MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Konseling Lintas Budaya
Dosen Pengampu: Hj. WidayatMintarsih. M.Pd.
Disusun oleh:
A. Latar belakang
Kehidupan manusia tak lepas dari suku dan buda yang bermacam-macan jenisnya,
terkhusus juga negara Indonesia yang di gadang-gadang sebagai negara kepulauan itu
memiliki atau di karuniai kekayaan suku dan budaya yang berbeda-beda. Hal itu saling
berkelindan dimana saling terikat antara kebudayaan itu sendiri dengan kehidupan individu
manusia atau kelompok masyarakatnya.
Komunikasi adalah satu hal yang penting dalam bersosial, begitu juga dalam
berbudaya, yang mana berbicara tentang kultur, kebiasaan, kepercayaan dan lain-lain, yang
hal itu pastilah ada perbedaan didalamnya. Maka komunikasi sebagai alat untuk berinteraksi
dapatlah di maksimalkan dengan cara-cara tertentu untuk membangaun tetap menjalin
keharmonisan walau ada perbedaan.
Konseling lintas budaya hadir di tengah-tengah kita, orang-orang yang di selimuti
dengan keanekaragaman kultur budaya, sebagai penengah, membantu, mengomunikasikan,
bahwa harus sadar akan adanya perbedaan budaya, yang menjadi PR untuk semua kalangan
terkhusus bagi seorang konselor, seseorang yang membantu menangani permasalahan orang
lain atau yang biasa di sebut klien atau konseli.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana urgensi komunikasi dalam konseling lintas budaya?
2. Bagaimana faktor personal dan antar personal dalam komunikasi?
3. Bagaimana membangun komunikasi yang efektif dalam konseling lintas budaya?
4. ApasajasifatRosulullahsaatmenjadikonselor yang profesional
C. Tujuan
1. Mengetahui urgensi komunikasi dalam konseling lintas budaya
2. Mengetahui faktor personal dan antar personal dalam komunikasi
3. Mengetahui membangun komunikasi yang efektif dalam konseling lintas budaya
4. Mengetahuisifatsifat yang adapadaRosulullahsaatmenjadikonselor yang profesional
BAB II
PEMBAHASAN
Suwarni. “Memahami Perbedaan Sebagai Sarana Konseling Lintas Budaya”. Boyolali:Konseling Religi. Vol. 7,
1
2
Deddy Mulyana & Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 58-62
Pengertian identitas pada tataran hubungan antara manusia akan mengantar kita
untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual yakni tentang bagaimana meletakkan
seseorang kedalam tempat orang lain (komunikasi yang empati), atau sekurang-
kurangnya meletakkan atau membagi (to share) pikiran, perasaan, masalah, rasa
simpatik (empati) dan lain-lain dalam sebuah proses komunikasi (antar budaya).
b. Memahami identitas budaya keseharian.
Identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan
yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya (bonded)
tatkala dibandingkan dengan kebudayaan orang lain. Dengan demikian kita akan
menemukan tiga bentuk identitas, antara lain:
1) Identitas budaya merupakan ciri yang ditujukan seseorang karena orang itu
merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu.
2) Identitas sosial merupakan bentuk dari akibat keanggotaan dari suatu kelompok
kebudayaan.
3) Identitas pribadi merupakan keunikan karakteristik pribadi seseorang.
3. Faktor dalam komunikasi antarpersonal
Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi
oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan
interpersonal.
a. Persepsi interpersonal
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan
informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli
inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan verbal dan
nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap
keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna
terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.
b. Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri
yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasi
masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d.
Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki
dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
1) Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap
dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara
teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-
sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
2) Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi,
dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan
pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat
pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih
terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
3) Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai
communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi
disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri,
menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
4) Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep
diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan
selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang
kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam
penyandian pesan (penyandian selektif).
4. Atraksi interpersonal
Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik
seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:
a. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak
semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional.
Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal
yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita
cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
b. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan
komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita
berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan
gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci
akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan
menghindari komunikasi.
5. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan
orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan
orang untukmengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan
persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta
komunikasi. Miller (1976) dalamExplorations in Interpersonal Communication,
menyatakan bahwa ”Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan
simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara
serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak
yang terlibat dalam hubungan tersebut.” Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi
catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik, yaitu: a. Percaya; b. sikap suportif; dan c. sikap
terbuka.3
C. Membangun Komunikasi Yang Efektif Dalam Konseling Lintas Budaya
Untuk membangun komunikasi lintas budaya yang efektif, pihak-pihak yang
berkomunikasi harus memahami konsep dasar yang berkaitan dengan hubungan antara
kelompok yang berbeda, sebagaimana dirumuskan oleh devit sebagai berikut.
1. Enkulturasi
Enkultrasi mengacu pada proses pertransmisian kultur (budaya) dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen.
Maksud pertransmisian kultur yaitu proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan
tradisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Enkulturasi terjadi melalui
orangtua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan.
Dengan demikian pada hakikatnya setiap orang sejak kecil sampai tua, melakukan proses
3
Rakhmat,Jalauddin.Psikologi Komunikasi(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1966), hlm 70-77
enkulturasi, mengingat manusia sebagai mahluk yang dianugerahi kemampuan untuk
berpikir dan berkembang. Salah satu bentuk enkulturasi budaya yang di wariskan sejak
kecil yaitu tarian.
2. Akulturasi
Akulturasi mengacu pada proses pemodifikasian kultur seorang melalui kontak atau
pemaparan langsung dengan kultur lain. Maksudnya adalah proses pertukaran ataupun
pengaruh-mempengaruhi dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya. Proses
akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu,
diberitahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut
mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ketempat baru, maka
Ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru
tersebut, lalui aakan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana
masyarakat itu.4
Sedangkan menurutRobbin, SP. (2002:18) menjelaskan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya yang berbeda, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi
salah persepsi, salah mengartikan dan salah mengevaluasi yaitu :
1. Mengasumsikan perbedaan sampai terbukti ada kesamaan. Paling banyak dari kita
beranggapan bahwa orang lain lebih mirip dengan kita daripada kenyataannya mereka.
Tetapi orang dari Negara yang berbeda seringkali sangat berbeda dari kita. Sehingga
jauh lebih kecil kemungkinannya untuk berbuat salah jika menganggap orang lain
berbeda daripada menganggap sama sampai perbedaan terbukti.
2. Menekankan penjelasan daripada penilaian/penafsiran.Menafsirkan atau menilai yang
dikatakan dan dilakukan seseorang, berbeda dengan penggambaran, penilaian didasarkan
atas budaya dan latar belakang pengamat dan bukan pada situasi yang diamati.
3. Berempati; sebelum mengirim pesan, tempatkan diri kita dalam posisi penerima pesan.
Berusaha untuk mengetahui nilainya, pengalaman dan kerangka acuan, pendidikannya,
pola pengasuhannya dan latar belakang yang dapat member pemahaman tambahan.
Berusaha melihat orang lain sebagaimana orang tersebut sesungguhnya
4. Menganggap interpretasi/penafsiran sebagai hipotesis kerja/dugaaan sementara. Ketika
kita memberikan penafsiran terhadap situasi atau pemikiran baru dari budaya asing,
4
Agus, S., Karim, A., & Wibowo, S. E. (2018). PELAKSANAAN FESTIVAL ERAU DI KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2016
DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA, hlm.318
maka penafsiran tersebut dijadikan hipotesis yang harus diuji lebih lanjut, perlu
melakukan penilaian dengan hati-hati terhadap umpan balik yang diberikan oleh
penerima informasi, guna memastikan bahwa umpan balik sesuai hipotesis.
Kinicki,A & Kreitner,R (2003:137) menjelaskan bahwa ada tiga pilihan dalam
melakukan komunikasi lintas budaya yaitu :
SebagaikonselorProfesionalRasulullahmemilikisifat
5
Rahayuningsih, I. (2018). Komunikasi Lintas Budaya dalam Organisasi. PSIKOSAINS (Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Psikologi), hlm. 99-100.
6
Sharifah Fakhruddin, Rasulullah SAW. Model Utama Kepimpinan Rumah Tangga (Johor Bahru: Cetak Ratu SDN,
BHD, 1996), hal. 5.
