Anda di halaman 1dari 11

KONSISTENSI TRADISI TAHLILAN DAN KENDURI DI KAMPUNG SAPEN PERSPEKTIF

FENOMENOLOGI AGAMA

Mohammad Dzulkifli*
20201011025@student.uin-suka.ac.id

Abstract
The article examines the sacred experience of the Sapen culture in interpreting and conserving the tahlilan and
kenduti traditions. In the midst of globalization and urban life, The Sapen’s people from a decade ago continue
to practice tahlilan in some circumstances. The aim of this article is to clarify the factors that contribute to
the continuity of the tahlilan and kenduri traditions in the Sapen community through the lens of religious
phenomenology. The study employs fieldwork, participatory observation, and interviewing techniques. The
findings of this study indicate that three factors contribute to the continuity of the tahlilan and kenduri traditions
in Sapen. To begin, there is the influence of immigrants who used to practice tahlilan in their village. Second,
cultural traits inherited from elders are passed down across generations. Third, a strong sense of brotherhood
and peace among the Sapen peoples. Additionally, Tahlilan is viewed as a vehicle for citizens to interact and
spread the message of Islam within the Sapen culture.

Keywords: Sapen Village, Tahlilan, Phenomenology

Abstrak
Penelitian ini menjelaskan tentang pengalaman keagamaan masyarakat kampung Sapen dalam memaknai dan
melestarikan tradisi tahlilan dan kenduri atau disebut juga slametan. Di tengah arus globalisasi dan padatnya
kehidupan perkotaan masyarakat Sapen dari puluhan tahun yang lalu hingga saat ini masih tetap konsisten
melakukan tradisi tahlilan dan kenduri dalam moment kematian atau mengaharap berkah pada situasi
tertentu. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan konsistensi tradisi tahlilan
di tengah-tengah masyarakat perkotaan yang notabene bercorak Muhammadiyah menggunakan perspektif
fenomenologi agama. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode partisipasi obserfasi dan
wawancara. Hasil riset ini menunjukkan ada tiga faktor yang mempengaruhi konsistensi tahlilan dan kenduri
di Sapen. Pertama, faktor pengaruh pendatang dari luar daerah yang biasa melakukan tradisi tahlilan di
kampung asalnya. Kedua, faktor tuntutan budaya warisan dari para sesepuh yang terus menerus diturunkan
kepada anak cucu. Ketiga, faktor solidaritas dan sikap guyub warga yang memegang erat rasa persaudaraan
dan kerukunan antar warga. Tahlilan juga dipandang sebagai media guyub warga Sapen sekaligus dakwah
Islam di tengah-tengah masyarakat.

Kata Kunci: Kampung Sapen, Tahlilan, Fenomenologi

PENDAHULUAN yaitu bersifat teitis (rabbāniyah) dan bersifat


Islam hadir dengan beberapa syari’at dari religius (diniyyah).1 Hal itu dapat terlihat dari
Tuhan yang memiliki sifat kekhasan dibanding kecintaan dan kepatuhan para pengikutnya
dengan undang-undang atau syari’at agama yang dilandasi rasa kepercayaan dan keyakinan
mapun institusi lainnya. Kekhasan sifat terhadap kesempurnaan dan keistimewaan
syari’at Islam dapat dilihat dari dua aspek sang Pencipta tanpa adanya unsur paksaan
1
Yusuf Qardhawi, Membumikan Islam; Keluasan dan
*Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri keluwesan Syari’at Islam untuk Manusia, penerj. Ade Nurdin &
Sunan Kalijaga Yogyakarta Riswan, (Bandung: Mizan Pustaka, 2018), hlm. 87.

