Anda di halaman 1dari 40

TUGAS KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HUBUNGAN

INTERPERSONAL

KOMUNIKASI DASAR KEPERAWATAN

Kelompok 3

Fhernando Allika Fidiya Hayya 09180000052

Muri Prandika 09180000053

Rasunah Mutiara 09180000058

Prita Hasan 09180000059

Ayu Dwilestari 09180000060

Nita Fitria 09180000066

Tridara februaluki 09180000069

Febriani windi astuti 09180000070

Atika 09180000097

Raihandika 09180000112

Nur Octavia 09180000115

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
kuliah Komunikasi Dasar Keperawatan dengan judul “Komunikasi Efektif dalam
Hubungan Interpersonal”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada tema-teman yang telah berpartisipasi dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Depok, 7 Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 5

PENDAHULUAN .................................................................................................. 5

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 6

BAB II ..................................................................................................................... 7

TINJAUAN TEORITIS .......................................................................................... 7

2.1 Definisi Komunikasi Efektif .................................................................... 7

A. Pengertian Komunikasi Efektif ................................................................ 7

B. Tujuan Komunikasi Efektif ...................................................................... 7

C. Syarat-syarat Komunikasi Efektif ............................................................ 8

D. Bentuk Komunikasi Efektif ...................................................................... 8

E. Unsur-unsur Komunikasi ....................................................................... 10

F. Prinsip Komunikasi Efektif .................................................................... 11

G. Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif ................................... 13

2.2 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Klien ....... 15

2.3 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Keluarga .. 19

2.4 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Kelompok 30

2.5 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Sesama


Perawat .............................................................................................................. 33

3
2.6 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Sesama
Tenaga Kesehatan Lainnya................................................................................ 33

BAB III ................................................................................................................. 37

CONTOH KASUS ................................................................................................ 37

3.1 Contoh Kasus ......................................................................................... 37

BAB IV ................................................................................................................. 38

PENUTUP ............................................................................................................. 38

4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 38

4.2 Saran ....................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari-hari yang
paling banyak dilakukan oleh manusia sebagai mahluk sosial. Dengan demikian
kemampuan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang paling dasar.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami perbedaan
pendapat, ketidaknyamanan situasi atau bahkan terjadi konflik yang terbuka yang
disebabkan adanya kesalahfahaman dalam berkomunikasi. Menghadapi situasi
seperti ini, manusia baru akan menyadari bahwa diperlukan pengetahuan
mengenai bagaimana cara berkomunikasi yang baik dan efektif.yang harus
dimiliki seorang manusia.
Efektifitas seorang komunikator dapat dievaluasi dari sudut sejauhmana
tujuan-tujuan tersebut dicapai. Persyaratan untuk keberhasilan komunikasi adalah
mendapat perhatian. Jika pesan disampaikan tetapi penerima mengabaikannya,
maka usaha komunikasi tersebut akan gagal. Keberhasilan komunikasi juga
tergantung pada pemahaman pesandan penerima. Jika penerima tidak mengerti
pesan tersebut,maka tidaklah mungkin akan berhasil dalam memberikan informasi
atau mempengaruhinya. Bahkan jika suatu pesan tidak dimengerti, penerima
mungkin tidak meyakini bahwa informasinya benar, sekalipun komunikator
benar-benar memberikan arti apa yang dikatakan.
Kemampuan berkomunikasi interpersonal yang baik dan efektif sangat
diperlukan oleh manusia agar dia dapat menjalani semua aktivitasnya dengan
lancar. Terutama ketika seseorang melakukan aktivitas dalam situasi yang formal,
misal dalam lingkungan kerja. Lebih penting lagi ketika aktivitas kerja seseorang
adalah berhadapan langsung dengan orang lain dimana sebagian besar
kegiatannya merupakan kegiatan komunikasi interpersonal.
Agar komunikasi dapat berjalan lancar, maka dibutuhkan keahlian dalam
berkomunikasi( communication skill). Dan tidaklah semua orang memiliki
communication skill. Banyak orang yang berkomunikasi hanya mengandalkan

5
gaya yang dipakai sehari-hari. Mereka menganggap cara komunikasi yang mereka
pakai sudah benar. Padahal kalau dicermati masih banyak kesalahan dalam
berkomunikasi.

1.2 Rumusan Masalah


2. Jelaskan definisi, faktor, hambatan dalam komunikasi efektif dalam
keperawatan
3. Sebutkan 3 komunikasi efektif dalam hubungan interpersonal dengan
klien
4. Sebutkan ciri-ciri dari komunikasi efektif dalam hubungan
interpersonal dengan keluarga
5. Jelaskan unsur-unsur dari komunikasi efektif dalam hubungan
interpersonal dengan kelompok
6. Jelaskan komunikasi efektif dalam hubungan interpersonal dengan
sesama perawat
7. Jelaskan dengan siapa sajakah komunikasi efektif perawat dalam
hubungan dengan tenaga kesehatan lainnya

1.3 Tujuan
2. Mengetahui dan mendeskripsikan definisi, faktor, hambatan dalam
komunikasi efektif
3. Memberikan informasi tentang 3 komunikasi efektif dalam hubungan
interpersonal dengan klien
4. Memaparkan ciri-ciri dari komunikasi efektif dalam hubungan
interpersonal dengan keluarga
5. Menjelaskan unsur-unsur dari komunikasi efektif dalam hubungan
interpersonal dengan kelompok
6. Menjelaskan komunikasi efektif dalam sesama perawat
7. Menjelaskan dengan siapa sja komunikasi efektif dalam keperawatan
terjadi

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Komunikasi Efektif

A. Pengertian Komunikasi Efektif


Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan,
ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut Hovland
dalam Effendy (2005:10) komunikasi adalah proses mengubah
perilaku orang lain. Seseorang dapat mempengaruhi sikap, pendapat
dan perilaku orang lain apabila terjalin komunikasi yang komunikatif.
Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat
dalam proses komunikasi. Komunikasi dengan orang lain kadang
sukses atau efektif mencapai maksud yang dituju, namun terkadang
juga gagal. Adapun makna komunikasi yang efektif menurut Effendy
(2005) adalah komunikasi yang berhasil menyampaikan pikiran
dengan menggunakan perasaan yang disadari. Sedangkan menurut
Walter Lippman dalam Effendy (2005) bahwa komunikasi yang efektif
adalah komunikasi yang berusaha memilih cara yang tepat agar
gambaran dalam benak dan isi kesadaran dari komunikator dapat
dimengerti, diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.

B. Tujuan Komunikasi Efektif


1. Memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang
disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi.
2. Dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima
informasi, atau komunikan.
3. Agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat
seimbang sehingga tidak terjadi monoton.
4. Dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.
5. Menggerakan klien untuk melakukan atau merubah sesuatu

7
Secara singkat dapat kita katakan bahwa tujuan komunikasi adalah
mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan komunikator dapat
diterima oleh orang lain (komunikasi). Sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
tanggungjawab sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Komunikasi yang
dilakukan perawat bertujuan agar pelayanan keperawatan yang diberikan dapat
berjalan efektif. Kemampuan komunikasi yang efektif ini merupakan
keterampilan yang harus dimiliki oleh perawat professional.

C. Syarat-syarat Komunikasi Efektif


Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif antara lain :
1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau
minat di pihak komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang
dapat menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward
di pihak komunikan.

D. Bentuk Komunikasi Efektif


1. Komunikasi verbal efektif
Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang
menggunakan simbol-simbol verbal. Simbol-simbol verbal ini
dapat diwujudkan ke dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Unsur-unsur komunikasi secara lisan dapat dilakukan oleh dua
orang atau lebih melalui hubungan tatap muka secara langsung
tanpa ada jarak maupun peralatan yang menjadi medianya.
Unsur-unsur komunikasi lisan dapat terlihat pada kegiatan
“ngobrol” yang dilakukan oleh orang-orang ketika berada di
kantor, sekolah, kampus, ataupun tempat-tempat lainnya.

8
Selain secara lisan, unsur-unsur komunikasi verbal juga
dapat dilakukan melalui tulisan. Unsur-unsur komunikasi ini
dapat berupa surat-menyurat konvensional, surat elektronik
(email), chatting, dan lain sebagainya. Yang perlu di perhatikan
dalam komunikasi verbal yaitu :
a. Berlangsung secara timbal balik.
b. Makna pesan ringkas dan jelas.
c. Bahasa mudah dipahami.
d. Cara penyampaian mudah diterima.
e. Disampaikan secara tulus.
f. Mempunyai tujuan yang jelas.
g. Memperlihatkan norma yang berlaku.
h. Disertai dengan humor.

2. Komunikasi non verbal


Yaitu komunikasi yang menggunakan mimik atau bahasa
tubuh dan merupakan unsur-unsur komunikasi dalam bentuk
komunikasi yang dilakukan tanpa menggunakan kata-kata,
melainkan melalui simbol-simbol lainnya. Dalam
berkomunikasi dengan pasien, perawat harus menggunakan
komunikasi non verbal juga, seperti gerak tubuh, pandangan
mata ke pasien, jarak dengan pasien, postur, dan ekspresi
wajah.
Selain dengan menggunakan bahasa verbal,menggunakan
mimik atau bahasa tubuh lebih memudahkan klien untuk
mengerti dan memahami dari maksud komunikasi yang
perawat sampaikan. Sementara itu, komunikasi non verbal
dapat pula ditunjukkan dari hal-hal lain seperti gaya
berpakaian, potongan rambut, intonasi suara, hingga gaya
berjalan.

9
Yang perlu di perhatikan dalam komunikasi non verbal
adalah :
a. Penampilan fisik.
b. Sikap tubuh dan cara berjalan.
c. Ekspresi wajah.
d. Sentuhan

E. Unsur-unsur Komunikasi
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita perlu memahami
unsur-unsur komunikasi, antara lain:
1. Komunikator.
Pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada
komunikan dengan menggunakan media tertentu. Unsur
yang sangat berpengaruh dalam komunikasi, karena
merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi.

2. Komunikan
Penerima (receiver) yang menerima pesan dari
komunikator, kemudian memahami, menerjemahkan dan
akhirnya memberi respon.

3. Media
Saluran (channel) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi.
Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa
ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi
dan lain sebagainya

4. Pesan.
Isi komunikasi berupa pesan (message) yang
disampaikan oleh Komunikator kepada Komunikan.

10
Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat
berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi

5. Tanggapan/feedback.
Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai
respon atas penerimaan pesan. Diimplentasikan dalam
bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai
dengan pesan yang diterima.

F. Prinsip Komunikasi Efektif


Agar komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif,
seseorang harus memahami prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada
lima prinsip komunikasi yang efektif yang harus dipahami. Lima
prinsip tersebut disingkat dengan REACH, yaitu Respect, Empathy,
Audible, Clarity,dan Humble.Lima prinsip komunikasi yang efektif itu
adalah sebagai berikut:
1. Respect (sikap menghargai)
Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang
menjadi sasaran pesan yang akan kita sampaikan. Berarti rasa
hormat & saling menghargai orang lain. Pada prinsipnya,
manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita
membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling
menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun
kerjasama.

2. Empathy (kemampuan mendengar)


Komunikasi yang efektif akan dengan mudah tercipta jika
komunikator memiliki sikap empathy. Empathy artinya
kemampuan seorang komunikator dalam memahami dan
menempatkan dirinya pada situasi atau kondisi yang dihadapi
orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap

11
empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dulu sebelm didengarkan atau dimengrti oleh
orang lain. Dengan memahami dan mendengar orang lain
terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan
kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama
atau sinergi dengan orang lain. Sikap empati akan
memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message)
dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan
(receiver) menerimanya.

3. Audible (dapat didengarkan atatu dimengerti dengan baik)


Audible mengandung arti dapat didengar atau dimengerti
dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih
dahuluataupun mampu menerima umpan balik dengan baik,
maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima
oleh penerima pesan. Penyampaian informasi agar mudah
diterima dapat menggunakan media yang cocok, sehingga
penerima pesan betul-betul mengerti apa yang disampaikan
oleh pemberi informasi atau komunikator.

4. Clarity
Clarity adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga
tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang
berlainan. Kesalahan penafsiran dapat menimbulkan berbagai
dampak yang tidak diinginkan. Clarity juga dapat diartikan sebagai
keterbukaan dan tranparansi. Harapannya dengan mengembangkan
sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), maka
dapat menimbulkan rasa percaya (trust) penerima pesan terhadap
pemberi informasi.
5. Humble (rendah hati)

12
Humble adalah sikap rendah hati untuk membangun rasa
saling menghargai. Prinsip kelima dalam membangun komunikasi
yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur
yang terkait dengan prinsip pertama. Untuk membangun rasa
menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah hati
yang kita miliki.

G. Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif


Menurut Potter dan Perry (1993), proses komunikasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan pasien, perawat
harus mengerti pengaruh dari perkembangan usia baik dari sisi
bahasa maupun proses fikir dari pasien tersebut. Karena tiap tahap
perkembangan atau umur klien yang berbeda mempunyai tingkat
kemampuan memahami maksud dari isi komunikasi yang perawat
sampaikan.

2. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap
suatu kejadian atau peristiwa, dan dibentuk oleh harapan atau
pengalaman. Perbedaan persepsi antara perawat-pasien dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi.

3. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga
penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat
perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat
dengan klien.
4. Latar belakang sosial budaya

13
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya, dan budaya ini juga yang membatasi cara bertindak
dan berkomunikasi. Klien sebagai manusia pasti mempunyai
budaya yang berbeda-beda antara yang satu dan yang lain.

5. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian.
Ekspresi emosi seperti sedih, senang, dan terharu dapat
mempengaruhi orang lain dalam berkomunikasi. Perawat perlu
mengkaji emosi klien dan keluarganya sehinnga perawat dapat
memberikan asuhan keperawataan yang tepat.

6. Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin memiliki gaya komunikasi yang berbeda-
beda. Menurut Tanned (1990); dalam Nurjannah, I (2005),
menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan
gaya komunikasi.

7. Pengetahuan
Pasien yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit berespon
dengan pertanyaan mengandung bahasa verbal dibanding dengan
orang yang tingkat pengetahuannya tinggi. Jadi perawat perlu
untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien agar bisa berinteraksi
dengan baik.

8. Peran dan hubungan


Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan diantara
orang yang berkomunikasi. Seorang perawat berkomunikasi
dengan teman sejawatnya pasti akan berbeda ketika berkomunikasi
kepada kliennya. Jadi seorang perawat harus bisa menggunakan

14
gaya bahasa yang berbeda-beda pada lawan bicaranya berdasarkan
peran dan hubungan, terutama dengan klien.

9. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang
efektif. Lingkungan yang berisik dan tidak ada privasi pasti akan
mengganggu proses komunikasi perawat-klien.

10. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi proses komunikasi, jarak tertentu
akan memberikan rasa aman, kejelasan pesan, dan kontrol ketika
berkomunikasi. Maka perawat perlu memperhitungkan jarak
berinteraksi dengan klien.

2.2 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Klien


Ada tiga jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal, tertulis, dan non-
verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik;

1. Komunikasi verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.

Komunikasi verbal yang efektif yang harus diperhatikan yaitu:


a) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat

15
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting
dari pesan yang disampaikan.
b) Perbendaharaan kata
Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan
kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi
bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari
informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti
klien.
c) Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan
atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Ketika berkomunikasi
dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga
tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika
menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
d) Selaan dan kesempatan bicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan
sesuatu terhadap klien. Selaan perlu digunakan untuk menekankan
pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata.. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat
atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
e) Waktu dan relevansi
Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu
tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh
karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi.
f) Humor

16
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien.
2. Komunikasi non-verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah
arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Sikap pada saat melakukan komunikasi interpersonal;
a) Metakomunikasi.
contoh : tersenyum ketika sedang marah.
b) Penampilan personal
c) Intonasi (nada suara).
Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi
dengan klien
d) Ekspresi wajah.
Menjaga Kontak mata
Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang
berbicara dengan klien. Ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga
perawat tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien
dilakukan dalam keadaan sejajar.
e) Sikap tubuh dan ekspresi wajah.
f) Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan
melalui sentuhan

17
Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi
oleh beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara
lain:

a) Perkembangan. Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu


diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam
berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus
disesuaikan apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja,
dewasa atau usia lanjut. Pasti akan berbeda dalam berkomunikasi
b) Persepsi. Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu
kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman.
Kadangkala persepsi merupakan suatu hambatan kita dalam
berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu sama
dengan yang dipersepsikan oleh orang lain.Nilai. Nilai adalah
standar yang mempengaruhi perilaku sehingga sangat penting bagi
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.
c) Latar belakang budaya. Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh
faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak
dan berkomunikasi.
d) Emosi. Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa.
Dalam berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan
kita ajak berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah
tafsir atau pesan tidak sampai.
e) Pengetahuan. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan
ajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda.
Untuk itu maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang kita ajak bicara
f) Peran. Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang
sedang kita lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien
akan berbeda ketika kita berperan atau berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan yang lain.

18
g) Tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika
dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya
bising, ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat
mengakibatkan ketegangan dan tidak nyaman.

2.3 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Keluarga


a) Definisi Komunikasi efektif dalam keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan
manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial,
dalam interaksi dengan kelompoknya.
Pada dasaranya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu
atap”. Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri
dan saling interaksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk
komunikasi baru yang disebut keluarga. Karenanya keluargapun dapat
diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-
laki dan wanita perhubungan mana sedikit banyak bertahan lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak.
Pengertian keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau
lingkungan masyarakat yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang
paling bawah dari satu lingkungan negara. Posisi keluarga atau rumah
tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan oleh Aristoteles (dalam
Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan
negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampung
kemudian berdiri suatu kota. Dari beberapa kota berdiri daru propinsi, dan
dari beberapa propinsi berdiridatu negara.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu
pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture),
intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan
perasaan serta saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan
membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang

19
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap
menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan
yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

b) Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga


Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah
sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki
keinginan untuk terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi.
Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi memungkinkan
perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap
segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.

2. Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan
sama seperti yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara
nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang
tersebut.

3. Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih
bersemangat dalam melakukan aktivitas serta meraih tujuan
yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang
terdekat yaitu, keluarga.

4. Perasaan Positif (Positiveness)


Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan
positif terhadap apa yang sudah dikatakan orang lain terhadap
dirinya.

20
5. Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai
kesamaan dengan orang lain dalam hal berbicara dan
mendengarkan.

c) Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga


1. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih
menekankan pada peran penting suami istri sebagai penentu
suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga
(ayah, ibu, anak)

2. Komunikasi orang tua dan anak


Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam
satu ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab
dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang
tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan
pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang
tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,
informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini
terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan,
perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.

3. Komunikasi ayah dan anak


Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah
terhadap anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan
mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang
peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima.
Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih
bersifat pengasuhan kecenderungan anak untuk berhubungan

21
dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran
ibu lebih menonjol.
4. Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain.
Dimana anak yang lebih tua lebih berperan sebagai
pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya
dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.

d) Aneka Komunikasi dalam Keluarga


1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi
antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa
sebagai alat perhubungan efektif tidaknya suatu kegiatan
komunikasi bergantung dari ketepatan kata-kata atau kalimat
dalam mengungkapkan sesuatu. Kegiatan komunikasi verbal
menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga setiap hari
orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya.,
canda dan tawa menyertai dialog antara orang tua dan anak.

2. Komunikasi non verbal


Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya
dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal.
Walaupun begitu, komunikasi nonverbal suatu ketika bisa
berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal. Fungsi
komunikasi verbal sangat terasa jika, komunikasi yang
dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu
secara jelas.

3. Komunikasi Individual
Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal
adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga.

22
Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi
antarpribadi, antara suami dan istri, antara ayah dan anak,
antara ibu dan anak, antar anak dan anak.

4. Komunikasi kelompok
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting
untuk dibina dalam keluarga keakraban hubungan itu dapat
dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak
dalam suatu waktu dan kesempatan. Sudah waktunya orang tua
meluangkan waktu dan kesempatan untukduduk bersama
dengan anak-anak, berbicara, berdialog dalam suasana santai.

e) Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga


1. Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak
ada pada tahun puncak untuk mempelajari bahasa. Kemampuan
berbahasa terutama diperoleh dari keluarga khususnya dari
interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak –
anak memulai kemampuan berbahasa dengan menggunakan
kata – kata tunggal. Anatara usia 18 – 24 bulan, ungkapan –
ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak-
anak menguasai kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5
tahun mereka memperoleh kira-kira 50 kata setiap bulan.

2. Keluarga dengan anak – anak usia sekolah


Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan
pertambahan usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya
lewat komunikasi keluarga yang masih merupakan kekuatan
dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di
luar keluarga. Dua dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi
penting ; penerimaan – penolakan dan kontrol otonomi.

23
3. Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik
sehubungan dengan bertambahya kebebasan anak – anak.
Masalah – masalah otonomi dan kontrol menjadi sangat tajam
pada tahun –tahun ini. Anak – anak remaja mulai mengalihkan
komunikasi dari komunikasi keluarga kepada komunikasi
dengan teman- teman sebaya. Karena perubahan – perubahan
fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik –topik
tertentu menjadi perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja
merupakan tantangan terbesar bagi komunikasi keluarga. Bila
orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi
selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan
dengan pertambahan usia, hubungan kita dengan saudara-
saudara kandung tetap penting

f) Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga


Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga
tercipta secara efektif,yaitu:
1. Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai
(respectfull attitude). Adanya penghargaan biasanya akan
menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi.
Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia
melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka
anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi
dengan orangtua atau orang di sekitanya.

2. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita
pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama

24
dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan
mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang
lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk
mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak
atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog
dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya.
Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja, tapi
melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat
memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam
keluarga.

3. Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti
dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan
cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut
muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang
sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi
yang audibel ini.

4. Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak
menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan
transparan.
Ketika berkomunikasi dengan anak, orangtua harus
berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya.
Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka
pahami (melihat tingkatan usia).

25
5. Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang
diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya.
Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya
pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena
ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang
ringan saja.

g) Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga


Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang
mengeluh tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Ada
sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga,
seperti yang akan di uraikan berikut ini :
1. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu
mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya.
Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia
berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya,
didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang
berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri
menentukan ekspresi dan persepsi orang.
Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi
cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain
mempunyai gambaran khas bagi dirinya. Jika seorang ayah
mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah, ingusan, tak
tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter.
Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan,
saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu
menentukan gaya dancara komunikasi.

26
2. Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi.
Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan
sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati, diliputi
prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
3. Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja,
dengan gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang
berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di
sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda.
Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di
sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang
berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat
memiliki norma yang harus diataati, maka komunikasi yang
berlangsungpun harus taat norma.

4. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan
yang sangat penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam
keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik
seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi
bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang
membentuk hubungan-hubungan tersebut.

5. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti
menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan
sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh
orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu
objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan,

27
bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek
yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam
berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.

6. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang
tidak bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan
siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda
ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia
masing-masing yang harus dipahami.

7. Hambatan Komunikasi dalam Keluarga


Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala
bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Hambatan komunikasi ada
yang berasal dari pengirim, transmisi dan penerima. Berbagai
hambatan yang timbul dalam komunikasi, yaitu :
 Kebisingan
 Keadaan psikologis komunikan
 Kekurangan komunikator atau komunikan
 Kesalahan penilaian oleh komunikator
 Keterbatasan pengetahuan komunikator atau komunikan
 Bahasa
 Isi pesan berlebihan
 Bersifat satu arah
 Faktor teknis
 Kepentingan atau interes
 Prasangka
 Cara penyajian yang verbalistis

28
Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi
dengan cara sebagai berikut :

1. Mengecek arti dan maksud yang dikatakan

2. Meminta penjelasan lebih lanjut

3. Mengecek umpan balik atau hasil

4. Mengulang pesan yang disampaikan

5. Memperkuat dengan bahasa isyarat

6. Mengakrabkan pengirim dan penerima

7. Membuat pesan selalu singkat

8. Mengurangi banyaknya mata rantai

9. Menggunakan orientasi penerima

J. Peran Perawat dalam Memberikan Asuahan Perawatan Keluarga

Dalam memberikan asuhan perawatan keluarga, ada beberapa peranan


yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain:

a) Pemberian asuhan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit


b) Pengenal atau pengamat masalah kebutuhan kesehatan keluarga
c) Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga
d) Fasilitator, menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau dan
perawat mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga
dan membantu mencarikan jalan pemecahannya
e) Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk
merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku yang
sehat.

29
2.4 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Kelompok
A. Definisi kelompok
 Cartwright dan Zender (1968): kelompok itu sekumpulan
individu yang mempunyai hubungan antara anggota yang satu
dengan yang lain yang membuat mereka saling tergantung
dalam tingkatan tertentu.
 Baron & Byrne (1979): kelompok memiliki dua tanda
psikologis, yaitu pertama, adanya sense of belonging ; kedua,
nasib anggota kelompok tergantung satu sama lain sehingga
hasil setiap anggota terkait dengan anggota yang lain.
 Forsyth (1983): kelompok adalah dua atau lebih individu yang
saling mempengaruhi melalui interaksi sosial.
 Gibson : kumpulan yang terdiri dari dua individu atau lebih
yang berinteraksi dan saling bergantungan, yang saling
berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Jenis Kelompok
1. Kelompok Primer : dalam kelompok ini terjadi interaksi sosial
yang intensif serta hubungan lebih erat diantara anggota serta
biasa disebut dengan kelompok tatap muka yang diartikan
dengan suatu kelompok sosial yang anggotanya sering bertatap
muka dan saling mengenal dekat, serta memiliki hubungan erat.
Sifat interaksi ini lebih bersifat kekeluargaan dan berdasarkan
simpati. Pada kelompok ini memiliki sense of belongingnes/rasa
memiliki yang tinggi diantara anggota.

2. Kelompok Sekunder: interaksi pada kelompok ini terjadi atas


saling hubungan yang tidak langsung, formal, berjauhan, dan
kurang bersifat kekeluargaan. Hubungan ini lebih bersifat
obyektif dan rasional, sifat interaksi atas dasar pertimbangan
untung – rugi.

30
3. Kelompok bentukan, kelompok ini terjadi karena dibentuk oleh
kekuatan eksternal, artinya wadah kelompok disediakan oleh
pihak tertentu, dimana anggota dari kelompok bentukan ini
terdiri dari berbagai macam kelompok tertentu yang disatukan.
Ciri – ciri yang mudah terlihat adalah kurangnya rasa seiya
sekata dalam langkah dan ikatan batin antar anggota kurang
kuat. Kelompok ini juga memiliki struktur organisasi dan
pembagian kerja demi kelangsungan kelompok. Kelompok ini
kurang kuat dan mudah digoyang oleh kekuatan eksternal lain.

C. Unsur – unsur komunikasi kelompok


Komunikasi telah didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan
antar manusia, sehingga untuk terjadinya proses komunikasi minimal
terdiri dari 3 unsur yaitu: pengirim pesan (komunikator), penerima
pesan (komunikan) dan pesan itu sendiri. Awal tahun 1960-an, David
K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yang
dikenal dengan ”SMCR”, yaitu: Source (pengirim), Message (pesan),
Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima).
1. Komunikator
Pengirim pesan (komunikator) adalah manusia berakal budi
yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif
komunikasinya. Komunikator dapat dilihat dari jumlahnya
terdiri dari (a) satu orang; (b) banyak orang dalam pengertian
lebih dari satu orang; (c) massa.

2. Komunikan
Komunikan (penerima pesan) adalah manusia yang berakal
budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Peran antara
komunikator dan komunikan bersifat dinamis, saling bergantian.

31
3. Pesan
Pesan bersifat abstrak. Pesan dapat bersifat konkret maka
dapat berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan
bahasa tulisan. Pesan bersifat verbal (verbal communication):
(1) oral (komunikasi yang dijalin secara lisan); (2) written
(komunikasi yang dijalin secara tulisan). Pesan bersifat non
verbal (non verbal communication): (1) gestural communication
(menggunakan sandi-sandi bidang kerahasiaan)

4. Saluran komunikasi dan media komunikasi


Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.Terdapat dua
cara: (1) non mediated communication (face to face), secara
langsung; (2) dengan media.

5. Efek komunikasi
Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang
ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya.
Terdapat tiga pengaruh dalam diri komunikan : (1) kognitif
(seseorang menjadi tahu sesuatu); (2) afektif (sikap seseorang
terbentuk) dan (3) konatif (tingkah laku, hal yang membuat
seseorang bertindak melakukan sesuatu).

6. Umpan balik
Umpan balik dapat dimaknai sebagai jawaban komunikan
atas pesan komunikator yang disampaikan kepadanya. Pada
komunikasi yang dinamis, komunikator dan komunikan terus-
menerus saling bertukar peran.

32
2.5 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Sesama
Perawat
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan
dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi
antar perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan
profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan
hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab
yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan
jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas
berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada
perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang
tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala
ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang
lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan
ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa
pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya

2.6 Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal dengan Sesama


Tenaga Kesehatan Lainnya
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan
dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi
antar perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam

33
memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan
profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan
hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab
yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan
jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas
berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada
perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang
tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala
ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan
yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam
hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak
membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
1. Komunikasi antara Perawat dengan Dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat
mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan
bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat
mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan
perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk
kolaborasi dengan dokter.
Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan
baik apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah
kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan
bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara

34
pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada
pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi
yang baik pula antara perawat dengan dokter.

2. Komunikasi antara perawat dengan Ahli terapi respiratorik


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.
Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk
kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan
dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan
klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan rencana
pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk
klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.

3. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi


Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat
izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi
dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam
konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian
obat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga
kesehatan lainnya.
Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis
yang tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila
informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks
atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli

35
farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang
obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat
diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat
dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis
yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim
medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli
farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas
yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi
merugikan, sehingga informasinini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang
mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli
farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat
dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem
pemberian obat.

4. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi


Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara
langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM).
Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan
pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan
maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan
yang digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka
dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat
absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang
baik antara.

36
BAB III
CONTOH KASUS

3.1 Contoh Kasus


Kasus 1
Perawat juga melapor kepada dpjp, pasien bapak turino, 57 tahun, di rawat sejak
3 hari yang lalu (tanggal 25 april 2018 di kamar 609, masuk dari igd
pukul21.10) diagnosa masuk : gagal ginjal kronis / ckd, masalah : pasien kondisi
sesak, terjadi penurunan jumlah urine hanya 100 cc selama 24 jam dengan rr 28
x/menit. Pasien riwayat dm dan hipertensi tidak terkontrol, dan pernahdiperiksa
dokter di rs fatima dengan diagnosa hipertensi beratdan ckd stage v, hasil lab : ureum
264 dan kreatinin7,8, hb 9,8 mg/dl, td 175/120 mmhg, hr : 114 x/menit. Rencanakan
kolaborasi dengan dokter untuk tindakan segera

Kasus 2
Perawat melapor ke Dokter Jaga Ruangan melalui telepon,Pasien Ibu
Ambar, 35 tahun, dirawat sejak 1 hari yang lalu (tanggal 14Maret 2018 di
kamar Isolasi, masuk dari Poliklinik Paru), Diagnosa masuk : TB Milier,
Pneumonia. Saat keliling kamar saat overan dinas pasien mengeluh bahwa
sesak, danlemas, batuk, dan mengeluarkan darah segar sebanyak melalui
mulut. Pasien riwayat putus obat OAT 3 bulan yang lalu karena kuning, ada
DMterkontrol dengan obat anti diabetes Metformin 2x1 tb, Hasil Rontgen
: TB Milier dan pneumonia, Hasil Lab : lekosit 32.000, Hb: 6,8 mg/dl , TTV
: kes. CM, RR ;TD 110/60 mmHg, HR : 88 x/menitireguler, akral dingin,
konjungtiva anemis. Rencanakan kolaborasi dengan dokter untuk tindakan
segera dan dilihatdokter

37
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Komunikasi interpersonal adalah termasuk pesan pengiriman dan
penerimaan pesan antara dua atau lebih individu. Hal ini dapat mencakup
semua aspek komunikasi seperti mendengarkan, membujuk, menegaskan,
komunikasi nonverbal , dan banyak lagi. Sebuah konsep utama komunikasi
interpersonal terlihat pada tindakan komunikatif ketika ada individu yang
terlibat tidak seperti bidang komunikasi seperti interaksi kelompok, dimana
mungkin ada sejumlah besar individu yang terlibat dalam tindak komunikatif.
Konsep diri dan Persepsi interpersonal sangat dibutuhkan untuk
pencapaian dalam kelancaran komunikasi. Orang yang lancar dalam
berkomunikasi berarti orang tersebut mempunyai keahlian dalam
berkomunikasi. Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada
komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Karena itu
kecermatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan
kualitas komunikasi interpersonal kita.
Orang yang mempunyai keahlian komunikasi maka komunikasi orang
tersebut akan berjalan efektif. Kita harus memupuk keahlian kita dalam
komunikasi interpersonal melalui konsep diri. Konsep diri seperti yang telah
tertuang diatas sangat penting dilakukan agar kita ahli dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.

4.2 Saran

Bagian akhir dari makalah ini, kami sarankan bahwa aturan komunikasi
dalam proses keperawatan yang telah ditetapkan dapat dijalankan sesuai
prosedurnya dan mahasiswa/i diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam
mengumpulkan, memadukan, menyamakan, menyalurkan informasi dalam
pelayanan kesehatan dan meningkatkan kinerja dalam mewujudkan

38
komunikasi yang adekuat sehingga mampu menjadi mahasiswa/i professional
dalam berkomunikasi secara verbal maupun non verbal serta diharapkan
memiliki pemahaman yang mendalam tentang tahap-tahap proses keperawatan
dalam komunikasi proses keperawatan.

39
DAFTAR PUSTAKA

https://nishapramawaty.wordpress.com/2010/10/16/komunikasi-
interpersonal-dalam-keperawatan/

https://felixsharieff.wordpress.com/2009/12/15/komunikasi-
pribadi-dan-kelompok/

http://auliyashobah44.blogspot.com/2017/11/komunikasi-efektif-
dalam-keperawatan_3.html

https://www.academia.edu/9129248/Hubungan_Antara_Komunika
si_Interpersonal_dalam_Keluarga_dengan_Pemahaman_Moral_pada_Remaja

https://www.scribd.com/document/378636737/367803877-
Komunikasi-Efektif-Dalam-Hubungan-Interpersonal-Perawat-docx

Arwani. 2002. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

Baradero, Mary. 2006. Buku Saku Konseling Dalam Keperewatan.


Jakarta : EGC

Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan.

Yogyakarta : Graha Ilmu

Stephen W. Hulejohn, Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi.

Jakarta : Salemba Humanika

40

Anda mungkin juga menyukai