Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Komunikasi Dalam Konteks Sosial dan Keanekaragaman Budaya Serta Keyakinan

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 8

Duwi Mulyosari (Archenar/ 1901110575 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN / ARCHENAR
TAHUN AJARAN
2019/2020
Jl. Raden Panji Suroso No.6, Polowijen, Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur 65126
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “MAKALAH KOMUNIKASI DALAM
KONTEKS SOSIAL DAN KEANEKARAGAMAN BUDAYA SERTA KEYAKINAN”.

Tim penulis menyadari bahwa terdapat beberapa orang yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini. Semoga Tuhan senantiasa membalas segala amal kebaikannya. Tim penulis
berharap dengan disusunnya makalah ini,dapat bermanfaat bagi seluruh orang yang
membacanya..

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum memenuhi kesempurnaan, oleh
karena itu segala kritik dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan karya tulis ini.

Malang , 25 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................…...1
1.3 Tujuan.............................................................................................………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Dalam Konteks Sosial...............................................2
2.2 Funsi Komunikasi Dalam Konteks Sosial.......................................................2
2.3 Komunikasi Budaya.........................................................................................2
2.4 Metode Penelitian Pelayanan Kesehatan Dalam Komunikasi Antarbudaya...4
2.5 Hasil Penelitian................................................................................................7

2.6 Komunikasi Keyakinan ...........................................,....................................10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.....................................................................................................….11
3.2 Saran......................................................................................................…......…11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia merupakan sebuah
potensi kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya. Oleh karena itu,
potensi tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab
berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya
yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan nasional. Untuk itu, sinergi segenap
komponen bangsa dalam melanjutkan pembangunan karakter bangsa (national and
character building) yang sudah dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat
sehingga memperkuat jati diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter,
maju, dan berdaya saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global
dalam internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat
sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuhsuburkan internalisasi berbagai nilai
lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya pengembangan
kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.
Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang
membedakannya dari makhluk- makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa bahasa
adalah kunci utama pengetahuan, memegang kunci utama berarti memegang kunci
jendela dunia. Sebab sejuta pengetahuan, seribu peradaban semuanya tercipta dan
terbahasakan, bahkan sejarah tidak akan terwujud jika tidak ada bahasa didunia . begitu
juga dengan sosiolingistik yang merupakan studi atau pembahasan dari bahasa
sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat, maka kami merasa
sangat penting membahas bahasa dalam konteks sosial. Karena kita ketahui bahwa, ada
dua aspek yang mendasar dalam pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa
anggota-anggota suatu masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok-
kelompok. Aspek yang kedua ialah bahwa anggota-anggota dan kelompok-kelompok
masyarakat dapat hidup bersama karena ada suatu perangkat hukum dan adat kebiasaan
yang mengatur kegiatan dan tindak laku mereka, termasuk tindak laku berbahasa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi sosial
2. Mahasiwsa mengetahui fungsi komunikasi sosial
3. Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi antarbudaya
4. Mahasiswa mengetahui hambatan dalam komunikasi budaya dengan pasien
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu komunikasi sosial
2. Untuk mengetahui fungsi komunikasi sosial
3. Untuk mengetahui apa itu komunikasi antarbudaya
4. Mahasiswa mengetahui hambatan dalam komunikasi budaya dengan pasien

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Dalam Konteks Sosial
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.
Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali
sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu
komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara
aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan,
ia tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari
makan sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai
Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang
utama dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk
berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam
kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena
manusia tercipta sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan
dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih
mendalam dan terorganisir.
Dalam konteks sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa manusia lain,
karena itu dalam menjalin hubungan dengan manusia lain memerlukan komunikasi.
Komunikasi yang digunakan terdiri dari audio, visual, audiovisual, dan sebagainya.
Seorang perawat dituntut untuk dapat komunikasi tidak hanya dengan tim kesehatan
melainkan dengan pasien dan keluarga pasien. Dengan demikian tujuan akan tepat pada
dasarnya.
2.2 Fungsi Komunikasi Dalam Konteks Sosial
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan
tersesat, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi
yang memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai
pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
situasi-situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi,
seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicar sebagai manusia dan
memperlakukan manusi lain secara beradap, karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah
komunikasi. Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural.
Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal
balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi,
dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau
mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari
dalam: pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup,
memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan
2.3 Komunikasi Budaya
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya
adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana
menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari
berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang
yang berbeda budayanya.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia
dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya
komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang
membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang
dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti
ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang
terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses
pemberian makna yang sama;
3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat
karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari
kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

2.4 Metode Penelitian Pelayanan Kesehatan Dalam Komunikasi Antarbudaya


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan sudut
pandang fenomenologi. Fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk
memahami dunia melalui pengalaman langsung.
Fenomenologi berarti membiarkan segala sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya
(Littlejohn, 2011: 57).Tradisi fenomenologi menekankan pada proses interpretasi.
Fenomenologi secara harfiah berarti penelitian tentang pengalaman sadar, dimana interpretasi
mengambil peranan yang penting (Littlejohn, 2011:192).
Peneliti akan mengkaji bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan kepada pasien dalam pendekatan komunikasi antarbudaya berdasarkan aspek-aspek
yang ada. Penentuan aspek kajian ini juga berdasarkan pertimbangan pada kemampuan
peneliti dalam melaksanakan penelitian.Aspek-aspek tersebut meliputi:
1. Aspek Proses Pelayanan Kesehatan perawat kepada Pasien Aspek-aspek yang akan dilihat
tentang proses pelayanan adalah:
a. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien di awal komunikasi
b. Durasi waktu melayani/berkonsultasi dengan pasien
c. Evaluasi respon pasien
2. Aspek Pemahaman perawat dalam berkomunikasi dengan pasien Aspek-aspek yang akan
dilihat tentang pemahaman perawar adalah:

a. Cara menyampaikan pesan


b. Kesamaan makna pesan
3. Aspek hambatan antarbudaya yang mempengaruhi pelayanan kesehatan perawat kepada
pasien.
Aspek-aspek yang dilihat tentang hambatan antarbudaya adalah:
a. Hambatan-hambatan antarbudaya apa saja yang muncul dalam pelayanan kesehatan
perawat kepada pasien
b. Bagaimana cara mengatasinya dan apa pengaruhnya terhadap pelayanan kesehatan
serta diagnosa penyakit.

2.5 Hasil Penelitian

Semua informan utama menyebutkan mereka akan lebih mudah berkomunikasi


dengan pasien-pasien lama yang sudah sering berobat di RSUP H. Adam Malik, karena
dokter dan pasien sudah saling mengenal. Menurut para informan utama, suasana komunikasi
seperti ini akan lebih santai dan lancar sehingga memudahkan proses pelayanan kesehatan.

Keseluruhan penjelasan diatas memperkuat pendapat dari Edelmann (Berry, 2007:40)


yang mengemukakan bahwa sebagian besar pertemuan medis dapat dianggap sebagai
interaksi antara dua budaya yang berbeda, yaitu budaya medis dan budaya pasien. Kedua
kelompok ini memiliki pemikiran yang berbeda tentang kesehatan dan penyakit. Demikian
juga dengan persepsi, sikap, pengetahuan dan agenda. Agenda pasien akan mencerminkan
pengalaman unik mereka sendiri tentang penyakit dan ide-ide serta harapan mereka tentang
konsultasi dan pengobatan, sedangkan penyedia layanan kesehatan akan mencerminkan
pelatihan medis yang diperolehnya, serta faktor-faktor latar belakang pribadi.
Dalam proses pelayanan kesehatan perawat kepada pasien di Instalasi Rawat Jalan
RSUP H. Adam Malik masih ditemukan hal-hal yang belum sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional yang ditetapkan Rumah Sakit. Upaya menciptakan hubungan yang baik dengan
pasien di awal komunikasi masih sering gagal dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada pasien dan triangulasi yang peneliti lakukan
ketika peneliti bertindak sebagai keluarga pasien pada saat mendampingi keluarga peneliti
yang memang sedang melakukan proses pengobatan di RSUP H. Adam Malik, ditemukan
bahwa masih banyak perawat yang tidak mengucapkan salam, berjabat tangan dengan pasien
dan memperkenalkan diri ketika melayani pasien. Durasi waktu yang diberikan para perawat
untuk berkonsultasi masih dirasa kurang oleh pasien. Dalam penelitian ini, ada satu informan
pasien yang mengaku memiliki waktu 30 menit ketika berkonsultasi dengan perawat. Setelah
peneliti mencoba menggali informasi dengan mengajukan berbagai variasi pertanyaan,
peneliti mendapatkan hasil bahwa durasi waktu 30 menit tersebut lebih banyak digunakan
perawart untuk memberikan edukasi kepada pasiennya tentang penyakit yang diderita pasien.
Hal ini menciptakan pemahaman yang baik dan kepuasan tersendiri bagi pasien tersebut.
Rata-rata waktu konsultasi yang didapatkan dari keterangan perawat dan pasien
hanyalah 5-10 menit, durasi waktu ini sangatlah kurang terutama ketika perawat harus
memberikan edukasi kepada pasien, sehingga pemahaman pasien akan pelayanan yang
diberikan juga sangat minim.
Evaluasi atas respon pasien terhadap pelayanan yang diterima juga belum secara
maksimal dilakukan. perawat memang memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya
sebagai respon dari tindakan medis yang diterima, namun masih banyak perawat yang
memberi penjelasan kepada pasien hanya sekedarnya saja, minim informasi dan terkesan
terburu-buru.Dalam memperoleh pemahaman atas informasi yang disampaikan pasien,
perawat yang menjadi informan dalam penelitian ini menggunakan berbagai macam sumber
informasi, antara lain dari komunikasi verbal, non verbal, pemeriksaan fisik, status rekam
medis pasien dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Dan sejauh ini mereka
mengatakan memiliki pemahaman yang cukup dengan memanfaatkan sumbersumber
informasi tersebut. Pemahaman mereka akan komunikasinya dengan pasien dituangkan
perawat lewat pengisian rekam medis pasien dengan benar.
Perawat memperoleh pemahaman atas komunikasi nya dengan pasien melalui
interaksi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal. Semua informan utama
berusaha menyesuaikan diri dengan budaya pasien guna menghasilkan pemahaman bersama.
Cara-cara menyampaikan pesan yang dipilih para perawat disesuaikan dengan jenis kelamin,
status sosial, usia, pendidikan dan kebutuhan pasien. Ketika peneliti mencoba untuk
memeriksa keabsahan keterangan yang diberikan perawat seputar pemahamannya tentang
informasi yang diberikan oleh pasien, para pasien yang menjadi informan tambahan
menuturkan bahwa mereka yakin dokter paham atas informasi yang mereka sampaikan.
Terbukti dari tindakan medis yang diberikan pada mereka tepat sesuai dengan penyakit
mereka, obat yang diberikan sesuai dan hal ini diperkuat dengan kondisi sebagian besar dari
mereka yang sudah hampir sembuh.
Selain kondisi fisik, semua tenaga medis yang menjadi informan juga mengatakan bahwa
ketika mereka berkomunikasi dengan pasien, faktor-faktor seperti gesture, ekspresi wajah dan
kontak mata turut menjadi perhatian. Mereka mengatakan bahwa pasien harus dilihat secara
keseluruhan dari atas sampai bawah.
Hal ini sesuai dengan definisi komunikasi nonverbal yang merupakan proses yang dijalani
oleh seorang individu atau lebih pada saat menyampaikan isyaratisyarat nonverbal yang
memiliki potensi untuk merangsang makna dalam pikiran individu (Lubis, 2014:118).Tubuh
merupakan sumber utama pesan nonverbal. Pesan-pesan ini dikomunikasikan dengan
penampilan umum, warna kulit, pakaian, gerakan tubuh, postur, ekspresi wajah, kontak mata,
sentuhan dan parabahasa (Samovar, 2010: 339). Komunikasi nonverbal memainkan peranan
penting dalam kehidupan manusia, walaupun hal ini seringkali tidak kita sadari.
Dalam penelitian ini ada beberapa hambatan antarbudaya yang dialami dokter dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, antara lain:
1. Bahasa
Semua informan utama dalam penelitian ini menganggap hambatan antarbudaya yang
paling sering muncul dalam pelayanan kesehatan perawat kepada pasien adalah mengenai
bahasa. Banyak pasien yang mereka jumpai setiap harinya yang sulit berkomunikasi dengan
bahasa Indonesia atau bahkan tidak bisa sama sekali, ada juga yang sulit berkomunikasi
karena penyakit yang dideritanya.
Namun para informan cukup mampu sejauh ini mengatasi kendala bahasa tersebut dengan
menggunakan keterampilan berbahasa yang mereka miliki, kalau memang ada bahasa pasien
yang mereka tidak pahami, perawat akan menanyakan langsung ke keluarga yang
mendampingi yang menguasai bahasa tersebut atau bahkan memanggil jasa penerjemah,
karena RSUP H. Adam Malik sudah menyediakan jasa penerjemah dalam hal pelayanan
kesehatan antarbudaya.

2. Pengalaman
Para perawat yang menjadi informan utama menyebutkan cara berkomunikasi dengan
pasien yang berbeda budaya biasanya tergantung pasien yang dilayani, ada yang tidak bisa
menggunakan kalimat baku, tidak bisa menggunakan bahasa atau istilah medis, perawat tidak
bisa kaku dan suasana komunikasi nya pun sebisa mungkin tidak formal. Jenis hambatan ini
terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap
individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbedabeda dalam melihat sesuatu
(Lubis, 2014:58).

3. Hambatan Fisik
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan kepada beberapa pasien di
Instalasi Rawat Jalan RSUP H. Adam Malik sebagi informan tambahan, durasi waktu dalam
melayani pasien biasanya hanya berkisar 5-10 menit, hal ini menjadi sebuah keterbatasan
bagi para pasien dalam menyampaikan keluhan mereka. Walaupun pasien cukup memahami
kondisi perawat yang sibuk karena jumlah pasien yang banyak, namun mereka tetap akan
merasa lebih senang kalau saja diperbolehkan berkonsultasi dengan dokter dengan waktu
yang lebih lama.
Hambatan fisik lainnya adalah faktor kelelahan yang dialami oleh kedua belah pihak, baik
perawat maupun pasien. Jumlah pasien yang sangat banyak membuat perawat di RSUP H.
Adam Malik harus menjalani aktivitas pelayanan kesehatan dengan intensitas yang tinggi
setiap harinya.Demikian juga dengan pasien, prosedur berobat yang rumit dan waktu
menunggu yang cukup lama, membuat pasien mengalami kelelahan setiap kali berobat di
RSUP H. Adam Malik.
4. Kompetisi
Kompetisi juga merupakan hambatan antarbudaya yang ditemui dalam penelitian ini.
Hambatan ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil
mendengarkan (Lubis, 2014:8).
Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien sebagai informan tambahan, ketika berkonsultasi
dengan pasien, perawat sering mendegarkan keluhan pasien sambil melakukan aktivitas
lainnya, seperti mengisi status pasien atau sambil memeriksa fisik pasien.

5. Non Verbal
Selain kondisi fisik, semua tenaga medis yang menjadi informan juga mengatakan bahwa
ketika mereka berkomunikasi dengan pasien, faktor-faktor seperti gesture, ekspresi wajah dan
kontak mata turut menjadi perhatian. Mereka mengatakan bahwa pasien harus dilihat secara
keseluruhan dari atas sampai bawah. Semua data ini nantinya akan mereka gabungkan
bersama dengan hasil pemeriksaan penunjang lainnya untuk penegakan diagnosa penyakit
pasien.
Ada kondisi di mana pasien mengaku paham dengan penjelasan dokter, namun ekspresi
wajah dan gerak tubuhnya menyatakan sebaliknya atau menyatakan sehat namun wajahnya
terlihat pucat. Jadi dalam hal ini dokter harus mampu menganalisis kondisi pasien baik secara
verbal maupun non verbal. Demikian pula sebaliknya, komunikasi non verbal dokter juga
menjadi hambatan dalam pelayanan kesehatan dokter kepada pasien.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, gerakan badaniah dan
parabahasa dokter merupakan hambatan yang sering dialami pasien. Dokter yang jarang
menatap pasien ketika berkonsultasi membuat pasien merasa tidak puas. Intonasi suara dan
kecepatan berbicara dokter ketika melayani pasien dapat mempengaruhi reaksi atau
penafsiran pasien terhadap pesan.
2.6 Komunikasi Keyakinan
 Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan
budaya seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab penyakit,
praktek penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih mudah
memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.
Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil tindakan
yangtepat terhadap klien yang berbeda keyakinanterhadap perawat tersebut.Contoh : Klien
yang menolak memakan dagingdikarenakan oleh keyakinan yang dimiliki
olehagamanya.Perawat harus mengambil tindakan yang tepatbagaimana cara membujuk
pasien tersebut untukmemakan daging tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang
kuatmengenai alasan kenapa pasien tersebut harusmakan daging.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.
Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali
sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu
komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara
aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya. 
3.3 Saran
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai
perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi
dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan
keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran
komunikasi secara tidak langsung melalui pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam
konteks sosial,dan budaya, serta keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA
http://ojs.uma.ac.id/index.php/simbolika/article/download/1027/1033
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. “Sosiolinguisitik Perkenalan Awal”
Berry, Diane. (2007). Health Communication: Theory and Practice. New York:
Open University Press.
Kriyantono, Rachmat. (2014). Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media
Group.
Littlejohn, Stephen W & Karen A Foss. (2011). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika.

Anda mungkin juga menyukai