Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA PADA MASYARAKAT MADURA

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi


yang dibina oleh Ibu Dr. Tri Anjaswarni S,Kp. M.kep

Oleh Kelompok 4:
Bima Ariyu Putra A. (P17211217137)
Rafina Bimantari (P17211217141)
Clarissa Sasi Kirana (P17211217146)
Rachelly Salsabila M. P. (P17211217157)
Titin Masfi’ah (P17211217158)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
RINTISAN KELAS INTERNASIONAL
Mei 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga makalah yang berjudul “Komunikasi Lintas Budaya Pada
Masyarakat Madura” dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi.

Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Tri Anjaswarni S,Kp. M.Kep selaku
dosen mata kuliah Komunikasi yang telah memberikan bimbingan serta dukungan
dalam penyusunan makalah ini. Serta kami juga ingin mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman yang selalu memdukung selama proses penyusunan makalah
ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan


baik dari segi teknik penulisan maupun materi yang kami sampaikan. Oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun diperlukan demi perbaikan selanjutnya.
Kami beharap makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Malang, 15 Mei 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.1 Latar Belakang....................................................................................3
1.2 Tujuan.................................................................................................4
1.3 Manfaat...............................................................................................4
1.3.1 Manfaat Teoritis........................................................................4
1.4.2 Manfaat Praktis.........................................................................4
1.4 Ruang Lingkup...................................................................................5
BAB 2 GAMBARAN BUDAYA MADURA.........................................................6
2.1 Budaya Madura...................................................................................6
2.2 Kondisi Demografi.............................................................................6
2.3 Karakteristik Sosiologis......................................................................6
2.4 Karakteristik Biologis.........................................................................7
2.5 Karakteristik Psikologis......................................................................7
2.6 Ciri Khas Budaya................................................................................8
BAB 3 GAMBARAN POLA KOMUNIKASI BUDAYA MADURA.................10
3.1 Komunikasi Verbal...........................................................................10
3.2 Komunikasi Non Verbal...................................................................10
3.3 Komunikasi Tulisan.........................................................................10
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................11
4.1 Hambatan Implementasi Komunikasi pada Budaya Madura...........11
4.2 Cara Mengeliminasi Hambatan Komunikasi dalam Budaya Madura
…………………………………………………………………….11
4.3 Peran Perawat sebagai Komunikator dalam Mengatasi Hambatan
Komunikasi dalam Pelayanan/Asuhan Keperawatan.......................12
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................13
5.1 Kesimpulan.......................................................................................13
5.2 Saran – Saran....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal terpenting bagi manusia. Tanpa


komunikasi maka manusia bisa dikatakan tersesat, karena ia tidak bisa
menaruh dirinya dalam lingkungan sosial. Indonesia terkenal dengan
keanekaragaman suku dan Bahasa, yang dimana masing-masing daerah
memiliki memiliki berbagai macam bahasa yang digunakan untuk
komunikasi. Setiap daerah memiliki ciri khas berkomunikasi yang berbeda
dengan yang lainnya. Komunikasi merupakan hal yang penting pula dalam
penerapan asuhan keperawatan. Komunikasi antarbudaya dapat diartikan
sebagai suatu relasi atau hubungan antara individu-individu yang berlainan
budaya misalnya suku bangsa,etnik,ras, Bahasa dan sosial.
Bahasa merupakan bagian integral dari budaya suatu masyarakat.
Dalam kondisi tertentu, bahasa dapat memengaruhi dan membentuk
perilaku dan sikap masyarakat, terutama dalam aspek pola pikir, persepsi,
cara pandang, dan cara bergaul. Sistem kultural yang dimiliki oleh suatu
masyarakat dicerminkan dalam bahasanya, sehingga menciptakan beragam
bahasa yang menjadi ciri penanda tuturnya. Keberagaman bahasa ini pada
masanya nanti dapat memengaruhi komunikasinya, terutama komunikasi
interpersonal (antarorang) yang berlatar budaya dan bahasa yang
berlainan. komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan
peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi maupun
kelompok. Dalam proses komunikasi antara orang-orang yang berbeda
budaya dibutuhkan pengertian atau pemahaman yang lebih komprehensif.
Mempelajari budaya orang lain merupakan salah satu cara untuk
mewujudkan pemahaman tersebut. Dengan adanya pemahaman antara
orang-orang yang berbeda budaya maka komunikasi akan lebih efektif dan
tujuan sebuah proses komunikasi bisa tercapai Oleh karena itu

