Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia modern yang kita tinggali ini, banyak orang yang harus menghadapi
kondisi di mana nilai-nilai dan perilaku-perilaku kultural yang berlaku di negara tempat
mereka tinggal berbeda dan dalam beberapa hal bertentangan dengan keyakinan-keyakinan
kultural keluarga, sahabat dan kelompok etnis mereka dari mana berasal. Ketidak konsistenan
ini sering menciptakan problem-problem psikologis dan emosional yang menyebabkan
seseorang mencari bantuan konseling. Karena itu, selain menyadari bahwa klien adalah
seorang individu yang sedang mengalami kesulitan-kesulitan yang mungkin bisa menimpa
siapa saja, konselor juga harus bersiap terhadap kemungkinan bahwa kesulitan-kesulitan yang
dialami barangkali berkaitan dengan atau diiringi oleh isu-isu ras, kesukuan, status sosial-
ekonomi atau bahkan berbeda agama antara klien dan konselor yang jika tak bisa ditangani
dengan keahlian yang memadai akan menimbulkan konflik terhadap proses konseling itu.
Seperti halnya negara Indonesia yang sudah menjadi identitas tersendiri bagi bangsa
Indonesia yang memiliki beragam kultural dan agama. Sehingga sudah menjadi tuntutan
tersendiri dalam berbagai profesi, khususnya bagi seorang konselor dalam kegiatannya
membantu individu memecahkan masalahnya yang bisa jadi individu tersebut berbeda agama
maupun budayanya dari konselor. Indonesia memiliki berbagai macam budaya dan agama
yang berbeda baik dari bahasa, suku, ras, adat serta agama yang berbeda pula seperti islam,
kristen, hindu, buddha, katolik dan konghucu. Oleh sebab itu sebagai seorang konselor harus
memahami dan mengetahui latar belakang klien yang bisa saja berbeda dengan konselor baik
budaya maupun agamanya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas penulis akan menjelaskan tulisan ini
melalui beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Konseling Multikultural ?
2. Bagaimana Hakikat Konseling Multikultural ?
3. Bagaimana Konsep Dasar Konseling Multikultural ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari uraian rumusan masalah diatas dapat dilihat bahwa tujuan
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Konseling Multikultural dan Multiagama.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Hakikat Konseling Multikultural dan
Multiagama.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Konsep Dasar Konseling Multikultural dan
Multiagama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Multikultural


