Disusun Oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM MAARIF NU (IAIM NU)
METRO LAMPUNG
TAHUN 2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis panjatkan kehadirat allah swt . karena berkat
rahmat dan hidayahnya lah akhirnya makalah yang berjudul berbagai
pendekatan dalam memahami agama“dapat penulis selesaikan.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan hal penting bagi kehidupan.Kehidupan dan agama
adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Dalam proses kehidupan sehari-
hari, seringkali manusia meletakkan agama sebagai sesuatu yang sangat
penting, misalnya dalam menghadapi permasalahan tertentu. Hal ini
membuktikan bahwa agama memiliki kedudukan tinggi dalam proses
kehidupan manusia. Untuk itu di dunia ini terdapat banyak sekali agama-agama
yang diyakini oleh manusia.Manusia diciptakan sejak awal sudah berbudaya,
agama dan kehidupan beragama telah terjadi dalam kehidupan bahkan
memberi corak dan bentuk dari perilaku budayanya.1Pada dasarnya manusia
mempunyai kebebasan untuk menyakini agama yang dipilihnya dan beribadah
menurut kenyakinan tersebut.
Penerimaan terhadap sebuah kenyakinan agama adalah pilihan bebas
yang bersifat personal. Bangsa Indonesia dengan keberagaman budayanya
memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri kebudayaan menjadi suatu
penilaian kreatifitas dan produktifitas manusia dalam kehidupannya.
Kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari manusia karena merupakan inti dari
kehidupan. Dalam al-qur’an, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka
bumi dan dilengkapi dengan akal budi dan memiliki kemampuan cipta, rasa,
karsa. Dengan karunia Allah, berupa akal budi, cipta, rasa dan karsa manusia
mampu menciptakan kebudayaan.Manusia dengan akal budinya mampu
mengubah alam menjadi kebudayaan.Dengan demikian, segala sesuatu dapat
dimungkinkan untuk diciptakan oleh manusia.Hubungan antara manusia
dengan kebudayaan sangatlah erat kaitannya karena manusia sebagai
penciptanya, juga manusia sebagai pemilik kebudayaan maupun sebagai
pemelihara atau sebagai perusak kebudayaan.2
3
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian untuk
mengetahui lebih jauh mengenai Agama sebagai Produk Kebudayaan. Dengan
demikian penelitian ini diberi judul: “Agama Sebagai Produk Kebudayaan"
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi
pokok permasalahan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Agama Sebagai
Produk Kebudayaan”
1. Apa pengertian Agama dan Kebudayaan?
2. Apa saja Definisi,unsur dan fungsi kebudayaan?
3. Apa yang dimaksud dengan Agama Sebagai Produk Kebudayaan?
4. Bagaimana kaitan antara Islam dan gejala sosial budaya?
5. Bagaimana Pendekatan Study Kebudayaan?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian Agama dan Kebudayaan
2. Mengetahui Definisi,unsur dan fungsi kebudayaan
3. Mengetahui makna Agama Sebagai Produk Kebudayaan
4. Mengetahui kaitan antara Islam dan gejala sosial budaya
5. Untuk dapat mengetahui Pendekatan Study Kebudayaan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama Sebagai Produk Kebudayaan
Secara kebahasaan kata agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu kata a
yang berarti tidak, dan gam yang berarti pergi. Berarti agama adalah tidak pergi,
tidak putus, tidak hilang, dengan maksud karena agama diajarkan secara turun
temurun atau karena agam pada umumnya mengajarkan kekekalan hidup, atau
kematian bukanlah akhir dari kehidupan karena ada kehidupan lagi selanjutnya.
