Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 7

NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


PERSFEKTIF ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas:
Mata Kuliah : Pendidikan Multikultural
Dosen Pengampu : Prof. Dr.H. NORMUSLIM, M.Pd.

Dibuat Oleh :
RINA NURSETYOWATI (2011110266)
MAULINA DEVI (2011110262)
HABIBAH (20111102
AYU LESTARI (2011110310)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah kami yang berjudul “NILAI-NILAI
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PERSFEKTIF ISLAM”. Tujuan
penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas dari dosen
yaitu Bapak Prof. Dr.H.NORMUSLIM,M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah “Pendidikan Multikultural”.
Dengan ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi
pembaca serta bagi penulis sendiri terimaksih kepada bapak yang
sudah mempercayakan tugas ini kepada penulis, sehingga sangat
membantu penulis untuk memperdalam pengetahuan pada bidang
studi yang sedang ditekuni. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
semua pihak yang telah berbagi pengetahuannya kepada penulis,
sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
demi kesempurnaan dari makalah ini.

Palangkaraya, 28Februari 2023


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

A. Latar Belakang.............................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

A. Pengertian Pendidikan Multikultural Persfektif Islam............................


B. Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Persfektif Islam.............................
C. Contoh Dari Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Persfektif Islam......

BAB III PENUTUP.............................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................
B. Penutup..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidikan Multikultural Perspektif Islam?
2. Apa Saja Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Perspektif Islam?
3. Apa saja contoh nilai-nilai Pendidikan Multikultural Perspektif Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pendidikan Multikultural Perspektif Islam
2. Untuk Mengetahui Nilai-Nilai Pendidikan Mulitikultural Perspektif Islam
3. Untuk Mengetahui Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Perspektif Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Multikultural Persfektif Islam


Pendidikan Islam Multikultural, Istilah pendidikan
multikultural boleh dibilang sebagai istilah yang relatif baru yang
mulai muncul pada pertengahan abad 20. Gagasan munculnya
pendidikan multicultural sesungguhnya dimulai sejak tahun 1960-
an di Amerika yang dilatarbelakangi oleh perjuangan hak-hak sipil
dan perubahan demografi masyarakat Amerika sebagai akibat dari
peningkatan populasi imigran dengan beragam agama, suku, ras
dan golongan yang memberi ekses pada lembaga-lembaga
pendidikan. Di Amerika tahun 1960-an ada larangan bagi warga
negara kulit hitam dan berwarna berada di tempat-tempat umum
oleh warga yang berkulit putih.
Sebelumnya di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat hingga perang dunia kedua masyarakatnya hanya mengenal
satu kebudayaan, yaitu kebudayaan warga negara kulit putih yang
beragama Kristen, sedangkan warga negara kulit berwarna (kulit
hitam) dan warga negara selain kulit putih dianggap sebagai warga
negara minoritas yang hak-haknya dibatasi sedemikian rupa.
Akhir tahun 1950 mulai muncul gejolak sosial yang menginginkan
adanya persamaan hak warga negara minoritas dan kulit hitam,
puncaknya terjadi pada tahun 1960-an dengan dilarangnya
diskriminasi atau perlakuan berbeda oleh warga negara kulit putih
terhadap warga negara kulit hitam.
Menurut James Banks pendidikan multikultural adalah suatu
rangkaian kepercayaan dan penjelasan yang mengakui dan menilai
pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam bentuk gaya hidup,
pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari
individu, kelompok atau negara.1 Musa Asy‟arie yang dikutip
Yaya Suryana dan Rusdiana memaknai pendidikan multikultural
sebagai proses pendidikian cara hidup menghormati, tulus,
toleransi terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural sehingga peserta didik kelak memiliki
kekenyalan dan kelenturan mental bangsa dalam menyikapi
konflik sosial di masyarakat.2
Dalam ilmu pendidikan Islam, hal ini memiliki kaitan atau
hubungan dengan konteks waktu dan tempat yang melingkupinya
dalam berbagai perbedaan. Sebagaiman firman Allah dalam
alQur’an surat al-Hujurat ayat 13:

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan


kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”

1
James A. Banks, An Introduction to Multicultural Education, (BostonLondon: Allyn and Bacon
Press, 1993), h. 3
2
Yaya Suryana, A. Rusdiana, ibid., h. 197
Berdasarkan ayat tersebut, jelaslah, ini menandakan pluralitas
manusia. Ilmu pendidikan islam yang mengedepankan al-Quran
sangat menyadari bahwa manusia berbeda beda, namun,
perbedaan ini bukan dijadikan sebagai potensi untuk saling
mengenal dan bermanfaat satu sama yang lainnya.
Tafsir al-Misbah dalam Tejo Waskito dan Miftahur Rahman
dijelaskan bahwa, sesungguhnya Kami (Allah Swt) menciptakan
manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah
pengantar untuk menegaskan bahwa semua derajat
kemanusiaannya sama disisi Allah Swt. Tidak ada perbedaan
antara satu golongan dengan golongan yang lain.
Tidak ada perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki- laki
dan perempuan, karena semua manusia diciptakan dari seorang
lakilaki dan perempuan. Allah juga menjadikan manusia dengan
bersuku-suku, berbangsa-bangsa dan berkelompok-kelompok.
Semua mendapat perlakuan yang sama oleh Allah Swt. Tujuannya
hanya satu, yaitu “li ta‟arafu” (saling mengenal satu sama lain
secara baik). Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan
bahwa“sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah Swt. adalah yang paling bertaqwa”.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Persfektif Islam

Pendidikan islam multikultural terdapat beberapa nilai dalam


pendidikan Islam multikultural, yaitu nilai realistis, demokratis,
toleransi, moderasi, keseimbangan, keadilan, egaliter, inklusif,
ramah budaya, dan nilai cinta tanah air. Nilai-nilai inilah yang
harus ditanamkan kepada peserta didik melalui pendidikan
multikultural baik pada jalur formal, informal maupun nonformal.
Nilai dapat diartikan sebagai sesuatu atau segala sesuatu yang
dianggap berharga dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

a. Nilai realistis Realistis adalah pandangan atau sikap melihat


dan mau menerima sesuatu sesuai dengan fakta atau kenyataan
yang ada dan memang fakta itu tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks budaya keragaman
kebudayaan adalah suatu keniscayaan dan sudah merupakan
hukum Allah (sunnatullah) menciptakan dan menjadikan
manusia dengan beragama bangsa, suku, warna kulit dan
budaya. Dalam ajaran Islam hal ini sudah ditegaskan Allah
pada surah al-Hujurat ayat 13. Fakta dan keniscayaan
keberagaman budaya dalam masyarakat majemuk ini harus
disampaikan, diketahui, dipahami dan diterima oleh siapapun
termasuk peserta didik melalui proses pembelajaran.
b. Nilai demokratis Demokratis adalah pandangan atau sikap
yang menganggap bahwa pihak lain yang berbeda dengan diri
atau golongannya memiliki hak dan kesempatan yang sama
dalam mengakses berbagai bidang kehidupan, baik dalam
bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, bela negara dan
lain-lain. Multikulturalisme melalui pendidikan multikultural
harus berupaya memberi pandangan kepada peserta didik
bahwa meskipun manusia memiliki keragaman budaya, tetapi
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai
bidang kehidupan tersebut.
c. Nilai toleransi toleransi adalah sikap membiarkan atau
menahan diri untuk tidak melarang, menghalangi apalagi
sampai menindas orang atau pihak lain untuk melakukan
sesuatu yang berbeda bahkan tidak disukai pihak lainnya
dalam batas-batas tertentu. Membiarkan pihak lain yang
menganut agama dan budaya berbeda melakukan ritual
keagamaan atau mengimplementasikan kebudayaannya, tanpa
dilarang, dihalangi apalagi ditindas, tentu dalam batas-batas
tertentu adalah nilai pendidikan multikultural yang juga harus
ditanamkan ke dalam jiwa peserta didik. Toleransi lahir karena
seseorang mempunyai prinsip tetapi menghormati dan
menghargai prinsip orang lain yang berbeda dengan prinsip
dirinya dalam hal apa saja termasuk dalam hal kebudayaan,
ada keseimbangan antara prinsip diri dan prinsip orang lain.
Toleransi hakiki akan terwujud jika hal itu dilakukan oleh
kedua pihak (ada keseimbangan, bukan sepihak).
d. Nilai moderasi Dalam masyarakat plural dan multicultural
diperlukan moderasi (dalam bahasa Arab disebut tawassuth),
meskipun moderasi belakangan lebih banyak ditujukan pada
sikap beragama. Namun sesungguhnya moderasi juga
diperlukan pada aspek lainnya terutama pada keberagaman
kebudayaan, karena faktanya manusia memiliki kamajemukan
budaya yang jika tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan
gesekan dan konflik sehingga dapat merusak bingkai persatuan
sesama warga bangsa. Moderasi dapat dimaknai sebagai sikap
mengambil jalan tengah, tidak ekstrim/radikal dan juga tidak
liberal. Dalam konteks multikultural, moderasi berarti tidak
memihak secara berlebihan budaya tertentu dan juga tidak
merendahkan budaya lainnya. Oleh karena itu peserta didik
perlu diberi pemahaman pentingnya nilai dan sikap moderasi
(sikap mengambil jalan tengah/tawassuth di antara dua atau
beberapa hal yang tidak sama bahkan berseberangan) dalam
menghadapi kemajemukan budaya.
e. Nilai keseimbangan Keseimbangan dalam bahasa Arab disebut
tawazun. Dalam konteks kebudayaan, tawazun dimaknai
sebagai pemahaman dan pengimplementasian budaya secara
seimbang. Tawazun dapat pula diartikan sikap memilih titik
yang seimbang dalam menghadapi suatu permasalahan.
Selanjutnya berimbang disini dapat dimaknai adanya
keseimbangan antara pemahaman dan pengimplementasian
budaya sendiri (eksklusifisme) dan penghormatan kepada
pemahaman dan praktik budaya orang lain yang berbeda
(inklusifisme). Keseimbangan antara eksklusifisme dan
inklusifisme ini niscaya akan menghindarkan kelompok
budaya tertentu dari sikap ekstrim dan fanatik berlebihan
dalam berbudaya baik dalam pandangan maupun dalam
praktik atau pengimplementasian budaya.
f. Nilai keadilan Adil berarti menempatkan sesuatu pada
tempatnya, proporsional, tegak lurus. Dalam konteks
multikultural, budaya masing-masing pihak dipandang dan
ditempatkan secara proporsional pada
kelompok/golongan/aliran/sukunya dan memberi kesempatan
yang sama, tidak berat sebelah kepada masing-masing pihak
untuk mengimplementasikan kebudayaannya. Islam
memerintahkan manusia untuk memperlakukan orang secara
adil tanpa memandang latar belakang agama, status sosial,
jenis kelamin, etnis, suku, golongan dan lain-lain sebagaimana
tercantum dalam Qur‟an surah An-Nisa ayat 58:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan


amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
g. Nilai egaliter, Egaliter yang dalam bahasa Arab disebut
musawah berarti kesejajaran atau kesetaraan yang bermakna
tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari pihak lain
sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Musawah dapat
diartikan tidak bersikap diskriminatif terhadap orang lain yang
disebabkan oleh perbedaan keyakinan, tradisi, asal usul, etnis,
suku, warna kulit, ras, dan golongan seseorang. Dalam konteks
multikultural, egaliter berarti memandang dan memperlakukan
sejajar atau sederajat antara satu budaya dan budaya lainnya,
meskipun jika diukur dengan ajaran agama yang dianut bisa
jadi ada budaya-budaya di masyarakat yang tidak sejalan
bahkan bertentangan dengan nilai- nilai ajaran agama, namun
dalam kehidupan bermasyarakat hal tersebut tidak perlu
dieksplisitkan secara terbuka.
h. Nilai inklusif, Inklusif umumnya selalu dikaitkan dengan sikap
beragama seseorang. Namun jika dicermati secara mendalam,
inklusifisme juga diperlukan dalam memandang kebudayaan
yang hidup dan berkembang pada masyarakat multikultural.
Dalam konteks multikuktural, inklusif adalah nilai/sikap yang
mengakui dan menghargai kebudayaan orang lain yang
berbeda dengan kebudayaan diri atau kelompoknya, boleh jadi
di dalam kebudayaan orang lain terdapat kebenaran dan
kebaikan sebagaimana kebenaran dan kebaikan budaya yang
dianutnya. Sikap ini memberikan apresiasi bagi
kelompok/suku lain untuk mempertahankan dan melaksanakan
kebudayaannya. Sikap inklusif memberikan ruang yang cukup
luas bagi terciptanya kerukunan antar warga masyarakat yang
multikultural. Lawan dari inklusif adalah eksklusif. Dalam
konteks multikultural, eksklusif adalah sikap seseorang yang
sama sekali tidak menghargai atau mengakui kebudayaan
orang lain, menganggap bahwa hanya budayanyalah sebagai
satu-satunya budaya yang baik dan benar, sedangkan budaya
orang lain semuanya salah. Sikap eksklusif menolak kerja
sama antar kelompok budaya yang berbeda, tidak ada
toleransi, sehingga sikap ini menutup rapat ruang bagi
terciptanya kerukunan antar kelompok/golongan/aliran/suku
dalam masyarakat multikultural. Nilai ramah budaya Ramah
budaya dapat dimaknai sebagai sikap menghormati budaya
atau tradisi yang dijalankan masyarakat setempat, menghayati
nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat
multikutural, bisa menempatkan diri dalam komunitas
masyarakat tertentu yang berbeda dengan komunitasnya
bahkan turut serta melestarikan adat budaya setempat selama
tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama yang
dianutnya. Dalam pepatah orang Padang, ramah budaya ini
dituangkan dalam kalimat “di mana bumi dipijak di situ langit
dijunjung”, atau suku Dayak Kalimantan Tengah menyebutnya
dengan istilah “belom bahadat” (hidup harus memiliki adat
istiadat dan menghormati adat istiadat orang lain).
i. Nilai cinta tanah air Pengakuan terhadap kamejemukan
masyarakat dengan segala keragaman budayanya (realistis),
demokratis, toleransi, moderasi, keseimbangan, keadilan,
egaliter, inklusif, ramah budaya dalam memandang dan
memperlakukan budaya pihak lain sesungguhnya
menggambarkan kecintaan terhadap tanah air yang dihuni oleh
masyarakat majemuk, sehingga melahirkan rasa persaudaraan
dengan sesama warga negara dan sekaligus mengakui wilayah
negara sebagai satu kesatuan yang utuh.
C. Contoh dari Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Persfektif Islam

Sebagai agama, Islam telah mengatur bagaimana pemeluknya


bersikap dalam suasana kemajemukan. Prinsip hubungan muslim
dengan orang lain dijelaskan Allah swt dalam al-Qur’an dan
melalui Rasul-Nya, dimana harus terjalin atas dasar nilai
persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan dan persaudaraan
kemanusian. Nilai-nilai Qur’ani inlay yang semestinya menjadi
landasan utama bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar
belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.

Dalam konteks multikultural, nilai-nilai pendidikan yang dapat


diambil dari Islam adalah sebagai berikut: a. Perdamaian

Konflik antar umat beragama bisa jadi tidak bersumber dari agama
itu sendiri, melainkan bisa muncul dari persoalan politik, ekonomi
dan sektorsektor non-agama lainnya, kemudian ada upaya
penghadapan antar umat penganut agama yang berlainan. Dalam
konteks masyarakat yang multikultural, Islam mengajarkan
umatnya untuk bertindak sebagai pembawa perdamaian, bukan
permusuhan. Siapapun tidak diperbolehkan menebar kebencian
dan permusuhan, terlebih mengatasnamakan agama. B. Kesatuan

Kesatuan berarti tidak terpecah belah, perbedaan yang ada


semestinya menemukan satu tujuan bersama sehingga terciptalah
keadaan yang solid. Adanya perbedaan justru merupakan potensi
untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Potensi,
bahasa, agama, dan lainnya yang berbeda jika disatukan dalam
bingkai kesatuan akan menjadi kekuatan bersama. Di sisi lain
dengan persatuan yang kuat dapat tercipta kemanusiaan yang kuat.

c. Kemanusiaan

Kemanusiaan atau humanisme merupakan nilai kodrati yang


menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusiaan
bersifat universal, global, di atas semua suku, aliran, ras, golongan
atau agama. Melalui nilai-nilai kemanusiaan ini dibangun
pendidikan yang bersifat eksloratif sehingga mampu menjiwai
secara penuh tanpa kehilangan jati diri. D. Persamaan hak

Di antara hak seorang mukmin yang wajib diberikan kepada


mukmin lainnya ialah dengan tidak memanggil dengan sebutan
yang tidak disukai. Setiap manusia memiliki hak yang sama dalam
dihormati dan menghormati, menyampaikan pendapat dan
mendengarkan pendapat, memiliki akses yang sama dalam setiap
kesempatan yang ada. E. Persaudaraan

Menjaga persaudaraan sesama muslim bahkan senegara


semestinya menjadi hal utama untuk dilestarikan. Tidak menyakiti
mereka baik dari hal terkecil sampai yang menyakiti hatinya. Hal
ini ditegaskan Rasulullah Saw dalam beberapa haditsnya,
diantaranya yang artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata
bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah kalian saling
dengki, jangan saling menipu, jangan saling membenci, jangan
saling membelakangi, dan jangan saling membeli suatu barang
yang akan dibeli orang. Jadilah kamu sekalian hamba-hamba
Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim lainnya. Tidak layak untuk saling menzhalimi, berbohong
kepadanya dan acuh kepadanya. Takwa itu ada disini (beliau
sambil menunjuk dadanya 3 kali). Cukuplah seseorang dikatakan
jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Haram bagi
seorang muslim dari muslim lainnya, darahnya, hartanya dan
harga dirinya” (HR. Muslim, no. 2564) f. Saling bekerjasama

Manusia adalah makhluk sosial, yang saling membutuhkan antara


satu dengan lainnya. Tidak seorangpun yang mampu hidup sendiri
tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Hubungan
kemasyarakatan yang dibangun atas dasar kerjasama akan
melahirkan suasana yang harmonis dan dinamis. Di sisi lain dapat
melahirkan sikap saling menghormati dan menghargai. G.
Demokratis

Demokratis merupakan cara bersikap, berfikir, dan bertindak yang


menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Artinya
setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Setiap
manusia memiliki
Kebebasan, kehormatan dan kemuliaan yang tidak boleh dilanggar
dengan apapun dan tidak boleh disentuh dalam kondisi apapun. H.
Saling mengenal

Tujuan dijadikannya manusia berbeda-beda dari segi agama, suku,


bahasa, ras bahkan warna kulit adalah untuk saling kenal
mengenal, menciptakan persaudaraan dan mengikat silaturahmi
dalam keharmonisan, bukan membuat semakin terpecah belah dan
bermusuhan. i. Persamaan derajat

Dalam ajaran Islam, status sosial tidaklah menjadikan seseorang


tersebut lebih mulia, melainkan karena takwanya. Kaya miskin
bukan sebagai tolok ukur derajat seseorang semakin tinggi, apalagi
masalah wama kulit, suku, ataupun bahasa.

j. Saling menghormati

Islam melarang sikap saling hina, mengolok-olok, dan mencela


orang lain serta mengajarkan prinsip toleransi (tasamuh). Saling
menghormati menjadi salah satu ajaran yang diterapkan
Rasulullah Saw dari awal kehadirannya. Baik ke laki-iaki,
perempuan, orang yang lebih tua atau sebaya dan sejenisnya.

k. Saling tolong-menolong

Membiasakan tradisi saling menolong akan menciptakan suasana


kondusif dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Terdapat
beberapa hadits menjelaskan tentang pentingnya sikap saling
tolong menolong. Diantaranya: Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi
Saw bersabda: “Barangsiapa membebaskan seorang mukmin dari
kesusahan di dunia, pasti Allah akan membebaskannya dari
kesusahan di kari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang
kesulitan, pasti Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan
di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, pasti Allah
akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong
saudaranya.” (HR. Muslim, no. 2699)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai