Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH BUDAYA LOKAL TERHADAP PENYEBARAN ISLAM DI ASIA

TENGGARA

Dosen Pengampu:

Dr. H. M. Mujab, M.A

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
Muhammad Sirajuddin Al Haqiqy
NIM. 220101110002

PRORAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
segala rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian
ini untuk memenuhi tugas “Kajian Materi Sejarah Kebudayaan Tingkat Dasar
SD/MI”, dengan judul penelitian “Pengaruh Budaya Lokal Terhadap Penyebaran
Islam di Asia Tenggara”. Proposal penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
untuk menambah pengetahuan dan pemahaman dalam belajar.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada bapak Dr. H. M. Mujab,M.A


selaku dosen pembimbing matakulia Kajian Materi Sejarah Kebudayaan Islam
Tingkat Dasar SD/MI. Dalam proses pengumplan data-data dan juga proses
pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kerja keras penyusun.

Segala upaya telah dilakukan untuk menyusun proposal penelitian ini agar
maksimal. Namun, saya sadar dalam penulisan proposal penelitian ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan untuk memaksimalkan penulisan proposal penelitian selanjutnya. Terima
Kasih.

Rabu, 25 Oktober 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Asia Tenggara adalah kawasan yang kaya akan keberagaman budaya, etnis, dan
agama. Salah satu agama yang memainkan peran signifikan di kawasan ini adalah
Islam. Islam telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara
selama berabad-abad. Proses penyebaran Islam di kawasan ini tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor agama semata, tetapi juga oleh faktor budaya yang kuat.

Pengaruh budaya lokal dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara sangat


menarik untuk diselidiki lebih lanjut. Budaya di kawasan ini mencakup keragaman
bahasa, adat istiadat, seni, dan tradisi lokal yang sering kali telah diintegrasikan dengan
ajaran Islam. Misalnya, seni rupa Islam di Asia Tenggara seringkali mencerminkan
unsur-unsur budaya lokal, dan tata cara ibadah Islam dapat disesuaikan dengan tradisi
adat setempat.

Selain itu, dalam masyarakat Asia Tenggara, hubungan antar-etnis dan


dinamika sosial juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam. Sebagian
besar negara di kawasan ini memiliki populasi etnis yang beragam, dan pengaruh
budaya etnis ini terkadang berdampak pada cara Islam dipraktikkan dan disebarkan.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh faktor
budaya, seperti seni, tradisi lokal, dan tata cara ibadah yang diadaptasi, serta faktor
sosial, termasuk hubungan antar-etnis, terhadap penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang peran budaya dalam penyebaran
Islam, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang
dinamika sosial dan agama di kawasan ini, serta relevansinya dalam konteks sejarah
dan perkembangan sosial saat ini..

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana kondisi budaya negara-negara ASEAN?
2. Apa pengaruh budaya lokal terhadap penyebaran Islam?
3. Apa pengaruh budaya lokal terhadap keislaman di negara Asia Tenggara?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kondisi budaya negara-negara ASEAN.
2. Untuk mengetahui pengaruh budaya lokal terhadap penyebaran Islam di Asia
Tenggara.
3. Untuk mengetahui pengaruh budaya lokal terhadap keislaman di negara Asia
Tenggara.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini akan memberikan kontribusi teoritis yang penting dalam
memahami bagaimana faktor budaya mempengaruhi penyebaran agama Islam di
kawasan Asia Tenggara. Ini dapat menggambarkan kompleksitas interaksi antara
budaya lokal dan agama, yang pada gilirannya dapat membantu teori-teori sosial
dan agama yang lebih luas.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih baik kepada
pemerintah tentang bagaimana faktor budaya memengaruhi penyebaran
Islam. Hal ini dapat membantu pemerintah merancang kebijakan yang
lebih inklusif dan berdampak positif terhadap masyarakat yang beragam
secara budaya.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam upaya mempromosikan dialog
antar-agama. Memahami cara Islam berintegrasi dengan budaya lokal
dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik antara
komunitas beragama yang berbeda dan meminimalkan ketegangan antar-
agama.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Budaya
1. Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang ditemukan dan ditentukan oleh
suatu kelompok tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup baik untuk
dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai
cara yang dipersepsikan, berpikir dan dirasakan dengan benar dalam hubungan
dengan masalah tersebut. Dan juga disebutkan Budaya adalah suatu konsep yang
membangkit minat dan berkenaan dengan cara manusia hidup, belajar berpikir,
merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budanya dalam
arti kata merupakan tingkah laku dan gejala sosial yang menggambarkan identitas
dan citra suatu masyarakat. Budaya didefinisikan sebagai cara hidup orang yang
dipindahkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses pembelajaran
untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan lingkungannya.
Budaya merupakan pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok melalui
pemecahan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Sekelompok orang
terorganisasi yang mempunyai tujuan, keyakinan dan nilai- nilai yang sama, dan
dapat diukur melalui pengaruhnya pada motivasi.1
Kotler (2005:203) mengatakan, "budaya merupakan penentu keinginan dan
perilaku yang paling mendasar". Budaya berawal dari kebiasaan. Budaya
merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni Budaya yang berkembang
di suatu tempat sangatlah berbeda dengan tempat lain. Oleh karena itu, tiap- tiap
orang yang pindah ke suatu daerah yang baru perlu mempelajari budaya daerah
setempat. Menurut Hofstede dalam Shvoong, "budaya adalah pemrograman

1
Abdul Wahab Syakhrani and Muhammad Luthfi Kamil, “Budaya Dan Kebudayaan: Tinjauan Dari Berbagai
Pakar, Wujud-Wujud Kebudayaan, 7 Unsur Kebudayaan Yang Bersifat Universal,” Journal form of Culture 5,
no. 1 (2022): 783–784.
kolektif atas pikiran yang membedakan anggota- anggota suatu kategori orang
dari kategori lainnya".2
2. Wujud-Wujud Kebudayaan
Menurut J.J Honingmann, dikutip dari buku Koentjaraningrat, Pengantar
Ilmu Antropologi, ada tiga wujud kebudayaan, diantaranya:
a. Gagasan
Bersifat abstrak dan tempatnya ada di alam pikiran tiap warga pendukung
budaya yang bersangkutan sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud
budaya dalam bentuk sistem gagasan ini biasa juga disebut sistem nilai budaya.
b. Perilaku
Berpola menurut ide/gagasan yang ada. Wujud perilaku ini bersifat
konkret dapat dilihat dan didokumentasikan.
c. Benda Hasil Budaya
Bersifat konkret, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam wujud
konkret ini disebut kebudayaan fisik. Contohnya, bangunan- bangunan megah
seperti candi, piramida, menhir, alat rumah seperti kapak perunggu, tangga
seperti kapak.3

3. Unsur-Unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur-
unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan
semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan
tersebut adalah:4
a. Sistem Bahasa
Bahasa berperan sebagai alat yang memungkinkan manusia untuk
memenuhi kebutuhan sosialnya, seperti berinteraksi dan berhubungan dengan
sesama manusia. Dalam disiplin ilmu antropologi, studi yang berkaitan dengan
bahasa dikenal sebagai antropologi linguistik. Keesing menyatakan bahwa
kemampuan manusia dalam menciptakan tradisi budaya, mengembangkan
pemahaman tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan

2
Daniel Teguh Tri Santoso and Endang Purwanti, “Pengaruh Faktor Budaya, Faktor Sosial, Faktor Pribadi, Dan
Faktor Psikologis Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Dalam Memilih Produk Operator Seluler Indosat-
M3 Di Kecamatan Pringapus Kab. Semarang” 6, no. 12 (2013): 114–115.
3
Syakhrani and Kamil, “Budaya Dan Kebudayaan: Tinjauan Dari Berbagai Pakar, Wujud-Wujud Kebudayaan,
7 Unsur Kebudayaan Yang Bersifat Universal,” 785–786.
4
Ibid., 786–788.
mewariskannya kepada generasi berikutnya sangat tergantung pada bahasa.
Dengan kata lain, bahasa memiliki peran yang sangat signifikan dalam analisis
budaya manusia.
b. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam konteks budaya universal terkait erat dengan
sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan ini berwujud
dalam pemahaman konseptual manusia dan memiliki cakupan yang luas. Sistem
pengetahuan mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang
digunakan dalam kehidupan mereka. Banyak kelompok masyarakat yang sangat
bergantung pada pengetahuan ini untuk bertahan hidup, seperti memahami
kapan jenis ikan tertentu bermigrasi ke hulu sungai. Selain itu, kemampuan
manusia untuk membuat alat-alat bergantung pada pengetahuan rinci tentang
ciri-ciri bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan alat-alat tersebut.
Dalam setiap budaya, terdapat warisan pengetahuan tentang alam, tumbuhan,
binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya.
c. Sistem Sosial
Unsur budaya yang melibatkan sistem kekerabatan dan organisasi sosial
merupakan upaya dalam bidang antropologi untuk memahami bagaimana
manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial.
Koentjaraningrat menyatakan bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki
struktur kehidupan yang diatur oleh adat istiadat dan peraturan yang berlaku
terkait berbagai aspek kehidupan mereka di lingkungan sehari-hari. Dasar dari
organisasi sosial ini adalah keluarga, termasuk keluarga inti dan kerabat lainnya,
yang memiliki peran yang sangat penting. Selanjutnya, manusia dikelompokkan
berdasarkan faktor geografis dalam pembentukan struktur sosial di kehidupan
mereka.
d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia secara konsisten berupaya untuk menjaga kelangsungan
hidupnya, yang mengakibatkan mereka selalu terlibat dalam pembuatan alat-
alat atau objek-objek yang mendukung kehidupan mereka. Pada awalnya,
perhatian para antropologis dalam memahami kebudayaan manusia berfokus
pada elemen teknologi yang digunakan oleh suatu masyarakat, yang mencakup
objek-objek yang digunakan sebagai peralatan hidup dengan desain dan
teknologi yang relatif sederhana. Oleh karena itu, pembahasan tentang elemen
kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi adalah bagian
dari analisis budaya fisik.
e. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Fokus utama dalam etnografi adalah mata pencaharian atau aktivitas
ekonomi yang dilakukan oleh suatu komunitas. Etnografi adalah jenis penelitian
yang mempelajari secara mendalam bagaimana suatu kelompok masyarakat
atau sistem ekonomi tertentu menjalankan mata pencaharian mereka untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
f. Sistem Religi
Awal mula perdebatan tentang peran agama dalam masyarakat adalah
karena muncul pertanyaan mengenai alasan mengapa manusia memiliki
keyakinan terhadap kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi
daripada manusia, dan mengapa manusia terlibat dalam berbagai upaya untuk
berkomunikasi dengan dan membina hubungan dengan kekuatan-kekuatan
supranatural ini. Dalam upaya untuk menjawab pertanyaan mendasar ini, para
ilmuwan sosial mengajukan asumsi bahwa agama yang dianut oleh kelompok
masyarakat di luar Eropa adalah sisa-sisa dari bentuk-bentuk agama kuno yang
dianut oleh seluruh manusia pada masa lalu, ketika kebudayaan manusia masih
dalam tahap primitif.
g. Sistem Kesenian
Minat antropologis dalam seni dimulai dari penelitian etnografi yang
dilakukan terhadap aktivitas seni dalam masyarakat tradisional. Dokumentasi
yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup informasi tentang objek-
objek seni, seperti patung, ukiran, dan dekorasi, yang mengandung unsur seni.
Penelitian etnografi awal tentang unsur seni dalam budaya manusia lebih
berfokus pada teknik-teknik dan proses pembuatan karya seni tersebut. Selain
itu, deskripsi awal dalam etnografi juga menginvestigasi perkembangan seni
dalam berbagai bentuk, seperti seni musik, tari, dan drama, di dalam masyarakat
tertentu.

B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara


1. Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara
Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terjadi perdebatan panjang
dan perbedaan dikalangan para ahli. Perdebatan ini menurut Azyumardi Azra
berkisar pada tiga masalah pokok, yakni asal-muasal Islam yang berkembang di
wilayah Asia Tenggara, pembawa dan pendakwah Islam dan kapan sebenarnya
Islam mulai datang ke Nusantara.
Ada sejumlah teori yang membicarakan mengenai asal-muasal Islam yang
berkembang di Nusantara.5
a. Teori pertama, yang dikemukakan oleh Pijnapel, Snouck Hurgonje, dan
Moquette, menyatakan bahwa Islam datang langsung dari wilayah Gujarat dan
Malabar. Menurut teori ini, Islam yang berkembang di Nusantara bukan berasal
dari Persia atau Arab, melainkan dari komunitas Arab yang berimigrasi dan
menetap di wilayah India. Dari sana, mereka membawa agama Islam ke wilayah
Nusantara. Teori ini didukung oleh kemiripan mazhab antara umat Islam di
Nusantara dan umat Islam di Gujarat, keduanya mengikuti mazhab Syafii. Teori
ini juga mengacu pada kesamaan bentuk dan model nisan di makam-makam di
berbagai wilayah, seperti Pasai, Semenanjung Malaya, dan Gresik, yang serupa
dengan yang ditemukan di Gujarat. Melalui bukti-bukti ini, teori ini
menyimpulkan bahwa Islam tiba di Nusantara melalui pengaruh langsung dari
Gujarat.
b. Teori kedua menyatakan bahwa agama Islam datang dari wilayah Bengal, yang
sekarang menjadi Bangladesh. Teori ini diajukan oleh Kern, Winstedt,
Bousqute, Vlenke, Gonda, Schrike, dan Hall. Dasar dari teori Bengal ini adalah
kesamaan bentuk dan model nisan di wilayah Bruas, pusat kerajaan kuno
Melayu di Perak, Semenanjung Malaya, dengan nisan-nisan yang ditemukan di
tempat-tempat seperti Gresik dan Pasai. Para pendukung teori ini berpendapat
bahwa semua batu nisan di tempat-tempat tersebut berasal dari Gujarat, dan oleh
karena itu, mereka menyimpulkan bahwa Islam juga diperkenalkan dari sana.
Namun, kelemahan teori ini muncul saat teori mazhab diajukan. Penelitian
mazhab mengungkapkan perbedaan mazhab antara umat Islam di Bengal yang
menganut mazhab Hanafi, sedangkan umat Islam di Nusantara mengikuti
mazhab Syafi'i. Oleh karena itu, teori Bengal ini menjadi kurang kuat dalam
menjelaskan asal-usul Islam di Nusantara.
c. Teori ketiga berpendapat bahwa Islam diperkenalkan dari wilayah Persia, dan
hal ini didukung oleh bukti-bukti seperti adopsi tradisi dan budaya Persia, serta

5
Kusman. Agus, “Islam Asia Tenggara,” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009): 2–4.
kehadiran ajaran Syi'ah di Nusantara. Contohnya, beberapa tradisi keagamaan,
seperti tabut di Minangkabau, metode pembelajaran membaca Al-Qur'an seperti
metode bagdadiyah, dan penggunaan istilah-istilah seperti "bazaar" dan "Mulud
Fatimah," menunjukkan pengaruh Persia. Teori keempat, yang diajukan oleh
John Crawford dan didukung oleh Syed Muhamad Naquib l-Attas, menyatakan
bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang Arab. Ini diperkuat oleh
aktivitas perdagangan yang ditemukan dalam catatan China yang menyebutkan
bahwa orang Arab dan Persia memiliki pertempatan di Canton sejak abad ke-4
M, serta dominasi pedagang Arab di kawasan dari pelabuhan Iskandariah
hingga China. Bukti lainnya adalah penemuan pemukiman Islam Ta Shih di
Sumatera Utara pada tahun 650 M, yang dicatat dalam catatan China, serta
pengislaman raja-raja Melayu oleh ulama dari Arab, seperti yang terjadi dalam
Hikayat Raja-Raja Pasai keturunan Sufi yang berhasil mengislamkan Merah
Silu (Malik al-Salih) dan Raja Pattani Phaya Tu Nakpa diislamkan oleh Syeikh
Said.
2. Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara
Dalam proses masuknya Islam di Asia Tenggara, ada beberapa jalur yang
digunakan. Jalur-jalur tersebut semua menyesuaikan dengan budaya timur yang
mengedepankan keramahtamahan. Sehingga hal ini memudahkan Islam untuk
masuk dan berkembang di kawasan ini. Berkaitan dengan hal ini maka Uka Tjandra
Sasmita mengemukakana ada beberapa saluran masukya Islam ke Asia Tenggara
yang berkembang ada enam, yaitu:6
a. Saluran Perdagangan
Sejak abad ke-1, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka,
telah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan internasional karena posisinya yang menghubungkan negeri-
negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara, dan Asia Barat. Kesibukan lalu-lintas
perdagangan kawasan laut Asia Tenggara hingga pada abad ke-7 hingga ke-16
itu, membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil
bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur
Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan menjadi salah satu penyebab

6
Rahmawati, “Islam Di Asia Tenggara,” Rihlah II, no. 1 (2014): 105–107.
kuatnya pengaruh peradaban Islam di Asia Tenggara. Hubungan dalam jalur
perdagangan inilah yang menciptakan interaksi antara pedagang Islam dan
penduduk asli di Asia Tenggara. Dari interaksi itu, kemudian muncul pengaruh
yang kuat dari satu pihak pada pihak lainnya. Dalam hal ini, pihak yang
memberikan pengaruh adalah para pedagang dan ulama dari Arab.
Pengaruh inilah yang kemudian menjadikan pergeseran dalam sistem
kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Jika sebelumnya di masa kerajaan
berjaya, kepercayaan yang dominan di kalangan masyarakat adalah dinamisme.
Namun dengan adanya pengaruh dari pedagang Islam, banyak masyarakat yang
kemudian beralih menganut monotheisme.
Salah satu kerajaan yang memiliki peran dalam penyebaran sejarah
peradaban Islam di Asia Tenggara adalah Samudera Pasai. Kerajaan ini, hingga
sejarah saat ini dipercaya sebagai kerajaan Islam pertama dan tertua di
Indonesia, dan juga kawasan Asia Tenggara. Kerajaan yang berpusat di Aceh
ini dipimpin seorang raja yang menganut Islam, yaitu Sultan Malikus Shaleh.
b. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang
lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama
puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu.
Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka
mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul
kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini
oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih
dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar
Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja
dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.
Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai
Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan
puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak)
dan lain-lain.
c. Saluran Tasawuf
Ajaran Islam sampai ke Alam Melayu, sangat dipengaruhi oleh ajaran
tasawuf. Para sejahrawan menyatakan bahawa inilah yang menyebabkan Islam
menarik kepada mereka di Asia Tenggara dan boleh dikatakan bahawa tasawuf
dengan ajaran dan amalannya menyebabkan berlakunya proses Islamisasi di
Asia Tenggara. H. John ahli sejarah Australia itu menyatakan bahawa Islamisasi
tersebut berlaku adanya dakwah yang cerdas dilakukan oleh para penyebar sufi
yang datang bersama-sama dengan para pedagang muslim. Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis
dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Dengan tasawuf, "bentuk"
Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan
alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga
agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri
di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik
seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
d. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun
pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di
pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam.
Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang
ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
e. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik
dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian- kesenian lainnya juga dijadikan alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan
seni ukir.
f. Saluran Politik
Kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.
Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur,
demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-
kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik
penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia


Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang
penerimaan Islam yang sebenarnya:7
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di
beberapa wilayah pesisir Indonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang
kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga
penguasa lokal yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman
Internasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir.
Kelompok pertama yang memeluk agama Islam adalah dari penguasa lokal yang
berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam
bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di
wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama Islam untuk
melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk
melepaskan diri dari pemerintahan beberapa Imperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran misionaris dari Gujarat, Bengal, dan Arab, serta peran
penting kaum sufi. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai guru agama, tetapi juga
berperan sebagai pedagang dan politisi yang memasuki berbagai lapisan
masyarakat, termasuk istana penguasa, perkampungan pedagang, dan
perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka berhasil mengkomunikasikan
ajaran agama Islam dalam bentuk yang sesuai dengan keyakinan yang telah
berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan kata lain, penyebaran Islam di
Asia Tenggara tampaknya terkait erat dengan budaya dan konteks lokal di
wilayah tersebut.
c. Lebih menekankan makna Islam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan

7
Ibid., 107.
elit pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan Ideologis bagi
kebajikan Individual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan
bagi Integrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang
lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi
semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah
dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi
penyebaran Islam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi
pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya
merupakan faktor penyebaran Islam yang sangat penting.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk
memahami dan menganalisis pengaruh budaya lokal terhadap penyebaran Islam di
Asia Tenggara. Penelitian ini termasuk dalam jenis studi pustaka atau tinjauan
pustaka, di mana data diperoleh dari sumber-sumber tertulis seperti buku, artikel,
jurnal, dan dokumen sejarah yang relevan.
B. Kehadiran Peneliti
Peneliti akan hadir dalam kapasitas sebagai peneliti yang mengumpulkan,
menganalisis, dan menginterpretasi data dari sumber-sumber tertulis. Peneliti akan
melakukan penelitian secara mandiri dan tidak memerlukan interaksi langsung
dengan subjek penelitian.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam studi pustaka ini adalah sumber-sumber tertulis
yang relevan dengan topik penelitian, seperti buku sejarah, artikel akademik, jurnal
penelitian, dokumen sejarah, dan sumber-sumber lain yang memiliki informasi
tentang pengaruh budaya lokal terhadap penyebaran Islam di Asia Tenggara.
D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah dunia literatur, yaitu sumber-sumber tertulis yang
dapat diakses dari perpustakaan fisik dan daring, basis data akademik, dan
perpustakaan universitas.
E. Data dan Sumber Data
Data penelitian diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang relevan dengan
topik penelitian. Ini termasuk buku, artikel, jurnal penelitian, dokumen sejarah,
serta sumber-sumber elektronik seperti situs web akademik dan perpustakaan
digital. Data yang diambil adalah kutipan, fakta sejarah, data kualitatif, dan
informasi yang relevan dengan pengaruh budaya lokal terhadap penyebaran Islam
di Asia Tenggara.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam studi pustaka ini adalah pencarian, seleksi,
dan ekstraksi informasi dari sumber-sumber tertulis yang relevan. Peneliti akan
menggunakan kata kunci, indeks, dan metode pencarian yang efektif untuk
mengidentifikasi sumber-sumber yang sesuai.
G. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis melalui pendekatan kualitatif.
Analisis data melibatkan pembacaan, pencatatan, klasifikasi, dan penyusunan
temuan yang relevan dengan tujuan penelitian. Selanjutnya, akan dilakukan
interpretasi data untuk mengidentifikasi pola, tren, dan temuan yang berkaitan
dengan pengaruh budaya lokal terhadap penyebaran Islam di Asia Tenggara. Hasil
analisis akan digunakan untuk mendukung temuan dan kesimpulan
dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai