Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Etika Bisnis, GCG dan CSR dalam Mendukung Manajemen Strategis


Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Manajemen Strategis

Dosen Pengampu:
Dini Mardiani, S.E., MBA

Disusun Oleh:
Kelompok 6
M.Ilyas Firdaus 1169210021
Resa Azizah Maesaroh 1169210028
Risa Novita 1169210032
Ilham Hanafi 1189210043
JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan berbagai nikmat kapada kita sekalian. Sholawat serta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada baginda alam Nabi besar Muhammad saw.
Akhirnya penyusun bisa menyelesaikan pembuatan makalah ilmiah dengan judul
“Etika Bisnis, GCG dan CSR dalam Mendukung Manajemen Strategis”
sebagai memenuhi salah satu tugas Pengantar bisnis dan manajemen.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Bandung, 21 DESEMBER 2019

Penyusun

i
DAFTRAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i


DAFTRAR ISI ....................................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II ................................................................................................................................2
ETIKA BISNIS, GCG Dan CSR Dalam MENDUKUNG MANAJEMEN STRATEGIS..2
A. Etika dalam Bisnis ................................................................................................2
B. Good Corporate Governance (GCG) ................................................................10
C. Corporate Social Responsibility (CSR) .............................................................19
BAB III .............................................................................................................................22
PENUTUP ........................................................................................................................22
A. Kesimpulan ..............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan
pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak disangkal lagi memiliki
peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis secara
konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia
usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu
memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya.
Saat ini seringkali muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu
hal yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika
bisnis dianggap sebagai suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak
diindahkan pun suatu bisnis tetap dapat berjalan dengan baik dan memberikan
keuntungan. Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan
kegiatan bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu
prinsip Good Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu
alatnya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran etika bisnis, GCG dan CSR dalam mendukung manajemen
strategi ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui peran etika bisnis, GCG dan CSR dalam mendukunga
manajemen startegi.

iii
BAB II

ETIKA BISNIS, GCG Dan CSR Dalam MENDUKUNG MANAJEMEN


STRATEGIS

A. Etika dalam Bisnis


1. Pengertian Etika Bisnis
Etika sering dikaitkan dengan moral. Dalam bahasa latin Yunani Etika berasal
dari kata A thikos yang diterjemahkan dengan” mores” yang berati kebiasaan.
Aristoteles menyebutkan etika ini dalam bukunya “Ethique A nicomaque” sebagai
“mores” yang juga berarti kebiasaan. Kata moral ini mengacu pada baik dan
buruknya manusia terkait dengan tindakan, sikap dan ucapannya. Etika bisnis
adalah aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
institusi, teknologi, transaksi , aktivitas dan usaha yang di sebut dengan bisnis.
Etika bisnis berarrti bertumpu pada kesetiaan sikap etis dan komitmen moral untuk
tidak berbuat curang, merugikan orang lain, Negara dan masyarakat, mengancam
lingkungan serta kebudayaan yang telah ada.
Etika bisnis merupakan elemen yang wajib dimunculkan dalam kegiatan
transaksi yang disebut bisnis. Seiring dengan peningkatan peradaban manusia dan
semakin ketatnya persaingan, terkadang bahkan tidak jarang pengusaha melakukan
berbagai cara untuk mencapai tujuan. Praktik kecurangan seperti insider trading,
windsows dressing, penipuan, manipulasi data keuangan, penyuapan terhadap
birokrasi, monopoli, serta kolusi dan nepotisme sering dilakukan. Runtuhnya
ekonomi Indonesia pada tahun 1997 merupakan ledakan dari penyakit ekonomi
yang mengabaikan etika dan good corporate governance dalam perekonomian.
Sebelum krisis, perekonomian Indonesia dibangun Soeharto dengan konseptrickle

1
down effect (menetes ke bawah) artinya hanya membuka lebar akses kredit bagi
pengusaha besar dan meneteskan segelintir kue untuk rakkyat (UKM). Kenyataan
ini tidak memberikan keadilan kepada seluruh masyarakat. Kekayaan hanya
bertumpu pada segelintir orang yakni keluarga cendana dan kroninya. Rakyat
merasa ditindas dan diacuhkan hak-haknya. Maka tak heran ketika krisis moneter
melanda Indonesia lah yang terhempas paling keras dan hingga saat ini belum bisa
bangkit.
Kebutuhan akan kondisi perekonomian yang stabil dan pro rakyat kecil
merupakan dambaan dan impian bagi kebanyakan rakyat kini. Akan tetapi hingga
saat ini kondisi itu baru dalam mimpi. Masyarakat Indonesia masih harus
membenahi banyak lubang dari baju yang disebut reformasi. Pemerintah sebagai
kekuatan yang mengatur sudah seharusnya memberikan keadilan dan pemerataan
pendapatan bagi rakyatnya. Memberikan akses ekonomi bagi rakyat kecil untuk
berusaha bukan hanya kepada korporat yang telah nyata-nyata merugikan Negara
hingga saat ini tidak ada satu pun yang di adili.
2. Keadilan dalam Etika Bisnis
Ada tiga keadilan dalam etika bisnis, menurut John Piers dna Nizam Jim (2007 :
53), yaitu :
Pertama, Distributive justice yakni adanya distribusi yang memadai dan adil
dalam masyarakat. Artinya sumber daya yang ada di Negara ini adalah sepenuhnya
milik rakyat Indonesia bukan milik segelintir orang. Maka tugas pemerintah untuk
melakukan pemeratan, baik pendapatan, kesempatan berusaha, makanan ,
perumahan dan jaminan sosial.
Kedua, Retributive Justice. Keadilan ini adalah keadilan pada sisi hukum
Artinya semua orang memiliki hak dan posisi yang sama di mata hukum. Siapapun
yang melakukan kesalahan harus mendapatkan hukuman yang sesuai dengan
undang-undang dan peraturan yang ada.
Ketiga, Compensatory Justice. Keadilan ini dimaksudkan bahwasannya
semua orang berhak dihormati atas harta benda yang dimilikinya. Bila seseorang
telah merugikan orang lain secara materi, maka orang tersebut wajib membayar
kerugian tersebut.

2
Dalam bisnis etika dan moral mutlak diperlukan. Pemerintah merupakan
institusi yang dapat menekankan dan mempresure pelaksanaan etika dan moral
dalam bisnis. Pemerintah hingga saat ini belum memberikan prestasi yang
membanggakan dalam pelaksanaan etika dan moral dalam bisnis. Kebiasaan
korupsi, suap, kolusi dan manipulasi masih mengakar kuat di semua eleman
masyarakat dan birokrasi merupakan penghambat besar bagi tercitanya kegiatan
bisnis yang fair dan adil. Kebutuhan besar atas modal asing(Foreign Invesment
Direct) juga mendorong pemerintah tidak tegas menyikapi persoalan pelanggaran
hukum oleh perusahaan asing maupun dalam negeri seperti pencemaran
lingkungan, pembalakan liar (illegal loging), kebocoran gas dan bahkan rendaman
Lumpur Lapindo. Perusahaan asing sering melaksanakan standar etika yang
longgar di Negara berkembang dibandingkan dengan di negaranya sendiri.
Pelanggaran etika bisnis di negara ini masih dipandang sebagai hal yang
wajar dilakukan karena didukung oleh mental-mental korup. Walaupun saat ini
terdapat komisi persaingan usaha akan tetapi keberadaannya belum memberikan
dampak positif yang signifikan untuk mengurangi kecurangan, tindak penipuan,
dan bahkan penyuapan. Menyoal tentang penyuaapan konferensi Malta (1994)
menegaskan bahwa yang dianggap dengan penyuapan adalah semua tindakan yang
bersifat improbity atau dishonesty.
Batasan itu tidak hanya melanggar hukum namun juga kepantasan
atauimproper. Di Amerika, penyuapan dilarang didasarkan perundang-undangan “
Foreign Corrupt Practices Act/FCPA ” yang ditanda tangani oleh presiden Jimmy
Carter ada tanggal 20 Desember 1977 dan menjatuhkan perkara ini sebagai perkara
pidana. UU ini diterapkan pada kasus Lockhead Aircraft Corporation tahun 1972
yang melibatkan perdana menteri Jepang Tanaka. Gambaran ini jarang kita jumpai
di Indonesia.
3. Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan
kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang
(individu) sebagai perilaku moral yang nyata? Ada dua pandangan yang muncul
atas masalah ini :

