Anda di halaman 1dari 7

PENGAJUAN JUDUL PROPOSAL

1. Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Prosedur Humor Therapy Untuk


Mengatasi Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Dengan General Anastesi.

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh
ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
luka (Sjamsuhidajat, 1997, hlm.336).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) dalam Sartika
(2013), jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat
signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di seluruh
rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data mengalami peningkatan sebesar 148
juta jiwa. Tindakan operasi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa (WHO
dalam Sartika, 2013). Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2009, tindakan bedah menempati ururan ke-11 dari 50 pertama
penanganan pola penyakit di rumah sakit se Indonesia. Salah satu bentuk dari pembedahan
yang sering dilakukan adalah tindakan bedah dengan menggunakan anestesi umum atau
general anestesi.
General anestesi sendiri merupakan suatu tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Cara kerja anestesi umum selain
menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga
merelaksasi seluruh otot. Pasien yang mendapatkan anestesi general (general anesthesi)
berasumsi anestesi adalah maut dan beranggapan bahwa anestesi itu “tidur terus tidak
bangun kembali” (Long, 1996, hlm.6). Oleh karena itu tindakan pembedahan dengan
general anestesi merupakan stresor yang dapat membangkitkan reaksi stres berupa
kecemasan (Potter & Perry, 2006, hlm.1790).
Kecemasan merupakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang
nyata maupun yang hanya dibayangkan (Smeltzer & Bare, 2001, hlm.145). Cemas terhadap
anestesi, nyeri atau kematian, deformitas, atau ancaman lain terhadap citra tubuh (Smeltzer
& Bare, 2001, hlm.430). Keadaan emosional pasien dalam hal ini cemas, akan
berpengaruh kepada fungsi tubuh menjelang operasi. Kecemasan yang tinggi, dapat
mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi
nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung
kemih dan usus, kulit dingin dan lembab, peningkatan respirasi, dilatasi pupil, dan mulut
kering (Smeltzer & Bare, 2001, hlm.145).
Kondisi ini sangat membahayakan kondisi pasien, sehingga dapat dibatalkan atau
ditundanya suatu operasi. Akibat lainnya, lama perawatan pasien akan semakin lama dan
menimbulkan masalah finansial. Maka, perawat harus mampu mengatasi kecemasan pada
pasien, sehingga kecemasan tersebut dapat dikurangi secara efektif (Smeltzer & Bare,
2001, hlm.145).
Terapi humor mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan dan penyakit. Humor dapat
digunakan dalam upaya membina hubungan, humor dapat meredakan ketegangan,
menurunkan kecemasan, melepaskan kemarahan, memfasilitasi belajar, atau mengatasi
perasaan yang menyakitkan (Kozier, et al., 2011, hlm.319).

2. Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Prosedur Spritiual Emotional Freedom


Technique Untuk Mengatasi Kecemasan Pada Pengguna NAPZA

Hasil data survei tahun 2017 menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkoba meningkat
pada kelompok usia sekitar 10-59 tahun dengan provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi
dengan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba tertinggi di Indonesia sekitar 1,77%.
Sedangkan di Bali menunjukkan prevalensi 1,62% yaitu 50.539 penyalahgunaan narkoba
tahun 2017.
Prevalensi gangguan kecemasan diperkirakan antara 9%-12% dari populasi umum di
Indonesia. Prevalensi nasional gangguan kecemasan menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa remaja di Indonesia sebesar 6% untuk usia
15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk mengalami gangguan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala kecemasan dan depresi (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Prevalensi gangguan kecemasan
seumur hidup dilihat berdasarkan jenis kelamin didapatkan hasil bahwa pada wanita
sebesar 60% lebih tinggi dibandingkan pria (Donner & Lowry, 2013). Gangguan
kecemasan memiliki dampak pada kualitas hidup, kesehatan, penyalahgunaan zat,
hubungan personal dan orang tua, akademik, produktivitas pekerjaan, serta tingginya biaya
dalam segi perawatan kesehatan (Thomas, 2012). Sehubungan dengan salah satu dampak
terjadinya gangguan kecemasan yaitu penyalahgunaan zat, kenyataannya Indonesia
termasuk salah satu negara yang bermasalah di bidang tersebut. Perubahan pola hidup di
masyarakat terutama masyakarat perkotaan ikut menjadi faktor penyebab dari pemakaian
obat terlarang dan narkotika (Narendra, dkk, 2010). Terapi SEFT adalah gabungan antara
Spiritual Power dan Energy Psychology yang dapat mengubah kondisi kimia di dalam otak
(Neurotransmitter) yang selanjutnya dapat mengubah kondisi emosi seseorang termasuk
depresi. Selain itu SEFT juga memiliki banyak kelebihan dibandingkan terapi-terapi lain
yaitu lebih efektif, mudah, cepat, murah, efeknya dapat permanen (tidak untuk sementara
waktu), tidak terdapat efek samping, bersifat universal (berlaku untuk semua orang atau
untuk seluruh dunia), memberdayakan individu (tidak tergantung pada pemberi terapi)
serta dapat dijelaskan secara ilmiah (Zainuddin, 2009).

3. Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Prosedur Hypnotherapy Untuk


Mengatasi Kecemasan Pada Pasien Ca Yang Akan Melakukan Kemoterapi.

Kanker adalah penyakit yang dapat menyerang seluruh bagian tubuh. Tubuh secara teratur
memproduksi sel baru yang berguna untuk pertumbuhan serta untuk menggantikan sel
yang rusak atau yang sakit, secara normal, sel tumbuh dan berkembang dengan cara yang
tetap. Namun ada pula pertumbuhan yang tidak normal (tidak terkontrol) yang kemudian
tampak menjadi benjolan yang disebut tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2004, hlm.1).
World Health Organizations (WHO) tahun 2008, menyebutkan sebanyak 458.000
mortalitas per tahun akibat kanker payudara. Data terbaru dari American Cancer Society
telah menghitung bahwa di tahun 2013, terdapat 64.640 kasus kanker payudara. Sekitar
39.620 wanita meninggal dunia setiap tahunnya karena kanker payudara (Depkes, 2013).
Di Indonesia terdapat beberapa jenis kanker yang banyak diderita yaitu, kanker rahim,
kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit, kanker rectum. Kasus
penyakit kanker yang ditemukan di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 sebanyak
13,277 kasus, terdiri dari kanker servik 6,899 kasus (35,13%) kanker mamae 9,54 kasus
(48,59%), kanker hepar 2.242 (11,42%), kanker paru 954 kasus (4,86%).
Prevalensi kanker di Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah sebagai berikut kanker servik
tertinggi terdapat di kota Semarang sebesar 0,33%, kanker payudara tertinggi terdapat di
kota Magelang sebesar 0,39%, kanker hati tertinggi terdapat di kota Tegal sebesar 0,39%,
kanker paru tertinggi di kota Magelang sebesar 0,07%. Pada tahun 2012 sebanyak 19,637
kasus kanker meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Diknes Prov Jateng,
2011). Upaya untuk pengobatan kanker di antaranya pembedahan, kemoterapi, terapi
radiasi, dan bioterapi (Otto, 2005, hlm.311). Secara umum biasanya digunakan lebih dari
satu macam
cara pengobatan, misalnya pembedahan diikuti oleh kemoterapi atau radioterapi (Yayasan
Kanker Indonesia, 2004, hlm.3).
Kemoterapi mempengaruhi kesehatan sel, begitu juga sel kanker, yang menyebabkan efek
samping yang umumnya tampak pada pengobatan. Hal ini meliputi rambut rontok, supresi
sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal (Gale & Charette, 2000, hlm. 45).
Kemoterapi tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat lokal. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker
yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007, hlm.3).
Pada pasien yang baru pertama kali akan menjalani kemoterapi seringkali terlalu tinggi
menilai bahaya dan terlalu rendah menilai kemampuan diri. Sebelum kemoterapi pada
pasien yang pertama kali menjalani kemoterapi pasien mengalami ketakutan atau
kecemasan terhadap kemoterapi (Desen, 2011, hlm.231). Takut sebenarnya tidak dapat
dibedakan dari kecemasan karena individu yang merasa takut atau ansietas mengalami pola
respons perilaku, fisiologis dan emosional dalam rentan yang sama. Takut adalah
mengetahui bahwa ada suatu ancaman sedangkan kecemasan adalah emosi yang
ditimbulkan rasa takut (Videbeck, 2008, hlm.307).
Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu di luar
dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi,
2009, hlm.165). Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis, sedangkan pada
gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang
disebabkan oleh kecemasan tersebut (Tomb, 2004, hlm.96).
Hasil penelitian tentang kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi yang
dilakukan Hendianti (2012) menunjukkan bahwa sebanyak 34,28% responden mengalami
kecemasan sedang; 12,86% mengalami kecemasan berat; 4,28% mengalami kecemasan
sangat berat.
Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan non farmakologi.
Dalam farmakologi digunakan obat anti ansietas terutama benzodiazepin, digunakan untuk
jangka pendek, tidak digunakan untuk jangka panjang karena pengobatan ini bersifat
toleransi dan ketergantungan. Untuk non farmakologi di antaranya pelatihan relaksasi,
psikoterapi terutama psikodinamik dengan hipnotis atau hipnoterapi (Isaacs, 2005,
hlm.57).
Hipnoterapi adalah sebuah penyembuhan dengan hipnotis. Hipnoterapi merupakan cabang
ilmu psikologis yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran,
perasaan, dan perilaku, dengan memberikan sugesti kepada pikiran bawah sadar (Susilo &
Kemala, 2010, hlm.57).

4. Gambaran Asuhan Keperawatan Prosedur Pemberian Terapi Progressive Muscle


Relaxation Untuk Mengatasi Kecemasan Pada Pasien Kanker Yang Akan Menjalani
Kemoterapi.

Kanker merupakan ancaman serius kesehatan masyarakat karena insiden dan angka
kematiannya terus meningkat. Menurut American Cancer Society (ACS), sekitar 1.399.790
kasus baru kanker didiagnosa pada tahun 2006 di Amerika, satu dari empat kematian
adalah karena kanker dan lebih dari 1500 orang meninggal karena kanker setiap harinya
(LeMone & Burke, 2008). Di Indonesia, lebih kurang enam persen atau 13,2 juta jiwa
penduduk Indonesia menderita kanker dan memerlukan pengobatan sejak dini. Angka
tersebut hampir sama dengan beberapa negara berkembang lainnya. Laporan hasil survei
Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit kanker berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan di Indonesia sebesar 4,3‰. Prevalensi menurut provinsi berkisar antara
1,5‰ di Maluku hingga 9,6‰ di DI Yogyakarta. Secara nasional prevalensi penyakit
kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar 1,4‰ atau
diperkirakan sekitar 347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi
untuk penyakit kanker, yaitu sebesar 4,1‰. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker
Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan estimasi
penderita kanker terbanyak, yaitu sekitar 68.638 dan 61.230 orang.Secara nasional
prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia tahun 2013 sebesar
1,4‰ atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Sementara di Bali prevalensi pengidap
kanker yakni 2,0% yaitu 8.279 orang dalam Prevalensi dan Estimasi Jumlah Penderita
Penyakit Kanker pada Penduduk Semua Umur Menurut Provinsi Tahun 2013. Data
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2006 menyebutkan kanker
merupakan penyebab kematian ke-5 di Indonesia, setelah jantung, stroke, saluran
pernafasan dan diare (DepkesRI, 2006). Salah satu terapi yang digunakan untuk kanker
adalah kemoterapi, terutama terhadap kanker sistemik dan kanker dengan metastasis klinis
ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut lokal, kemoterapi sering menjadi satu-
satunya metode pilihan yang efektif (Desen, 2008). Meskipun sering menjadi terapi pilihan
utama, kemoterapi menyebabkan banyak efek samping diantaranya mual muntah,
gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan stomatitis. Kondisi ini dapat menjadi sesuatu
yang membuat cemas dan stres pada pasien yang terkadang membuat pasien memilih untuk
menghentikan siklus terapi dan berpotensi untuk mempengaruhi harapan hidup dimasa
depan. (Hesket, 2008; Smeltzer, Bare, Hinkle., & Cheever, 2008). Kecemasan yang
dialami pasien kanker dapat timbul akibat perasaan ketidakpastian tentang penyakit,
pengobatan, dan prognosa (Shaha, 2008). Kecemasan yang tidak diatasi dengan baik dapat
menimbulkan rangsangan pada kortek serebri yang selanjutnya dapat menstimuli pusat
muntah, sehingga memungkinkan untuk terjadinya peningkatan keluhan mual dan muntah
akibat kemoterapi. Kecemasan juga dapat memperberat keluhan mual dan muntah, dan
mual dan muntah itu sendiri dapat menimbulkan kecemasan. Sehingga merupakan
lingkaran setan yang harus diputuskan melalui berbagai upaya. Untuk mengatasi efek
psikologi pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi dapat diberikan psikoterapi yang
salah satunya adalah dengan memberikan terapi perilaku. Salah satu bentuk terapi perilaku
adalah terapi relaksasi. Terapi relaksasi yaitu suatu metode terapi melalui prosedur
relaksasi otot, agar pasien secara sadar mengendalikan aktivitas faal dan psikis,
memperbaiki kondisi disfungsi faal psikis, sehingga berhasil menstabilkan emosi dan
mengatasi gejala penyakitnya terutama kecemasan akibat regimen kemoterapi. Salah satu
terapi yang dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah Progressive Muscle
Relaxation (PMR).

Anda mungkin juga menyukai