Anda di halaman 1dari 11

AGAMA DAN KEBUDAYAAN: AKULTURASI DAN CONTOH-

CONTOHNYA, BERISLAM SECARA KULTURAL DAN CONTOHNYA


Disusun oleh :

Muhammad Nur Aziz Saputra, Isikha Putri Wulandari, Mutia Ika Purbandari1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, di Indonesia telah
berkembang agama Hindu, Budha dan agama-agama primitif animistis
lainnya, serta tradisi sosial kemasyarakatan. Manusia yang hidup dalam
masyarakat tersebut sudah jelas di pengaruhi oleh berbagai paham dan
tradisi yang ada di masyarakatnya.2
Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses
akulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih) kebudayaan karena
percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan
kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam
tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang.
Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di
Indonesia. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena di
media masa mungkin Anda sudah sering mendengar atau membaca bahwa
Indonesia adalah negara yang memiliki penganut agama Islam yang cukup
besar.
Menilik sejarah Islam Indonesia, kita dapat melihat bahwa Islam
masuk dan menyebar ke Indonesia nyaris tanpa ada ketegangan dan
konflik. Islam dengan mudah diterima oleh masyarakat sebagai sebuah
agama yang membawa kedamaian, sekalipun kala itu masyarakat sudah

1
Penulis adalah mahasiswi aktif semester 4 dengan Nim:(20101780,20101791,20101795)
di Institut Ilmu Al-Qur’an An-Nur Yogyakarta
2
Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm 72.

1
mempunyai sistem kepercayaan tersendiri, baik berupa animisme maupun
agama Hindu Budha.3

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan akulturasi?


2. Bagaimana cara mengakulturasikan agama dan budaya?
3. Apa yang dimaksud berislam secara kultural?
4. Apa manfaat akultuasi budaya dan agama?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akulturasi
Kata akulturasi berasal dari bahasa Inggris yaitu, acculturate yang
artinya: menyesuaikan diri (kepada adat kebudayaan baru atau kebiasaan
asing).4 Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia “akulturasi”
adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan
saling mempengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing
dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau
banyak unsur kebudayaan asing itu.
Dari pengertian akulturasi ini, maka dalam konteks masuknya
Islam ke Nusantara (Indonesia) dan dalam perkembangan selanjutnya telah
terjadi interaksi budaya yang saling mempengaruhi. Namun dalam proses
interaksi itu, pada dasar kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap
kuat, sehingga terdapat suatu bentuk perpaduan budaya asli (lokal)
Indonesia dengan budaya Islam. Perpaduan inilah yang kemudian disebut
akulturasi kebudayaan.

3
Al-Humaidy, M. Ali, Tradisi Molodhan: Pemaknaan Kontekstual Ritual Agama
Masyarakat pamkesan Madura, dalam jurnal ISTIQRO, Vol 6, No 1,(2007), hlm 287.
4
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1976), hlm 204.

2
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan
unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-
unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.
Latar belakang sejarah sebagai bukti adanya akulturasi Islam dan
budaya lokal. Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Nusantara
(Indonesia) telah berdiri kerajaan-kerjaan yang bercorak Hinduisme dan
Budhisme. Seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Akan tetapi setelah
proses islamisasi dimulai sejak abad ke XIII, unsur agama Islam sangat
memegang peranan penting dalam membangun jaringan komunikasi
antara kerajaan-kerajaan pesisir dengan kerajaan-kerajaan pedalaman yang
masih bercorak Hindu Budha. Misalnya di daerah pesisir utara Jawa,
kerajaan-kerajaan yang berdiri umumnya diperintah oleh pangeran-
pangeran saudagar. Mereka takluk kepada raja Majapahit. Tetapi setelah
raja-raja setempat memeluk agama Islam, maka mereka menggunakan
Islam sebagai senjata politik dan ekonomi untuk membebaskan diri
sepenuhnya dari kekuasaan Majapahit.
Dalam kisah Babad Tanah Jawa di katakan bahwa, adapun raja-raja
jawa berasal dari Nabi Adam yang mempunyai anak Sis, seterusnya
mempunyai anak Nurcahya. Lalu Nurasa, kemudian Sang Hyang Wening,
seterusnya sang Hyang Tunggal, dan akhirnya dijumpai Batara Guru yang
gilirannya mempunyai Batara Wisnu sebagai salah seorang puteranya yang
kemudian menjadi raja jawa dengan nama Pabru Set. Inilah sebuah contoh
sinkritisme yang tidak disenangi oleh para alim ulama dan sultan-sultan
pesisir. Sebagai bentuk kepeduliannya, maka para ulama di pesisir giat
memasuki daerah pedalaman, melakukan gerakan dakwah di daerah
kerajaan Mataram, menyerukan perlawanan rakyat terhadap Sultan Agung.
Dari kisah Babad Tahan Jawa itu, maka kita dapat melihat bahwa
telah menyebabkan terjadinya pertentangan antara kerajaan Islam di
pesisir dengan sikap ortodoksnya, dengan kerajaan Islam pedalaman yang

3
sinkritisme. Disinilah awal munculnya pertentangan antara Islam
Sinkritisme dan ortodoks dalam arti telah terjadi pergumulan antara
mempertahankan kemurnian akidah dengan pencampuran akidah yang
dilakukan oleh kerajaan Islam di pedalaman (Hindu Budha kedalam Islam)
demi mempertahankan pemburuan hegemoni kekuasaannya.
Oleh karena itu, dalam menyikapi akulturasi budaya analisis dari
perspektif sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Karena
dalam proses Islamisasi di Indonesia tidak berjalan satu arah, tetapi banyak
arah atau melalui berbagai macam pintu. Pintu-pintu itu, misalnya melalui
kesenian, pewayangan, perkawinan, pendidikan, perdagangan, aliran
kebatinan, mistisisme dan tasawuf.
Ini semua menyebabkan terjadinya kontak budaya, yang sulit
dihindari unsur-unsur budaya lokal masuk dalam proses Islamisasi di
Indonesia. Oleh karena itu kita sebagai muslim, harus punya sikap kritis
dalam melihat konteks akulturasi Islam dan budaya lokal dalam menelaah
sejarah Islam di Indonesia.
Kita harus punya pandangan, bahwa Islam itu bukanlah suatu
sistem yang hanya membicarakan ke Tuhanan saja, tetapi yang tak kalah
pentingnya adalah mengandung ajaran peradaban (tamaddun) yang
komplit atau lengkap.
B. Cara Mengakulturasi Budaya dan Agama
Secara terminologi, budaya adalah daya dari budi pekerti yang
berupa cipta, karsa dan rasa. Makna yang lebih mudah dipahami dari kata
budaya adalah tradisi dan gaya hidup yang dipelajari dan didapatkan
secara sosial oleh sekelompok atau anggota dalam suatu masyarakat,
seperti halnya cara berpikir, perasaan dan tindakan yang terpola dan
dilakukan secara berulang-ulang. Oleh karena itu budaya memiliki peran
untuk memberi makna kepada pengalaman kepada manusia dengan
memilih dan mengelola budaya tersebut. Dalam hal ini sebagai contoh
dalam kehidupan sehari-hari misalnya adalah upacara keagamaan yang
dilakukan oleh suatu masyarakat merupakan nilai kognitif dan nilai

4
makna, sedangkan sistem nilainya adalah ajaran yang diyakini oleh
masyarakatnya sebagai kebenaran yang dijadikan dasar atau acuan dalam
melakukan upacara keagamaan tersebut.5
Jika budaya atau kebudayaan adalah produk manusia, maka agama
adalah wahyu Tuhan. Secara etimologis, kata agama berasal dari bahasa
Sansekerta yang meiliki beberapa arti. Salah satunya adalah agama berarti
tidak kacau atau teratur. Sehingga kehadiran agama menjadikan
kehidupan manusia teratur, karena ajaran agama berisi sejumlah aturan
atau pedoman yang mengatur kehidupan manusia agar mereka
memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan. Dari pengertian yang sudah
diterangakan diatas dapat kita simpulkan bahwasanya agama adalah jalan
hidup untuk menunjukkan kepada manusia darimana asal mereka,
bagaimana dan tujuan kemana hidup manusia didunia ini. 6
Secara teoritis, akulturasi merupakan proses pencampuran dua
kebudayaan atau lebih, yang saling bertemu dan saling mempengaruhi.
Akulturasi terjadi sebagai akibat pengaruh kebudayaan yang kuat terhadap
kebudayaan yang lemah, dan antara kedua kebudayaan tersebut relative
sama. Dapat dengan mudah kita pahami adalah masuknya kebudayaan
baru tetapi tetap tidak meninggalkan nilai kebudayaan yang terdahulu.
Walaupun tidak selamanya dalam akulturasi terjadi pengrauh
kebudayaan yang baru atas kebudayaan yang terdahulu, tetapi semua itu
tergantung pada kedua jenis kebudayaan tersebut, yaitu seberapa besar
kemampuan anggota masyarakat pendukung suatu kebudayaan
memaksakan pengintegrasian kebudayaan kepada anggota masyarakat
pendukung kebudayaan lain. Akulturasi sendiri timbul bila suatu
kelompok masyarakat dari suatu kebudayaan dihadapkan dengan unsur-
unsur asing yang berbeda, lambat laun unsur kebudayaan asing tenntu
akan diterima oleh budaya lama.

5
Sofyan, A, Argumen Islam Ramah Budaya, (Malang: Inteligensi Media ,2020), hal. 4
6
Sofyan, A, ibid, hal. 10

5
Dalam proses akulturasi, perubahan bisa saja terjadi pada hal
pengetahuan, cita-cita, perilaku, kebiasaan-kebiasaan individu mengalami
proses tersebut. Dalam hal inilah teori akulturasi akan mengambil dari
persoalan yang terjadi bagaimana antara agama dan tradisi terjadi saling
mempengaruhi. Terjadinya akulturasi bisa secara paksaan ataupun
sukarela. Secara paksaan sebagai contoh adalah Negara jajahan yang
menjadi jajahan kolonialisme bangsa Eropa terhadap bangsa Timur.
Bangsa Eropa memaksa bangsa Timur untuk mengikuti budaya mereka
yaitu Kristenisasi menggunakan bahasa dan hukum peradilan yang dalam
tradisi mereka.
Seperti halnya bagaimana cara berpakaian dengan mencotoh gaya
hedonis, padahal bangsa yang dijajah adalah bangsa yang primitive dan
terbelakang. Jika ditinjau dari kisah sejarah perkembangan kebudayaan
bangsa Indonesia dapat diartikan akultursai kebudayaan Hindu dan
kebudayaan Islam bersifat sukarela atau tanpa paksaan. Beda lagi halnya
dengan kebudayaan Barat yang cenderung memaksakan budayanya
diterima oleh wilayah jajahannya.7
Dalam konteks ini agama yang kami bahas, lebih ke agama Islam
di Indonesia. Beberapa contoh akulturasi agama Islam dan budaya yang
terjadi di Indonesia, seperti yang terjadi di Yogyakarta yaitu Sekaten, dan
bentuk arsitektur sejumlah masjid yang ada di Pulau Jawa yang merupakan
pengakulturasian antara agam Hindu/Budha dan Islam.
C. Berislam Secara Kultural
Hidup di Indonesia yang terdapat berbagai macam suku dan
agamanya sering terjadi pengakulturasian antara agama dan budaya Barat,
Arab dan Indonesia. Pertama, ada sebagian pemikiran muslim Indonesia
yang merasa paling berhak atas Islam. Kelompok ini biasanya diwakili
oleh mereka yang bangga dengan identitas Arabnya, mereka biasa hidup
dengan menyamakan Islam dengan Arab. Pemikiran-pemikiran mereka

7
Kasim, H, Akulturasi Islam dan Budaya Lokal, (Malang: Intelegensi Media 2019), hal.
25

6
harus diamalkan dan disandarkan dengan pemikiran dan amaliyah orang-
orang Arab. Dan bagi mereka orang muslim Indonesia yang tidak
mengamalkan amaliyah Arab atau biasa disebut Muslim Non Arab,
sebagai bukan muslim sejati. Apa-apa saja yang dilakukan oleh Muslim
Non Arab dianggap sebagai bid’ah, kafir, dan lain-lain.
Kedua, ada sebagian muslim Indonesia yang merasa paling
rasional, objektif dan ilmiah dalam memahami Islam. Bahkan mereka
bercita-cita untuk mengeluarkan muslim Indonesia dari kejumudan dan
kemunduran. Kelompok ini biasanya diwakili oleh mereka yang bangga
dengan identitas dan pemikiran Baratnya. Mereka terdiri dari orang-orang
yang pernah ke Barat atau pernah menimba ilmu di Barat atau mereka
yang belum pernah ke Barat tetapi berafiliasi dengan organisasi yang
berbau Barat. Mereka lantas akan menampilkan diri dengan identitas
kebarat-baratan bahkan kadang melebihi dengan orang Barat sendiri. dari
segi pemikiran sendiri mereka mereka akan menyongsong modernisasi
Islam atau Islam rasional, pada saat yang sama mereka menuduh orang
islam yang tidak sekuler, dan rasional sebagai anti pembaharuan, anti
kemajuan, tradisional dan terbelakang.
Ketiga, ada sebagian pemikiran muslim Indonesia yang hanya
bertaklid kepada madzhab tertentu dalam memahami Islam. Kelompok ini
diwakili oleh mereka yang selamanya beridentitas Indonesia tetapi tidak
merasa bangsa dengan peradaban Indonesia. Mereka merasa rendah diri
jika harus dihadapkan dengan pemikiran muslim Indonesia yang keArab-
araban dan muslim Indonesia yang keBarat-baratan. Biasanya kelompok
ini belum pernah ke Arab dan juga belum pernah ke Barat, dan kelompok
inilah yang menjadi mayoritas di Indonesia. Mereka jarang sekali
memberikan pemikiran ataupun pembaharuan. 8
Dengan adanya pembagian kelompok-kelompok diatas dapat kita
ketahui bahwa Islam di Indonesia ini sangatlah beragam. Mulai dari Arab,
Barat, dan Indonesia itu sendiri. Dengan adanya keberagaman akulturasi

8
Aksin Wijaya, Berislam di Jalur Tengah,(Yogyakarta: IRCiSoD, 2020), hlm 5

7
budaya inilah seharusnya sebagai seorang muslim yang tinggal di
Indonesia sebaiknya kita juga harus bisa menentukan Islam mana yang
akan kita amalkan. Maka dari itu kita harus mengetahui identitas dan
epistimologi ditengah dominasi peradaban Arab dan Barat. Krisisnya
identitas dan epistemologi para pemikir muslim Indonesia merupakan
pengaruh dari dominasi pandangan dua peradaban besar. Begitu penjajah
mendatangi Indonesia, bangsa Indonesia semakin mengalami krisis
identitas dan epistemologi. Islam yang sebenarnya hanya satu tetapi
dizaman sekarang ini sudah diakulturasi dengan Islam yang datang dari
Arab dan Barat semakin menyulitkan orang muslim untuk menentukan
pilihan hidupnya.
Kata ‘Berislam Secara Kultural’ sama halnya dengan ‘Islam
Pribumi’’yang digagas oleh Abdurrahman Wahid (Alm.), yaitu Islam yang
diwujudkan dalam khas ke Indonesiaan, yakni Islam yang menghargai dan
toleran terhadap budaya lokal, agar budaya itu tidak hilang. Sebagai
contoh model Islam Kultural di Indonesia yaitu dakwah Sunan Kalijaga
pada dasarnya bebrbasis kultural yang cenderung mengarah pada
akulturasi anatara kebudayaan lama dengan budaya baru, Islam.
Salah satu aspek dakwah Sunan Kalijaga yang terlihat ada pada
lambang bulus di mihrab Masjid Agung Demak. Bulus adalah binatang
yang hidup di dua alam yaitu darat dan air serta dianggap suci oleh agaam
Budha, walaupun dalam pandangan Islam itu haram tetapi Sunan tetap
melakukannya, demi perkembangan dakwah Islam. Dari aspek lainnya
yaitu sosial yaitu Sunan Kalijaga membuat seni pakaian, seni suara, seni
ukur, seni gamelan, termasuk juga kesenian wayang yang akhirnya
ditampilkan dengan nilai-nilai keislaman.9 Sebenarnya dengan adanya
metode Pribumisasi di Indonesia hal ini bukan hanya upaya untuk
menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan budaya-budaya
setempat, akan tetapi justriu agar budaya itu tidak hilang. Pribumisasi
Islam telah menjadikan agama dan budaya tidak saling mengalahkan,

9
Mufid, A, Tashwirul Afkar,( Jakarta: LAKPESDAM NU, 2019), hal. 17

8
melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak lagi
mengambil bentuk otentik. Kembali lagi kepembahasan Sunan Kalijaga
yang merupakan salah satu Walisongo, pendakwah berpengaruh di
Indonesia, sesungguhnya wali telah berhasil memasukkan nilai-nilai lokal
dalam islam yang khas ke Indonesiaan. Walisongo justru yang
mengakomodasikan Islam sebagai ajaran yang mengalami historisasi
dengan kebudayaan.
Dengan adanya sejarah-sejarah seperti inilah yang bisa menjadikan
identitas bagi Muslim di Indonesia sehingga menjadi kesadaran-kesadaran
baru yang sudah menjadi adat dizaman modern ini. Bukan hanya
dibutuhkan Islam yang terdaftar di kependudukan tetapi juga sebagai
Umat Islam yang mengamalkan perintah Allah Swt dan juga menjauhi
larangan-Nya, muslim yang juga tahu sejarah tentang agama Allah
tersebut dan bisa mengakulturasikan dengan budaya yang ada.
D. Manfaat Akulturasi Budaya dan Agama Islam
1. Melahirkan gagasan-gagasan baru bagi perkembangan masyarakat
nusantara dan menghasilkan budaya baru tetapi tidak budaya lama tidak
hilang.
2. Perubahan kebudayaan kearah yang lebih maju, dimana budaya
masyarakat dapat mengikuti perkembangan teknologi.
3. Modernisasi
4. Memperkaya keberagaman budaya
5. Memudahkan dalam penyebaran agama

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.
Dalam proses akulturasi, perubahan bisa saja terjadi pada hal pengetahuan,
cita-cita, perilaku, kebiasaan-kebiasaan individu mengalami proses tersebut.
Dalam hal inilah teori akulturasi akan mengambil dari persoalan yang terjadi
bagaimana antara agama dan tradisi terjadi saling mempengaruhi. Terjadinya
akulturasi bisa secara paksaan ataupun sukarela. Secara paksaan sebagai
contoh adalah Negara jajahan yang menjadi jajahan kolonialisme bangsa
Eropa terhadap bangsa Timur. Bangsa Eropa memaksa bangsa Timur untuk
mengikuti budaya mereka yaitu Kristenisasi menggunakan bahasa dan hukum
peradilan yang dalam tradisi mereka.
Kata ‘Berislam Secara Kultural’ sama halnya dengan ‘Islam
Pribumi’’yang digagas oleh Abdurrahman Wahid (Alm.), yaitu Islam yang
diwujudkan dalam khas ke Indonesiaan, yakni Islam yang menghargai dan
toleran terhadap budaya lokal, agar budaya itu tidak hilang. Sebagai contoh
model Islam Kultural di Indonesia yaitu dakwah Sunan Kalijaga pada
dasarnya bebrbasis kultural yang cenderung mengarah pada akulturasi anatara
kebudayaan lama dengan budaya baru, Islam.

10
Daftar Pustaka

Al-Humaidy, M. Ali. 2007. Tradisi Molodhan: Pemaknaan Kontekstual Ritual


Agama Masyarakat pamkesan Madura, dalam jurnal ISTIQRO, Volume 06,
nomor 01.

Aksin Wijaya. 2020. Berislam di Jalur Tengah. Yogyakarta: IRCiSoD.

Jhon M. Echols dan Hasan Shadily. 1976. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Kasim, H. 2009. Akulturasi Islam dan Budaya Lokal. Malang: Intelegensi Media.

Mufid, A. 2009. Tashwirul Afkar. Jakarta: LAKPESDAM NU.

Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Sofyan, A. 2020. Argumen Islam Ramah Budaya. Malang: Inteligensi Media.

11

Anda mungkin juga menyukai