3
a. Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan
yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa
perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja
atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung
jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka
adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang
dilakukan manusia.
b. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak
masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab
karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi
memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang
anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak
ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk
menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal
mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang
gagal bertindak secara moral.
4. Etika bisnis yang baik
Pertama , inti daripada etika bisnis yang pantas dikembangkan di tanah air
kita adalah pengendalian diri, sesuai dengan falsafah Pancasila yang kita miliki.
Kita semua menyadari bahwa keuntungan adalah motivasi bisnis. Yang ingin diatur
dalam etika bisnis adalah bagaimana memperoleh keuntungan itu. Keuntungan
yang dicapai dengan cara yang curang, secara tidak adil, dan bertentangan dengan
nilai-nilai budaya dan martabat kemanusiaaan, tidaklah etis. Etika bisnis juga
“membatasi”besarnya keuntungan, sebatas yang tidak merugikan masyarakatnya.
Kewajaran merupakan ukuran yang relatif, tetapi harus senantiasa diupayakan.
Etika bisnis bisa mengatur bagaimana keuntungan digunakan. Meskipun
keuntungan merupakan hak, tetapi pengunaannya harus pula memperhatikan
kebutuhan dan keadaan masyarakat sekitarnya.
Kedua, kepekaan terhadap keadaan dan lingkungan masyarakat. Etika bisnis
harus mengandung pula sikap solidaritas sosial. Misalnya, dalam keadaan langka,
harga suatu barang dapat ditetapkan sesuka hati oleh mereka yang menguasai sisi

4
penawaran. Disini penghayatan dan kepekaan akan tanggung jawab dan solidaritas
sosial harus menjadi rambu-rambu.
Ketiga, mengembangkan suasana persaingan yang sehat. Persaingan adalah
“adrenalin” - nya bisnis. Ia menghasilkan dunia usaha yang dinamis dan terus
berusaha menghasilkan yang terbaik. Namun persaingan haruslah adil dengan
aturan-aturan yang jelas dan berlaku bagi semua orang. Memenangkan persaingan
bukan berarti mematikan saingan atau pesaing. Dengan demikian persaingan harus
diatur agar selalu ada, dan dilakukan di antara kekuatan-kekuatan yang kurang lebih
seimbang.
Keempat, yang besar membantu yang kecil. Praktek bisnis yang etis tidak
menghendaki yang besar tumbuh dengan mematikan (at the cost of) yang kecil.
Usaha besar dalam proses pertumbuhannya harus pula “membawa-tumbuh” usaha-
usaha kecil. Ada hal-hal yang lebih tepat.
Kelima, bisnis tidak boleh hanya memperhatikan masa kini atau kenikmatan
saat ini.
Keenam, memelihara jatidiri, jiwa kebangsaan dan jiwa patriotik. Kita
menyadari bahwa globalisasi ekonomi akan membuat kegiatan bisnis menjadi
berkembang tidak mengenal tapal batas. Struktur usaha tidak bisa lagi dibatasi oleh
nasionalitas. Proses produksi akan terdiri dari rangkaian simpul-simpul yang
tersebar di berbagai negara. Pemilikan usaha juga akan semakin mengglobal.
Bahkan WTO menghendaki dihapuskannya perbedaan antara asing dan domestik
dalam perlakuan terhadap investasi dan perdagangan. Karena itu kita tidak boleh
hanyut dan tidak memandang penting lagi hakikat kebangsaan. Bisnis bisa
internasional, tetapi setiap orang pada dasarnya tidak bisa melepaskan diri dari
ikatan kewarganegaraannya. Oleh karena itu dalam keadaan bagaimanapun pelaku
bisnis warga negara Indonesia, tidak boleh kehilangan rasa kebangsaannya dan
jatidirinya sebagai orang Indonesia. Ia harus memiliki kepedulian dan komitmen
untuk turut menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsanya melalui
kiprahnya dalam bisnis.
5. Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Prilaku Etika