Seiring semakin mengecilnya dunia akibat globalisasi, maka kemungkinan
bertemunya antar orang-orang dari belahan dunia semakin besar pula. Pertemuan ini tidak lagi
harus secara real fisik melainkan dapat melalui media teknologi dan komunikasi yang
dikembangkan sekarang ini. Akibatnya adalah persoalan benturan budaya semakin
mengemuka. Persoalan yang tidak sekedar menuntut pemecahan melainkan pada pemahaman
dan kesadaran, yaitu akan keberagaman budaya yang membawa pada kemampuan untuk
beradaptasi, menerima perbedaan, membangun hubungan yang luas, mengatasi konflik
interpersonal dan lain sebagainya. Diakui hubungan antar budaya adalah suatu tantangan
besar bagi manusia.
Hal tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri bagi seorang konselor, karena zaman
sekarang ini orang yang meminta bantuan dalam proses konseling tidak hanya dari budayanya
saja. Akan tetapi, klien tersebut bisa saja berbeda latar belakang budaya dari konselor, karena
tidak dipungkiri selain bangsa Indonesia yang majemuk dalam hal budaya, ras, suku dan
sebagainya juga karena zaman sekarang mudah dalam segala teknologi, sehingga
memungkinkan seorang klien bisa dari budaya yang berbeda meskipun berasal dari daerah
yang jauh dari konselor.
Dengan demikian hubungan konseling tidaklah sederhana, sebab masing-masing
klien membawa suatu latar belakang historis dan budaya khusus yang mempunyai implikasi
kuat untuk hasil konseling itu. Oleh karena itu, pemahaman tentang konseling multikultural
sangat diperlukan.
A. Konseling Multikultural Menurut Beberapa Ahli
1. Von-Tress (1988)
Menurut Von-Tress (1988) konseling multikultural adalah suatu proses
konseling di mana konselor dan klien adalah berbeda secara kultural oleh karena
secara sosialisasi berbeda dalam memperoleh budayanya, subkultur, racial ethnic, atau
lingkungan sosial-ekonomi.
Adapun yang dimaksud dengan konseling multikultural adalah konseling yang
melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda,
dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada
pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan
efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri
dari bias-bias budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsif secara
kultural. Dari segi ini, maka konseling pada dasarnya merupakan sebuah “perjumpaan
budaya” antara konselor dan klien yang dilayaninya.
Konseling multikultural meliputi situasi di mana (a) kedua-duanya konselor
dan klien adalah individu-individu yang berbeda budayanya; (b) atau konselor dan
klien sesuai rasnya dan secara etnis serupa, namun memiliki keanggotaan kelompok
budaya berbeda berdasar misalnya varisabel jenis kelamin, faktor sosial-ekonomi,
orientasi religius atau bahkan usia.
2. Menurut Gibson Dan Mitchell (2011)
Dewasa ini, para konselor di lingkup apapun harus paham kalau mereka sedang
berfungsi di sebuah desa global. Kita harus menyadari tengah menghadapi beragam
manusia, jadi bukan sekedar minoritas saat kita bicara tentang budaya. Masyarakat
yang heterogen ini memiliki budayanya sendiri yang membimbing perilaku, peristiwa
dan harapan mereka. Dalam konteks ini, konseling sebagai hubungan antar manusia
dan profesi penolong harus dapat memberikan pengaruh nasional yang signifikan dan
positif, sedangkan wilayah spesialisasi yaitu konseling pribadi, kita harus
memperlihatkan secara konsisten dan konklusif bahwa kita sungguh berorientasi
secara multibudaya baik dalam teori maupun praktiknya, dan bahwa kita memang
efektif sebagai konselor untuk budaya apapun.
Di dalam konseling multibudaya, hasil-hasil yang ingin dicapai tidak boleh
dihalangi oleh perbedaan budaya konselor dan klien. Tentunya asumsi-asumsi filosofis
yang sering dinyatakan sebagai keberhargaan dan martabat yang melekat pada
individu, penghargaan atas keunikan pribadi, hak individu bagi aktualisasi diri dan
lain-lain, mengindikasikan komitmen kita bagi konseling yang efektif untuk semua
klien apapun latarbelakang budaya, etnik religius atau sosial-ekonominya. Walaupun
demikian, yang sama pentingnya dengan komitmen tersebut adalah konselor harus
bergerak menuju pengejaran aktif fondasi teoritis yang tepat, dan praktik-praktik yang
efektif, kalau ingin berhasil melakukan konseling klien dari latar belakang budaya
yang berbeda-beda.
Saat mengupayakan konseling dan bimbingan multibudaya yang positif dan
bermakna, kita harus sadar kalau istilah multi artinya ‘banyak’, dan bahwa kita
merasakan diri unik diantara banyak budaya dan latar belakang yang membentuk
populasi kita. Dengan bertindak demikian, konselor akan menyadari kalau banyak
karakteristik tradisional proses konseling utama (seperti keterbukaan, ekspresi emosi,
berbagi perasaan terdalam) bisa sungguh menghambat efektifitas menangani klien
dengan budaya lain. Karena yang paling penting untuk klien-klien multibudaya
adalah mereka merasakan kalau anda sadar dan peka terhadap keunikan mereka.

B. Hakikat Konseling Multikultural


1. Menekankan pada pentingnya keunikan individu.
2. Mengakui nilai-nilai pribadi konselor yang berasal dari lingkungan budaya dan
agamanya ke dalam setting konseling.
3. Mengakui klien yang berasal dari kelompok ras, suku dan agama minoritas
membawa nilai-nilai dan sikap yang mencerminkan latar belakang mereka.

C. Prinsip Dasar Konseling Multikultural


Tak dapat disangkal, klien yang secara kultural berbeda sangat mungkin terjadinya
proses konseling yang tidak berjalan lancar. Apabila baik dari konselor maupun klien tidak
bisa menyadari dan saling menghargai dari masing-masing individu yang unik. Jadi,
penekanan konseling multikultural saat ini lebih lanjut menggambarkan bahwa konselor
mengenali/menyadari kenyataan bahwa klien menjadi produk dari latar belakang budaya yang
beragam. Berikut prinsip-prinsip dasar dalam konseling Multikultural, yaitu:
1. Pribadi Konselor
a. Kesadaran diri dan pengertian tentang sejarah kelompok budayanya sendiri dan
mengalami. Konselor perlu memahami kultur mereka sendiri dalam rangka
supaya sukses memahami kultur orang-orang lain.
b. Kesadaran diri pengertian tentang pengalaman diri sendiri di lingkungan arus
besar kulturnya.
c. Kepekaan perseptual kearah kepercayaan diri sendiri pribadi dan nilai-nilai yang
dimilikinya.
2. Pemahaman Klien
a. Kesadaran dan pengertian/pemahaman tentang sejarah dan pengalaman kelompok
budaya di mana klien mungkin mengidentifikasikannya atau sedang berhadapan
dengannya.
b. Kesadaran perseptual dan pemahaman akan pengamalan dalam lingkungan kultur
di mana klien mungkin mengidentifikasi atau sedang berhadapan.
c. Kepekaan perseptual ke arah kepercayaan pribadi klien dan nilai-nilainya.