- Sifatsidiq ,Perilaku dan ucapan seorang konselor haruslah benar adanya, sesuai
dengan kenyataan. Sifat siddiq ini bisa kita samakan dengan kompetensi kepribadian.
Dalam menjalankan profesinya, konselor dituntut untuk senantiasa memiliki
kepribadian yang benar yaitu sebuah rasa kebanggaan terhadap apa yang dijalani
selama ini. Kepribadian yang jujur, akhlak mulia, norma, etika, ajaran agama harus
dipegang erat oleh seorang konselor. Konselor dengan kompetensi kepribadian yang
baik akan berpengaruh pula terhadap perilaku klien. Dalam berinteraksi dengan
klien, konselor akan mengajarkan klien untuk disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan
selalu optimis menjalani hidup, namun sebelum memberikan bimbingan dan arahan,
konselor sudah melakukan kegiatan tersebut. Dalam ajaran Islam bisa disebut dengan
uswatunhasanah, atau meberikan teladan bagi kliennya. Rasullullah SAW
menyerukan umatnya untuk senantiasa berlaku benar, baik dalam tindakan maupun
ucapan. Ciri-ciri yang bersifat jujur adalah selalu mengataan kebenaran, mengakui
keterbatasan diri dengan tidak menutupinya sekan-akan diri kita mampu, dan tidak
berlaku curang.7
- Sifat Rasulullah selanjutnya adalah amanah, yaitu dapat dipercaya. Ciriciri prilaku
amanah adalah tidak menceritakan rahasia orang lain, tidak menggunakan titipan
barang yang dititipkan, berprilakuSifat amanah bisa dianalogikan dengan kompetensi
sosial. Dalam menjalankan tugasnya interaksi dengan masyarakat adalah suatu
keniscayaan. Keterampilan dalam berkomunikasi, berinteraksi, bekerja sama, bergaul
simpatik adalah bagian dari kompetensi social yang harus dimiliki seorang konselor.
Kemampuan tersebut menjadikan konselor akan mudah berinteraksi dengan siapa
saja, baik itu dengan orang-orang disekitar ataupun masyarakat, sehingga akan
berjalan keharmonisan karena dijembatani oleh seorang konselor yang berkompeten.
Dengan sifat tersebut diatas Nabi Muhammad SAW. menjadi seorang pemimpin
kepercayaan bagi orang-orang yang hidup semasanya. Beliau selalu memperlakukan
orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tetapi
7
Tim Bina Karya Guru, Bina Akidah dan Akhlak untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV (Jakarta: Erlangga, 2009), hal.
80.
juga dengan perbuatan dan keteladanan. Kata-kata beliau selalu konsisten. Tidak ada
perbedaan antara kata dan perbuatan.8
- SifatTabligh, Tabligh adalah salah satu sifat seorang rasul. Tabligh artinya
menyampaikan. Risalah dan perintah Allah SWT akan langsung disampaikan kepada
umatnya, segala perintah dari Allah tidak ada yang disembunyikan meskipun itu
berkaitan dengan hal-hal yang menyindir Nabi. Sifat tabligh bisa kita sesuaikan
dengan kompetensi professional. Seorang konselor ketika menyampaikan materi
perlu menggunakan metode pembelajaran dengan tepat. Sama halnya ketika Nabi
menggunakan metode yang berbeda dalammenyampaiakan setiap wahyu dan
perintah Allah. Sejak itulah beliau menjadi utusan Allah swt. dengan tugas menyeru,
mengajak dan memperingatkan manusia agar hanya menyembah kepada Allah SWT.
Tugas itu bermakna pula beliau harus memimpin dakwah (da’i) manusia ke jalan
yang lurus dan berhenti dari kesewenang-wenangan dengan mendustakan Allah
SWT. Begitu juga konselor, dituntut memiliki kemampuan dalam perencanaan dan
pelaksanaan proses konseling. konselor mempunyai tugas untuk mengarahkan diri
klien untuk mencapai tujuan terbaik pada dirinya, untuk itu konselor dituntut mampu
menyampaikan arahan yang tepat. konselor harus selalu meng update, dan menguasai
materi konseling yang berikan kepada klien. Persiapan diri tentang materi
diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti
membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
- Sifat selanjutnya adalah fathanah. Fatanah dapat diartikan bahwa bijaksana dalam
segala sesuatu sikap, perkataan, dan perbuatan.Kecerdasan pasti dimiliki oleh
seorang nabi, bagaimanapun nabi penyampai wahyu Allah dan menafsirkan dengan
sabdanya. Sifat fathonah ini bisa diibaratkan dengan kompetensi pedagogik.
konseling adalah suatu kegiatan yang terprogram dan terarah untuk mengembangkan
potensi dan kemandirian klien. Kecerdasan untuk mengaplikasikan konsep pada
konseling dibarengi dengan kecermatan dalam memilih metode dalam
8
Sakdiah, "Karakteristik Kepemimpinan Dalam Islam (Kajian Historis Filosofis ) Sifat-Sifat Rasulullah", Jurnal Al-
Bayan, vol. 22, no. 3 (Juni 2016), hal. 39.
melangsungkan sebuah proses konseling. Karena itu pemahaman terhadap karakter
kepribadian, kejiwaan, sifat dan interest klien, penguasaan tentang teknik konseling
dan prinsip konseling sangatlah diperlukan agar klien dapat mengaktualisasilkan
kemampuannya dalam menghadapi permasalahan yang klien hadapi.
Sifat-sifat mulia dan agung yang dicontohkan Rasulullah dalam memberi layanan
dan penasihatan kepada klien melebihi dari sifat dan sikap yang dituntut dari seorang
konselor profesional seperti yang dirumuskan oleh Persatuan Bimbingan Jabatan
Nasional (National Vocational Guidance Association) yaitu: Interes terhadap orang lain,
sabar, peka terhadap berbagai sikap dan reaksi, memiliki emosi yang stabil dan objektif,
sungguh-sungguh, respek terhadap orang lain dan dapat dipercaya.9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan di dunia itu terdiri atas berbagai suku dan budaya. Dalam hal itu,
komunikasi menjadi alternatif untuk menghubungkan antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan lainnya. Dan di samping itu, komunikasi tersebut haruslah terjalin dengan
efektif. Pelaku komunikasi haruslah mampu memahami karakteristik dari berbagai budaya
yang ada di lingkungan masyarakat.
Komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi yang berfungsi untuk
bertukar informasi dan menyelesaikan permasalahan yang sering terjadi karena adanya
perbedaan budaya dalam suatu kelompok atau organisasi. Adapun konseling disebut juga
sebagai penyuluhan yang diberikan oleh seorang ahli (konselor) kepada orang yang dihadapi
oleh permasalahan (klien).
Konseling dalam lintas budaya tidak jauh berbeda dengan konseling lainnya. Seorang
konselor membutuhkan klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda yang
merupakan salah satu dari urgensinya. Oleh karena itu, penanganan komunikasi konseling
9
Dewa Ketut Sukardi, Organisasi Admininstrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Surabaya: Usaha Nasional,
1983), hal. 61.
lintas budaya ini lebih rumit dari konseling komunikasi lainnya karena membutuhkan proses
pembelajaran yang lebih mendalam untuk memahami karakter dan kebiasaan yang ada dalam
suatu budaya. Budaya yang dipeljari juga beragam, hal ini memberikan dampak positif untuk
menambah pengetahuan budaya di lingkungan masyarakat.Sifat yang
dimilikiRasulullahsebagaikonselor yang professional adalah ,sidiq
,amanah,tablighdanfathonah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S., Karim, A., &Wibowo, S. E. (2018). PELAKSANAAN FESTIVAL ERAU DI KUTAI
KARTANEGARA TAHUN 2016 DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Fakhruddin, S. (1996). Rasulullah SAW. Model Utama Kepimpinan Rumah Tangga. Johor
Bahru: Cetak Ratu SDN, BHD.
Tim Bina Karya Guru. (2009). Bina Akidah dan Akhlak untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV.
Jakarta: Erlangga.
Sakdiah, S. (2016). Karakteristik Kepemimpinan Dalam Islam (Kajian Historis Filosofis )Sifat-
Sifat Rasulullah. Jurnal Al-Bayan: Media Kajian Dan Pengembangan Ilmu Dakwah,
22(1), 29–49.