5
Banyak perusahaan yang kurang sukses dalam berusaha dikarenakan kurang
jujur terhadap konsumen dan tidak dapat menjaga kepercayaan yang telah diberikan
oleh konsumen. Dalam hal ini peran manajer sangat penting dalam mengambil
keputusan-keputusan bisnis secara etis.
Terdapat beberapa factor yang berpengaruh terhadap prilaku etika dalam
bisnis yang nampak pada ilustrasi berikut :
a. Lingkungan Bisnis
Sering kali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang
menekannya, seperti misalnya harus mengerjar kuota penjualan, menekan
ongkos-ongkos, peningkatan efisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif
perusahaan juga harus bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas
barang terjaga, harga barang terjangkau. Disini tampak dua hal yang
bertentangan harus dijalankan, misalnya menekan ongkos dan efisiensi tetapi
harus tetap meningkatkan kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai
mengambil keputusan etis yang tidak merugikan perusahaan.
b. Organisasi
Secara umum anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap
individu harus tetap berprilaku etis., misalnya masalah pengupahan, jam kerja
maksimum.
c. Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi
dengan sesame akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara
umum dapat dipelajari atau diperoleh dari interaksi dengan teman, keluarga
maupun kenalan. Dalam bekerja individu harus memiliki tanggung jawab
moral terhadap hasil pekerjaannya yang menjaga kehormatan profesinya.
Bahkan profesi memiliki kode etik tertentu dalam pekerjaanya. Kode etik
diperlukan untul hal-hal sebagai berikut :
1) Untuk menjaga keselarasan dan konsistensi antara gaya manajemen
strategis dan kebijakan dalam pengembangan usaha di satu pihak dengan
pengembangan sosial ekonomi dipihak lain.

6
2) Untuk menciptakan iklim usaha yang bergairah dan suasana persaingan
yang sehat.
3) Untuk menciptakan integritas perusahaan terhadap lingkungan
masyarakat dan pemerintah.
4) Untuk menciptakan ketenangan, kenyamanan, dan keamanan batin bagi
perusahaan atau investor serta bagi masyarakat.
5) Untuk dapat mengangkat harkat perusahaan nasional didunia
perdagangan internasional.
6. Good Corporate Governance sebagai implikasi pelaksanaan etika dan
moral
Good Corporate Governance dipahami sebagai kepemerintahan atau
penyelenggaraan kepemerintahan atau organisasi yang bersih dan efektif sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Good Corporate
Governance meliputi political governance, economic governance seperti
peningkatan dan pemerataan pendapatan, penciptaan kesejahteraan, penurunan
angka kemiskinan dan pengangguran dan peningkatan kualitas hidup.
Administrative governance meliputi tahapan admistrasi pemerintahan yang efisien,
efektif dan bersih.
Menurut Umer M. Chapra dan Habib Ahmed (2002), Good Corporate
Governance adalah penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. Landasan hukum, berarti keputusan pemerintah dituangkan sebagai peraturan
atau hukum.
b. Partisispasi maksimal dari semua stakeholder memberikan hak keterlibatan
dan peran semua stakeholder dalam proses pengambilan keputusan
c. Prinsip hukum dan aturan, diartikan semua keputusan pemerintahan
dituangkan dalam bentuk peraturan yang adil dan mampu memayungi semua
lapisan masyarakat.
d. Prinsip transparansi, semua. penyelenggaran Negara / organisasi harus
terbuka baik dalam kebijakkan dan pembuatan keputusan.

7
e. Prinsip responsitivitas bahwa aparatur harus bertindak responsive terhadap
tututan dan keluhan dari masyarakat baik langsung mapun tidak langsung.
f. Orientasi konsensus yaitu pengambilan keputusan secara musyawarah untuk
mufakat yang menyangkut kepentingan rakyat.
g. Keadilan dan kewajaran dimaknai distribusi tugas dan hak harus dilakukan
secara adil dan wajar sesuai dengan peraturan yang ada.
h. Efisiensi dan efektivitas, diartikan sebagai keharusan untuk pemerintah
berjalan seefisien mungkin dan bekerja secara efektif sehingga didapatkan
hasil yang maksimal.
i. Prinsip akuntabilitas berarti setiap pelaksanaan tugas dan penggunaan
sumber-sumber dana, pelaksanaan wewenang harus dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan dan terbuka kepada rakyat.
j. Prinsip visi strategis, berarti semua pelaksanaan tugas pemerintahan harus
selalu mengacu pada visi misi yang ditetapkan.
Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) ini tidak hanya berlaku
dalam organisasi kepemerintahan tetapi dalam bidang industri dan bisnis juga mesti
dilakukan. Prinsip–prinsip GCG dalam bidang bisnis telah banyak diterapkan.
Sebuah organisasi internasional the organization for economic Cooperation and
Developmet (OECD) menetapkan beberapa prinsip GCG untuk dunia bisnis agar
dapat menembuhkan iklim investasi yang kondusif . Prinsip-prinsip GCG yang
ditetapkan oleh OECD mencakup hal-hal yaitu landasan hukum, hak pemegang
saham dan fungsi pokok kepemilikan perusahaan, perlakuan adil terhadap pemilik
saham, peranan stakeholder dalam penerapan GCG, prinsip transparansi dalam
pengungkapan informasi mengenai perusahaan dan tanggungjawab managemen
perusahaan.
Dari definisi atas pada prinsipnya Good Corporate Governance meliputi
empat aspek yaitu akuntability, fairness (kewajaran), transparency dan
responsibility. Penerapan etika dan GCG di dalam dunia bisnis dapat meningkatkan
kinerja perusahaan dengan tetap menjalankan kewajaran dan tanggungjawab sosial,
lingkungan dan hukum. Karena eksistensi perusahaan tidak hanya terkait dengan

8
performa financial akan tetapi tak dapat dipungkiri responsibility social dan
lingkungan hidup juga menambah value of the firm.

B. Good Corporate Governance (GCG)


1. Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite
Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan
sebutan Cadburry Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut
Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholderskhususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan
pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan
tertentu.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa
negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada
sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya
mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab
pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat
dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah
bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses
pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-
nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu sajafairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG
mengandung empat nilai utama yaitu:
a. Accountability,
b. Transparency,
c. Predictability dan
d. Participation.

9
Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance
Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur
yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan
perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi
tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara
harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam
konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran –
yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum,
istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan
pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu
dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah
yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance merupakan:
a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang
salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
berikut pengukuran kinerjanya.
2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu
nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. Keadilan (Fairness)
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam
hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan

10
terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh
orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan
korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman perilaku
perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap konflik
kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan komisaris, direksi dan
komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan informasi secara wajar.
b. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan
perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu maupun
akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan, pengawasan,
keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan transparansi,
pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana suatu
perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-masalah yang
strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi keunggulan kompetitif
perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas
perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan. (Forum for
Corporate Governance in Indonesia, 2002), transparansi menunjukkan proses
keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik untuk
membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan
masuk secara berimbang. Jadi dalam proses transparansi informasi masyarakat
dapat melihat mengenai apa yang sedang dilakukan dengan menyebarluaskan
rencana anggaran, rencana hasil, undang-undang dan peraturan. (Ackerman, 2006)
adapun indikator-indikator transparansi yang telah ditetapkan oleh Kementrian
BUMN, dibedakan menjadi dua yaitu indikator untuk BUMN yang statusnya telah
menjadi PT Terbuka (Tbk.) dan indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT
biasa.
c. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-
tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perusahaan

11
termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan perencanaan
yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan perusahaan harus
sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite audit
dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai
mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab merupakan
konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya tanggungjawab
sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesional dan menjunjung
citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
e. Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang
bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan
informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja perusahaan.
Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public, dimana pemegang
saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja perusahaan tersebut berada.
f. Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh
atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. (Siregar,
2004). Untuk membuat Good Corporate Governance dapat terlaksana sebagaimana
mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004) dibutuhkan lima
elemen yang saling berpadu, yaitu:
1) Tersedianya landasan hukum atau jaminan hukum,
2) Ditegakannya akuntabilitas,
3) Adanya fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem
pengangkatan Direksi,

12
4) Adanya Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,
5) Adanya manajemen sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.
3. Kebijakan GCG
Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan
tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate
governance di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya
Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun pada
awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan
yang menggunakan atau mengelola dana publik saja yang harus mempelopori
penerapan Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang didirikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan dapat
menerapkan Kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini disusun dengan
metode yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar good
corporate governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan, bukan
dengan pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan peraturan perundang-
undangan. Disadari bahwa terdapat aspek good corporate governance yang perlu
diberlakukan dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pula aspek
lain yang sebaiknya diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan
memperhatikan sifat khusus Perseroan. Karenanya, perlu diperhatikan bahwa
Pedoman ini dimaksudkan agar bersifat dinamis, sehingga dari waktu ke waktu
dapat disesuaikan dengan laju perkembangan pasar dan struktur masyarakat yang
dinamis. Apabila terjadi perubahan yang bersifat eksternal, maka prinsip good
corporate governance yang terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu, Kebijakan
ini pada hakikatnya dapat selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus dibaca
serta dikaji dalam hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik di
tingkat nasional maupun internasional.
4. Faktor yang mempengaruhi GCG
Ada dua faktor dalam GCG yaitu faktor internal dan faktor eksternal:

13
a. Faktor Internal, Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan
pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa
faktor dimaksud antara lain:
1) Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
2) Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu
pada penerapan nilai-nilai GCG.
3) Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-
kaidah standar GCG.
4) Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan
untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
5) Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga
kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
b. Faktor Eksternal
1) Pelaku dan lingkungan bisnis
Meliputi seluruh entitas yang mempengaruhi pengelolaan perusahaan,
seperti business community atau kelompok-kelompok yang signifikan
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan, serikat pekerja, mitra
kerja, supplier dan pelanggan yang menuntut perusahaan mempraktekkan
bisnis yang beretika. Kelompok-kelompok di atas dapat mempengaruhi
jalannya perusahaan dengan derajat intensitas yang berbeda-beda.
2) Pemerintah dan regulator
Pemerintah dan badan regulasi berkepentingan untuk memastikan bahwa
Perusahaan mengelola keuangan dengan benar dan mematuhi semua
peraturan dan undang-undang agar memperoleh kepercayaan pasar dan
investor.
3) Investor

14
Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan pemegang saham dan
pelaku perdagangan saham termasuk perusahaan investasi. Investor
menuntut ditegakkannya atau dijaminnya pengelolaan perusahaan sesuai
standar dan prinsip-prinsip etika bisnis.
4) Komunitas Keuangan
Meliputi semua pihak yang berkaitan dengan persyaratan pengelolaan
keuangan perusahaan termasuk persyaratan pengelolaan perusahaan
terbuka, seperti komunitas bursa efek, Bapepam-LK, US SEC dan
Departemen Keuangan RI. Setiap komunitas di atas mengeluarkan
standar pengelolaan keuangan perusahaan dan menuntut untuk
dipatuhi/dipenuhi oleh Perusahaan.
5. Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan Good Corporate Governance
(GCG)
a. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate
and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan
perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam
semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah
mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan
& pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana
yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis
perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat
termasuk kategori pelanggaran hukum.
b. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &
pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,
tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif

15
seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode
Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan
& pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia, benturan
kepentingan (conflict of interest) dan sanksi.
c. Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi
rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia
kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum
apabila informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan
tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu
dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia
perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus
memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga
harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia
yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga
hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas
(kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan
informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan
perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari
karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada
umumnya.
d. Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang
bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan.
Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan
memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam
mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara
obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.
Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan

16
perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat
mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan
kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail
kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8 (delapan) hal yang
termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu,
sebagai berikut :
1) Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing (competitor).
2) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan
perusahaan.
3) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih
ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol
oleh personal tersebut.
4) Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai
pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi
dari personal yang masih ada hubungan keluarga.
5) Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia
perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli
atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas
informasi rahasia tersebut.
6) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang
menguntungkan pribadi.
7) Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak
ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8) Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang
telah go public, yang merugikan pihak lain.
e. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam
Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan

17
ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner
termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan
karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap
kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan aset milik
perusahaan untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau
merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset
milik perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik
tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak
yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya
pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan
perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya diharpkan para karyawan maupun
pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah
ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan.