Konsistensi Tradisi Tahlilan dan Kenduri, Mohammad Dzulkifli 31


maupun penindasan. Itulah mengapa Islam dan tradisi baru yang membawa harapan dan
dapat menyebar secara luas dan dapat diterima kesejahteraan hidup yang lebih tinggi.5 Salah
oleh manusia dari latar belakang berbeda baik satu bentuk modifikasi atau akulturasi budaya
secara budaya, ras dan etnik di berbagai dunia Islam dengan budaya Jawa-Hindu adalah
termasuk Indonesia. tahlilan dan kenduri.
Kedatangan Islam ke tanah Nusantara Seiring perkembangan zaman, tahlilan
tidak melalui ekspansi atau peperangan tetap eksis di kalangan masyarakat Nusantara
sebagaimana yang terjadi pada daerah-daerah khususnya di Jawa. Meskipun ada beberapa
yang berdekatan dengan wilayah Arab. Islam golongan yang berpendapat bahwa Tahlilan
hadir ke Nusantara dan menyebar secara luas itu bid’ah dan tidak ada tuntunannya dalam
dengan melalui jalur damai tanpa adanya Islam, namun mayoritas penduduk Indonesia
pertumpahan darah. Menurut Tjasandra, masih tetap melakukan budaya lokal ini.
masuknya Islam ke nusantara melalui Peneliti memilih studi kasus di Kampung
enam jalur, yaitu, jalur perdagangan, jalur Sapen kelurahan Demangan kecamatan
perkawinan, jalur pendidikan, jalur tasawwuf, Gondokusuman Yogyakarta sebagai objek
jalur kesenian, dan jalur politik.2 Di antara penelitian ini. Hal itu disebabkan karena
beberapa jalur yang dilihat paling berpengaruh adanya beberapa pandangan dari masyarakat
dan mengakar kuat di masyarakat adalah jalur umum (luar kampung Sapen atau pendatang)
Tasawwuf yang dibawakan oleh para wali. yang memandang bahwa Yogyakarta sebagai
Dalam sejarah Islam di Jawa, komite para pusat dan tempat kelahiran Organisasi
wali ini dikenal dengan sebutan Walisongo Muhammadiyah tidak melakukan upacara atau
atau sembilan wali yang mula-mula tradisi tahlilan ini. Atas dasar asumsi tersebut
menyebarkan ajaran Islam pada generasi penelitian ini bertujuan untuk memaparkan
pertama masyarakat jawa di kala itu. Metode faktor apa yang melatar belakangi konsistensi
yang ditempuh oleh para walisongo adalah tradisi tahlilan dan kenduri di Sapen dengan
metode adaptasi kultural3 yang bersifat ramah, menggunakan kacamata fenomenologi agama.
adaptif dan tidak konfrontatif terhadap budaya Selain itu, diharapkan dengan artikel ini,
kejawen atau budaya Jawa-Hindu yang berjalan anggapan bahwa masyarakat Muhammadiyah
pada waktu itu.4Hadirnya Islam ke tanah jawa menganggap tahlilan bid’ah terbantahkan.
telah memodifikasi keyakinan yang telah Tahlilan bukanlah topik baru yang pernah
mapan sebelumnya, animisme, dinamisme dan diteliti. Ada banyak buku-buku, makalah-
Hindu-Buddha. Hal itu disebabkan oleh sifat makalah, dan karya ilmiyah yang membahas
keterbukaan masyarakat Jawa terhadap agama tentang tema ini. Diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan Rhoni Rodin (2013)
2
Uka Tjasandra, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN
Balai Pustaka, 1984), hlm. 206-207. dengan judul “Tradisi Tahlilan dan Yasinan”.6
3
“Kultur” merupakan bahasa inggris, yang diadopsi dari
Penelitian ini membahas tentang konsep
bahasa latin colere, sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi
“kultur”atau sering dibahasakan sebagai“budaya”, jamak islam dalam memandang tradisi yasin dan
dari “buddhi”, yang berarti akal. Dalam M.Thoriqul Huda,
“Harmoni Sosial dalam Tradisi Sedekah Bumi Masyarakat Desa 5
Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi
Pancur Bojonegoro”, Religio, Vol. 7 No. 2 (2017): 267-296. Jawa, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 146.
4
Faishol Abdullah, Islam Dan Budaya Jawa, (Surakarta:P2B 6
Rhoni Rhodin, “Tradisi Tahlilan Dan Yasinan” Porta
IAIN Surakarta, 2014). Garuda. IBDA ,Vol 11, No 1 (2013): Januari 2013, hlm. 76-87.

32 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
tahlilan yang berkembang di tengah-tengah penelitian terakhir juga membahas tentang
masyarakat, serta mengungkap nilai-nilai yang tradisi kenduri, namun penelitian tersebut
terkandung dalam tradisi tersebut. hanya fokus pada faktor yang menyebabkan
Penelitian lain yang mengkaji tentang menurunnya pelaksanaan tradisi kenduri
tradisi tahlilan sebagaimana dilakukan dengan tambahan interpretasi simbolik yang
oleh Muhammad Diak Udin (2015) “Analisis ada pada tradisi tersebut. Selain itu penelitian
Perilaku Sosial Masyarakat Dusun Plosorejo itu juga hanya terbatas pada wilayah desa
Desa Kemaduh Kab. Nganjuk dalam Grajegan yang tentu akan sangat berbeda
Tradisi Tahlilan” studi deskriptif dengan dengan kondisi dan latar belakang masyarakat
menggunakan pendekatan pertukaran sosial.7 Sapen yang multikultural. Maka menjadi
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa menarik dan penting penelitian ini dibuat
perilaku masyarakat di dusun Polirejo memiliki guna mengenal lebih jauh gejala dan fenomena
perilaku sosial dalam tradisi tahlilan terbagi yang terjadi di masyarakat sekitar kampus UIN
menjadi dua. Satu golongan yang puas dengan Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
tradisi tahlilan dan sebagian kelompok lainnya Penelitian ini termasuk jenis penelitian
tidak puas dan mengabaikannya dengan alasan kualitatif dengan sasaran suatu kasus
ketidak seimbangan antara pengorbanan yang penelitian budaya (studi kasus) yang bersifat
dikeluarkan dan bentuk penghargaan yang deskriptif karena data yang diperoleh tidak
diterima. dapat disajikan dalam bentuk bilangan
Dalam hubungannya dengan objek angka atau bagan statistik. Hal ini sejalan
formal yang diteliti, penelitian terbaru yang dengan Moleong yang menyatakan bahwa
menggunakan pendekatan fenomenologi penelitian kualitatif adalah penelitian yang
telah dilakukan oleh Azzah Nilawaty yang mengahasilkan prosedur analisis yang tidak
meneliti tentang perubahan sosial yang menggunakan prosedur analisis statistik atau
berpengaruh pada kelestarian tradisi cara kuantifikasi lainnya.9 Dalam penelitian
kendurian di desa Grajegan. Setidaknya ada ini penulis memaparkan gambaran mengenai
tiga faktor yang menyebabkan senjakala situasi yang diteliti dalam bentuk uraian
tradisi Kendurian di desan Grejegan, yaitu, naratif.
berkembangnya kelompok Islam Konservatif Menurut Subroto penelitian yang bersifat
yang mengharamkan tradisi kendurian, peran deskriptif mengharuskan penulis agar
keluarga, dan ketergantungan keluarga pada mencatat dengan teliti dan cermat semua
sosok ibu yang bertugas menyiapkan kenduri.8 data, baik yang berupa kata-kata, kalimat-
Dari beberapa penelitian yang ada nampaknya kalimat, wacana, gambar, gambar, atau video.10
untuk penelitian yang khusus membahas Adapun tujuan dari penelitian kualitatif yang
tahlilan dan kenduri dengan perspektif bersifat deskriptif adalah untuk memahami
fenomenologi belum ada, meskipun pada dan memeaparkan fenomena budaya yang
7
Muhammad Diak Udin (2015), “Analisis Perilaku Sosial
Masyarakat Dusun Plosorejo Desa Kemaduh Kab. Nganjuk 9
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
dalam Tradisi Tahlilan”, IAIT Kediri, Vol. 26 No. 2. PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 6.
8
Azzah Nilawaty, “Senjakala Tradisi Kendurian Di Desa 10
Edi D. Subroto, Pengantar Metode Penelitian Linguistik
Grajegan; Perspektif Fenomenologi Agama”, Jurnal Academic Struktural, (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1992),
Jounal of Islamic Principles and Philosophy. hlm. 7.

