Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL JOURNAL REVIEW

DOSEN PENGAMPU :

Ika Purnamasari, M.Si

DISUSUN OLEH :
NAMA : ALBERT WARUWU (3223321010)

KELAS : REGULER A 2022

MATA KULIAH : SEJARAH INDONESIA PADA MASA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Identitas Jurnal


a. Jurnal Utama
Judul : Akulturasi Budaya Jawa Sebagai Strategi Dakwah
Jurnal : Riayah : Jurnal Sosial dan Keagamaan
Penulis : Rina Setyaningsih
Vol/No : Vol. 5, No. 01
Tahun terbit : 2020
ISSN :-

b. Buku Pembanding 1
Judul : Strategi Penyebaran Tradisi Islam Pada Masyarakat Jawa
Jurnal : IBDA : Jurnal Kajian Islam dan Budaya
Penulis : Sayfa Aulia Achidsti
Vol/No : Vol. 10, No. 2
Tahun terbit : 2012
ISSN : 1693 - 6736

c. Buku Pembanding 2
Judul : Strategi Sunan Bonang Melalui Media Seni
Dalam Penyebaran Dakwah Islam
Jurnal : Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial
Penulis : Amelia Febriyanti, Lutfiah Ayundasari
Vol/No : Vol. 1, No. 6
Tahun terbit : 2021
ISSN : 2797-0132
BAB II

RINGKASAN JURNAL

2.1 Jurnal Utama


A. Pendahuluan
Ketika Islam belum datang di Indonesia, kebudyaan sudah berkembang
bahkan sudah menjadi tradisi bagi beberapa jenis suku di negeri ini, seperti
budaya jawa. Namun ketika Islam datang ke Indonesia dengan proses sedemikian
rupa lambat laun masyarakat ikut terbawa dengan kepandaian para wali yang
berdakwah dengan melalui kebudayaan salah satunya adalah kesenian
pewayangan yang pada akhirnya dapat menarik masyarakat untuk masuk Islam
tanpa menghilangkan tradisi terdahulu namun hanya terjadi peralihan sehingga
tradisi terdahulu menjadi bernuansa religious.
B. Pembahasan
1. Definisi Akulturasi
Akulturasi merupakan perpaduan antara komponen-komponen
kebudayaan yang berbeda dan Bersatu dalam usaha membentuk kebudayaan baru
tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan yang asli. Hal ini berbeda dengan
asimilasi, definisi asimilasi yakni adanya penggabungan dua kebudayaan baru dan
menghilangkan kebudayaan yang lama.
2. Definisi Islam
Secara harfiah, Islam berarti damai, selamat, tunduk, dan bersih. Maka
dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang membawa keselamatan hidup
di dunia dan di akhirat. Islam adalah ketundukkan seorang hamba kepada wahyu
ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad saw.
Untuk dijadikan pedoman hidup dan sebagai aturan allah swt. Islam juga
merupakan agama terakhir yang diturunkan oleh allah kepada nabi Muhammad
untuk menuntun umat ke jalan yang lurus dan meraih kebahagiaan di dunia dan
juga di akhirat.
3. Dakwah
Dakwah berasal dari kata yang berarti panggilan, seruan, dan ajakan.
sedangkan menurut istilah, banyak yang mendefinisikan dakwah. Diantaranya
seperti saifudin azhari, menurutnya dakwah adalah segala aktivitas yang
mengubah suatu situasi lain yang lebih baik menurut ajaran Islam.
4. Budaya Jawa Sebagai Media Dakwah
Salah satu media yang digunakan dalam berdakwah adalah dengan
menggunakan kulturalisasi atau strategi dakwah dengan kebudayaan sebagai
perantara. Berikut ini merupakan fase-fase perkembangan kebudayaan jawa.
a. Kebudayaan Jawa Pra-Hindu-Budha
Ciri yang menonjol dari struktur masyarakat pada waktu itu didasarkan
pada aturan-aturan hukum adat serta sistem religinya, yakni animism-
dinamisme yang merupakan inti kebudayaan yang mewarnai seluruh aktivitas
kehidupan masyarakatnya. Hukum adat istiadat yang adat begitu mengikat
sehingga masyarakatnya bersifat statis dan konservatif.
b. Kebudayaan Jawa Masa Hindu-Budha
Pada fase ini proses perkembangan budaya jawa adalah adanya
pengaruh yang kuat dari budaya india (hindu-budha). Dalam masyarakat
jawa, pengaruh hindu-budha bersifat ekspansif, sedangkan budaya jawa yang
menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur hinduisme-budhisme setelah
melalui proses akulturasi tidak hanya berpengaruh pada sistem budaya, tetapi
juga berpengaruh terhadap agama.
c. Penyebaran Dan Pelembagaan Dakwah Di Jawa
Islam datang, berkembang dan melembaga di nusantara melalui proses
yang Panjang. Pergumulan di dalam proses Islamisasi di nusantara sekurang-
kurangnya menghasilkan empat teori besar tentang dimana, kapan, dan dari
mana Islam datang dan berkembang di nusantara. Adapun teori yang
dimaksud yaitu Teori India (Gujarat), Teori Persia, Teori Arab, dan Teori
Bengal.
Perkembangan Islam diluar jawa relative lebih cepat penyebarannya
karena tidak banyak berhadapan dengan budaya-budaya lain, kecuali budaya
hindu-budha. Di jawa, Islam menghadapi suasana yang kompleks dan halus,
yang dipertahankan oleh para penguasa/raja. Penyebaran Islam di jawa untuk
beberapa abad tidak mampu menembus benteng pengaruh kerajaan hindu
yang kejawen. Penyebaran Islam harus merangkak dari kalangan bawah, yaitu
ke daerah-daerah pedesaan sepanjang pesisir yang ada. Pada akhirnya
penyebaran itu melahirkan komunitas baru yang berpusat di pesantren.
2.2 Jurnal Pembanding 1
A. Pendahuluan
Perkembangan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi perkembangan
sosial politik Islam di wilayah Timur Tengah sebagai pusat penyebaran Islam.
Islam di Indonesia yang secara isi dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal, juga
dipengaruhi oleh Timur Tengah sebagai pusat perkembangan sosial politik Islam.
Perkembangan Islam di Nusantara, pada mulanya, juga tidak lepas dari peranan
Walisongo dalam sistem kemasyarakatan, yang selaras dengan nilai lokal
masyarakat.
B. Walisongo: Penyebar Islam Di Jawa
Walisongo sebagai pengantar pemahaman atas perkembangan Islam di
Nusantara memberikan gambaran gerakan dakwah para Sunan sebagai pengubah
sistem budaya memasukkan dirinya ke dalam masyarakat yang telah memiliki
Hindu-Budha sebagai agama yang telah tersebar dan dianut sebelumnya.. Sebagai
tokoh yang membawakan konsepsi baru mengenai kehidupan dan pola aktivitas
berlandaskan norma dan nilai Islam, para Sunan dapat dikatakan sebagai
pemegang peran pengubah dalam masyarakat. Dalam gerakannya, yang menjadi
landasan utama pengubahan dalam masyarakat adalah sistem. Oleh karena itu,
gerakan intelektual dan budayalah yang menjadi penekanan gerakan dakwah
Walisongo di tanah Jawa ini.
C. Tradisionalisme Islam Di Indonesia
Pada dasarnya, pola yang digunakan oleh kiai dalam mendekati
masyarakat dalam rangka menyebarkan pemikirannya masih dapat dibilang sama
dengan yang dilakukan oleh para wali pada dulu kala. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa hal. Yang paling utama adalah pengaruh dari para wali itu sendiri,
di mana penyebaran Islam yang mereka lakukan pada perkembangannya
mengalami regenerasi. Proses terjadinya regenerasi juru dakwah inilah yang
terjadi di pesantren. Seperti para pendakwah agama pada umumnya, struktur
kekuasaan adalah hal yang diperhitungkan sebagai jalur akses pada sumber daya
kekuatan dalam rangka mendukung gerakan dakwah.
1. Keyakinan Sebelum Islam
Persoalan kedekatan para pendakwah dengan lingkaran kekuasaan
sebenarnya hanya menjadi penunjang aktivitasnya. Hal ini efektif pada saat
kedekatan dengan penguasa membawa perubahan-perubahan kebijakan penguasa
tersebut. Pada masa kerajaan-kerajaan Islam (biasa disebut dengan kesultanan),
para sultannya melakukan peran sebagai pendakwah untuk penduduknya sendiri,
di samping tugas dan perannya sebagai raja. Walaupun tidak dapat dibandingkan
dengan gerakan dakwah yang dilakukan para wali, terdapat pula asumsi bahwa
keinginan raja untuk bergelar sultan adalah kepentingan politik-ekonomi, namun
paling tidak, adanya sultan (raja Islam) adalah faktor pendorong meluasnya ajaran
Islam di Nusantara.
2. Perubahan Setelah Masuknya Islam
Pola pengembangan yang dilakukan para pendakwah di Nusantara dengan
metode pendidikan pesantren dan kitab kuning4 (kitab klasik yang digunakan
dalam pesantren) menjadi instrumen yang cukup menjaga “keaslian” ajaran Islam.
Penggunaan kitab kuning ini oleh kalangan modernis dianggap sebagai tindakan
taqlid (sering ditambahi sebutannya dengan taqlid buta). Hal tersebut merupakan
metode pengajaran yang sangat memperhitungkan genealogi keilmuan itu sendiri.
Taqlid sering dipahami oleh kalangan modernis terhadap masyarakat tradisionalis
sebagai tindakan yang meniru tanpa mau untuk berpikir dan mengembangkan
pemahaman.
D. Agama Dalam Masyarakat
Pemahaman mengenai fungsi agama (Islam) dalam bermasyarakat di atas
adalah cara melihat agama dalam kaitannya dengan ajaran agama. Hal tersebut
dikarenakan agama adalah sesuatu hal yang menjadi pemikiran bukan hanya satu
orang saja, tetapi menjadi sebuah pemikiran yang terdapat dalam banyak orang,
yang pada perkembangannya menjadi melembaga. Kesamaan keimanan
(kepercayaan akan sesuatu hal), pada akhirnya menimbulkan kesamaan konsep
dan kepentingan.. Islam yang berkembang di Indonesia tetaplah memiliki
dinamikanya sendiri, dan relatif berbeda dengan Islam yang ada di tempat lain.
Sejarah panjang perkembangan Islam di Indonesia membuat terjadinya
persentuhan antara tradisi dan pemikiran lokal Indonesia dengan Islam sebagai
jiwa, bukan hanya agama doktriner.
2.3 Jurnal Pembanding 2
1. Pendahuluan
Islam merupakan agama yang bersifat menyeluruh dan mendorong
umatnya untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-
masing individu. Penyebaran Islam di Jawa tak lepas dari pengaruh dan kiprah
dari perjalanan Wali Songo (Wali Sembilan). Kata Wali Songo merupakan kata
majemuk yang berasal dari kata wali dan songo. Wali berasal dari bahasa Arab,
suatu bentuk singkatan dari waliyullah, yang memiliki arti ‘orang yang mencintai
dan dicintai Allah’. Sedangkan songo berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti
‘sembilan’. Mereka juga dipandang sebagai ketua kelompok dan pelopor dari
sejumlah besar mubaligh Islam yang bertugas mengadakan dakwah Islam di
berbagai daerah yang belum memeluk Islam di Jawa (Nurcholis & Mundzir,
2013).
2. Pembahasan
1. Biografi Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra sulung Sunan Ampel (Raden Rahmat). Dari
perkawinannya dengan Adipati Tuban inilah kemudian Sunan Ampel memiliki
dua Putera, yaitu Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Sunan Drajat atau Syarifudin
adalah adiknya. Adik bungsunya yang bernama Dewi Sarah menikah dengan
Sunan Kalijaga (Ulfah, 2013) Sunan Bonang bernama kecil (nama asli) Makdum
Ibrahim, lahir pada tahun 1465 M di Bonang, Tuban (Syafrizal, 2015). Secara
silsilah, Sunan Bonang masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Muhammad
SAW. Sunan Bonang dikenal sebagai juru dakwah yang mumpuni, ia menguasai
fiqh, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan lainnya (Syafrizal, 2015).
Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan yang banyak dari sunan Bonang.
Meskipun menguasai banyak cabang ilmu agama tapi Sunan Bonang lebih kental
denga tasawuf, hal ini bisa dilihat melalui berbagai karyanya.
2. Nilai-nilai Edukatif Suluk Ketentraman Jiwa Sunan Bonang dalam
Penyebaran Islam
Pendidikan (edukatif) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sedangkan pendidikan yang dimaksud dalam hal ini adalah pendidikan Islam.
Sunan Bonang mengakomodasikan Islam sebagai ajaran agama yang mengalami
historisasi dengan kebudayaan, misalnya dengan mengubah gamelan Jawa yang
saat itu kental dengan estetika Hindu menjadi bernuansa zikir yang mendorong
kecintaan pada kehidupan transendental seperti tembang “tombo ati” (Zuhdi,
2012).
Sunan Bonang juga memiliki pengetahuan luas tentang kesenian dan
kesustraan Jawa. Sebagai orang yang berilmu agama Islam tinggi, Sunan Bonang
juga menguasai ilmu tasawufdan menghasilkan karya yang disebut suluk Sunan
Bonang yang saat ini berada di Universitas Leiden, Belanda. Pada masa hidupnya,
Sunan Bonang banyak berperan dalam perjuangan pendirian kerajaan Islam
Demak serta berpartisipasi dalam pengembangan Masjid Agung Demak. Sunan
Bonang pun berperan dalam pengangkatan Raden Patah sebagai raja (Syahfizal,
2015).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisi Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding
Ketiga jurnal ini membahas mengenai akulturasi antara agama Islam
dengan kebudayaan yang ada di Jawa, jauh sebelum Islam masuk. Percampuran
kedua kebudayaan ini menjadi salah satu cara para penyebar agama untuk
menjalankan misinya dengan meluaskan penyebarannya melalui berbagai metode,
salah satunya dakwah. Kemunculan Wali Songo dan strategi yang mereka
gunakan untuk memperluas Islam, menjadi bukti bahwa Indonesia sekarang telah
menjadi salah satu negara yang bermayoritas Islam

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding


 Kelebihan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding
 Ketiga jurnal ini memiliki materi yang disajikan sangat rapi dan
beraturan dari tahap awal sampai akhir
 Tampilan dalam jurnal ini sangat bagus, kualifikasi dari jurnal yang
memiliki identitas yang lengkap.
 Sumber yang digunakan dari ketiga jurnal menjadi salah satu bukti
bahwa isinya sangat relevan

 Kekurangan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding


 Terdapat beberapa kata yang masih kurang familiar untuk dibaca
 Adanya pemborosan kata yang seharusnya tidak dipergunakan

Anda mungkin juga menyukai