Anda di halaman 1dari 17

KOMUNIKASI TAHAP PROSES KEPERAWATAN

Kelompok 2

Disusun oleh

1. Reza Eka (19.0601.0013) 7. Iqbal Maulana (19.0601.0019)


2. Novita R (19.0601.0014) 8. Ella Pradita (19.0601.0020)
3. Okta Maulia K (19.0601.0015) 9. Erra K
(19.0601.0021)
4. Indri A R (19.0601.0016) 10. Reni M (19.0601.0022)
5. Zini Puspitasari (19.0601.0017) 11. Mei Lutfi (19.0601.0023)
6. Randhika Alfhan(19.0601.0018) 12. Nirmala T (19.0601.0024)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dengan judul
“KOMUNIKASI TAHAP PROSES KEPERAWATAN”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Magelang, 25 Maret 2020

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................2

Daftar Isi.................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3 Tujuan........................................................................................................4

1.4 Manfaat......................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

2.1 Komunikasi dalam proses keperawatan....................................................5

2.2 Jenis komunikasi dalam keperawatan.......................................................5

2.2.1 Komunikasi verbal.............................................................................5

2.2.2 Komunikasi non-verbal......................................................................7

2.3 Tahap-tahap dalam proses keperawatan..................................................10

2.3.1 Pengkajian........................................................................................10

2.3.2 Diagnosis Keperawatan...................................................................11

2.3.3 Perencanaan.....................................................................................12

2.3.4 Implementasi/pelaksanaan...............................................................12

2.3.5 Evaluasi............................................................................................14

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

3.1 Kesimpulan..............................................................................................15

3.2 Saran........................................................................................................15

Daftar Pustaka......................................................................................................17

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua individu mempunyai kebutuhan dasar untuk menjalin hubungan
dengan orang lain dalam menjalani hidupnya. Komunikasi merupakan upaya
individu dalam menjaga dan mempertahankan individu untuk tetap
berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi seseorang adalah suatu proses
yang melibatkan perilaku dan interaksi antar individu dalam berhubungan
dengan orang lain. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat
penting karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses
keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk
mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Sebagai ilmu komunikasi, individu diposisikan untuk menentukan potensi diri
dalam melakukan komunikasi yang efektif. Untuk dapat melakukannya,
individu tentu saja harus memiliki pemahaman dasar akan proses komunikasi
dan bagaimana teori komunikasi berfungsi dalam hidup individu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian komunikasi dalam proses keperawatan?
2. Apa saja jenis komunikasi dalam keperawatan?
3. Apa saja tahap-tahap proses keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu komunikasi dalam proses keperawatan
2. Untuk mengetahui jenis komunikasi dalam keperawatan
3. Dapat memahami tahap-tahap proses keperawatan
1.4 Manfaat
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang komunikasi pada tahap
proses keperawatan

4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi dalam proses keperawatan

Komunikasi Dalam Proses Keperawatan Komunikasi adalah suatu yang


sangat penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Seorang perawat tidak
akan dapat melaksanakan tahapan – tahapan proses keperawatan dengan baik
bila tidak terjalin komunikasi yang baik antara perawat dengan klien, perawat
dengan keluarga atau orang yang berpengaruh bagi klien, dan perawat dengan
tenaga kesehatan lainnya Proses keperawatan adalah metode sistematik
dimana secara langsung perawat bersama klien mengidentifikasi dan
menentukan masalah, merencanakan dan melaksanakan tindakan, serta
mengevaluasi keberhasilan tindakan yang dilakukan kepada klien.
Kemampuan komunikasi yang baik dari perawat merupakan salah satu faktor
keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan yang meliputi: Tahap
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
( Arwani. 2015)

2.2 Jenis komunikasi dalam keperawatan


2.2.1 Komunikasi verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga
untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung(Stephen W. Hulejohn, Karen
A. Foss. 2015).
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1. Elas dan ringkas

5
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan
terjadinya kerancuan.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari
pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,
mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana.
Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide
secara sederhana.
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada
“saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak
enak.”
2. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan
dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat,
klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah
sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu
kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis
untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting
ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

6
4. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasila
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada
pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa
perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat
sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas.
Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi
waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan
kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan
perlu untuk diulang.
5. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko
operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu
tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh
karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika
pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap
klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya
untuk berkomunikasi dengan klien.

7
2.2.2 KOMUNIKASI NON-VERBAL
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan
verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah
arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan
menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Komunikasi non-verbal teramati pada:
1. Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada
hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi
adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara
yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan
perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang
marah.
2. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul
dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari
kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990
dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian,
status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang
memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan
profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi
klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap
klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang
perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan
kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk

8
membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra
klien.

9
3. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti
pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika
sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa
tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan
sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam
komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata
selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya,
dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat
sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan
klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat
tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam
keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan
keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat
dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat
dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan
melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam
hubungan perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial.
Ketika membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti
ketika memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu
memakaikan pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien
tergantung kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal

10
sehingga sulit untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982)
dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan
banyak bermanfaat ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan
apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien,
sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan hati-hati.
(Baradero, Mary. 2016)

2.3 Tahap-tahap dalam proses keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan tahap awal dalam
proses keperawatan. Pengkajian dilakukan oleh perawat dalam rangka
pengumpulan data klien. Data klien diperoleh melalui wawancara
(anamnesa), pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic (laboratorium,foto,
dan sebagainya), informasi atau catatan dari tenaga kesehatan lain dan dari
keluarga klien. Kemampuan komunikasi sangat mempengaruhi
kelengkapan data klien. Untuk itu selain perlunya meningkatkan
kemampuan komunikasi bagi perawat, kemampuan komunikasi klien juga
perlu ditingkatkan. Perawat perlu mengetahui hambatan, kelemahan dan
gaya klien dalam berkomunikasi. Perawat perlu memperhatikan budaya
yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan,
penggunaan bahasa, usia dan perkembangan klien. Banyak hal yang dapat
menjadi hambatan klien untuk mengirim atau memberikan informasi,
menerima, dan memahami pesan yang diterima klien. Hambatan klien
dalam berkomunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat antara
lain( Mundakir. 2016):
1. Language deficits Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami
oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa akan
sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dalam menerima
pesan secara adekuat’.
2. Sensory deficits Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan
membau merupakan faktor penting dalam komunikasi, sebab pesan
komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan

11
sensori klien berfungsi dengan baik. Untuk klien yang mengalami
kelemahan mendengar, maka ada tahapan yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pengkajian, yaitu mencari kepastian medik yang
mengindikasikan adanya kelemahan mendengar, memperhatikan
apakah klien menggunakan alat bantu dengar yang masih berfungsi,
memperhatikan apakah klien mampu melihat muka dan bibir kita saat
berbicara, dan memperhatikan apakah klien mampu menggunakan
tangannya sebagai bebtuk komunikasi nonverbal.
3. Cognitive impairrnents Adalah suatu kerusakan yang melemahakan
fungsi kognitif (misalnya pada klien CVA, Alzheimer`s, tumor otak)
dpat mempengaruhi kemampuan klien dalam menggungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam mengkaji pada klien yang mengalami
gangguan kognitif ini, perawat dapat menilai apakah klien merespon
(baik respon verbal maupun nonverbal) ketika ditanya? Apakah klien
dapat mengucapkan kata atau kalimat dengan benar? Apakah klien
dapat mengingat dengan baik ? dan sebagai.
4. Structural deficits Adanya gangguan pada struktur tubuh terutana pada
struktur yang berhubungan langsung dengan tenpat keluernya suara,
misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi terjadinya
komunikasi.
5. Paralysis Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ekstremitas
atas akan menghambat kemampuan komunikasi klien baik melalui
lisan maupun tulisan. Perawat perlu memperhatikan apakah ada
kemampuan nonverbal klien yang bisa ditunjukkan alam rangka
memberikan informasi kepada perawat.
2.3.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan dirumuskan
berdasarkan data-data yang didapatkan dalam tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat
dengan melibatkan klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan lainnya
tentang masalah yang dialami klien. Proses penentuan masalah klien
dengan melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk

12
menvalidasi, memperkuat dan menentukan prioritas masalah klien engan
benar. Penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikan kepada klien apat
berakibat salahnya penilaian perawat terhadap masalah yang dialami klien.
Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien yang kooperatif
merupakan faktor penting dalam penetapan diagnosa keperawatan yang
tepat. Kemampuan komunikasi disini juga diperlukan dalam menulis
analisis data yang didapat dari pengkajian serta mendiskusikannya
masalah yang ditemukan baik kepada klien, keluarga maupun kepada
sesama perawat
2.3.3 Perencanaan
Rencana keperawatan Dalam mengembangkan rencan tindakan
keperawatan kepada klien, interaksi dan komunikasi dengan klien
sangatlah penting untuk menentukan pilihan rencana keperawatan yang
akan dilakukan. Misalnya, sebelum perawat memberikan diet makanan
bagi klien, perawat perlu mengetahui makanan pilihan, yang di sukai, atau
yang alergi bagi klien sehingga tindakan yang dilakukan menjadi efektif.
Rencana tindakan yang dibuat perawat merupakan media komunikasi antar
petugas kesehatan sehingga perencanaan yang di susun perawat dinas pagi
dapat di evaluasi atau di lanjutkan oleh perawat dinas sore dan seterusnya
model komunikasi ini memungkinkan pelayanan keperawatan dapat
dilaksanakan secara berkesinambungan, terukur dan efektif. Pada tahap
perencanaan ini, perawat harus menentukan prioritas masalah yang harus
diselesaikan, merumuskan tujuan tindakan dan kriteria hasil (kriteria
evaluasi). Rencana tindakan dibuat untuk mengatasu etiologi atau
penyebab terjadinya masalah. Penentuan etiologi atau penyebab dari
masalah klien memerlukan kecermatan dan pengetahuan yang lebih agar
acuan dalam membuat rencana tindakan sesuai dengan sasaran. Kegagalan
dalam menentukan etiologi dengan tepat akan berpengaruh terhadap
rumusan tujuan tindakan keperawatan dan mengganggu keberhasilan
tindakan.
2.3.4 Implementasi/pelaksanaan

13
Tindakan keperawatan/implementasi Tahap pelaksanaan
merupakan realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Selama aktivitas pada tahap ini menuntut perawat untuk terampil dalam
berkomunikasi dengan klien. Umumnya ada 2 kategori aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati klien untuk membantu
memnuhi kebutuhan fisik klien dan ketika klien mengalami masalah
psikologis. Tindakan komunikasi pada saat menghampiri klien:
1. Menunjukkan muka yang jujur dengan klien. Hal ini penting agar
tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi.
2. Mempertahankan kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan
perhatian perawat dapat dilihat dari kontak mata saat berkomunikasi
dengan klien.
3. Fokus kepada klien. Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai
tujuan yang diinginkan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
4. Mempertahankan postur yang terbuka. Sikap terbuka dari perawat
dapat menumbuhkan keberanian dan kepercayaan klien dalam
mengikuti tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
5. Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk
perhatian, menghargai dan menghormati klien.crouch (2002)
mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua telinga dan satu mulut.
Dalam berkomunikasi dia menyarankan agar tindakan komunikasi
dilaksanakan dengan perbandingan 2:1, lebih banyak mendengar
daripada bicara. Sikap ini akan mengingatkan kepercayaan klien
kepada perawat.
6. Relatif rilek saat bersama klien. Sikap terlalu tegang atau terlalu santai
juga tidak membawa pengaruh yang baik dalam hubungan perawat -
klien. Pada tahap ini petugas kesehatan (perawat, bidan dll) juga harus
meningkatkan kemampuan non verbalnya dengan “SOLER” yang
merupakan kependekatan dari:
a. S – Sit (duduk) menghadap klien.postur ini memberi kesan
bahwa perawat ada disana untuk mendengarkan dan tertarik
dengan apa yang sedang dikatakan klien.

14
b. O – Observe (mengamati) suatu postur terbuka (yaitu menahan
tangan dan lengan tidak menyilang). Postur ini menyatakan
perawat “terbuka” terhadap apa yang dikatakan klien. Suatu
posisi yang “tertutup” dapat menghambat klien untuk
menyampaikan perasaannya.
c. L – Lean (mencondong kearah klien). Postur ini menyampaikan
bahwa perawat terlibat dan tertarik pada interaksi yang sedang
dilaksanakan.
d. E – Establish (melakukan dan menjaga kontak mata). Perilaku ini
menyampaikan keterlibatan perawat dan kesediaan untuk
mendengarkan apa yang klien sedang katakana. Ketidakhadiran
kontak mata atau pergeseran mata member pesan bahwa perawat
tidaklah tertarik akan apa yang dikatakan klien.
e. R – Relax. Rileks adalah penting untuk mengkomunikasikan
suatu perasaan atau kondisi yang nyaman dan harmonis dalam
berkomunikasi dengan klien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi Komunikasi antara perawat dan klien pada tahap ini
adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat
atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagi
klien, sebagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap
sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi aspek kognitif, sikap
dan ketrampilan yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun
nonverbal. Pada tahap ini juga memberi kesempatan bagi perawat untuk
melihat kembali tentang efektifitas rencana tindakan yang telah dilakukan.
Semua tahapan proses keperawatan tersebut diatas membutuhkan
kemampuan komunikasi yang adekuat. Komunikasi merupakan kegiatan
mengumpulkan, memadukan, menyamakan, dan menyalurkan informasi
dalam pelayanan kesehatan.

15
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan kemampuan komunikasi yang baik dari perawat dalam
proses keperawatan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam
melaksanakan proses keperawatan yang meliputi : tahap pengkajian,
perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Proses
keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat
bersama klien mengidentifikasi dan menentukan masalah, merencanakan dan
melaksanakan tindakan, serta mengevaluasi keberhasilan tindakan yang
dilakukan kepada klien. Adapun tahap proses keperawatan yaitu:
1. Pengkajian Merupakan tahap awal dalam proses keperawatan.
2. Diagnosa keperawatan Dirumuskan berdasarkan data -data yang
didapatkan dalam tahap pengkajian.
3. Perencanaan Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan
kepada klien, interaksi dan komunikasi dengan klien sangatlah penting
untuk menetukan pilihan rencana keperawatan yang akan dilakukan.
4. Implementasi/pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari
perencanaanyang sudah ditentukan sebelumnya.
5. Evaluasi Komunikasi antar perawat dank lien pada tahap ini adalah untuk
mengevaluasi apakah tindakan yang telah dilakukan perawat atau tenaga
kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagi klien,
sebagai mana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.
3.2 Saran
Saran Bagian akhir dari makalah ini, kami sarankan bahwa aturan
komunikasi dalam proses keperawatan yang telah ditetapkan dapat dijalankan
sesuai prosedurnya dan mahasiswa/i diharapkan dapat mempersiapkan diri
dalam mengumpulkan, memadukan, menyamakan, menyalurkan informasi
dalam pelayanan kesehatan dan meningkatkan kinerja dalam mewujudkan
komunikasi yang adekuat baik secara verbal maupun nonverbal serta
diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam tentang tahap-tahap proses
keperawatan dalam komunikasi proses keperawatan.

16
Daftar Pustaka

Arwani. 2015. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC


Baradero, Mary. 2016. Buku Saku Konseling Dalam Keperewatan. Jakarta: EGC
Mundakir. 2016. Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Stephen W. Hulejohn, Karen A. Foss. 2015. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba.

17

Anda mungkin juga menyukai