Anda di halaman 1dari 11

PARADIGMA DAKWAH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi tugas
Mata Kuliah : SosiologiDakwah
Dosen Pengampu :Suprihatiningsih, S. Ag, M.Si

Disusun Oleh :

1. RahayuKurnianingsih (1901016086)
2. M. Joko Setyono (1901016126)
3. AtiqSofiyana (1901016130)
4. KhoerunnisaAwaliyatul K ( 1901016132)
5. Yusuf Nurhadi (1901016148)

BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fenomena dakwah dipandang sebagai alternative ditengah miskinnya solusi
komprehenshif atas problem keumatan. Pesantren dan dakwah adalah dua hal yang tidak
terpisahkan. Selama ini pesantren lebih banyak menggunakan pendidikan pesantren sebagai
media pengembangan dan pembinaan dakwah masyarakat. Dalam menyampaikan Islam, dakwah
menjadi sarana utama sebagai upaya integrasi Islam pada masyarakat. Pentingnya strategi
dakwah merupakan sebuah hal yang layak mendapatkan perhatian khusus untuk segera mencapai
tujuan, sedangkan pentingnya tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, karena
berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu
sendiri.
Salah satu aspek keilmuwan dakwah yang jarang dilakukan adalah pemetaan pemikiran
dakwah. Selama ini yang sering dilakukan adalah pemetaan paradigma gerakan dakwah. Dari
literatur yang telah ditelusuri, tulisan ini akan mengupas pemikiran beberapa pakar dakwah dan
membandingkannya dengan tradisi keilmuwan sosial.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian paradigm dakwah dan apa saja macam- macam Paradigma Dakwah?
2. Apa saja kelebihan Paradigma Dakwah ?
3. Apa saja kekurangan Paradigma Dakwah ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dan macam-macam Paradigma Dakwah.
2. Mengetahui kelebihan Paradigma Dakwah.
3. Mengetahui kekurangan Paradigma Dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Macam- macam Paradigma Dakwah
Menurut C. J. Ritzer, paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuan mengenai apa
yang menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari oleh satu cabang ilmu
pengetahuan tertentu. Dakwah adalah upaya menyeru atau mengajak manusia menuju jalan Allah
SWT, yang memerintahkan manusia berbuat amar ma’ruf dan nahi munkar. Jadi, Paradigma
Dakwah merupakan suatu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok
persoalandari dakwah.
Ilyas Ismail mengklasifikasikan paradigm dakwah berdasar gerakan yang dilakukan
pelakunya menjadi empat paradigma, yaitu paradigmatablig, paradigm pengembangan
masyarakat, paradigm harakah dan paradigm kultural.
1. ParadigmaTablig
Tablig (pidato atau ceramah) merupakan bagian penting dari dakwah. Meskipun begitu,
tablig sejati nya tidak dapat diidentikkan dengan dakwah karena cakupan pengertiannya yang
sempit dan praktiknya yang amat terbatas. Namun demikian, tablig sebagai suatu proses
penyampaian ajaran Islam merupakan bagian integral yang tidak mungkin untuk dilampaui.
Karena bagaimanapun juga, dakwah dengan cakupan garapannya yang luas itu, tidak mungkin
dilakukan tanpa tablig.
Terkait dengan hal diatas, hadis Nabi yang acap kali dikuti pun untuk menegaskan
kewajiban dakwah, secara redaksional juga menggunakan terminology tablig. Adapun dalam al
Qur’an, banyak sekali ditemukan ayat yang menegaskan posisi Nabi sebagai penyampai risalah
Tuhan. Dalam pidatonya di akhir- akhir usia beliau ketika haji perpisahan, salah satu hal yang
dikonfirmasikan Rasulullah dihadapan para sahabat adalah perihal terkait dengan tanggung
jawab nya sebagai seorang muballig. Dalam kata tablig itu sendiri sejatinya terkandung makna
proses, yakni proses untuk mengusahakan sesuatu agar bisa sampai kepada tujuan akhir, baik
dalam wujud tempo, dan ruang maupun keadaan. 1

Ilyas Ismail dan Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah; Rekayasa Membangun Peradaban Islam. Jakarta:
1

Kencana. Hal. 213-214.