Ada juga yang mengartikan gam itu adalah kacau, dengan maksud bawha setiap
manusia yang mempunyai agama maka dengan agama itu ia tidak kacau atau
mempunyai pandangan hidup, mempunyai jalan hidup, dan punya jalan lurus
serta teratur. Dalam pengertian lain Agama merupakan kenyataan yang dapat
dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-
macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang
hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Menurut bahasa, kata kebudayaan berasal dari bahsa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture.3 yang berasal dari kata latincolore, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur”
dalam bahasa Indonesia. Menurut istilah, budaya adalah sambungan yang ada
kaitannya antara penyebab dan yang disebabinya, karena sering terjadinya serta
sah gagalnya, dan tidak ada kemampuan untuk membuktikannya.4
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia
sebagai mahkluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model
pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan untuk mendorong dan
menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.5
3
Shadily, H. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. 2015. h 35
4
Affandy, A. M. Aqidah Islamiyah. Tasikmalaya: Miftahul Huda. 1991. h 94
5 Persudi Suparlan. "Kebudayaan dan Pembengunan" dalam kapan Agama dan Masyarakat,
5
Budaya menurut koenjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan system
gagasan tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Yojachem wach berkata tentang
pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis
hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia
dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya.yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif. Faktor kondisi objektif menyebabkan terjadinya
budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah
sama. Hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat
pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengunkapkan apa yang
ia percaya dalam bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur
masyarakat dan adat istiadat.
Apabila ditarik garis batas antara agama dan kebudayaan itu adalah garis
batas Tuhan dan manusia, maka wilayah agama dan wilayah kebudayaan itu
dasarnya tidak statis tapi dinamis, sebab Tuhan dan manusia berhubungan
secara dialogis, dimana manusia menjadi khalifah-Nya di bumi. Maka pada
tahapan ini, adakalanya antara agama dan kebudayaan menempati wilayahnya
masing-masing, dan ada kalanya keduanya berada dalam wilayah yang sama,
yaitu yang disebut dengan ilayah kebudayaan agama. Karena agama
memandang kebudayaan itu harus dihormat karena ada kalanya hukum itu
diambil dari dasar kebudayaan. Kebudayaan sendiri salah satu unsurnya yaitu
sistem kepercayaan. Kepercayan mempunyai andil kuat dalam membentuk
suatu budaya. Dalam hal ini Islam sebagai agama sangat berpengaruh
membentuk kebudyaan pengikutnya.
6
Terdapat unsur bahasa suatu daerah dalam sebuah kebudaayan berdasarkan
dari daerah asalnya masing masing, seperti tulisan diprasasti. Sistem
Kepercayaan Kebudayaan yang muncul tentunya ada hubungan dengan
kepercayaan masing masing dari setiap daerah seperti ngaben pada
masyarakat Bali.
b) Ilmu Pengetahuan
Kebudayaan muncul dengan adanya ilmu pengetahuan karena kebudayan
muncul merupakan gagasan ide dari setiap pencetusnya.
c) Sistem Teknologi
Sedangkan dengan teknologi kebudayaan dapat dibagikan dikenal oleh
banyak orang sehingga dapat dipertahankan keberadaan dan kelestariannya.
d) Sistem Kemasyarakatan atau Kekerabatan
Kebudayaan melekat dengan tingkah laku setiap masyarakat dan
kebersamaan masyarakat yang terdahulu.
e) Sistem Ekonomi
Kebudayaan yang tercipta dalam masyarakat dalam bergotong royong
dalam bercocok tanam ataupun memanen tanaman.
f) Kesenian
Kebudayaan dengan kesenian saling terhubung seperti dengan adanya
lukisan, alat musik, tarian dan lain sebagainya.
7
Umayan bin Abi Shalt dan Qus bin Saidah. Karena sesungguhnya
penyiaran agama Yahudi dan Nasrani di tanah Arab merupakan pembuka
jalan bagi kelahiran pemimpin besar yang ditunggu-tunggu, yaitu Nabi
Muhammad Saw.6
Kebudayaan masyarakat Arab pra-Islam cenderung menganut
fanatisme yang berlebihan terhadap kesukuan. Masyarakat Arab hidup
dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut kabilah. Masing-masing
kabilah hanya akan mendukung anggotanya. Perang antar kabilah menjadi
hal yang lazim dalam masyarakat Arab pra-Islam.
3. Agama Sebagai Realitas Budaya dan Sosial
Islam Sebagai Realitas Budaya
Sebagian besar para pemikir Muslim menyetujui pendapat H.A.R. Gibb
yang menyatakan bahwa Islam sesungguhnya bukan hanya satu sistem
teologi semata, tetapi ia merupakan peradaban yang lengkap7. Menariknya,
dari statemen Gibb tersebut adalah hampir semua kelompok umat Islam
sepakat dan mendukung sebuah perpaduan (integritas) antara agama dan
urusan dunia merupakan satu entitas yang utuh. Sehingga antara yang
profan dan yang sakral tidak ada perbedaan yang mencolok.
Meskipun dalam hal-hal tertentu umat Islam menolak pembatasan agama
dalam arti sempit, namun --masih menurut Gibb-- suatu pembatasan dalam
bidang agama, akan memberikan dampak yang positif, asalkan berangkat
dari satu anggapan bahwa unsur agama dalam masyarakat sangat
berhubungan erat dengan unsur-unsur lainnya. Ekplorasi analisa Gibb di
atas, mendorong kepada kita bahwa dalam realitas sosial akan dijumpai
sebuah gagasan Islam dengan pendekatan yang bersifat kultural.
Islam Sebagai Realitas Sosial
Masyarakat Jawa sangat kental dengan masalah budaya dan ideologi.
Budaya dan Ideologi Jawa hingga akhir-akhir ini masih mendominasi
budaya nasional di Indonesia. Di antara faktor penyebabnya adalah begitu
banyaknya orang Jawa yang menjadi elite negara yang berperan dalam
6
Yatim, B. Sejarah Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1998 : h 74
7
Gibb, 1959: 59-61
8
percaturan kenegaraan di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan
maupun sesudahnya. Nama-nama Jawa juga sangat akrab di telinga bangsa
Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa budaya Jawa cukup memberi warna
dalam berbagai permasalahan bangsa dan negara di Indonesia. Di sisi lain,
ternyata budaya Jawa tidak hanya memberikan warna dalam percaturan
kenegaraan, tetapi juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek
keagamaan.
8
Kodir, K. A. Metodologi Studi Islam. Bandung: Pustaka Setia : 2008. h 56
9
Al-Bajuri, M,. Jauhar Tauhid. Surabaya: Al-Haromain.: 2014. h 85
9
D. Pendekatan Studi Kebudayaan
Konsep mengenai kebudayaan yang dikemukakan seperti tersebut diatas
itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendata dan
mengkaji serta memahami agama. Bila agama dilihat dengan menggunakan
kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai kebudayaan; yaitu:
sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang diyakini
kebenarannya oleh para warga masyarakat tersebut. Agama dilihat dan
diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah
masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang
dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang
menjadi ciri dari kebudayaan.
Pada waktu kita melihat dan memperlakukan agama sebagai kebudayaan
maka yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada
dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu
dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang
hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal; yaitu, lokal
sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut. Mengapa demikian? untuk
dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan,
maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan
nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agama
tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya
dengan nilai-nilai budaya serta unsur-unsur kebudayaan yang ada, sehingga
agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai
unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka
agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apabila ditarik garis batas antara agama dan kebudayaan itu adalah garis
batas Tuhan dan manusia, maka wilayah agama dan wilayah kebudayaan itu
dasarnya tidak statis tapi dinamis, sebab Tuhan dan manusia berhubungan
secara dialogis, dimana manusia menjadi khalifah-Nya di bumi. Maka pada
tahapan ini, adakalanya antara agama dan kebudayaan menempati wilayahnya
masing-masing, dan ada kalanya keduanya berada dalam wilayah yang sama,
yaitu yang disebut dengan ilayah kebudayaan agama.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
https://dosenpintar.com
https://id.m.wikipedia.org
https://osf.io
https://www.acedemia.edu
12