C. Corporate Social Responsibility (CSR)


1. Pengertian CSR
Adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai
rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun lingkungan sekitar dimana
perusahaan itu berada, seperti melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan beasiswa
untuk anak tidak mampu di daerah tersebut, dana untuk pemeliharaan fasilitas
umum, sumbangan untuk membangun desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial
dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di
sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan sebuah fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan untuk
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai sejak
era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih
penting daripada sekedar profitability perusahaan.
Kegiatan CSR akan menjamin keberlanjutan bisnis yang dilakukan. Hal ini
disebabkan karena :

18
a. Menurunnya gangguan social yang sering terjadi akibat pencemaran
lingkungan, bahkan dapat menumbuh kembangkan dukungan atau
pembelaan masyarakat setempat.
b. Terjaminnya pasokan bahan baku secara berkelanjutan untuk jangka
panjang.
c. Tambahan keuntungan dari unit bisnis baru, yang semula merupakan
kegiatan CSR yang dirancang oleh korporat.
Adapun 5 pilar yang mencakup kegiatan CSR yaitu:
a. Pengembangan kapasitas SDM di lingkungan internal perusahaan maupun
lingkungan masyarakat sekitarnya.
b. Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja perusahaan.
c. Pemeliharaan hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan
sosialnya yang tidak dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan
konflik.
d. Perbaikan tata kelola perusahaan yang baik.
e. Pelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.
2. Manfaat CSR
a. Berikut ini adalah manfaat CSR bagi masyarakat:
1) Meningkatknya kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian
lingkungan.
2) Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut.
3) Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum.
4) Adanya pembangunan desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada
di sekitar perusahaan tersebut berada.
b. Berikut ini adalah manfaat CSR bagi perusahaan:
1) Meningkatkan citra perusahaan.
2) Mengembangkan kerja sama dengan perusahaan lain.
3) Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat.
4) Membedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnya.
5) Memberikan inovasi bagi perusahaan.

19
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi CSR
Menurut Yusuf Wibisono dalam bukunya Membedah Konsep dan Aplikasi
CSR (2007:7), implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) pada
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Komitmen pimpinannya, Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap
dengan masalah sosial, jangan diharap akan memedulikan aktivitas sosial.
b. Ukuran dan kematangan sosial, Perusahaan besar dan mapan lebih
mempunyai potensi member kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan
belum mapan.
c. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah, Semakin amburadul
regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan
perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada
masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar
insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat
kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika bisnis merupakan elemen yang wajib dimunculkan dalam kegiatan
transaksi yang disebut bisnis. Seiring dengan peningkatan peradaban manusia dan
semakin ketatnya persaingan, terkadang bahkan tidak jarang pengusaha melakukan
berbagai cara untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan Good Corporate
Governance (GCG) ini tidak hanya berlaku dalam organisasi kepemerintahan tetapi
dalam bidang industri dan bisnis juga mesti dilakukan Corporate Social
Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan strategi yang digunakan
perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya.
CSR dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka
panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan

21
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham. 2013. Manajemen Startegi. (Bandung: Alfabeta)


http://yenkeylon.blogspot.com/2013/04/good-corporate-governance-suatu-bentuk.
http://citraanggreini.blogspot.com/2011/11/etika-bisnis.html
http://ameliamaladyumk.blogspot.com/2013/09/etika-bisnis-dan-manajemen-
strategis
https://rhinii.wordpress.com/2013/12/28/etika-governance
http://rezarezadwirm.blogspot.com/2013/11/etika-bisnis-good-corporate-
governance

22

Anda mungkin juga menyukai