Walaupun begitu, belakangan istilah tablig mengalami pereduksian makna. Tablig tidak
lagi dipandang sebagai suatu proses dari tahapan panjang dakwah, tapi justru menggeser posisi
dakwah ini sendiri. Pola pikirini hanya memandang dakwah tak lebih dari sekedar tablig, yaitu
kegiatan penyampaian ajaran agama kepada khalayak (publik). Dari sini, maka penyebutan
dakwah menjadi akrab dikenal dengan tablig, dan da’I tidak lain mubaligh itu sendiri. Dalam
perkembangan berikutnya, dakwah dipandang tidak berbeda, alias identik dengan ceramah dan
khotbah- khotbah. Penentuan kriteria da’i, mengikuti pola piker ini, menjadi dibatasi hanya
terhadap mereka yang aktif berceramah lewat mimbar- mimbar, dan bukan kepada selainnya
walaupun tergolong aktif mewujudkan Islam lewat pemikiran atau tindakan. Paradigma dakwah
yang demikian ini, lebih lanjut dikenal dengan mazhab dakwah tablig. Dari fenomena yang
terlihat, kebanyakan praktik dakwah di dunia muslim berada dalam kategori mazhab tablig.
Kenyataan ini diamini, terutama oleh mindset umat muslim yang masih sulit membedakan
antara dakwah dan tablig. Di Indonesia sendiri, pola piker seperti ini, dapat dilihat misalnya
dalam penggunaan label dakwah untuk mewakili penyebutan ceramah atau khotbah.2
2. Paradigma Pengembangan Masyarakat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan masyarakat dimaknai sebagai
usaha untuk membangun masyarakat dari segenap aspek nya secara bertahap dan teratur
menjurus kearah atau tujuan yang dikehendaki.3 Jika pengertian ini dikaitkan dengan dakwah
sebagai sosialisasi Islam, maka sekurangnya didapati hubungan mutualisme.
Pertama, dari segi tujuan, dakwah dan pengembangan masyarakat memiliki keterkaitan
yang memperkuat satu sama lain. Dakwah dimaksudkan untuk mewujudkan kebaikan dan
kemajuan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu pula sesungguhnya yang ingin dicapai oleh
seluruh usaha pengembangan masyarakat (community development). Jadi, kalau begitu
dakwah itu sejatinya adalah jalan mengembangkan masyarakat.4
Kedua, dari segi metodologi pendekatan, dakwah dan pengembangan masyarakat
memiliki hubungan yang saling melengkapi. Membangun masyarakat, tidak cukup hanya pada

2
Muhammad Junayd,Abd al-Majid, 1999. Jama’at al-Tablig fi al-Hind Dirasahwa al-Taqwim, Makkah:
Matba’ah al-Jamaah Umm al-Qur’an. hal 88
3
Tim PenyusunKamusBesar Bahasa Indonesia, 2008. KamusBesar Bahasa Indonesia Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Hal. 632.
4
Quraish Shihab, 2006. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Hal. 243.
satu aspek, dengan melupakan aspek lainnya. Lebih dari itu, membangun masyarakat harus
dilakukan secara komprehensif, baik fisik- materiil maupun moral-spiritual. Terkait dengan
perspektif ini, dakwah wahana sosialisasi Islam berkepentingan untuk menjaga sisi moralitas
dan spiritualitas masyarakat, di samping ikut mendorong aksi pembangunan masyarakat dari
sisi material. Demikian itu, karena Islam sebagai tema sentral dakwah memahami manusia
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur material dan spiritual.5
3. ParadigmaHarakah
Dakwah harakah bermakna dakwah dengan atau melalui sistem pergerakan. Sesuai
dengan namanya, aliran dakwah yang satu ini lebih menekankan aspek tindakan (aksi)
ketimbang wacana (teoretisasi). Menurut Hasan al-Qattani, yang dimaksud dakwah harakah
adalah dakwah yang berorientasi pada pengembangan masyarakat Islam, dengan melakukan
reformasi total terhadap seluruh aspek kehidupan sosial, baik terkait dengan individu, keluarga,
masyarakat hingga negara. Dari definisi yang diutarakan oleh al-Qattani ini kita dapat
membedakan antara dakwah paradigm pengembangan masyarakat dan paradigm harakah.
Keduanya memiliki kesamaan orientasi, pengembangan masyarakat, namun dari segi substansi
dan cakupannya dakwah harakah mengklaim memiliki ruang gerak lebih komprehensif
disbanding dakwah pengembangan masyarakat. Karena dakwah pengembangan masyarakat
membatasi diri dari unsur politik, sedangkan paradigm harakah justru menilai politik sebagai
salah satu bagian tak terpisahkan dari sistem Islam, sehingga dakwah tidak bisa dipisahkan dari
politik. Dalam pandangan mereka, Islam disimbolkan dengan tiga yaitu agama, negara dan
dunia.
Adapun dari latar belakang, kemunculan dakwah harakah tidak hanya karena doktrin
rahmatallil alamin. Tapi juga karena faktor historis, yaitu keterpurukan umat Islam pasca
kolonialisme di satu sisi dan kebangkitan Islam di sisi lain. Menurut Ibrahim al-Ja‟bari,
dakwah harakah sebagai sebuah paradigm memadukan dimensi pemikiran dan pergerakan
mulai eksis bermunculan di negeri-negeri Islam sejak permulaan abad 20. Dari sudut pandang
metode dakwah, pendekatan yang diterapkan dakwah harakah dalam beberapa hal memiliki
kesamaan dengan paradigm pengembangan masyarakat. Misalnya, tentang sosialisasi tauhid
sebagai asas pembangunan masyarakat, kebangkitan intelektual dan ekonomi atau kritik

5
Nur Kholis Majid, 2008. Tradisi Islam Peran dan Fungsinyadalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta:
paramadina. 2008. Hal. 172
keduanya terhadap mazhab dakwah tablig. Akan tetapi, mazhab harakah berangkat lebih jauh
ketika mengusulkan dakwah juga harus mencakup perbaikan negara atau pemerintahan. Untuk
mewujudkan hal ini mereka melakukan pendekatan dakwah massif. Contoh dakwah paradigm
harakah adalah al-Ikhwan al-Muslimun. 6
4. ParadigmaKultural
Dakwah paradigm cultural merupakan turunan dari penafsiran Islam yang bercorak
kultural dan dinamis- dialogis. Menurut paradigma Islam kultural, Islam sebagai agama
universal, terbuka untuk ditafsirkan sesuai dengan konteks budaya lokal tanpa takut kehilangan
orisinalitasnya. Alur pemikiran ini menegaskan bahwa Islam pada dasarnya natural, selaras
dengan kecendrungan alamiah manusia di manapun berada. Islam mampu mengakomodasi
setiap budaya dan turut member warna kepada setiap budaya yang disinggahinya. Pandangan
ini membedakan antara Islam dan budaya, termasuk budaya yang lahir pertama kali ketika
persentuhan Islam dengan masyarakat Arab. Mereka menganggap pensakralan budaya Islam
awal sama saja mencederai karakteristik universalisme Islam. Ketika pensakralan itu
dilanjutkan sebagai sebuah idealism dakwah, maka yang terjadi adalah normativitas dan
formalitas beragama. Menurut paradigm kultural, inilah kesalahan yang terjadi pada mazhab
dakwah harakah. Menurut paradigm kultural, kesalahan ini menjadikan paradigm dakwah
harakah tampak kaku dan tidak peka terhadap unsur- unsure kebijaksanaan lokal dan
kontekstual.7
Untuk menghindari kesalahan yang sama, mazhab cultural menempuh jalur yang lebih
lunak dan substansif dalam berdakwah. Mereka membedakan Islam dari dua sisi, normatif dan
esoteris. Untuk menyosialisasikan Islam, dakwah cultural cenderung menekankan sisi
substansif- esoteric sebagai pendekatan dakwah.
Paradigma cultural berpendapat sejarah Islam dari pertama kelahirannya hingga saat ini
selalu diwarnai dengan proses akulturasi timbal balik. Pada saat Islam hadir dalam suatu pola
budaya tertentu, terkadang ia memberikan corak dominan dalam budaya tersebut, pada saat
yang lain Islam hanya member sentuhan warna saja. Pendukung dakwah ini berpendapat

Ibrahim Muhammad al-Ja‟bari. 1996. Gerakan Kebangkitan Islam, terj. Abu Ayyub. Solo: Duta Rahman.
6

Hal. 67-70.
Abu Yasid. 2004. Islam Akomodatif: RekonstruksiPemahaman Islam sebagai Agama Universal.
7

Yogyakarta: LKIS. Hal. 34.


bahwa dakwah semua rasul tidak pernah lepas dari proses dialog dengan kultur setempat
dimana mereka diutus.8

B. Kelebihan Paradigma Dakwah


Pendekatan dakwah yang musti dilakukan menurut paradigm ini adalah mengajak
masyarakat melalui nasehat- nasehat, dan membujuk mereka untuk berhijrah dari lingkungan
yang melalaikan kepada lingkungan masjid. Mengembalikan mereka dari lembah kemaksiatan
menuju ketaatan kepada Allah dan menjalani kehidupan mereka sehari-hari sesuai dengan
syari’at Allah dan sunnah Rasul Nya, baik dalam menunaikan perkara-perkara fardu, sunnah,
hingga kebiasaan sehari-hari. Dalam peristilahan paradigm tablig, pendekatan dakwah yang
berupa ajakan dan nasihat- nasihat tersebut dikenal dengan sebutan bayan (penjelasan).Untuk
klebihan tabligh yaitu lebih mudah dipahami dan jelas dalam penyampaian.9
Dari segi metode dakwahnya, paradigma dakwah pengembangan masyarakat berusaha
mewujudkan islam dengan cara atau jalan menjadikan islam sebagai pijakan pengembangan
dan perubahan sosial yang bersifat transformatif- emansipatoris. Demikian itu, karena menurut
cara pandang dakwah pengembangan masyarakat, Islam adalah agama kemanusiaan.
Dikatakan demikian, karena islam dihadirkan demi kepentingan kelangsungan hidup manusia
dan untuk memberdayakan manusia dengan segenap potensinya sebagai wakil Allah di bumi.
Sebagai suatu pemikiran dan gerakan, paradigma dakwah pengembangan masyarakat ini
memiliki kekuatan dan keunggulan. Setidaknya, paradigma ini telah berperan dalam
memperbaiki paham masyarakat bahwa dakwah, sejatinya, tak cuma pidato (tabligh), tetapi
transformasi sosial. 10
Paradigma harakah menegaskan perlunya meyakini islam sebagai sistem hidup yang
11
komprehensif (Manhaj hayah). Paradigma dakwah harakah patut mendapat apresiasi,
terutama ide- idenya yang berhasil mengangkat derajat dan martabat dakwah islam dari
anggapan bahwa dakwah sekadar tabligh. Paradigm dakwah harakah juga layak mendapatkan
apresiasi terutama karena idenya yang mampu menghadirkan pandangan dakwah yang lebih

8
NurkholisMadjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2008), hlm 537.

9
Ibid 178
10
Hal. 227- 231
11
Hal. 235
holistis dan komprehensif. Hadirnya paradigm harakah mampu menjadi inspirasi bagi banyak
gerakan dakwah lainnya, yang menyadarkan bahwa dakwah sejatinya mesti lebih banyak aspek
praktikal melebihi teoretisasi. Karena bagaimanapun juga kehadiran dakwah ditujukan untuk
melakukan perubahan, sedangkan perubahan ini memerlukan lebih banyak tindakan (lisan al-
hal) melampaui ucapan (lisan al- maqal). 12
Paradigma dakwah Kultural yang dilakukan dengan pendekatan dialog antara islam dan
budaya ini, bagi mereka, memiliki beberapa keunggulan disbanding dakwah ideologis seperti
yang dilakukan paradigm dakwah harakah. Pertama, kehadiran dakwah islam tidak akan
dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal. Kedua, dengan menerima
dakwah islam, tidak berarti suatu kaum terputus dari tradisi masa lampaunya. Ketiga,
universalisme islam tidak hanya dianggap sebagai wacana, karena kehadiran islam tidak
dirasakan sebagai sesuatu yang lain, tetapi bagian yang integral dengan budaya lokal. 13
Dakwah islam dengan paradigma kulturalnya hadir untuk mengukuhkan kearifan-
kearifan lokal yang ada pada suatu pola budaya. Dengan paradigma kultural ini, hadirnya
dakwah islam ini bukan hanya akan menumbuhkembangkan budaya lokal, tetapi menyadarkan
14
rasa butuh yang ada pada setiap sanubari manusia terhadap wahyu dan petunjuk illahi.