3. Konselor dalam Proses Konseling


a. Hati-hati dan mendengarkan secara aktif, perhatian bukan peristiwa kebetulan,
demonstrasikan secara luas tanggapan non-verbal dan lisan asli yang
menunjukkan kepada klien bahwa kamu memahami apa yang ia bicarakan atau
sedang di komunikasikan.
b. Memperhatikan klien dan situasinya dengan cara yang sama sebagaimana kamu
akan memperhatikan dirimu jika kamu ada di dalam situasi itu, dorongan
optimisme di dalam mencari suatu solusi yang realistis.
c. Meminta klarifikasi ketika kamu tidak memahami, menjadi sabar, optimis, dan
secara mental siaga/waspada.

D. Konsep Dasar Konseling Multikultural


Konseling multikultural meliputi situasi dimana keduanya konselor dan klien adalah
individu-individu yang berbeda budayanya, atau konselor dan klien sesuai rasnya dan secara
etnis serupa, namun memiliki keanggotan kelompok budaya berbeda berdasar misalnya
variabel jenis kelamin, faktor sosial-ekonomi, orientasi religius atau usia. Draguns (1989)
menawarkan poin kunci yang dianjurkan bagi konseling multikultural:
1. Teknik konselor harus dimodifikasi ketika konseling secara kultural berbeda.
2. Konselor yang secara kultural sensitif disiapkan untuk menyesuaikan dengan
perbedaan dan berbagai kesulitan yang diantisipasi sepanjang proses konseling
karena kesenjangan latar belakang budaya konselor dan klien meningkat.
3. Konsepsi tentang proses membantu adalah sesuai dengan kontek budaya, seperti
model atau gaya self-preparation dan mengkomunikasikan distress/kesusahan.
4. Keluhan dan gejala berbeda dalam frekuensi kejadiannya pada berbagai kelompok
budaya.
5. Harapan dan norma-norma budaya konselor dan klien mungkin beragam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling multikultural atau kita kenal dengan istilah konseling lintas agama dan
budaya ialah suatu proses konseling dimana antara konselor dan kliennya berbeda latar
belakang budaya ataupun agamanya. Dalam proses konseling tersebut terdapat prinsip dan
hakikat konseling lintas agama dan budaya itu yang harus diketahui dan dimengerti agar
proses konseling tersebut berhasil, baik dari pihak konselor maupun kliennya harus ada
pemahaman dan menerima perbedaan dari keduanya. Dengan begitu proses konseling lintas
agama dan budaya akan berhasil jika seorang konselor mampu memahami dan mengatasi
masalah yang timbul di dalam proses konseling tersebut, baik masalah perbedaan budaya atau
agama. Untuk itu seorang konselor yang baik harus bisa memahami latar belakang kliennya
dan mampu mengatasi masalah-masalah yang mungkin timbul.

B. Kritik dan Saran


Sebagai seorang konselor yang profesional kita harus mempunyai kemampuan
khusus dalam hal memahami dan mengatasi jika terdapat klien yang berbeda agama maupun
budayanya dengan melihat pada agama dan budaya yang ada pada klien bukan pada diri
konselor, dan harus ada pemahaman dan sikap menerima dari kedua belah pihak supaya
proses tersebut berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

- Geldard, Kathryn dkk. 2011. Keterampilan Praktik Konseling Pendekatan


Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Irsyadunnas, Konseling
Multikultural, https://irsyadbki.wordpress.com/2014/03/03/konseling-lintas-agama-
budaya/konseling-multikultural.pptx, diakses pada tanggal 25 Feb 2020 pukul 08.33
- Dayakisni, Tri dkk. 2012. Psikologi Lintas Budaya Cetakan IV. Malang: UMM.
- Adhiputra, Anak Agung Ngurah. 2013. Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai