Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI DALAM KONSELING LINTAS BUDAYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Konseling Lintas Budaya
Dosen Pengampu: Hj. WidayatMintarsih. M.Pd.

Disusun oleh:

Mohamad Aziz Addinullah (1901016142)


Misya’lul Millah Ummul Latifah (1901016143)
Ade Vinna Pandu Winata (1901016150)

BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kehidupan manusia tak lepas dari suku dan buda yang bermacam-macan jenisnya,
terkhusus juga negara Indonesia yang di gadang-gadang sebagai negara kepulauan itu
memiliki atau di karuniai kekayaan suku dan budaya yang berbeda-beda. Hal itu saling
berkelindan dimana saling terikat antara kebudayaan itu sendiri dengan kehidupan individu
manusia atau kelompok masyarakatnya.
Komunikasi adalah satu hal yang penting dalam bersosial, begitu juga dalam
berbudaya, yang mana berbicara tentang kultur, kebiasaan, kepercayaan dan lain-lain, yang
hal itu pastilah ada perbedaan didalamnya. Maka komunikasi sebagai alat untuk berinteraksi
dapatlah di maksimalkan dengan cara-cara tertentu untuk membangaun tetap menjalin
keharmonisan walau ada perbedaan.
Konseling lintas budaya hadir di tengah-tengah kita, orang-orang yang di selimuti
dengan keanekaragaman kultur budaya, sebagai penengah, membantu, mengomunikasikan,
bahwa harus sadar akan adanya perbedaan budaya, yang menjadi PR untuk semua kalangan
terkhusus bagi seorang konselor, seseorang yang membantu menangani permasalahan orang
lain atau yang biasa di sebut klien atau konseli.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana urgensi komunikasi dalam konseling lintas budaya?
2. Bagaimana faktor personal dan antar personal dalam komunikasi?
3. Bagaimana membangun komunikasi yang efektif dalam konseling lintas budaya?
4. ApasajasifatRosulullahsaatmenjadikonselor yang profesional

C. Tujuan
1. Mengetahui urgensi komunikasi dalam konseling lintas budaya
2. Mengetahui faktor personal dan antar personal dalam komunikasi
3. Mengetahui membangun komunikasi yang efektif dalam konseling lintas budaya
4. Mengetahuisifatsifat yang adapadaRosulullahsaatmenjadikonselor yang profesional
BAB II
PEMBAHASAN

A. Urgensi Komunikasi Dalam Konseling Lintas Budaya


Kehidupan di dunia itu terdiri atas berbagai suku dan budaya. Begitu juga di negara
Indonesia yang disebut-sebut negara kepulauan, tentulah Indonesia memiliki kebudayaan
yang beragam. Indonesia kaya akan warisan budaya. Dalam hal ini, komunikasi menjadi
alternatif untuk menghubungkan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Di
samping itu, komunikasi tersebut haruslah terjalin dengan efektif. Dengan itu, pelaku
komunikasi haruslah mampu memahami karakteristik dari berbagai budaya yang ada di
lingkungan masyarakat, agar komunikasi yang efektif dalam kebudayaan dapat tercipta.
Komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi yang berfungsi untuk bertukar
informasi dan menyelesaikan permasalahan yang sering terjadi karena adanya perbedaan
budaya dalam suatu kelompok atau organisasi. Adapun konseling disebut juga sebagai
penyuluhan yang diberikan oleh seorang ahli (konselor) kepada orang yang dihadapi oleh
permasalahan (klien).
Konseling dalam lintas budaya tidak jauh berbeda dengan konseling lainnya, hanya
saja pokok permasalahannya adalah kebudayaan. Seorang konselor membutuhkan klien yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penanganan komunikasi
konseling lintas budaya ini lebih rumit dari konseling komunikasi lainnya karena
membutuhkan proses pembelajaran yang lebih mendalam untuk memahami karakter dan
kebiasaan yang ada dalam suatu budaya. Budaya yang dipelajari juga beragam, hal ini
memberikan dampak positif untuk menambah pengetahuan budaya di lingkungan
masyarakat.1
Berikut ini merupakan beberapa urgensi komunikasi dalam konseling lintas budaya:
1. Pelaku komunikasi berjumlah 2-3 orang
Komunikasi dalam konseling lintas budaya ini membutuhkan pelaku komunikasi
sebanyak 2-3 orang. Komunikasi dalam konseling lintas budaya digunakan para pelaku

Suwarni. “Memahami Perbedaan Sebagai Sarana Konseling Lintas Budaya”. Boyolali:Konseling Religi. Vol. 7,
1

No. 1, 2016. Hal. 123-134


komunikasi yang belum memahami perbedaan budaya yang ada di lingkungan
sekitarnya.
2. Komunikasi informal
Komunikasi yang digunakan dalam konseling lintas budaya adalah komunikasi
informal. Komunikasi informal merupakan proses komunikasi yang dilakukan oleh
seseorang dalam suatu organisasi tapi tidak terstruktur oleh sebuah organisasi. Yang
dalam konseling lintas budaya bertujuan untuk memelihara komunikasi antar konselor
dan klien menjadi lebih harmonis dan bersifat kekeluargaan.
3. Adanya interaksi
Komunikasi dalam konseling lintas budaya membuat seorang konselor dan klien
menjalin hubungan lebih dekat. Untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik antara ke
duanya adalah dengan berkomunikasi yang baik dan dalam waktu yang tepat.
Komunikasi yang digunakan adalah komunikasi informal. Dengan komunikasi yang tidak
formal tersebut diharapkan konselor dapat membuka topik pembicaraan yang membuat
klien tidak menutup-nutupi masalah yang dirasakannya. Hal ini membuat interaksi antara
konselor dan klien menjadi lebih baik terutama dalam meningkatkan nilai sosial dalam
lingkungan masyarakat.
4. Memecahkan suatu masalah
Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh para
ahli kepada seseorang yang mengalami permasalahan. Tujuan konseling adalah untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi di kehidupan klien. Urgensi komunikasi dalam
konseling lintas budaya ini adalah memecahkan suatu masalah yang ada di kehidupan
klien terutama dalam masalah kebudayaan. Komunikasi konseling ini memberikan solusi
kepada klien dan bagaimana cara untuk menghadapi masalah yang sedang dihadapinya.
Selain itu, komunikasi dalam konseling lintas budaya ini juga memberikan pencegahan
terjadinya permasalahan dalam kehidupan berbudaya.
5. Memiliki latar belakang budaya yang berbeda
Permasalahan yang ada dalam kebudayaan ini terjadi karena adanya dua
kebudayaan yang berbeda. Misalnya orang batak bertemu dengan orang sunda yang jelas
kebudayaannya berbeda. Orang batak cenderung menggunakan intonasi suara yang keras,
sedangkan orang sunda lebih lembut intonasi suaranya.
6. Pesan disesuaikan
Komunikasi yang dilakukan dalam konseling lintas budaya ini membutuhkan
penyesuaian terutama pada pesan atau informasi yang disampaikan. Seorang konselor
akan menyesuaikan pesan yang akan menjadi solusi permasalahan klien. Konselor dan
klien akan saling bertukar pesan yang bersifat pribadi yang tergolong ke dalam pesan
khusus. Konselor akan mendengarkan keluh-kesah klien mulai dari yang bersifat umum
sampai yang bersifat khusus. Untuk itu seorang konselor membutuhkan penelitian untuk
memilah pesan yang masuk dan memberikan pesan berupa solusi yang telah disesuaikan
oleh permasalahan klien.
7. Menciptakan komunikasi yang intim
Komunikasi informal yang digunakan pada komunikasi konseling lintas budaya ini
menciptakan komunikasi yang intim. Komunikasi yang intim sangat dibutuhkan untuk
membangun chemistry atau kecocokan antara konselor dan klien agar permasalahan
dapat diselesaikan dengan baik. Komunikasi yang dilakukan antara konselor dan klien ini
memulai pembahasan dari masalah yang umum sampai ke permasalahan pribadi.
Komunikasi konseling ini membantu menciptakan komunikasi yang intim dan bersifat
kekeluargaan sehingga membuat klien nyaman untuk berkonsultasi.
B. Faktor Personal Dan Antar Personal Dalam Komunikasi
1. Faktor Personal
a. Faktor-Faktor Psikologis
1) Konsep diri dan persepsi diri
Pembicaraan tentang faktor-faktor personal selalu dikaitkan dengan factor-faktor
psikologis, seperti persepsi, memori dan motivasi. Faktor-faktor psikologis itu bisa
muncul dari dalam diri (disposisi) atau di tampilkan sebagai respon terhadap stimulus
yang datang dari luar diri. Disaat anda berbicara dengan orang lain maka bisa muncul
pertanyaan, mengapa ada orang berhasil berkomunikasi namun orang lain gagal
berkomunikasi. Perbedaan keberhasilan komunikasi itu ditentukan oleh faktor yang
bersifat personal. Para ahli komunikasi mengemukakan sekurang-kurangnya dalam
komunikasi antar pribadi(dyad) ada enam pertanyaan diantara kedua orang itu, yakni:
a) Bagaimana saya melihat diri saya?
b) Bagaimana saya melihat anda?
c) Bagaimana saya berfikir ketika anda melihat saya?
d) Bagaimana anda melihat diri anda?
e) Bagaimana anda melihat saya?
f) Bagaimana anda berfikir ketika saya melihat anda?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya menggambarkan hakikat persepsi
komunikator terhadap komunikan dan sebaliknya persepsi komunikan terhadap
komunikator. Disini, persepsi terlihat mempunyai dua konsep penting yakni;
a) Konsep diri (self concept)merupakan kesimpulan yang anda tarik tentang diri
anda sendiri. Seperti, ketika anda bercermin pastilah kita menilai diri sendiri di
dalamnya baik itu penilaian positif ataupun negative.
b) Persepsi merupakan kesimpulan yang anda tarik mengenai orang lain dan dunia
sekeliling anda (self esteem). Seperti anda menilai bahwa orang itu buruk atau
baik, dan daerah itu tidak cocok untuk anda atau sangat cocok untuk anda.
b. Dimensi-dimensi psikologis dari persepsi.
1) Attention atau perhatian merupakan kemampuan berkonsentrasi, kemampuan ini
merupakan salah satu variable psikologis yang penting yang mempengaruhi
komunikasi. Ketika ada stimulus atau pesan sebagai masukan dari luar maka syaraf-
syaraf sensoris akan mengarahkan kita untuk untuk secara sadar memperhatikan
stimulus itu. Bila seseorang berkata-kata kepada kita dengan nada suara yang tajam
dan kemudian volume suaranya menjadi besar maka kualitas suara itu mempengaruhi
attensi atau perhatian kita. Jadi secara psikologis, atensi dapat menentukan manakah
pesan yang menarik perhatian dan relevan, artinya pesan itu sebenarnya “familiar”
dengan kita.
2) Selective processes secara umum, secara individu melewati sebuah proses menetukan
perhatiannya pada pesan yang familiar dengan dia, namun patut diingat bahwa
kemampuan individu tidaklah sama, hanya orang-orang dengan tingkat perhatian
yang tinggi saja yang munkin akan tertarik terhadap begitu banyak masukan dari luar.
Yang pasti adalah setiap individu mempunyai mekanisme untuk memproses secara
selektif berbagai pesan yang datang dari luar, proses itu dinamakan selective
processes yakni proses untuk memilih pesan dari luar. Ada beberapa proses selective
tiu; yakni:
a) Selective perfeception atau persepsi selektif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sebuah fakta bahwa segala sesuatu tidak selalu diterima dengan
cara yang sama oleh individu-individu yang berbeda-beda pada kesempatan yang
berbeda-beda pula. Atau segala sesuatu yang tidak selalu diterima dengan cara
yang sama oleh individu-individu yang sama pada waktu yang berbeda-beda.
Preferensi perseptual bagi sensoris untuk menerima masukan dari luar sangat
bervariasi diantara individu-individu. Persepsi anda munkin sekali dipengaruhi
oleh sejumlah faktor seperti kebutuhan, kepercayaan, sikap, namun bagi orang
lain faktor-faktor itu tidak berpengaruh. Disini yang terjadi ialah persepsi selektif,
dimana individu hanya akan memilih sesuatu yang menarik untuk dipersepsi.
b) Selesctive attention (perhatian) atau atensi selektif terjadi ketika berlangsungnya
proses persepsi. Disini ditemukan bahwa ada perbedaan kemampuan dari setiap
individu untuk berkonsentrasi terhadap pesan yang dia teriam, hal ini dipengaruhi
oleh variabel-variabel psikologis yang mempengaruhi persepsi. Contoh, setiap
individu memiliki struktur kognitif yang berbeda, akibatnya pola perhatian dia
pada stimulus berbeda-beda pula. Disaat menerima pesan, setiap individu akan
membuat saringan (filter) dengan apa yang disebut mental filter kemudian dia
hanya akan memilih memperhatikan pesan-pesan tertentu (menonjol ). Seseorang
dosen ekonomi lebih tertarik akan informasi pasar modal dari pada informasi
sosiologis tentang perkawinan incest dalam sebuah rumah tangga. Seorang
pedagang kambing lebih suka mendengarkan informasi tentang harag seekor
kambing menjelang hari raya Idul Adha dari pada informasi mengenai teknik
memelihara kambing.
c) Selective exposure merupakan kecenderungan setiap individu untuk menyatakan
dirinya (menerima atau menolak) pesan yang kongruens dengan variable
psikologis yang mendorongnya untuk mendekati atau menjauhi pesan itu. Seorang
perokok munkin sekali akan suka mendengarkan pengalaman seseorang nenek tua
tetap sehat dalam usia 70 Tahun meskipun sang nenek adalah perokok berat
selama 40 tahun. Sebaliknya perokok itu tidak mampu membaca majalah
kesehatan yang isinya bercerita tentang penyakit kanker yang diderita oleh
seorang perokok berat.
d) Selective retention mereflesikan dampak dari pengalaman individu di masa lalu
yang mendorongnya membuat preferensi terhadap informasi yang menerpanya.
Kalau anda menyebutkan koperasi maka ada beberapa orang yang kurang tertarik
pada informasi tentang koperasi karena pengalamannya dimasa yang lalu sangat
buruk terhadap koperasi. Dalam komunikasiantar budaya munkin sekali anda
menolak bicara dengan seorang warga yang Timor Lorosae hanya karena
pengalaman anda yang sangat menyakitkan ketika meninggalkan bekas provinsi
itu di tahun 1999 yang lalu.
c. Memori jangka panjang dan pendek
Memori jangak panjang merupakan individu dengan memori ini membuang
sebagian besar material atau informasi yang sebenarnya sangat penting karena dia tidak
mempunyai kemampuan untuk memindahkan meteri itu memasuki LTM (long term
memory), sedangkan memori jangka pendek adalah kemampuan individu tuntuk
menyimpan hanya sedikit informasi dalam jangka waktu yang relative pendek dan
secepat itu pula dia lupa atas informasi tersebut atau biasa kita sebut STM (short term
memory).
d. Motivasi berkomunikasi
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri yang diarah kan menuju ke suatu
sasaran yang mempunyai daya tarik karena sesuatu itu harus dicari atau di tuju untuk
memenuhi kebutuhannya. Fakta menunjukkan bahwa komunikasi merupakan sebuah
tujuan yang bersifat purposive atau tertentu bagi sebuah pemenuhan kebutuhan. Kita
membedakan motivasi itu sekurang-kurangnya untuk memenuhi 2 jenis kebutuhan yakni,
kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis. Disamping itu juga motivasi bagi daya guna
dan kepuasan individu seperti pemenuhan kebutuhan kognitif, afektif, personal
integrativ2e, social integrative dan kebuthan untuk meredakan ketegangan atau tension
release.
2. Faktor Personal Sebagai Identitas Diri.
a. Identitas merujuk pada asal usul

2
Deddy Mulyana & Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 58-62
Pengertian identitas pada tataran hubungan antara manusia akan mengantar kita
untuk memahami sesuatu yang lebih konseptual yakni tentang bagaimana meletakkan
seseorang kedalam tempat orang lain (komunikasi yang empati), atau sekurang-
kurangnya meletakkan atau membagi (to share) pikiran, perasaan, masalah, rasa
simpatik (empati) dan lain-lain dalam sebuah proses komunikasi (antar budaya).
b. Memahami identitas budaya keseharian.
Identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan
yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-batasnya (bonded)
tatkala dibandingkan dengan kebudayaan orang lain. Dengan demikian kita akan
menemukan tiga bentuk identitas, antara lain:
1) Identitas budaya merupakan ciri yang ditujukan seseorang karena orang itu
merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu.
2) Identitas sosial merupakan bentuk dari akibat keanggotaan dari suatu kelompok
kebudayaan.
3) Identitas pribadi merupakan keunikan karakteristik pribadi seseorang.
3. Faktor dalam komunikasi antarpersonal
Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi
oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan
interpersonal.
a. Persepsi interpersonal
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan
informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli
inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan verbal dan
nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap
keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna
terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.
b. Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri
yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasi
masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d.
Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan
perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki
dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
1) Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap
dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara
teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-
sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
2) Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi,
dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan
pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat
pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih
terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
3) Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai
communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi
disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri,
menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
4) Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep
diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan
selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang
kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam
penyandian pesan (penyandian selektif).
4. Atraksi interpersonal
Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik
seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:
a. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak
semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional.
Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal
yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita
cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.
b. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan
komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita
berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan
gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci
akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan
menghindari komunikasi.
5. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan
orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan
orang untukmengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan
persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta
komunikasi. Miller (1976) dalamExplorations in Interpersonal Communication,
menyatakan bahwa ”Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan
simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara
serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak
yang terlibat dalam hubungan tersebut.” Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi
catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik, yaitu: a. Percaya; b. sikap suportif; dan c. sikap
terbuka.3
C. Membangun Komunikasi Yang Efektif Dalam Konseling Lintas Budaya
Untuk membangun komunikasi lintas budaya yang efektif, pihak-pihak yang
berkomunikasi harus memahami konsep dasar yang berkaitan dengan hubungan antara
kelompok yang berbeda, sebagaimana dirumuskan oleh devit sebagai berikut.
1. Enkulturasi
Enkultrasi mengacu pada proses pertransmisian kultur (budaya) dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen.
Maksud pertransmisian kultur yaitu proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan
tradisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Enkulturasi terjadi melalui
orangtua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan.
Dengan demikian pada hakikatnya setiap orang sejak kecil sampai tua, melakukan proses
3
Rakhmat,Jalauddin.Psikologi Komunikasi(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1966), hlm 70-77
enkulturasi, mengingat manusia sebagai mahluk yang dianugerahi kemampuan untuk
berpikir dan berkembang. Salah satu bentuk enkulturasi budaya yang di wariskan sejak
kecil yaitu tarian.
2. Akulturasi
Akulturasi mengacu pada proses pemodifikasian kultur seorang melalui kontak atau
pemaparan langsung dengan kultur lain. Maksudnya adalah proses pertukaran ataupun
pengaruh-mempengaruhi dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya. Proses
akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu,
diberitahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut
mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ketempat baru, maka
Ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru
tersebut, lalui aakan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana
masyarakat itu.4
Sedangkan menurutRobbin, SP. (2002:18) menjelaskan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya yang berbeda, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi
salah persepsi, salah mengartikan dan salah mengevaluasi yaitu :
1. Mengasumsikan perbedaan sampai terbukti ada kesamaan. Paling banyak dari kita
beranggapan bahwa orang lain lebih mirip dengan kita daripada kenyataannya mereka.
Tetapi orang dari Negara yang berbeda seringkali sangat berbeda dari kita. Sehingga
jauh lebih kecil kemungkinannya untuk berbuat salah jika menganggap orang lain
berbeda daripada menganggap sama sampai perbedaan terbukti.
2. Menekankan penjelasan daripada penilaian/penafsiran.Menafsirkan atau menilai yang
dikatakan dan dilakukan seseorang, berbeda dengan penggambaran, penilaian didasarkan
atas budaya dan latar belakang pengamat dan bukan pada situasi yang diamati.
3. Berempati; sebelum mengirim pesan, tempatkan diri kita dalam posisi penerima pesan.
Berusaha untuk mengetahui nilainya, pengalaman dan kerangka acuan, pendidikannya,
pola pengasuhannya dan latar belakang yang dapat member pemahaman tambahan.
Berusaha melihat orang lain sebagaimana orang tersebut sesungguhnya
4. Menganggap interpretasi/penafsiran sebagai hipotesis kerja/dugaaan sementara. Ketika
kita memberikan penafsiran terhadap situasi atau pemikiran baru dari budaya asing,
4
Agus, S., Karim, A., & Wibowo, S. E. (2018). PELAKSANAAN FESTIVAL ERAU DI KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2016
DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA, hlm.318
maka penafsiran tersebut dijadikan hipotesis yang harus diuji lebih lanjut, perlu
melakukan penilaian dengan hati-hati terhadap umpan balik yang diberikan oleh
penerima informasi, guna memastikan bahwa umpan balik sesuai hipotesis.

Kinicki,A & Kreitner,R (2003:137) menjelaskan bahwa ada tiga pilihan dalam
melakukan komunikasi lintas budaya yaitu :

1. tetap berpegang pada bahasanya sendiri;


2. tergantung pada penerjemah bahasa;
3. mempelajari sendiri bahasa lokal. Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan pengalaman
manajer internasional yang berhasil dari ketiga pilihan tersebut maka pilihan ketiga yaitu
mempelajari bahasa lokal/negara tempat bekerja dianggap yang paling efektif dalam
melancarkan komunikasi dengan rekan bisnis. Pengabaian bahasa lokal/keengganan
mempelajari bahasa lokal berarti berpeluang kehilangan pemahaman arti tertentu
padahal bisa jadi sangat penting untuk kelangsungan usaha.5

D. Rasulullah sebagai Konselor Profesional


Rasulullah dikatakan sebagai sebagai seorang pemimpin yang istimewa dan
mempunyai kepribadian yang agung.Rasul merupakan sosok yang sangat bijak dalam
menjalani kehidupan sosialnya, beliau senantiasa menghargai orang-orang disekitarnya.
Rasulullah SAW senantiasa bekerja sama dengan masyarakat disekitarnya, selama
mendapatkan yang baik, maka dia mau bekerja sama dan ikut serta di dalamnya.Jika
tidak mengandung kebaikan, maka dia lebih suka dengan kesendiriannya. Selama masa
pertumbuhannya dari anakanak hingga beranjak dewasa Rasulullah SAW tidak pernah
minum khamarsebagaimana kebiasaan masyarakat Arab dikala itu, beliau juga tidak
pernah makan binatang yang disembelih dengan nama berhala dan perbuatan syirik
lainnya.6

SebagaikonselorProfesionalRasulullahmemilikisifat

5
Rahayuningsih, I. (2018). Komunikasi Lintas Budaya dalam Organisasi. PSIKOSAINS (Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Psikologi), hlm. 99-100.
6
Sharifah Fakhruddin, Rasulullah SAW. Model Utama Kepimpinan Rumah Tangga (Johor Bahru: Cetak Ratu SDN,
BHD, 1996), hal. 5.
- Sifatsidiq ,Perilaku dan ucapan seorang konselor haruslah benar adanya, sesuai
dengan kenyataan. Sifat siddiq ini bisa kita samakan dengan kompetensi kepribadian.
Dalam menjalankan profesinya, konselor dituntut untuk senantiasa memiliki
kepribadian yang benar yaitu sebuah rasa kebanggaan terhadap apa yang dijalani
selama ini. Kepribadian yang jujur, akhlak mulia, norma, etika, ajaran agama harus
dipegang erat oleh seorang konselor. Konselor dengan kompetensi kepribadian yang
baik akan berpengaruh pula terhadap perilaku klien. Dalam berinteraksi dengan
klien, konselor akan mengajarkan klien untuk disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan
selalu optimis menjalani hidup, namun sebelum memberikan bimbingan dan arahan,
konselor sudah melakukan kegiatan tersebut. Dalam ajaran Islam bisa disebut dengan
uswatunhasanah, atau meberikan teladan bagi kliennya. Rasullullah SAW
menyerukan umatnya untuk senantiasa berlaku benar, baik dalam tindakan maupun
ucapan. Ciri-ciri yang bersifat jujur adalah selalu mengataan kebenaran, mengakui
keterbatasan diri dengan tidak menutupinya sekan-akan diri kita mampu, dan tidak
berlaku curang.7

- Sifat Rasulullah selanjutnya adalah amanah, yaitu dapat dipercaya. Ciriciri prilaku
amanah adalah tidak menceritakan rahasia orang lain, tidak menggunakan titipan
barang yang dititipkan, berprilakuSifat amanah bisa dianalogikan dengan kompetensi
sosial. Dalam menjalankan tugasnya interaksi dengan masyarakat adalah suatu
keniscayaan. Keterampilan dalam berkomunikasi, berinteraksi, bekerja sama, bergaul
simpatik adalah bagian dari kompetensi social yang harus dimiliki seorang konselor.
Kemampuan tersebut menjadikan konselor akan mudah berinteraksi dengan siapa
saja, baik itu dengan orang-orang disekitar ataupun masyarakat, sehingga akan
berjalan keharmonisan karena dijembatani oleh seorang konselor yang berkompeten.
Dengan sifat tersebut diatas Nabi Muhammad SAW. menjadi seorang pemimpin
kepercayaan bagi orang-orang yang hidup semasanya. Beliau selalu memperlakukan
orang dengan adil dan jujur. Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tetapi

7
Tim Bina Karya Guru, Bina Akidah dan Akhlak untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV (Jakarta: Erlangga, 2009), hal.
80.
juga dengan perbuatan dan keteladanan. Kata-kata beliau selalu konsisten. Tidak ada
perbedaan antara kata dan perbuatan.8

- SifatTabligh, Tabligh adalah salah satu sifat seorang rasul. Tabligh artinya
menyampaikan. Risalah dan perintah Allah SWT akan langsung disampaikan kepada
umatnya, segala perintah dari Allah tidak ada yang disembunyikan meskipun itu
berkaitan dengan hal-hal yang menyindir Nabi. Sifat tabligh bisa kita sesuaikan
dengan kompetensi professional. Seorang konselor ketika menyampaikan materi
perlu menggunakan metode pembelajaran dengan tepat. Sama halnya ketika Nabi
menggunakan metode yang berbeda dalammenyampaiakan setiap wahyu dan
perintah Allah. Sejak itulah beliau menjadi utusan Allah swt. dengan tugas menyeru,
mengajak dan memperingatkan manusia agar hanya menyembah kepada Allah SWT.
Tugas itu bermakna pula beliau harus memimpin dakwah (da’i) manusia ke jalan
yang lurus dan berhenti dari kesewenang-wenangan dengan mendustakan Allah
SWT. Begitu juga konselor, dituntut memiliki kemampuan dalam perencanaan dan
pelaksanaan proses konseling. konselor mempunyai tugas untuk mengarahkan diri
klien untuk mencapai tujuan terbaik pada dirinya, untuk itu konselor dituntut mampu
menyampaikan arahan yang tepat. konselor harus selalu meng update, dan menguasai
materi konseling yang berikan kepada klien. Persiapan diri tentang materi
diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti
membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.

- Sifat selanjutnya adalah fathanah. Fatanah dapat diartikan bahwa bijaksana dalam
segala sesuatu sikap, perkataan, dan perbuatan.Kecerdasan pasti dimiliki oleh
seorang nabi, bagaimanapun nabi penyampai wahyu Allah dan menafsirkan dengan
sabdanya. Sifat fathonah ini bisa diibaratkan dengan kompetensi pedagogik.
konseling adalah suatu kegiatan yang terprogram dan terarah untuk mengembangkan
potensi dan kemandirian klien. Kecerdasan untuk mengaplikasikan konsep pada
konseling dibarengi dengan kecermatan dalam memilih metode dalam
8
Sakdiah, "Karakteristik Kepemimpinan Dalam Islam (Kajian Historis Filosofis ) Sifat-Sifat Rasulullah", Jurnal Al-
Bayan, vol. 22, no. 3 (Juni 2016), hal. 39.
melangsungkan sebuah proses konseling. Karena itu pemahaman terhadap karakter
kepribadian, kejiwaan, sifat dan interest klien, penguasaan tentang teknik konseling
dan prinsip konseling sangatlah diperlukan agar klien dapat mengaktualisasilkan
kemampuannya dalam menghadapi permasalahan yang klien hadapi.

Sifat-sifat mulia dan agung yang dicontohkan Rasulullah dalam memberi layanan
dan penasihatan kepada klien melebihi dari sifat dan sikap yang dituntut dari seorang
konselor profesional seperti yang dirumuskan oleh Persatuan Bimbingan Jabatan
Nasional (National Vocational Guidance Association) yaitu: Interes terhadap orang lain,
sabar, peka terhadap berbagai sikap dan reaksi, memiliki emosi yang stabil dan objektif,
sungguh-sungguh, respek terhadap orang lain dan dapat dipercaya.9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan di dunia itu terdiri atas berbagai suku dan budaya. Dalam hal itu,
komunikasi menjadi alternatif untuk menghubungkan antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan lainnya. Dan di samping itu, komunikasi tersebut haruslah terjalin dengan
efektif. Pelaku komunikasi haruslah mampu memahami karakteristik dari berbagai budaya
yang ada di lingkungan masyarakat.
Komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi yang berfungsi untuk
bertukar informasi dan menyelesaikan permasalahan yang sering terjadi karena adanya
perbedaan budaya dalam suatu kelompok atau organisasi. Adapun konseling disebut juga
sebagai penyuluhan yang diberikan oleh seorang ahli (konselor) kepada orang yang dihadapi
oleh permasalahan (klien).
Konseling dalam lintas budaya tidak jauh berbeda dengan konseling lainnya. Seorang
konselor membutuhkan klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda yang
merupakan salah satu dari urgensinya. Oleh karena itu, penanganan komunikasi konseling

9
Dewa Ketut Sukardi, Organisasi Admininstrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Surabaya: Usaha Nasional,
1983), hal. 61.
lintas budaya ini lebih rumit dari konseling komunikasi lainnya karena membutuhkan proses
pembelajaran yang lebih mendalam untuk memahami karakter dan kebiasaan yang ada dalam
suatu budaya. Budaya yang dipeljari juga beragam, hal ini memberikan dampak positif untuk
menambah pengetahuan budaya di lingkungan masyarakat.Sifat yang
dimilikiRasulullahsebagaikonselor yang professional adalah ,sidiq
,amanah,tablighdanfathonah.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, S., Karim, A., &Wibowo, S. E. (2018). PELAKSANAAN FESTIVAL ERAU DI KUTAI
KARTANEGARA TAHUN 2016 DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Mulyana, Deddy & Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 2009.

Rakhmat, Jalaudin.1966.Psikologi Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya.

Rahayuningsih, I. (2018). KomunikasiLintasBudayadalamOrganisasi. PSIKOSAINS


(JurnalPenelitiandanPemikiranPsikologi)

Suwarni. “Memahami Perbedaan Sebagai Sarana Konseling Lintas Budaya”. Boyolali:


Konseling Religi. Vol. 7, No. 1, 2016. Hal. 123-134

Fakhruddin, S. (1996). Rasulullah SAW. Model Utama Kepimpinan Rumah Tangga. Johor
Bahru: Cetak Ratu SDN, BHD.

Tim Bina Karya Guru. (2009). Bina Akidah dan Akhlak untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV.
Jakarta: Erlangga.

Sakdiah, S. (2016). Karakteristik Kepemimpinan Dalam Islam (Kajian Historis Filosofis )Sifat-
Sifat Rasulullah. Jurnal Al-Bayan: Media Kajian Dan Pengembangan Ilmu Dakwah,
22(1), 29–49.

Sukardi, D. K. (1983). Organisasi Admininstrasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah.


Surabaya: Usaha Nasional.

Anda mungkin juga menyukai