4
pemahaman akan komunikasi sangat diperlukan dalam penerapan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat lintas budaya.

1.2 Tujuan

Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah :


a. Menjelaskan gambaran mengenai komunikasi lintas budaya di salah satu
daerah di Indonesia
b. Menjelaskan pola komunikasi budaya yang khas dan masih digunakan
c. Menjelaskan hambatan dalam pelaksanaan atau implementasi
komunikasi lintas budaya
d. Menjelaskan peran perawat dalam mengatasi hambatan pelaksanaan
komunikasi lintas budaya

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari makalah ini diharapkan dapat berguna untuk menambah


pengetahuan serta untuk menjadi referensi dalam sebuah riset atau
penelitian lebih lanjut mengenai Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Madura

1.3.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa Keperawatan


Diharapkan makalah ini nantinya dapat dijadikan bahan
masukan dalam studi pendidikan dan dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan serta bahan bacaan tentang Komunikasi
Lintas Budaya Masyarakat Madura
b. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan,
menciptakan komunikasi yang efektif serta sebagai bahan
rujukan untuk mengembangkan dan meneliti lebih lanjut
mengenai Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Madura
c. Bagi masyarakat

5
Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai sumber
informasi dalam upaya meningkatkan komunikasi efektif antar
tenaga kesehatan dan juga masyarajat yang memiliki perbedaan
budaya.

1.4 Ruang Lingkup

Budaya yang akan diulas dalam makalah ini adalah budaya dalam
masyarakat madura baik dari karakterisitik demografi,sosiologis,biologis dan
psikologis serta gambaran pola komunikasi dalam budaya masyarakat madura dan
tinjauan mengenai hambatan dalam pengimplementasian komunikasi budaya
masyarakat madura serta dijelaskan mengenai cara mengeliminasi hambatan
tersebut. Budaya Masyarakat madura dalam berkomunikasi seringkali menjadi hal
yang kerap kali diulas , karena karateristik masyarakatnya yang terkenal keras
serta mudah marah. Akan , tetapi disamping itu masyarakat madura memiliki ciri
khas tersendiri dalam pola komunikasinnya.

6
BAB 2

GAMBARAN BUDAYA MADURA

2.1 Budaya Madura

Madura adalah salah satu nama daerah di Indonesia. Daerah ini


berupa pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa dengan luas 5.250
km2. Pulau Madura bersebelahan dengan kota Surabaya yang dihubungkan
oleh jembatan Suramadu. Pulau Jawa dan Pulau Madura dipisahkan oleh
sebuah selat bernama Selat Madura yang menghubungkan Laut Jawa
dengan Laut Bali (Farried & Alvita, 2015).
Madura dibagi kedalam empat kabupaten antaralain Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Disekitar Pulau Madura juga
dikelilingi oleh pulau – pulau kecil antaralain Pulau Kambing, Gili Raja,
Genteng, Puteran, Iyang, Sapudi, dan Raas. Pulau Madura memiliki
banyak daerah pesisir pantai. Pulau ini juga sering disebut sebagai daerah
pemasok garam nasional (Rochana, 2012).

2.2 Kondisi Demografi

Dari sudut ekologi, Madura memiliki basis tegalan. Ciri – ciri dari
ekologi tegalan antaralain tanaman hidupnya sangat bergantung terhadap
hujan, memiliki varietas tanaman yang banyak meskipun produktivitasnya
rendah, dan resiko gagal panen besar karena cuaca yang tidak menentu.
Tanaman yang banyak ditanam di Madura adalah jagung dan tembakau.
Namun, Madura memiliki tanah yang kurang subur.
Tanah yang tidak subur dan resiko gagal panen yang besar
membuat masyarakat Madura lebih memilih untuk bekerja di bidang lain
seperti penjual barang maupun jasa. Selain itu, ada sebuah kepercayaan
dimana apabila seorang laki – laki belum pergi merantau berarti orang
tersebut belum dianggap dewasa. Hal – hal inilah yang membuat tingginya
angka perantauan masyarakat Madura menuju ke daerah lain.

7
2.3 Karakteristik Sosiologis

Pada dasarnya, orang Madura juga termasuk kedalam kategori


suku Jawa juga, meskipun agak berbeda. Pola pemukiman penduduk di
Pulau Madura dibangun dengan unit sosial kecil yang disebut dengan
kampung meji atau tanean lanjang. Kampung meji adalah sebuah
pekarangan besar dan rumah yang dibangun berjajar dua serta saling
berhadapan satu sama lain. Anggota keluarga yang tinggal di rumah besar
ini adalah keluarga besar. Terdapat sebuah kebudayaan di Madura dimana
pasangan yang sudah menikah harus tinggal di tanean lanjang bersama
dengan orang tua dari pihak perempuan.
Di dalam rumah selalu dilengkapi dengan surau untuk sholat
berjamaah. Selain itu, surau juga digunakan untuk kegiatan keagamaan
bersama seperti pengajian, tahlil, dan tadarus. Setelah seharian
beraktivitas, para anggota keluarga berkumpul di surau untuk sholat
berjamaah dan dilanjutkan dengan membaca kitab suci. Pada umumnya,
yang tinggal di rumah adalah para orang tua, perempuan, dan anak – anak
karena para laki – laki muda banyak yang pergi merantau.

2.4 Karakteristik Biologis

Masyarakat Madura memiliki ciri – ciri fisik yang sama dengan


masyarakat Indonesia pada umumnya. Ciri – ciri fisik tersebut seperti
rambut berwarna hitam, kulit sawo matang atau kuning langsat, warna
mata hitam atau cokelat, dan tinggi badan sekitar 150cm – 170cm. Tidak
ada perbedaan fisik khusus yang berbeda dari masyarakat Madura dengan
masyarakat dari Pulau Jawa lainnya.

2.5 Karakteristik Psikologis

Pola pemukiman yang banyak digunakan di Madura adalah tanean


lanjang. Pola pemukiman tanean lanjang ini juga menghasilkan
kelonggaran hubungan sosial dan menumbuhkan sifat individualistis. Pola
sosialisasi orang Madura menciptakan individu yang mandiri,
individualistik, dan percaya diri sendiri.

8
Stereotip yang banyak dikenal dari orang Madura adalah bahwa
orang – orang dari Madura selalu keras dan garang. Stereotip ini tidak
semuanya benar. Orang Madura pada umumnya sama saja dengan
penduduk dari daerah lain. Namun, orang Madura akan menjadi keras dan
garang apabila bersinggungan dengan harga diri.
Bagi orang Madura, harga diri adalah hal yang paling penting dan
menjadi harga mati dalam kehidupan sosial (Rochana, 2012). Hal – hal
yang dapat menyebabkan harga diri orang Madura tersinggung adalah
masalah mengenai harta pusaka dan perempuan. Harta pusaka adalah
warisan dari leluhur yang harus dijaga serta dilestarikan, dan setiap
anggota keluarga harus menjaga harta pusaka tersebut.
Hal penting lainnya yang penting bagi orang Madura adalah yang
menyangkut perempuan. Perempuan yang dimaksud antaralain istri,
mantan istri, maupun perempuan yang masih belum memiliki ikatan
dengan laki – laki lain. Apabila ada orang luar yang mencoba menyentuh
harta pusaka dan perempuan maka taruhannya adalah harga diri mereka.
Masyarakat Madura memiliki pepatah “lebbi bagus pote tolling, atembang
pote mata”. Arti dari pepatah ini yaitu lebih baik mati (putih tulang),
daripada malu (putih mata). Menurut orang Madura, satu – satunya cara
penyelesaian terhadap masalah harga diri adalah dengan melakukan carok,
yaitu perkelahian antara dua pihak dengan menggunakan celurit. Namun,
tidak semua orang Madura melakukan hal tersebut pada saat ini.

2.6 Ciri Khas Budaya

Mayoritas orang Madura beragama islam. Agama islam di Madura


berkembang sangat pesat dan memengaruhi kehidupan sosial masyarakat
disana. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wisata religi di Madura. Selain
itu, agama islam juga memengaruhi kebudayaan masyarakat di Madura.
Orang Madura lebih menghormati lembaga agama dan ulama
dibandingkan dengan lembaga negara dan aparatnya. Hal ini didasari
karena banyak masjid yang dijadikan sebagai bertemunya unit – unit sosial
sehingga memungkinkan ulama untuk mengambil peran penting dalam
semua kegiatan kemasyarakatan. Orang Madura percaya dan menganggap

9
bahwa ulama lebih membawa berkah, daripada apparat pemerintah yang
hanya menambah kesulitan seperti pemungutan pajak, instruksi, dan
kewajiban lainnya.
Tokoh agama di Pulau Madura tidak hanya membimbing dan
menuntun dalam ajaran agama saja, melainkan juga berperan dalam
kehidupan sosial masyarakat. Akidah agama islam digunakan dalam setiap
aktivitas bermasyarakat. Para tokoh agama akan selalu hadir dalam setiap
pertemuan warga.
Tokoh agama memiliki peranan yang banyak dalam kehidupan
bermasyarakat penduduk Madura. Keputusan – keputusan bersama serta
konflik antarwarga akan ditentukan dan diselesaikan dengan campur
tangan tokoh agama. Banyak masyarakat Madura yang akan mendatangi
tokoh agama daripada aparat negara dalam menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi. Selain itu, tokoh agama juga berperan dalam masalah
penyakit, jodoh, rejeki, dan konflik antar anggota keluarga.

10
BAB 3

GAMBARAN POLA KOMUNIKASI BUDAYA MADURA

3.1 Komunikasi Verbal

Bahasa Madura adalah bahasa daerah yang digunakan oleh


masyarakat madura dalam kegiatan sehari – hari. Masyarakat Madura baik
yang tinggal di Pulau Madura maupun yang telah merantau ke daerah lain
masih menggunakan bahsa Madura dalam kehidupan mereka (Sofyan,
2010). Bahasa Madura memiliki beberapa kemiripan dengan bahasa
Melayu.
Bahasa Madura dibagi menjadi empat dialek utama, yaitu dialek
Sumenep, dialek Pamekasan, dialek Bangkalan, dan dialek Kangean.
Selain itu, terdapat dua dialeg tambahan yaitu dialek Pinggirpapas dan
dialek Bawean.
Dalam berkomunikasi sehari – hari, orang Madura cenderung
berbicara dengan nada keras dan cepat. Hal tersebut yang sering disalah
artikan oleh masyarakat dan menganggap bahwa orang Madura pemarah.
Padahal orang tersebut hanya berbicara biasa pada umumnya

3.2 Komunikasi Non Verbal

Selain bericara dengan nada keras dan cepat, orang madura juga memiliki
bahasa non verbal seperti menunjuk langsung seseorang apabila sedang
membicarakan orang tersebut. Tidak sedikit juga saat berbicara mereka
menggunakan ekspresi wajah seperti orang marah sehingga banyak
disalahartikan

11
3.3 Komunikasi Tulisan

Masyarakat madura dalam berkomunikasi melalui tulisan atau


menyampaikan pesan sangat dipengaruhi oleh tradisi mereka yang khas.
Seringkali masyarakat madura cenderung tidak pakai basa-basi , langsung pada
pembicaraan utama. Hal inii karena masyarakat madura lebih menghargai waktu
daripada kemasan pesan yang disampaikan. Masyarakat madura tidak menyukai
merangkai kata-kata yang indah, enak di dengar, mereka lebih mengutamakan inti
pesan agar pesan tersebut dapat dengan mudah dipahami oleh yang menerima
pesan.

