Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI

METODE KOMUNIKASI

Disusun Oleh :

Syova Marliana Dewi

(480120021EX)

PROGRAM STUDI S1 EXTENSI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MATARAM
UNIVERSITAS QOMARUL HUDA
BADARUDDIN (UNOQHBA)
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah yang diberikan sebagai syarat untuk menunjang nilai mata kuliah
Komunikasi Informasi dan Edukasi.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan
rekan sehingga dapat dijadikan pedoman untuk memperbaiki kembali penulisan
makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan saya
pada khususnya, Amin.

kopang, 09 Juni 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apotek selaku tempat dilaksanakanya pekerjaan kefarmasian memiliki


kedudukan yang penting sebagai tempat untuk mendapatkan data tentang
obat. Pelayanan kefarmasian terus menjadi tumbuh, tidak terbatas pada
penyiapan obat serta penyerahan obat pada pelanggan, namun perlu dalam
melaksanakan interaksi ataupun komunikasi dengan pelanggan, dengan
melakukan pelayanan secara merata oleh tenaga farmasi.

Dengan munculnya berbagai obat jadi dari industri farmasi, perluasan


peran asisten apoteker, dan sisi teknis farmasi dari peran apoteker komunitas
telah berkurang, dan aspek yang lebih sosial yang menjadi semakin penting.
Meskipun apoteker selama ini sudah berusaha mengenali pelanggannya, dan
sejak dulu, masyarakat telah melihat apoteker sebagai sumber informasi
kesehatan, penekanan yang semakin besar saat ini diberikan pada interaksi
antara apoteker dan pasien (Rantucci, 2009).

Meskipun apoteker sekarang telah menerima konseling pasien sebagai


salah satu bagian dari apoteker, apoteker tidak selalu terlibat aktif dalam
proses ini, sebagaimana seharusnya. Apoteker saat ini menyadari bahwa
praktik apotek telah berkembang selama bertahun-tahun sehingga tidak hanya
mencakup penyiapan, peracikan, dan penyerahan obat kepada pasien, tetapi
juga interaksi dengan pasien dan penyedia layanan kesehatan lain di seluruh
penyediaan asuhan kefarmasian (Rantucci, 2009).

Konseling kepada pelanggan merupakan salah satu bagian dari


pelayanan farmasi atau bentuk dari interaksi dengan pelanggan atau pasien,
karena baik tenaga farmasi maupun pelanggan memperoleh keuntungan dari
kegiatan konseling. Masyarakat awam menganggap petugas apotek, apoteker
atau asisten apoteker adalah orang yang paling mengetahui tentang segala hal
yang menyangkut obat. Sering kita temui di apotek hanya sekedar sarana jual
beli obat, dimana para pelanggan membeli obat yang dituju, kemudian
membayar, dan urusan pun selesai, padahal terkadang pelanggan bingung
bagaimana penggunaan obat tersebut, terlebih jika pelanggan belum pernah
menggunakan obat tersebut, selain itu pelanggan yang datang juga
membutuhkan kenyamanan secara psikis, karena sakit fisik yang mereka
alami terkadang sebagai akibat gangguan psikis, sebut saja pelanggan yang
mengalami sakit darah tinggi jika kita gali lebih dalam sesungguhnya yang
membuat mereka sakit adalah karena mempunyai masalah dan tidak tahu cara
penyelesaiannya. Dan tugas dari konselor adalah memberikan konseling
kepada teman sejawat agar mampu memberikan pelayanan kefarmasian yang
menggunakan keterampilan komunikasi dengan baik kepada pelanggan
apotek.

Farmasi modern adalah yang berorientasi kepada pelanggan, bedanya


konseling dengan informasi obat biasa, mungkin yang lebih sering terdengar
adalah informasi obat melalui kegiatan penyuluhan, buletin atau artikel-
artikel kesehatan lainnya. Dalam konseling, seorang apoteker harus
mempunyai solusi atas masalah yang dibawa pelanggan. Dan memang itulah
yang membedakan konseling dari informasi obat lainnya. Selalu ada masalah
yang harus dipecahkan. Keterampilan komunikasi konseling oleh apoteker
yang dapat membantu pelanggan.