Konsistensi Tradisi Tahlilan dan Kenduri, Mohammad Dzulkifli 33


tersembunyi atau sedikit diketahui orang dipopulerkan oleh Edmund Husserl (1859-
banyak. 1938) dari kota Prosznitz Austria. Menurutnya,
Teknik mengumpulan data yang dalam mencari sebuah teori kebenaran
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik diperlukan sebuah teori berpikir yang
wawancara. Metode ini dipilih peneliti untuk bebas prasangka (eliminate presuppasitions)
bisa menguak secara mendalam hal-hal yang yang tidak dipengaruhi oleh pemikiran
berkaitan dengan tradisi tahlilan di Sapen. atau pendapat orang lain. Dengan kata lain,
Peneliti menggunakan pedoman wawancara fenomenologi berusaha mencari kebenaran
dan membuat catatan etnografi. Peneliti menurut kesadaran pribadi setiap orang tanpa
melakukan partisipasi observasi di lokasi memandang teori-teori sebelumnya. Husserl
selama beberapa tahun mulai dari 2016-2020. mengatakan “kesadaran menurut kodratnya
Untuk proses wawancara dilakukan dengan bersifat intensional; intensional adalah
dua cara, yaitu secara langsung tatap muka struktur hakiki kesadaran. Karena kesadaran
dan tidak langsung atau melalui media HP. ditandai oleh intensionalitas, fenomena harus
Dalam penelitian ini, narasumber yang dimengerti sebagai apa yang menampakkan
akan diwawancarai tidak semua warga Sapen. diri. Mengatakan “kesadaran bersifat
Namun peneliti menggunakan beberapa sampel intensional” pada dasarnya sama artinya
yang dianggap dapat merepresentasikan dengan mengatakan “realitas menampakkan
pandangan umum warga Sapen. Yaitu antara diri”.12 Artinya bahwa kebenaran dalam
lain, sesepuh Sapen, ketua Kaum (Pak Kaum), kacamata aliran fenomenologi bersifat
warga Sapen Biasa, Warga Sapen pendatang, perspektif, yakni dengan keutuhan pandangan
dan beberapa dari mahasiswa yang berdomisili terhadap suatu keadaan yang diteliti.
di Sapen. Data yang diperoleh akan di proses Bila ditarik dalam studi agama, kajian
dan dijabarkan secara deskriptif dan analisis fenomenologi berguna untuk menyingkap
yang digunakan adalah teknik interpretasi dualitas yang empiris dan abstrak, antara
simbolik. yang partikular dan universal, serta yang
bersifat teologis dan feneomenologis.13 Sebab
FENOMENOLOGI AGAMA SEBAGAI PISAU
agama dalam praktiknya seringkali mengalami
ANALISIS
sebuah adaptasi dengan budaya setempat
Fenomenologi merupakan sebuah ilmu yang memungkinkan suatu perubahan
tentang gejala yang menampakkan diri pada dalam segi ekspresi keagamaan dengan
kesadaran kita. Dengan artian yang lebih luas mengkolaborasikan antara budaya setempat
fenomenologi adalah salah satu disiplin ilmu dan dogma-dogma agama yang tertuang dalam
yang membahas tentang fenomena-fenomena teks suci. Hal itu sejalan dengan pemikiran
segala sesuatu yang tampak. Dalam ranah Ahimsa yang mengatakan bahwa penelitian
filsafat fenomenologi ditempatkan sebagai dengan corak fenomenologis bertujuan untuk
salah satu ciri pendekatan yang memusatkan 200), hlm. 234.
diri pada sebuah analisa gejala yang ada
12
K. Berten,Filsafat Barat Abad XX; Inggris-Jerman, (Jakarta:
PT. Gramedia, 1995), hlm. 99-101.
dan tampak.11 Pendekatan fenemenologi ini 13
Moh. Dahlan, “Pemikiran Fenomenologi Edmund
Husserl dan Aplikasinya dalam Dunia Sains dan Studi Agama”,
11
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia, hlm. 29-30.

34 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
menjelaskan gejala sosial budaya menurut oleh KH. Ahmad Dahlan dan tidak melakukan
sudut pandang subjek yang diteliti.14 tradisi tahlilan karena dianggap bid’ah. Namun
Selain menjelaskan gejala sosial budaya kendati demikian, sebenarnya meskipun
fenomenologi agama haruslah memandang kulturnya mayoritas warga Muhammadiyah,
agama sebagaimana penganutnya memahami, namun ternyata mereka tetap menjalankan
melihat dan menggunakan fenomena- tradisi nenek moyang kita ini.
fenomena dalam keberagaman budaya dan Menurut beberapa sumber yang ada, ada
trasdisi setempat.15 Bila ditarik dalam konteks banyak pendapat terkait sejarah tahlilan di
tradisi tahlilan dan kenduri di Sapen, peneliti Sapen. Namun belum diketahui secara pasti
haruslah memaparkan fenomena-fenomena tahun berapa tahlilan mulai ada di Sapen. Hal
yang bersumber langsung dari warga itu dikarenakan masyarakat Sapen saat ini
yang melakukan kegiatan tersebut dengan mayoritas dihuni oleh para pendatang dari
menyandarkan hasil temuan pada perspektif daerah lain. Maka akan sulit mendapatkan
warga/penduduk Sapen, bukan pada teori atau sumber data yang falid terkait kapan awal
hasil temuan peneliti sebelumnya. Dengan pertama kali tradisi tahlilan ini diadakan di
demikian akan diperoleh hasil yang akurat dan Sapen.
mutakhir sesuai dengan kondisi rill masyarakat Ada yang berpendapat bahwa tahlilan di
Sapen. Sapen mulai gencar dilakukan sejak datangnya
Pak Asrori ke Sapen, yaitu sekitar 1977-an.
KONSISTENSI TRADISI TAHLILAN DI SAPEN
Beliau merupakan salah satu mahasiswa
Tahlilan sebagai anak kandung dari salah satu perguruan tinggi di Jogja asal
perkawinan antara agama Islam dan budaya Rembang. Mula- mula dia aktif di remaja
lokal Nusantara, khususnya Jawa, telah masjid Safinaturrahmah16 Sapen, lalu seiring
dilaksanakan sejak zaman Walisongo. Tahlilan perkembangan masa, ia mulai mengajak para
merupakan bagian dari tradisi masyarakat pemuda asli kampung sapen untuk ikut dalam
Jawa yang telah mengakar kuat hingga saat ini. kegiatan tahlilan. Meski pada awal mulanya
Hampir seluruh daerah di pulau Jawa mengenal masih didominasi para mahasiswa pendatang,
dan masih mempraktikkan upacara tahlilan, namun seiring berjalannya waktu semakin
bahkan di beberapa daerah luar Jawa. banyak penduduk asli Sapen yang mulai
Kampung Sapen kelurahan Demangan mengikuti kegiatan tahlilan.17
Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Namun pendapat diatas dibantah oleh
merupakan suatu daerah yang sampai saat pendapat sesepuh warga asli Sapen, Bapak
ini aktif melakukan tradisi tahlilan. Kota ini Drs. H. Syufa’at Mansyur.18Beliau mulai tinggal
terkenal di luar dengan kota/tempat lahirnya di Sapen sejak tahun 1957. Dan menurutnya
organisasi Muhammadiyah yang di bentuk tahlilan di Sapen sudah ada. Tradisi tahlilan
14
Heddy Shri Ahimsa, “Fenomenologi Agama: Pendekatan
Fenomenologi Untuk Memahami Agama,” Walisongo, Vol. 20, 16
Masjid Kampung Sapen yang pertama.
No. 2 (2012): 271–304. 17
Wawancara dengan Bapak Janu Isnawan, warga
15
Farhanuddin Sholeh, “Penerapan Pendekatan Asli Sapen, RT 23 Kampung Sapen. Dia menjabat sebagai
Fenomenologi Dalam Studi Agama Islam (Kajian Terhadap sektretaris RT 23, dan berprofesi tukang tambal ban didepan
Buku Karya Annemarie Shimmel; Deciphering the Signs of SD Muhammadiyah
God: A Phenomenological Approach to Islam),” Qolamuna, Vol. 18
Warga RT 25 Kampung Sapen, dan mantan dosen UIN
1, No. 2 (2016): 347–358. SUKA fak. Dakwah.

Konsistensi Tradisi Tahlilan dan Kenduri, Mohammad Dzulkifli 35


ini memang telah sering dilakukan oleh warga Keadaan itu semakin diperparah dengan
yang mengalami musibah kematian. Biasanya banyaknya aksi misionaris kaum katolik di
dipimpin oleh pak kaum19 yaitu dengan kalangan warga Sapen.
membacakan doa bersama untuk sang mayit. Melihat darurat dakwah keislaman di
Menguatkan pendapat yang kedua, kalangan warga Sapen sekian lama semakin
Pak Asrori selaku ketua Kaum Sapen yang memperihatinkan, maka menjadi salah satu
sekarang, mengatakan bahwa sejak dia alasan dibangunnya lembaga pendidikan Islam
datang pertama kali ke Jogja pada tahun 1977, di kampung Sapen, yaitu IAIN Sunan Kalijaga
tahlilan memang sudah ada di Sapen. Namun (sekarang UIN) dan SD Muhammadiayh Sapen.
sayangnya, pelaksanaan tahlilan dulu berbeda Dengan tujuan untuk menghalau arus dari
dengan sekarang. Dulu pelaksanaan tahlilan kegiatan missionaris, dan memperkuat misi
sangat identik dengan main kartu/judi, bahkan dakwah keislaman di daerah Sapen.21
sampai mabuk-mabukan. Sudah menjadi tradisi Maka dengan banyaknya mahasiswa dan
warga Sapen terdahulu bagi setiap ahlul bait siswa yang ingin menuntut ilmu di kampus
yang mengadakan tahlilan harus menyediakan tersebut juga akan memberikan sumbangsih
tempat dan hidangan bagi orang-orang yang besar terhadap dakwah keislaman di Sapen.
bermain kartu selepas pelaksanaan tahlilan. Hingga lambat laun seiring perkembangan
Jika tidak, maka tuan rumahnya akan menjadi zaman, warga Sapen mulai tercerahkan.
buah bibir masyarakat sekitar.20 Begitulah tuturan dari Pak Janu Isnawan selaku
Tahlilan di Sapen dulu hanya dijadikan warga asli Sapen yang ikut merasakan manfaat
momen untuk berkumpul, berjudi dan berbagai dari adanya UIN dan SD Muhammadiyah Sapen.
perilaku menyimpang lainnya yang secara Peran mahasiswa pendatang juga
tidak langsung telah menodai keluhuran berpengaruh pada keberlangsungan tradisi
tradisi Islam nusantara yang telah dibawa tahlilan di kampung Sapen. Para mahasiswa
oleh para wali songo ke tanah Jawa. Tradisi UIN yang notabennya berasal dari luar Jogja
yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa dan mempunyai latar belakang tradisi NU di
dengan tetap mempertahankan nilai budaya kampungnya sudah terbiasa dengan tradisi
dan menanamkan ajaran-ajaran islam dalam tahlilan. Mereka biasanya membawa tradisi
subtansinya. dari kampungnya dengan mengadakan ngaji
Menurut keterangan lain mengatakan yasin bersama, tahlil dan salawatan di kos
bahwa warga Sapen dulu terkenal dengan kontrakan atau masjid-masjid kampung. Dari
orang abangan dan sering disebut-sebut itu tak jarang warga juga mengajak mahasiswa
dengan Sarang Penyamun, sarang peminum, dalam kegiatan kampung termasuk kegiatan
dan sarang bajingan. Bahkan ada dari warga tahlilan.
Sapen yang pernah membantu penyelundupan Dalam tradisi Jawa, selain istilah tahlilan
senjata PKI. Kehidupan di masyarakat juga ada juga yang dikenal dengan istilah slametan
masih jauh dari kehidupan yang agamis. atau kenduri yang dipakai untuk memaknai
19
Sebutan untuk tokoh masyarakat di Kampung Sapen. suatu upacara pokok dalam sistem religi orang
Ketua kaum sebelumnya bernama Bapak Kartiharjo Maryanto.
20
Wawancara dengan Bapak Bambang, warga Sapen
Pendatang, RT 22 Rw. 07 Sapen. 21
Laporan dari pak. Janu Isnawan, warga Sapen Asli, Rt 23.

36 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
Jawa pada umumnya.22 Upacara slametan atau goreng, dua bungkus mie instan, dan gula satu
kenduri ini biasanya diadakan di suatu rumah ons. Itu menjadi daftar isi yang lazim diberikan
keluarga yang sedang memiliki hajat, baik itu pada pelaksanaan tahlilan di Sapen. Berbeda
syukuran atas nikmat yang dianugerahkan ketika sudah menginjak peringatan ke-40
Tuhan atau dalam rangka mendoakan sanak hari, 100 hari sampai 1000 harinya. Umumnya
keluarga yang telah wafat. berkat yang diberikan sewaktu acara tahlilan
Umumnya, acara diadakan pada malam berisi makanan siap saji atau siap santap,
hari, namun ada juga yang diadakan di siang dan ada juga yang menambahinya dengan
hari sesuai tradisi dan kebiasaan daerah bungkusan snack lagi. Inilah di antara salah
masing-masing. Pada pelaksanaan slametan ini satu yang paling ditunggu dan disenangi oleh
dihadiri oleh sanak keluarga, kerabat-kerabat para mahasiswa ketika menghadiri tahlilan.24
dan tetangga dekitar rumah shohibul hajah Bagi masyarakat Sapen, pelaksanaan
dari kalangan pria. Diawali dengan sambutan tahlilan memiliki peran dan fungsi tersendiri
oleh tuan rumah menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan mereka. Salah satu fungsinya
Kromo, guna menyampaikan terima kasih, adalah sebagai media untuk silaturrahmi
permohonan maaf dan maksud/hajat dari antar warga Sapen. Sebagaimana diketahui
slametan yang akan digelar pada saat itu. bersama bahwa tradisi tahlilan merupakan
Selanjutnya dilanjutkan oleh seorang modin/ acara yang tidak dilakukan pribadi atau oleh
pemuka kaum untuk memimpin doa yang individu-individu, melainkan berupa kegiatan
diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan kalimat- kemasyarakatan yang dilakukan oleh banyak
kalimat thoyyibah.23 orang dan bertempat di satu tempat. Maka
Setelah selesai prosesi doa dan baca Al- melalui tahlilan, masyarakat bisa saling bertatap
Qur’an, hidangan pun dikeluarkan, mulai muka langsung dan berkomunikasi antar satu
dari minuman teh/kopi, dan makanan berat dengan yang lainnya. Hal itu sebagaimana
berupa prasmanan. Namun ini hanya beberapa disampaikan oleh Pak Janu Isnawan selaku
keluarga saja yang memberikan hidangan warga Sapen asli yang telah merasakan secara
prasmanan. Lalu setelah semua minuman langsung manfaat dari tahlilan sebagai media
dan makanan terbagi rata, maka para tamu silaturahim.
dipersilahkan menyantap makanan yang Lain dari pada itu tahlilan juga berfungsi
ada. Tidak lama setelah itu dibagikan berkat sebagai media dakwah Islam dan transformasi
yang telah diisi didalamnya berupa makanan sosial. Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa
untuk dibawa pulang. Isi berkat itu sendiri kampung Sapen di era 70-an keatas masih
menyesuaikan momen peringatannya, jika itu banyak warganya yang dikategorikan sebagai
hanya peringatan 3 atau 7 hari kematian sang abangan. Bahkan menurut beberapa warga,
almarhum biasanya isi berkatnya berupa bahan Sapen dulu terkenal dengan tempat 5SP
makanan mentahan meliputi beras seperempat (sarang pencuri, Sarang pemabuk, Sarang
kilogram, dua telor ayam, satu sashet minyak Preman, Sarang Penyamun, sarang Pemain

22
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. (Jakarta: Balai
Pustaka, 1984), hlm: 130. Wawancara dengan Heri Fadhli Wahyudi, salah satu
24

23
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa., hlm. 131. mahasiswa UIN Sunan Kalijaga asal Madura.

Konsistensi Tradisi Tahlilan dan Kenduri, Mohammad Dzulkifli 37


Wanita).25 Dan bisa dipastikan bahwa pada tradisi tahlilan di kampung mereka dengan
setiap kali pelaksanaan tahlilan di suatu rumah, yang di Sapen.27
maka disitu ada yang bermain kartu/ judi, dan Para mahasiswa yang sempat mengikuti
bahkan sambil mabuk-mabukan. tahlilan juga telah memberikan respons positif
Dengan berdirinya lembaga Islam tersebut terhadap tradisi tersebut. Menurut sebagian
akan menyerap para pelajar-pelajar dan dari mereka, tradisi ini haruslah tetap
mahasiswa dari luar daerah untuk menimba dilestarikan karena didalamnya mengandung
ilmu keislaman di sana. Selain itu diharapkan banyak nilai-nilai dan manfaat untuk sesama
juga bisa memberi efek positif untuk warga warga Sapen baik yang asli maupun pendatang
Sapen dalam membantu syiar dakwah Islam ke seperti para mahasiswa. Alasan lain terkait
generasi-generasi muda Sapen lewat masjid- respon positif terhadap tahlilan karena ia
masjid, TPA-TPA dan kajian-kajian di Masjid sendiri menunjukkan kesadaran teologis warga
yang melibatkan peran mahasiswa. Sapen kepada Tuhan, manusia, dan kehidupan
Tahlilan merupakan salah satu media sesuadah mati. Meskipun dari segi kultural
untuk mempertemukan mahasiswa pendatang hanya beberapa orang saja yang terlibat,
dan warga asli Sapen. Sebab hanya dalam namun efek yang diberikan akan berimbas
acara tahlilan mahasiswa dan warga bisa saling pada warga Sapen secara umum.
duduk dan bertatap muka dan berkomunikasi.
INTERPRETASI SIMBOLIK TERHADAP
Maka dari situlah terjadi kontak budaya antara
TAHLILAN DAN KENDURI DI SAPEN
latar belakang budaya mereka para mahasiswa
dari berbagai daerah dengan budaya lokal di Hipotesa awal terkait konsistensi tradisi
Sapen. Tak jarang banyak kita jumpai dewasa tahlilan dan kenduri di Sapen adalah faktor
ini penduduk Sapen yang dulunya mahasiswa budaya yang turun menurun di tengah
pendatang yang menemukan jodohnya di masyarakat. Namun setelah melakukan
kampung ini, bekerja dan menetap lalu beranak penggalian data, terdapat faktor-faktor lain
pinak di kampung ini pula. yang menyebabkan kelestarian tradisi tahlilan
Di antara motivasi yang membawa di tengah-tengah masyarakat Muhammadiyah.
keikutsertaan beberapa mahasiswa dalam Pertama, adanya faktor pengaruh pendatang
tradisi tahlilan di Sapen antara lain karena dengan latar belakang budaya Nahdhiyyin
keinginan untuk membaur dan bersosial yang masih kental, sehingga dengan ilmu dan
dengan warga asli Sapen.26 Ada juga yang pengaruh yang dimilikinya selalu mendorong
beralasan ingin tahu dan mengenal lebih masyarakat untuk tetap melaksanakan tradisi
dekat tradisi tahlilan di Sapen baik dari segi tahlilan dan kenduri ini. Kedua, faktor budaya
bacaan, cara penyambutan dan hidangan warisan dari para sesepuh. Sebagai masyarakat
yang disajikan. Sebab sangat mungkin adanya yang menjunjung tinggi tradisi para leluhur,
beberapa kemiripan dan perbedaan antara masyarakat Sapen tetap berusaha melestarikan
tradisi tahlilan ini guna untuk menjaga tradisi
leluhur dan mendoakan si mayit. Ketiga,
25
Wawancara dengan Pak Bambang Wijanarto, warga Rt
22 Sapen, pemilik rental mobil “Habibi”.
26
Wawancara dengan Heri Fadli Wahyudi, mahasiswa UIN 27
Wawancara dengan Ahmad Zayadi mahasiswa jurusn
Sunan Kalijaga Yogyakarta program Pasca sarjana asal Madura. Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta asal Jawa Timur.

38 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
solidaritas warga Sapen atau guyup warga Selain simbol dari berkat, tradisi tahlilan di
sehingga mereka yang dulu pernah didatangi Sapen memiliki nilai dan makna-makna lain di
ke rumahnya untuk tahlilan mendoakan dalamnya. Tahlilan di dalamnya berisi bacaan
anggota keluarga yang meninggal merasa ayat Al-Qur’an dan kalimat-kalimat thayyibah
berhutang budi dan merasa berkewajiban tentunya mengandung nilai religius yang
untuk membalas kedatangan jika salah satu tinggi. “Dengan menghadiri tahlilan kita dapat
tetangga melakukan tahlilan atau acara serupa. mengingat mati, segala apa yang kita punya
Tidak berbeda jauh dengan fenomena akan kita tinggalkan, yang tersisa hanyalah
tradisi rajaban di Kebumen28 terkait penafsiran amalan dan doa yang dipanjatkan untuk
simbol dari berkat yang disuguhkan dalam kita”29, demikianlah pengakuan salah satu
tradisi tahlilan. Berkat dapat dijadikan simbol warga dalam hasil wawancara yang dilakukan.
status sosial ekonomi masyarakat di Sapen. Isian Selain nilai religius terdapat nilai
berkat di Sapen cukup berfariasi dan beragam kemanusian yang luhur dimana setiap anggota
menyesuaikan momen dan keadaan ekonomi masyarakat ikut andil dalam membantu
shahibut bait. Dalam acara tahlilan untuk tiga keluarga yang berduka setidaknya dengan
hari atau tujuh harian biasanya berkat akan membantu doa dan sedikit menghibur dari
berisi bahan mentahan yang umumnya terdiri kesedihan akibat ditinggal oleh salah satu
dari: dua butir telur ayam, dua bungkus mie anggota keluarga yang meninggal. Nilai sosial
instan, satu gram gula pasir, satu kilo beras, dapat dilihat dari semangat gotong royong
satu sashet minyak goreng, satu bungkus teh warga dalam menyiapkan acara tahlilan dan
tubruk. Bagi beberapa keluarga menengah ke kenduri, membagikan berkat dan minuman
atas biasanya akan ditambah dengan kue apem dan perbincangan kecil di sela-sela menanti
dan ketan. Sedangkan untuk kenduri dan tahlil makanan selesai dibagikan pasca prosesi
untuk 40 hari, 100, setahun hingga 1000 hari tahlilan usai. Sedekah yang dibagikan dalam
biasanya berkat yang disuguhkan berupa satu bentuk berkat juga mengandung nilai sosial
bungkus snack atau jajanan tradisional dan yang dapat menentramkan kehidupan
satu bungkus nasi siap santap. Untuk beberapa bermasyarakat. Seorang kaum atau modin
kalangan menengah ke atas, biasanya akan mempunyai peran pemersatu warga yang
menambahinya dengan sofenir seperti sarung, heterogen dan majemuk dari berbagai kalangan
handuk, buku yasin tahlil, kue tar dan ada pula dan latar belakang yang berbeda.
yang menyelipkan uang dalam amplop yang
KESIMPULAN
jumlahnya berbeda-beda. Sedangkan untuk
tradisi kenduri atau sametan sunnatan atau Tradisi tahlilan dan kenduri di kampung
aqiqahan bagi keluarga yang mampu akan Sapen Kel. Demangan Kec Gondokusuman
menyiapkan prasmanan untuk para tamu yang Yogyakarta telah ada sejak lama yang tidak
hadir selain itu juga sudah disiapkan berkat diketahui secara pasti awal mulanya. Namun
untuk dibawa pulang. semangat tahlilan mulai digencarkan dan rutin
dilaksanakan sejak datangnya tokoh Pak Asrori

Fathonah, “Kompleksitas Simbol Dan Representasi


28 29
Wawancara dengan Janu Isnawan (37 Th) warga asli
Makna Dalam Tradisi Rajaban Masyarakat Kebumen”. Sapen RT. 23, pada 24 Desember 2019.

Konsistensi Tradisi Tahlilan dan Kenduri, Mohammad Dzulkifli 39


ke Kampung Sapen dengan mengajak para Ahimsa, Heddy Shri, “Fenomenologi Agama:
pemuda dan mahasiswa untuk melaksanakan Pendekatan Fenomenologi Untuk
kegiatan tahlilan dari rumah ke rumah. Namun Memahami Agama”, Jurnal Penelitian Sosial
terlepas dari anggapan itu semua, fakta di Keagamaan, Semarang: Universitas Islam
lapangan menunjukkan hingga saat ini bahkan Negeri Walisongo, Vol. 20, No. 2 (2012).
di era Pandemi Covid-19 tradisi tahlilan masih Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta:
tetap konsisten dilakukan. Gramedia, 2000.
Setidaknya ada tiga faktor yang
Dahlan, Mohammad, “Pemikiran Fenomenologi
berpengaruh pada eksistensi tradisi tahlilan
Edmund Husserl dan Aplikasinya dalam
dan kenduri di kampung Sapen. Pertama,
Dunia Sains dan Studi Agama”, Jurnal Salam,
pengaruh para pendatang dari daerah yang
Malang: Universitas Muhammadiyah
rutin melaksanakan tahlilan. Kedua, faktor
Malang, Vol. 13, No. 1 (2010).
budaya warisan dari sesepuh, dan faktor ketiga
adalah solidaritas dan sikap guyub warga Diak Udin, Muhammad, “Analisis Perilaku
Sapen yang tinggi, sehingga setiap warga yang Sosial Masyarakat Dusun Plosorejo Desa
pernah dihadiri ketika melaksanakan tahlilan Kemaduh Kab. Nganjuk dalam Tradisi
akan merasa berkewajiban untuk menghadiri Yasianan dan Tahlilan; Studi Deskriptif
keluarga tetangga ketika melaksanakan tahlilan Melalui Pendekatan Teori Pertukaran
atau kenduri di hari yang lain. Sosial”, Jurnal Tribakti: Jurnal Pemikiran
Kacamata fenomenologi agama setidaknya Keislaman, Kediri: Institut Agama Islam
telah memberikan penjelasan tentang perilaku Tribakti, Vol. 26 No. 2 (2015).
keagamaan masyarakat Sapen dalam konteks Fathonah, “Kompleksitas Simbol Dan
tradisi tahlilan dan kenduri. Di balik bentuknya Representasi Makna Dalam Tradisi Rajaban
yang sangat kental akan budaya masyarakat Masyarakat Kebumen”, Jurnal Al-A’raf,
Jawa, tahlilan bagi warga Sapen juga menyimpan Surakarta: Institut Islam Negeri Surakarta,
nilai-nilai religiusitas, sosial dan kemanusian Vol. 15, No. 2, (2018).
yang tinggi. Terlepas dari perbedaan konsep
K. Berten, Filsafat Barat Abad XX; Inggris-Jerman,
acara dan ragam hidangan yang disajikan di
Jakarta: PT. Gramedia, 1990.
berbagai daerah, tradisi tahlilan secara umum
selaras dengan prinsip hidup orang Jawa Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta:
hamemayu bayuning bhawana sebagai dasar Balai Pustaka, 1984.
dalam keselarasan antara kehidupan manusia, Khalil, Ahmad, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika
alam dan Tuhan.[] dan Tradisi Jawa, Malang: UIN-Malang
Press, 2008.
Huda, M.Thoriqul, “Harmoni Sosial dalam
DAFTAR PUSTAKA
Tradisi Sedekah Bumi Masyarakat Desa
Pancur Bojonegoro”, Religio, Vol. 7 No. 2
Abdullah, Faishol, Islam Dan Budaya Jawa,
2017.
Surakarta: P2B IAIN Surakarta, 2014.

40 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Nilawaty, Azzah, “Senjakala Tradisi Kendurian
Di Desa Grajegan; Perspektif Fenomenologi
Agama”, Jurnal Academic Jounal of Islamic
Principles and Philosophy, Surakarta: Institut
Islam Negeri Surakarta, Vol. 1, No. 2 (2020).
Rhodin, Rhoni, “Tradisi Tahlilan Dan
Yasinan”, Jurnal IBDA: Kajian Islam dan
Budaya, Purwokerto: Institut Islam Negeri
Purwokerto, Vol. 11, No. 1 (2013).
Sholeh, Farhanuddin, “Penerapan Pendekatan
Fenomenologi dalam Studi Agama Islam
(Kajian Terhadap Buku Karya Annemarie
Shimmel; Deciphering the Signs of God: A
Phenomenological Approach to Islam),”
Jurnal Qolamuna, Lumajang: STIS Miftahul
Ulum, Vol. 1, No. 2 (2016).
Subroto, Edi D, Pengantar Metode Penelitian
Linguistik Struktural, Surakarta: Sebelas
Maret University Press, 1992.
Tjasandra, Uka, Sejarah Nasional Indonesia III,
Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.
Qardhawi, Yusuf, Membumikan Islam; Keluasan
dan keluwesan Syari’at Islam untuk Manusia,
penerjemah, Ade Nurdin & Riswan,
Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2018.
=

Konsistensi Tradisi Tahlilan dan Kenduri, Mohammad Dzulkifli 41

Anda mungkin juga menyukai