12
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hambatan Implementasi Komunikasi pada Budaya Madura

Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai


communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang
untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Lilian Chaney,
2004:11).Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya adalah kasus
anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai
arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala
tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang
tersebut mendengarkan.Dengan memahami mengenai komunikasi antar
budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini
dapat kita lalui.
Dalam budaya Madura, bagi sebagian besar masyarakat Madura,
ucapan kata „sampeyan” menunjukkan ucapan penuh penghormatan
kepada orang lain. Hal ini agak berbeda dengan konsep ucapan
“sampeyan” bagi masyarakat Jawa (khususnya Jawa Tengah dan
Yogyakarta), ucapan “sampeyan” diucapkan kepada orang yang secara
umur dan struktur kemasyarakatan “setara” sedangkan untuk orang yang
lebih tinggi kedudukannya lebih tepat menggunakan ungkapan
“panjenengan”.

4.2 Cara Mengeliminasi Hambatan Komunikasi dalam Budaya Madura

Untuk mengatasi hambatan berkomunikasi dengan masyarakat Madura


bisa dilakukan dengan :
a. Meningkatkan umpan balik (feedback), untuk mengetahui apakah
informasi dari pasien benar telah diterima, dipahami, dan dilaksanakan
atau tidak
b. Empati, penyampaian pesan disesuaikan dengan keadaan penerima
c. Pengulangan informasi, untuk menjamin bahwa pesan dapat diterima

13
d. Menggunakan Bahasa yang sederhana, agar setiap orang dapat
memahami isi pesan yang disampaikan
e. Mendengarkan secara efektif, sehingga komunikasi antara pasien dan
perawat dapat berlangsung dengan baik

4.3 Peran Perawat sebagai Komunikator dalam Mengatasi Hambatan


Komunikasi dalam Pelayanan/Asuhan Keperawatan

Komunikator adalah individu atau kelompok yang sebagai lawan


bicaranya mengirimkan pesan/gagasan/informasi kepada orang/pihak lain.
Komunikator menunjukkan sumber pesan/informasi atau biasa disebut
informan, yaitu sumber/sumber pesan yang disampaikan kepada
komunikator. Komunikator bertindak dan bereaksi secara keseluruhan,
termasuk fisik dan kognitif, emosional dan intelektual.
Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam mengatasi hambatan
komunikasi dengan pasien atau dengan keluarga yaitu menggunakan
Bahasa yang dimengerti bersama sesuai dengan tujuan komunikasi
terapeutik yaitu kemampuan membina hubungan interpersonal. Perawat
dalam hal ini juga membantu mengambil tindakan yang paling efektif
untuk mengubah situasi yang ada.
Komunikasi verbal dalam komunikasi antarbudaya yang dilakukan
dengan pasien adalah dengan memberikan perhatian melalui ucapan
selamat pagi dan menggunakan Bahasa Indonesia yang diselingi dengan
Bahasa daerah madura, sekalipun itu hanya Bahasa yang dasar-dasar saja.
Tujuannya adalah untuk membangun kedekatan dengan pasien.
Dalam komunikasi antarbudaya antara perawat dengan pasien ini,
komunikasi nonverbal digunakan untuk membangun kepercayaan pasien,
memotivasi pasien, memberikan semangat bahkan sebagai bentuk
penghargaan. Yang dapat dilakukan dengan mendapat respon dengan
istilah balik (feedback) dalam suatu tindak komunikasi yang memiliki
peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya
suatu komunikasi.
Perawat sebagai komunikator akan berhasil dalam komunikasi jika
pihak komunikan merasa bahwa ada kesamaan antara komunikator,

14
sehingga komunikan bersedia taat pada pesan yang dilancaran oleh
komunikator.