Komunikasi merupakan sebuah proses yang didalamnya kita dapat


memahami orang lain dan pada gilirannya berusaha untuk dapat dipahami
orang lain, komunikasi dalam kehidupan menjadi jembatan untuk mengantar
kita pada berbagai kehidupan, karena itu komunikasi merupakan bagian dari
kehidupan, dalam keseharian, kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk
berkomunikasi dari pada aktivitas lainnya, dan dapat dipastikan bahwa kita
berkomunikasi dalam semua aspek kehidupan bahkan bagi seseorang yang
menggeluti suatu profesi, keterampilan komunikasi sangat mempengaruhi
keberhasilan profesi seseorang tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana cara interaksi yang baik dengan pelanggan ?
b. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan agar pelanggan atau pasien
mendapat kepuasan ?
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui cara berinteraksi dengan pelanggan.
b. Untuk mengetahui cara pelayanan pelanggan yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi


Komunikasi berasal dari bahasa lain “communis” yang berarti “sama”.
Sama disini maksudnya sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam
komunikasi akan terjadi dan berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang dipercakapkan.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada


orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik
secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).

Komunikasi dapat dilakukan secara verbal atau non-verbal. Verbal


berarti dengan kata-kata baik secara lisan maupun tertulis, sedangkan non-
verbal berarti tanpa kata-kata. Lima proses komunikasi verbal meliputi
berbicara, menulis, mendengarkan, dan berpikir (komunikasi dengan
menggunakan pikiran hanya untuk komunikasi dengan diri sendiri).
Komunikasi merupakan proses transaksi multidimensional yang ditentukan
oleh interaksi yang terjadi di antara pihak komunikator dan komunikan.
Respon komunikan sangat dipengaruhi oleh perlakuan pihak komunikator.

Komunikasi merupakan salah satu aspek penting yang mutlak dikuasai


oleh seorang farmasis dalam melakukan praktek kefarmasian khususnya di
masyarakat. Farmasis yang handal dalam komunikasi akan mampu memberi
penjelasan dengan baik dan jelas kepada pengguna jasa atau layanan
kefarmasian baik itu pasien, tenaga kesehatan maupun pihak lain yang terkait
dengan pekerjaannya. Seorang Farmasis yang komunikatif tentunya tidak
cukup dengan hanya mampu menjelaskan saja tetapi akan menjadi nilai
tambah jika dapat memberi pemahaman dan mengedukasi pengguna sehingga
pengguna benar-benar merasakan manfaat dari layanan yang diberikan
farmasis.

Idealnya, maka farmasis baik diminta ataupun tidak harus selalu pro
aktif melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai
obat sehingga dapat membuat pasien merasa aman dengan obat yang dibeli.

Tingkat kejelasan pengertian yang diberikan farmasis tentang obatnya


sangatlah penting. Istilah medik selalu harus dihindari karena pasien
kebanyakan pasien tidak akan mengerti dengan kata-kata umum yang
digunakan dalam lingkungan medik. Pasien jarang bertanya arti suatu istilah

medik, ia mengangap itu sebagai suatu informasi yang tidak berguna.


Menguasai suatu kosa kata yang cukup sederhana bagi pasien untuk
dimengerti sewaktu menerangkan suatu pengobatan, sangat penting untuk
keberhasilan edukasi. Pasien yang gagal mengerti instruksi dari resep sering
menyebabkan gagal kemauan, karena itu informasi harus disajikan kepada
pasien dalam bahasa yang ia dapat mengerti.

2.2 Bentuk Dasar Komunikasi


A. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal ialah komunikasi dalam bentuk percakapan atau
tertulis. Setiap orang dalam berkomunikasi secara verbal dalam
menyampaikan pesan atau informasi. (Machfoedz, 2009).
Komunikasi verbal, yaitu lisan, dapat berlangsung dalam bentuk
tatap muka langsung, seorang berhadapan dengan seorang, kelompok
kecil, dalam pertemuan, dalam penyajian, atau pemanfaatan telepon
(Siregar, 2006).

B. Komunikasi Non-verbal
Komunikasi non-verbal adalah penyampaian pesan dengan isyarat-
isyarat tertentu tanpa disertai kata-kata disebut komunikasi non-verbal
pesan non-verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara
verbal (Machfoedz, 2009)
Seorang farmasis harus menyadari pentingnya komunikasi
nonverbal dalam pelayanan KIE, karena itu, seorang farmasis harus
secara tetap memperhatikan berbagai tanda non-verbal, seperti tanda
cemas, marah, atau malu.
Banyak studi menunjukkan bahwa komunikasi non-verbal, sama
penting dengan komunikasi verbal. Ada berbagai kaidah yang mudah
untuk diingat apabila memberikan KIE pada pasien dan akan
menghasilkan komunikasi yang lebih baik.

2.3 Proses Komunikasi


Proses komunikasi pada hakekatnya adalah penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain. Perasaan bisa
berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan,
keberanian, kegairahan, dan sebagainya dari lubuk hati (Susanti, 2007).

Ada dua jenis proses komunikasi, yaitu:

A. Proses komunikasi Primer


Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain
sebagainya yang secara langsung mampu “menterjemahkan” pikiran dan
perasaan komunikator kepada komunikan (Susanti, 2007).

B. Proses komunikasi Sekunder


Proses komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakaan media kedua dalam melancarkan
komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat
jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah
radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering
digunakan dalam komunikasi (Susanti, 2007).
Proses pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
disini adalah menggunakan proses komunikasi primer. Yaitu,
komunikator menyampaikan informasi secara langsung kepada pasien.

2.4 Teknik Dalam Berkomunikasi


Banyak teknik dapat diterapkan dalam berkomukasi. Teknik
komunikasi yang banyak diterapkan saat berhadapan dengan pasien, yaitu
(Machfoedz, 2009) :
A. Mendengarkan dengan Aktif
Mengembangkan kemampuan mendengarkan dengan aktif merupakan
aspek yang menguntungkan bagi seorang farmasis. Mendengarkan dengan
aktif meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Pasien dan keluarga merasa diperhatikan, didengar dan dipahami
2. Pasien dan keluarga merasa dihargai
3. Pasien dan keluarga dapat dengan mudah mendengarkan dan
memperhatikan informasi yang disampaian oleh farmasis
4. Pasien dan keluarga merasa nyaman
5. Memudahkan terjadinya komunikasi dua arah.

Untuk dapat menjadi pendengar yang baik diperlukan sikap sebagai


berikut:
1. Memandang ke arah pasien dengan simpatik pada saat berbicara
2. Menunjukkan sikap bersungguh-sungguh
3. Tidak menyilangkan kaki dan tangan, tidak bersedekap
4. Menghindari gerakan yang tidak perlu
5. Menggukan kepala jika pasien menyampaikan hal yang penting atau
memerlukan umpan balik.
B. Menyampaikan Informasi
Menyampaikan informasi merupakan suatu tindakan penyuluhan
kesehatan yang ditujukan kepada pasien dan keluarga. Tujuan tindakan ini
adalah untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan.
Penyampaian informasi perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh
pasien
2. Menggunakan kata-kata yang jelas
3. Menggunakan kata-kata yang positif
4. Menunjukkan sikap bersemangat
2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
A. Manusia
Manusia baik sebagai komunikator maupun komunikan dapat
mempengaruhi proses komunikasi. Berikut ini factor manusia yang dapat
mempengaruhi komunikasi adalah:
1. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
mengirimkan pesan, misalnya untuk memilih kata-kata (diksi),
menentukan saat pesan harus disampaikan, serta mengembangkan
berbagai teknik komunikasi verbal dan non verbal.
Bagi seorang penerima informasi (komunikan), pengetahuan
penting untuk menginterpretasikan pesan yang disampaikan oleh
komunikator, sekaligus untuk memberi umpan bailk kepada pemberi
pesan.

2. Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk komunikasi dalam
dua aspek, yaitu tingkat perkembangan tubuh mempengaruhi
kemampuan untuk menggunakan tehnik komunikasi tertentu dan untuk
mempersepsikan pesan yang disampaikan.
Keterampilan penguasaan bahasa bergantung pada perkembangan
neurology dan kognitif. Bayi berkomunikasi melalui tangisan. Kita tidak
mungkin menerangkan tentang penyakit secara kompleks dan detil
kepada anak, karena ia memang masih sulit menangkap pesan dari situasi
non verbal.
3. Sosiokultural
Posisi individu secaara sosiokultural mempengaruhi perilaku
komunikasi antar individu karena status sosiokultural membentuk
tatacara komunikasi.
4. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan menunjukkan gaya komunikasi yang
berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu
percakapan. Tannen (1990) menyatakan bahwa kaum perempuan
menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi,
meminimalkan perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara
kaum laki-laki lebih menunjukkan independensi dan status dalam
kelompoknya.
5. Peran dan Tanggungjawab
Peran dan tanggung jawab memengaruhi komunikasi yang
dilakukan indidu, baik teknik maupun isi komunikasi. Petugas
kesehatan lebih sering menggunakan formal dan membicarakan
kondisi klien karena tanggungjawabnya serta membuat banyak
tulisan dalam berkomunikasi sebagai bentuk
tanggunggugatnya.Sementara dalam pergaulan individu
membicarakan tentang rumahtangganya, anak-anaknya, atau
cita- citanya.Komunikasi seperti ini tidak memerlukan media
tulisan. Perbedaan peran dan tanggung jawab menimbulkan
perbedaan teknik

6. Sikap
Sikap individu dalam komunikasi dapat menghambat proses
komunikasi itu sendiri. Sikap yang hangat, bersahabat, ramah, dan
terbuka akan memungkinkan proses komunikasi yang terbuka
dipertahankan. Sebaliknya, sikap kurang menghargai orang lain,
tertutup, dingin, dan curiga dapat membuatproses komunikasi
terhambat.
7. Persepsi
Persepsi individu ketika berada dalam suatu proses
komunikasi dapat memengaruhi, menghambat, atau bahkan
memutus komunikasi yang sedang dilakukan.
B. Informasi
Informasi adalah pesan yang disampaikan seseorang
komunikator kepada komunikan. Obat adalah produk khusus yang
memerlukan pengamanan bagi pemakainya, sehingga pasien sebagai
pemakai perlu dibekali informasi yang memadai untuk mengkonsumsi
suatu obat.
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah
informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi
yang dibutuhkan professional kesehatan. Informasi obat untuk PRT
diberikan farmasis sewaktu menyertai kunjungan tim medik ke ruang
pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan
sewaktu penyerahan obatnya (Siregar, 2006). Tidak ada rumus untuk
jumlah informasi yang harus farmasis berikan kepada pasien. Pada
umumnya, pasien menghendaki informasi yang cukup dan akan
membantunya menyelesaikan terapi semudah dan seaman mungkin
(Siregar, 2006). Apoteker harus memberikan informasi yang benar,
jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan
terkini.
Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi (Anonim, 2004).
Proses penyampaian pesan mempengaruhi komunikasi karena
beberapa penggunaan pola penyampaian pesan yang kurang tepat
mengakibatkan distorsi pesan dan bahkan tidak terjadi kontinuitas.
Penyampaian pesan secara berapi-api pada saat kampanye dan
demonstrasi, penyampaian pesan dengan suara keras dan relatif
bersemangat selama proses belajar-mengajar, merupakan hal-hal yang
dapat memperkuat makna pesan dan memungkinkan pesan lebih
dimengerti oleh komunikan.
Penyampaian pesan dengan berbagai metode, misalnya secara
lisan, dengan menggunakan gambar, demonstrasi dan gerakan tertentu
membuat pesan diterima secara bermakna oleh orang lain.
BAB III

PEMBAHASAN

Salah satu tempat pelayanan kesehatan di Indonesia adalah apotek.


Apotek merupakan suatu sarana untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan
sarana untuk penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Pelayanan
kefarmasian pada saat ini mengacu kepada Pharmaceutical Care.
Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien mengacu pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan
pelayan kefarmasian yang semula berfokus pada pegelolaan obat sebagai
komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Depkes RIa, 2004).
Untuk mejamin mutu pelayanan farmasi kepada masyarakat, telah
dikeluarkan standar pelayanan farmasi 2 komunitas (apotek) yang meliputi antara
lain sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pelayanan resep, konseling,
monitoring, penggunaan obat, edukasi, promosi kesehatan, dan evaluasi terhadap
pengobatan (Depkes RIb, 2004).
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat
melaksanakan interaksi langsung kepada pasien. Bentuk interaksi tersebut antara
lain melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan
mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu, apoteker
dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk menghindari
terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat
yang rasional (Depkes RIa, 2004).
Kepuasan adalah evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja
alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan, apabila
persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenui harapan, maka yang terjadi adalah
ketidakpuasan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang (pelanggan)
setelah membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan yang
diharapkan.
Kepuasan suatu pelanggan dapat diukur dari kelima dimensi , yaitu
Reliability (keandalan), Responsiveness (ketanggapan), Assurance (jaminan),
Empaty (empati) Tangibles (bukti langsung). Dimana kecepatan pelayanan dan
memberikan informasi yang mudah dipahami oleh pasien. Kecepatan pelayanan
berkaitan dengan waktu, sehingga semakin cepat pasien dapat dilayani semakin
cepat pasien dapat mengkonsumsi obat yang diberikan. Sementara itu memang
informasi yang mudah dipahami memang harus menjadi perhatian dan ini terkait
dengan keterampilan komunikasi dari petugas apotek.
Reliability (kehandalan) meliputi rasa puas yaitu memberikan informasi
tentang cara penyimpanan, lama penggunaan, efek samping dan makanan atau
minuman yang harus dihindari selama konsumsi obat. Sedangkan assurance
(jaminan) yaitu menjamin mutu obat yang diserahkan kepada pasien sesuai
dengan yang tertulis pada resep karena tidak boleh mengganti obat yang tertulis
pada resep tanpa seizin dokter dan persetujuan pasien. Dan pada dimensi empaty
(empati) berupa peduli dengan keluhan pasien, memberikan informasi obat
dengan ramah serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien.
BAB IV
PENUTUP

Dalam melakukan interaksi dengan pelanggan apoteker harus memiliki


kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan juga dalam berprilaku terhadap
pasien seperti pemberian informasi, monitoring penggunaan obat sampai ke pasien
dengan benar sesuai standar yang ada.
Faktor faktor yang yang harus diperhatikan agar pelanggan mendapat
kepuasan dapat diukur dari lima dimensi yaitu kepuasan eliability (keandalan),
Responsiveness (ketanggapan), Assurance (jaminan), Empaty (empati) Tangibles
(bukti langsung).
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto Elvinaro, dan Komala lukiati. 2005. Komuniksi Massa.,


Bandung Simbiosa Rekatama Media
Ali Ghufron Mukti (2007), Strategi Terkini Peningkatan Mutu
Pelayanan Kesehatan, PT. Karya Husada MUkti, Yogyakarta.
Depkes RIa, 2004, Standar Pelayanan farmasi Komunitas di
Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1227/Menkes/ix/2004,
Depertemen Kesehatan RI, Jakarta
Depkes RIb, 2004, Standar Pelayanan farmasi Komunitas,
Depertemen Kesehatan RI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai