Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Pendidikan islam multikultural pada masa nabi Muhammad

Dosen Pengampu : Uswatun Hasanah,M.Pd.i

Disusun Oleh : Kelompok 2

M. Taufik Hidayat 2011010010

Rahmatulloh 2011010445

Ani afina aninnas 2011010388

Semester 4/A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2022

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salamsenantiasa tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan syafaat-Nya kelak di Yaumil Qiyamah, Aamiin.

Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang berjudul


pendidikan islam multicultural pada masa nabi Muhammad saw . Di samping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada IBU DOSEN Uswatun Hasanah.M.Pd.I selaku
dosen pengampu dan kepada semua pihak yang telah yang telah memberikan dukungan serta
motivasi sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, 2 maret 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Pengertian dan prinsip pendidikan islam multikultural...........................................


B. Kondisi multikultural di mekkah dan madinah.......................................................
C. Pendidikan islam multicultural pada masa nabi Muhammad Saw..........................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Simpulan..................................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

nabi Muhammad merupakan figur pemimpin negara yang berhasil melaksanakan


kepemimpinan di tengah heterogenitas masyarakatnya. Muhammad dalam hal ini tidak hanya
bertindak sebagai seorang kepala negara, melainkan ia juga memiliki peran sebagai pendidik.
1 Keterampilan pedagogi yang dimilikinya membuat ia bijak dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan demi mewujudkan masyarakat yang toleran Apalagi kini banyak radikalisme
yang mengatasnamakan agama berwujud teror, pengeboman, aksi kekerasan dan berbagai
bentuk kejahatan lain. Agama dinilai sebagai media yang tepat untuk memunculkan
terorisme. Bahkan adanya gesekan kepentingan politik membuat agama menjadi sensitif
dan mudah diadu domba, sehingga radikalisme semakin mengikis citra agama yang
semestinya menyeru pada kedamaian. 2 Perdamaian yang menjadi ajaran masing-masing
agama seharusnya menjadi titik tekan untuk mewujudkan kehidupan inklusif. Keterbukaan
manusia dalam menjalani kehidupan penting untuk dimiliki, mengingat Nabi Muhammad
yang menunjukkan sikap adilnya dalam memimpin masyarakat Muslim dan Non-Muslim.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memuliakan umatnya tanpa mendiskriminasi
pemeluk agama lain. Usaha tersebut dilakukan dengan menetapkan kebijakan-kebijakan
dengan tujuan yang saling menguntungkan, sehingga kehidupan pluralis dapat dicapai
tanpa menciderai antar pihak. 3 Kondisi kemajemukan masyarakat Madinah yang sangat
multikultural mampu dirajut dan disulam secara harmonis oleh Rasulullah dalam konstitusi
Piagam Madinahnya. Rasulullah memposisikan antara muslim dan non-muslim secara
egaliter, supremasi hukum benar-benar ditegakkan tidak ada perbedaan sikap antara
muslim dan non-muslim, bahkan nilai-nilai kemanusiaan
sangat dijunjung tinggi.
A. Rumusan masalah

A.Pengertian dan pendidikan islam multicultural?


B.Kondisi Multikultural di Mekah dan Madinah ?
C.pendidikan islam multicultural pada masa nabi Muhammad saw?

B. Tujuan
ujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpatik, respek,
apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pendidikan islam Multikultural


Pendidikan multikultural berasal dari kata ‘kebudayaan’, dalam bahasa Belanda yang disebut
cultur, dalam bahasa Inggris disebut culture. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut tsaqāfah,
selain itu dalam pengertiannya yang berasal dari perkataan Latin, artinya mengolah mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini
berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam”. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan kederajatan dalam
perbedaan kebudayaankebudayaan.5 Dari dasar pengertian ini dapat dikatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah pendidikan yang menekankan kesederajatan dalam perbedaan-perbedaan
kebudayaan atau latar belakang siswa. Pendidikan multikultural adalah salah satu pendekatan
yang menekankan terhadap pengenalan siswa dan menghargai budaya yang berbeda dari budaya
asal mereka. Dalam cakupan yang lebih luas, dalam sistem pendidikan nasional merupakan salah
satu solusi bagi keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai
suku, bahasa dan agama.
Pendidikan Multikultural Menurut Para Ahli:
1. Azyumardi Azra, mendefinisikan multikultural sebagai pendidikan tentang keragaman
kebudayaan dalam merespons perubahan demografi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu
atau bahkan dunia secara keseluruhan.
2. Hariansyah, dari sudut pandang psikologis, menjelaskan bahwa pendidikan multikultural
memandang manusia memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan
secara keseluruhan bahwa kemanusiaan manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas,
heterogenitas, dan keberagamaan manusia itu sendiri. Keberagamaan itu bisa berupa ideologi,
agama, paradigma, pola pikir, kebutuhan, keinginan, dan tingkat intelektualitas.
Dari penjelasan tentang pendidikan multikultural tersebut terdapat dua sudut pandang, pertama,
pengertiannya secara umum, dan kedua, pengertian secara khusus yang lebih menekankan kepada
aspek keragaman dan kesederajatan siswa dalam proses pendidikan.
Prinsip Pendidikan Multikultural
Secara sederhana pendidikan multikultural, dapat didefenisikan sebagai “pendidikan
untuk/tentang keragaman lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.
Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan “menara gading”
yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu
membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Lebih lanjut Freire
mengatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
manusia menjadi manusia agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan, sampai
pada tingkat ketertinggalan. Oleh karena manusia sebagai pusat pendidikan, maka manusia harus
menjadikan pendidikan sebagai alat pembebasan untuk mengantarkan manusia menjadi mahluk
yang bermartabat.
Menurut Tilaar, pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran
tentang “interkulturalisme” seusai perang dunia II.
Kemunculan gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini selain terkait dengan perkembangan
politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial
dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat
dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa. Mengenai
fokus pendidikan multikultural, Tilaar mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan
multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan
kultural domain atau mainstream. Fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan
interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individuindividu yang
berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya
menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat
mainstream. Pendidikan Multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau mengerti
(difference), atau “politics of recognition” politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok
minoritas. Pendidikan Multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan
pandangan dasar bahwa sikap “indiference” dan “Non-recognition” tidak hanya berakar dari
ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma Pendidikan Multikultural mencakup subjek-subjek
mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok
minoritas dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya.
Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang “ethnic studies” untuk
kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang subjek ini adalah untuk mencapai
pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas dan disadvantaged . Istilah
“pendidikan multikultural” dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif, yang
menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat
multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-
kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks
deskriptif ini, maka kurikulum Pendidikan Multikultural mestilah mencakup subjek-subjek
seperti:
Toleransi, tema-tema tentang perbedaan ethno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi,
penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokratis dan pluralitas, kemanusiaan universal dan
subjek-subjek lain yang relevan.
Model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-
negara maju, dikenal lima pendekatan, yaitu:
pertama, pendidikan mengenai perbedaanperbedaan kebudayaan atau multikulturalisme.
Kedua, pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.
Ketiga, pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.
Keempat, pendidikan dwi-budaya.
Kelima, pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.
Pendidikan multikultural merupakan gejala baru di dalam pergaulan umat manusia yang
mendambakan persamaan hak, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama untuk
semua orang, “Education for All”. Pendidikan multikultural (multicultural education) juga
merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan
persamaan hak bagi setiap kelompok. Dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan
pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah,
prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa. Sedangkan secara luas pendidikan
multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti
gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama . Selanjutnya James Banks menjelaskan bahwa
pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan dan dapat membantu guru
dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan
pelajar (siswa), yaitu:
a. Dimensi integrasi isi/materi (content integration).
Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan poin kuci
pembelajaran dengan merefleksi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru
menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara
pandang yang beragam. Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu
guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat
kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit
pembelajarannya tidak dirubah. Dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit
atau topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural.
b. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction).
Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan
merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki.
Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan
pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri.
c. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction).
Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku
positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan
perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan
kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku
intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang
dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan
kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-
menerus. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak
stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap
kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa
penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran
yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi
terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para
pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
d. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara
cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil
belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat
digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk
kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition
learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk
lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan
para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan
persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
e. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and
social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke
sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk
menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang
beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan
praktik kelompok, iklim sosial, latihanlatihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan
staf dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.
B. Kondisi multikultural di mekah dan Madinah

n Islam Pada Masa Rasulullah di MakkahNabi Muhammad SAW

menerima wahyu yang pertama di Gua Hira diMakkah pada tahun 610 M. dalam wahyu itu
termaktub ayat Alquran yangartinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang
telah
menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan tuhanmu
maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena.Mengajarkan kepada manusia apa yang belum
diketahuinya 3
.
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua termaktub ayat Alquran yangartinya: Hai orang yang
berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilahperingatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan
pakaianmu bersihkanlah. danperbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan
maksud)memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah4 .Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas
olehAllah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lenganbaju untuk
member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusiasebagai tugas suci, tugas
mendidik dan mengajarkan Islam.kemudian keduawahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang
lain. Semuanya itu disampaikan dandiajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan
teman sejawatnyadengan sembunyi-sembunyi.Setelah banyak orang memeluk Islam, lalu Nabi
menyediakan rumah Al-Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan
pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan Islam pertama dalam sejarah pendidian
Islam. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islamkepada sahabat-
sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Alqurankepada para pengikutnya serta
Nabi menerima tamu dan orang-orang yanghendak memeluk agama Islam atau menanyakan hal-
hal yang berhubungandengan agama Islam. Bahkan di sanalah Nabi beribadah (sholat) bersama
sahabat-sahabatnya 5
.
Lalu turunlah wahyu untuk menyuruh kepada Nabi, supaya menyiarkan
agama Islam kepada seluruh penduduk jazirah Arab dengan terang-terangan..

Nabi melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Banyak tantangan dan penderitaan yang
diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya. Nabi tetap melakukan penyiaran Islam dan mendidik
sahabat-sahabatnya dengan pendidikan Islam. Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam
di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena Alquran merupakan inti sari
dan sumber pokok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan
keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepda manusia, supaya mempergunakan akal
pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta
seagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah

Islam pada masa Rasulullah di Madinah

Pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan
kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan,
bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara ara Nabi melakukan
pembinaan dan pengajaran berikut:
a. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial
danpolitik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya
masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan
disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar
tersebut adalah:
1. Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku,
dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua
orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan
lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.8
2. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum
Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing
seperti waktu di Makkah.
3. Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan
masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang
merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil
maupun moral.
4. Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat
baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat
juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut
hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari
Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at Rasa harga diri dan kebanggaan sosial
tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA mendapat wahyu dari Allah untuk
memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan
demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.Setelah selesai Nabi Muhammad
mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian
dengan kaum
Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum
Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-
membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus
memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum
Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut epercayaannya. Inilah salah
satu perjanjian persahabatan yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW.1

C. Pendidikan islam multicultural pada masa nabi muhammada S.a.w

Multikulturalisme pada masa Nabi Muhammad saw.Karena pada dasarnya multikulturalisme


pada masaNabi adalah sebuah peristiwa yang terjadi dalam lingkup sosial, sehingga tidak semua
nilainya dapat diambil dalam pembelajaran di dalam kelas. Seperti bagaimana mencari
rujukan kurikulum yang multikultural dalam sejarah Nabi Muhammad saw.? atau bagaimana
menyusun sebuah pembelajaran yang multikultural dengan dasar sejarah pada
masa rasulullah? Beberapa hal agaknya memiliki kesulitan dalam hal itu. Namun di balik itu
nilai-nilai di dalamnya dapat dijasikan sebagai dasar untuk menjawab atau setidaknya sebagai
refleksi atas pertanyaan-pertanyaan diatas.Memang antara pendidikan multikultural dengan
multikulturalisme Nabi Muhammad sama-sama memiliki kekurangan jika mau mengambil dasar
secara langsung untuk dijadikan landasan menyusun pendidikan Islam yang
multikultural. Namun dengan menggabungkan antara keduanya masing-masing menjadi dua hal
yang saling
melengkapi

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Posisi Nabi Muhammad kerapkali absen dilihat sebagai peletak dasar
multikulturalisme. dilihat sebagai cikal bakal teoritis pendidikan multikulturalisme.
Dalam rangka mewujudkan pendidikan multikulturalisme tersebut,
Nabi Muhammad menjadikan teologi rahmatan lil alamin sebagai
bahan bakar kognitif, afektif dan psikomotorik. Masyarakat Mekah dan Madinah
yang plural diedukasi oleh Nabi Muhammad melalui nilai-nilai ajaran Islam yang
universal seperti keadilan, egalitarianisme, kejujuran, cinta kasih, dan perdamaian.
Keteladanan Nabi Muhammad dengan akhlaknya yang universal menjadi modal
penting terwujudnya sikap toleransi dalam menyikapi multikulturalisme masyarakat
Mekah dan Madinah tersebut
B. Saran
Mungkin inilah yang dapat kami sampaikan pada makalah kami. Meskipun makalah ini
masih jauh drai kata sempurna, minimal kita dapat mengetahui sedikit banyak nya apa yang
di maksud dari perencanaan pembelajaran. Oleh karna itu kritik dan saran yang membangun,
kami harap kan dari bapak dan teman –teman, serta semoga makalah ini dapat berguna bagi
kita semua amin.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Gaus, dkk, Cerita Sukses Pendidikan Multikultural di Indonesia, (Jakarta: Center For The Study Of
Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 28. 8 Suwitno & Fauzan, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Persada Media, 2005), h. 26. 9 Mahfud, Pendidikan
Multikultural, (Jakarta: Kencana Persada Media, 2005), h. 76. (Q.S. Al-Alaq: 1-5)
4 (Q.S. Al-Mudatsir: 1-7)
5 Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992. Ha

Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah.. hal 26


9 Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9,2008 hal 37
Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008. Hal 28
7 Ibid, Hal 27

Anda mungkin juga menyukai