C. Kekurangan Paradigma Dakwah


Kekurangan dari paradigma tabligh yaitu, pada saat penyampaian tidak jelas maka tidak
bisa diulang kembali dan juga adanya keterbatasan waktu penyampaian.
Konsekuensi logis pendekatan ini menilai bahwa pembangunan masyarakat dari aspek
materiil saja dengan melupakan aspek spiritualitas masyarakat sebagai usaha yang tidak
komprehensif. Paradigma pengembangan masyarakat lebih mengutamakan aksi, tidak bisa
hanya dilakukan dengan wacana tau retorika (tablig). Seperti yg sudah terdapat pada poin
pertama, gerakan ini biasanya hanya beraksi pada bidang- bidang sosial, ekonomi dan
pendidikan seperti penyuluhan, pengembangan ekonomi mikro dan menengah, pengembangan
SDM dan pendidikan masyarakat madrasah atau pesantren. Paradigma pengembangan

12
Hal. 240- 241
13
Hal. 247
14
Hal. 247- 248
masyarakat menjaga jarak dan memelihara independensinya dengan pemerintah dan semua
kekuatan politik yang ada. 15
Karakter dakwah harakah yang cenderung masif dan eksklusif (terutama karena konsep
‘uzlah dan mufassalah), dinilai banyak kalangan sebagai berseberangan dengan nilai- nilai
kebijakan lokal (sophia perennis) dan cenderung idealis. Oleh karena itu, dalam
perkembangannya, praktik dakwah harakah lebih sering mengalami benturan– benturan dengan
budaya lokal dan kebijakan penguasa setempat. 16

15
Madjid, Nurkholis. 2008. Tradisi Islam Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia.
Jakarta: Paramadina. Hal. 172
16
Hal. 242
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ilyas Ismail mengklasifikasikan paradigm dakwah berdasar gerakan yang dilakukan
pelakunya menjadi empat paradigma, yaitu paradigmatablig, paradigm pengembangan
masyarakat, paradigm harakah dan paradigm kultural.
Kelebihan paradigma dakwah tabligh, pendekatan dakwah yang musti dilakukan menurut
paradigm ini adalah mengajak masyarakat melalui nasehat- nasehat, dan membujuk mereka
untuk berhijrah dari lingkungan yang melalaikan kepada lingkungan masjid. Dari segi metode
dakwahnya, paradigma dakwah pengembangan masyarakat berusaha mewujudkan islam dengan
cara atau jalan menjadikan islam sebagai pijakan pengembangan dan perubahan sosial yang
bersifat transformatif- emansipatoris.
Paradigma dakwah Kultural yang dilakukan dengan pendekatan dialog antara islam dan
budaya ini, bagi mereka, memiliki beberapa keunggulan disbanding dakwah ideologis seperti
yang dilakukan paradigm dakwah harakah. Pertama, kehadiran dakwah islam tidak akan
dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi budaya lokal. Kedua, dengan menerima dakwah
islam, tidak berarti suatu kaum terputus dari tradisi masa lampaunya. Ketiga, universalisme islam
tidak hanya dianggap sebagai wacana, karena kehadiran islam tidak dirasakan sebagai sesuatu
yang lain, tetapi bagian yang integral dengan budaya lokal.
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Ilyas dan PrioHotman. 2011. FilsafatDakwah; RekayasaMembangunPeradaban Islam. Jakarta:


Kencana.
Junayd, Muhammad Abd al-Majid, 1999. Jama’at al-Tablig fi al-Hind Dirasahwa al-Taqwim, Makkah:
Matba’ah al-Jamaah Umm al-Qur’an.
Tim PenyusunKamusBesar Bahasa Indonesia, 2008. KamusBesar Bahasa Indonesia Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional,
Shihab, Quraish. 2006. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Majid, Nur Kholis. 2008. Tradisi Islam Peran dan Fungsinyadalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta:
paramadina.
Ibrahim, Muhammad al-Ja‟bari. 1996. Gerakan Kebangkitan Islam, terj. Abu Ayyub. Solo: Duta Rahman.
Yasid, Abu. 2004. Islam Akomodatif: RekonstruksiPemahaman Islam sebagai Agama Universal.
Yogyakarta: LKIS.
Madjid, Nur Kholis. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina.

Anda mungkin juga menyukai