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Bahasa Madura adalah bahasa daerah yang digunakan oleh


masyarakat madura dalam kegiatan sehari – hari. Masyarakat Madura baik
yang tinggal di Pulau Madura maupun yang telah merantau ke daerah lain
masih menggunakan bahsa Madura dalam kehidupan mereka (Sofyan,
2010). Bahasa Madura memiliki beberapa kemiripan dengan bahasa
Melayu. Selain bericara dengan nada keras dan cepat, orang madura juga
memiliki bahasa non verbal seperti menunjuk langsung seseorang apabila
sedang membicarakan orang tersebut. Masyarakat madura dalam
berkomunikasi melalui tulisan atau menyampaikan pesan sangat
dipengaruhi oleh tradisi mereka yang khas. Seringkali masyarakat madura
cenderung tidak pakai basa-basi , langsung pada pembicaraan utama. Hal
inii karena masyarakat madura lebih menghargai waktu daripada kemasan
pesan yang disampaikan. Dalam budaya Madura, bagi sebagian besar
masyarakat Madura, ucapan kata „sampeyan” menunjukkan ucapan penuh
penghormatan kepada orang lain.
Agak berbeda dengan konsep ucapan “sampeyan” bagi masyarakat
Jawa (khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta), ucapan “sampeyan”
diucapkan kepada orang yang secara umur dan struktur kemasyarakatan
“setara” sedangkan untuk orang yang lebih tinggi kedudukannya lebih
tepat menggunakan ungkapan “panjenengan”. Upaya yang dapat dilakukan
perawat dalam mengatasi hambatan komunikasi dengan pasien atau
dengan keluarga yaitu menggunakan Bahasa yang dimengerti bersama
sesuai dengan tujuan komunikasi terapeutik yaitu kemampuan membina
hubungan interpersonal. Perawat dalam hal ini juga membantu mengambil

15
tindakan yang paling efektif untuk mengubah situasi yang ada. Perawat
sebagai komunikator akan berhasil dalam komunikasi jika pihak
komunikan merasa bahwa ada kesamaan antara komunikator, sehingga
komunikan bersedia taat pada pesan yang dilancaran oleh komunikator.

5.2 Saran – Saran


Bagi Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami budaya dan Bahasa pasien
yang di tangani nya, mahasiswa juga harus bisa menyadari akan pentingnya komunikasi
dengan seorang pasien. Srbagai komunikator, diharapkan mahasiswa keperawatan
mampu menyampaikan informasi dan mendengarkan secara efektif, sehingga komunikasi
antara pasien dan perawat dapat berlangsung dengan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kewas, G. S., & Darmastuti, R. (2020). STRATEGI KOMUNIKASI


ANTARBUDAYA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM PROSES
PELAYANAN KESEHATAN DI RSU RAFFA MAJENANG. Scriptura, 10(2),
60–76. https://doi.org/10.9744/scriptura.10.2.60-76
Suryandari, N. (n.d.). STEREOTYPE TENTANG ETNIS MADURA SEBAGAI
“INTERCULTURAL BARIER” DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA. 6.
telaumbanua, H. talenta narwastu. (2020). Peran Komunikasi Terapeutik Perawat
Terhadap Kepuasan Pasien Dalam Pemberian Pendidikan Kesehatan Di
Pelayanan Kesehatan [Preprint]. Open Science Framework.
https://doi.org/10.31219/osf.io/hmdg7
Abidin, Z. (2009). Budaya komunikasi Masyarakat Madura: studi pada
Komunitas Masyarakat Madura di Desa Karanggeger Kecamatan Pajarakan
Kabupaten Probolinggo (Doctoral dissertation, IAIN Sunan Ampel Surabaya).
Suryani, W. (2013). Komunikasi Antar Budaya yang Efektif. Jurnal Dakwah
Tabligh, 14(1), 91-100

17

Anda mungkin juga menyukai