangkut kualitas hubungan yang
tanpa ada masalah, tapi dengan siapa hubungan itu juga akan menambah nilai perusahaan.
Salah satu contoh adalah memiliki hubungan kemitraan dengan pemasok yang memberi
persediaan bahan baku dengan harga lebih rendah dari harga pasaran dengan kualitas yang
sama. Dalam hal ini perusahaan memiliki kelebihan dalam Relational Capital karena
memberi pengaruh langsung terhadap hasil perusahaan. Contoh lainnya adalah perusahaan
memberi system garansi untuk produknya untuk membangun kepercayaan oleh pelanggan
dimana jika pelanggan mendapatkan pengalaman buruk dari penggunaan produk perusahaan,
alih-alih mencari produk pengganti dari pesaing besar kemungkinan pelanggan akan memilih
untuk klaim garansi produk yang dibelinya.
Ada beberapa teori yang digunakan dalam menjelaskan praktik pengungkapan modal
intelektual perusahaan, antara lain :
● Signaling Theory
Ketika perusahaan memberikan sinyal positif yaitu berupa informasi yang baik maka
pasar juga akan memberikan respon yang positif sehingga nilai perusahaan menjadi
baik di mata pasar. Signaling theory menunjukkan pentingnya informasi perusahaan
bagi keputusan investasi pihak luar. Pengungkapan informasi perusahaan yang
menyeluruh, mampu menjelaskan kinerja perusahaan, baik pada masa lau maupun
masa yang akan datang. Pada teori ini, perusahaan akan menggunakan mekanisme
pengungkapan informasi untuk memberikan sinyal kepada pasar guna mengevaluasi
nilai perusahaan.
● Stakeholder Theory
Intellectual capital memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai sumberdaya
untuk menghasilkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Lebih jelasnya dinyatakan bahwa
intellectual capital merupakan sumber daya strategis perusahaan yang utama untuk
menghasilkan keuntungan. Menurut Marr (2004) dalam Daneshi (2013) intellectual capital
memberikan kontribusi dalam hal peningkatan posisi bersaing perusahaan. Intellectual
capital memampukan perusahaan menghasilkan nilai tambah yang mengarah pada
keunggulan bersaing. Nilai tambah tersebut berasal dari peningkatan efektifitas dan efisiensi
dari kegiatan rutin perusahaan. Dengan demikian intellectual capital merupakan salah satu
faktor kunci sukses perusahaan. Untuk memperoleh keunggulan bersaing, sangat penting bagi
perusahaan untuk menggunakan pengetahuan secara efisien dan peningkatan potensi inovasi.
Gambar 2.3 berikut ini menjelaskan bagaimana intellectual capital mempengaruhi kinerja
perusahaan.
Keterangan:
VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Rasio
ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added
organisasi.
VACA = VA/CE
Keterangan:
VA = Value Added
VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan
untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi.
VAHU = VA/HC
Keterangan :
VA = value added
STVA = SC/VA
Keterangan :
SC = Structural Capital : VA – HC
VA = Value Added
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Intellectual Capital dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan sehingga meningkatkan
daya saing. Banyak perusahaan masih beranggapan bahwa aset fisik berupa tanah, mesin, dan
tenaga kerja yang dapat menghasilkan profit bagi perusahaan, sehingga mengesampingkan
aset non fisik (intellectual capital) seperti, pengetahuan dan kompetensi karyawan, hubungan
dengan pelanggan, inovasi, system computer dan administrasi, kreativitas dalam mendesain
produk yang unik serta kemampuan menguasai teknologi. Oleh karena itu perlu disadari oleh
para pemilik maupun top management bahwa program-program pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi karyawan perlu ditingkatkan daripada hanya membeli tanah untuk
ekspansi usaha dan mesin-mesin baru. Berdasarkan hasil penelitian dari para ahli
membuktikan bahwa perusahaan yang mempunyai intellectual capital dibanding perusahaan
pesaingnya lebih profitable, serta kinerja keuangan dan nilai perusahaan lebih baik. Dilihat
dari sudut pandang akuntansi, pengukapan intellectual capital dapat dilihat dari laporan
keuangan perusahaan melalui baik program-program pelatihan maupun belanja SDM yang
dapat meningkatkan kompetensi karyawan, sehingga dampaknya berpengaruh pada Free
Cash Flow (FCF) yang naik. Pengungkapan dianggap oleh teori agensi sebagai mekanisme
yang dapat mengurangi biaya yang dihasilkan dan konflik serta mengontrol kinerja manajer.
3.2. Saran
c. Kepada mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian ini, disarankan nantinya untuk
menyajikan makalah yang lebih lengkap seperti definisi perbaruan dari Intellectual capital
dan prinsip-prinsip dasar dalam menerapkan Intellectual capital pada perusahaan
konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, Noorina. 2014. “Intellecttual Capital Dalam Meningkatkan Daya Saing: Sebuah
Telaah Literatur”. Jurnal Etikonomi Vol. 13, 51 – 68.
Garfield, Stan. 2018. “What is the relationship between structural capital and knowledge
management?”.
https://stangarfield.medium.com/what-is-the-relationship-between-structural-capital-and-
knowledge-management-13a898913580
https://sites.google.com/site/piacapitalintelectual/intellectual-capital
Wirawan, Septiadi. 2017. “Pengaruh Human Capital, Structural Capital dan Customer
Capital terhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di
Kabupaten Tabalong”. Jurnal Administrasi Publik dan Administrasi Bisnis Vol.1 No.2, 387-
404
http://stiatabalong.ac.id/ojs3/index.php/PubBis/article/view/septiadi%20wirawan/42
Erdianthy, D. & C.D. Djakman. 2014. Pengungkapan Modal Intelektual, Proporsi Komisaris
Independen dan Kinerja Bank di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVII. Mataram:
24-27 September
Khlifi, F. & A. Bouri. 2010. Corporate Disclosure and Firm Characteristics: A Puzzling
Relationship. Journal of Accounting – Bussiness & Management 17 (1). pp. 62-89.
Leland, H. E. & D. H. Pyle. 1977. Information Asymetries, Financial Structure, and Financial
Intermediation. The Journal of Finance 32 (2). Pp 371- 387.
Lin, C. & C.Huang. 2011. Measuring Competitive Advantage with an Aset-Light Valuation
Model. African Journal of Business Management, 5(13). pp. 5100-5108.
Miller, C. & H. Whiting. 2005. Voluntary disclosure of intellectual capital anda the “hidden
Value”. Proceedings of the accounting and finance association of Australia and new Zealand
conference.
Nur, D.I. 2010. Meningkatkan Kinerja Keuangan melalui Intellectual Capital: Bukti Empiris
Perusahaan Otomatif Bursa Efek Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol. 8, No. 3.
Ross, S. A. 1977. Some Notes on Financial Incentive-Signalling Models, Activity Choice and
Risk Preferences. The Journal of Finance 33 (3). pp. 777-792.
Sangkala. 2006. Intellectual Capital Management: Strategi Baru Membangun Daya Saing
Perusahaan. Jakarta: Yapensi.
Sawarjuwono, T. & A.P. Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan
Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 5, No. 1, pp.31-
51.