FENOMENOLOGI AGAMA
Mohammad Dzulkifli*
20201011025@student.uin-suka.ac.id
Abstract
The article examines the sacred experience of the Sapen culture in interpreting and conserving the tahlilan and
kenduti traditions. In the midst of globalization and urban life, The Sapen’s people from a decade ago continue
to practice tahlilan in some circumstances. The aim of this article is to clarify the factors that contribute to
the continuity of the tahlilan and kenduri traditions in the Sapen community through the lens of religious
phenomenology. The study employs fieldwork, participatory observation, and interviewing techniques. The
findings of this study indicate that three factors contribute to the continuity of the tahlilan and kenduri traditions
in Sapen. To begin, there is the influence of immigrants who used to practice tahlilan in their village. Second,
cultural traits inherited from elders are passed down across generations. Third, a strong sense of brotherhood
and peace among the Sapen peoples. Additionally, Tahlilan is viewed as a vehicle for citizens to interact and
spread the message of Islam within the Sapen culture.
Abstrak
Penelitian ini menjelaskan tentang pengalaman keagamaan masyarakat kampung Sapen dalam memaknai dan
melestarikan tradisi tahlilan dan kenduri atau disebut juga slametan. Di tengah arus globalisasi dan padatnya
kehidupan perkotaan masyarakat Sapen dari puluhan tahun yang lalu hingga saat ini masih tetap konsisten
melakukan tradisi tahlilan dan kenduri dalam moment kematian atau mengaharap berkah pada situasi
tertentu. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan konsistensi tradisi tahlilan
di tengah-tengah masyarakat perkotaan yang notabene bercorak Muhammadiyah menggunakan perspektif
fenomenologi agama. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode partisipasi obserfasi dan
wawancara. Hasil riset ini menunjukkan ada tiga faktor yang mempengaruhi konsistensi tahlilan dan kenduri
di Sapen. Pertama, faktor pengaruh pendatang dari luar daerah yang biasa melakukan tradisi tahlilan di
kampung asalnya. Kedua, faktor tuntutan budaya warisan dari para sesepuh yang terus menerus diturunkan
kepada anak cucu. Ketiga, faktor solidaritas dan sikap guyub warga yang memegang erat rasa persaudaraan
dan kerukunan antar warga. Tahlilan juga dipandang sebagai media guyub warga Sapen sekaligus dakwah
Islam di tengah-tengah masyarakat.
32 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
tahlilan yang berkembang di tengah-tengah penelitian terakhir juga membahas tentang
masyarakat, serta mengungkap nilai-nilai yang tradisi kenduri, namun penelitian tersebut
terkandung dalam tradisi tersebut. hanya fokus pada faktor yang menyebabkan
Penelitian lain yang mengkaji tentang menurunnya pelaksanaan tradisi kenduri
tradisi tahlilan sebagaimana dilakukan dengan tambahan interpretasi simbolik yang
oleh Muhammad Diak Udin (2015) “Analisis ada pada tradisi tersebut. Selain itu penelitian
Perilaku Sosial Masyarakat Dusun Plosorejo itu juga hanya terbatas pada wilayah desa
Desa Kemaduh Kab. Nganjuk dalam Grajegan yang tentu akan sangat berbeda
Tradisi Tahlilan” studi deskriptif dengan dengan kondisi dan latar belakang masyarakat
menggunakan pendekatan pertukaran sosial.7 Sapen yang multikultural. Maka menjadi
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa menarik dan penting penelitian ini dibuat
perilaku masyarakat di dusun Polirejo memiliki guna mengenal lebih jauh gejala dan fenomena
perilaku sosial dalam tradisi tahlilan terbagi yang terjadi di masyarakat sekitar kampus UIN
menjadi dua. Satu golongan yang puas dengan Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
tradisi tahlilan dan sebagian kelompok lainnya Penelitian ini termasuk jenis penelitian
tidak puas dan mengabaikannya dengan alasan kualitatif dengan sasaran suatu kasus
ketidak seimbangan antara pengorbanan yang penelitian budaya (studi kasus) yang bersifat
dikeluarkan dan bentuk penghargaan yang deskriptif karena data yang diperoleh tidak
diterima. dapat disajikan dalam bentuk bilangan
Dalam hubungannya dengan objek angka atau bagan statistik. Hal ini sejalan
formal yang diteliti, penelitian terbaru yang dengan Moleong yang menyatakan bahwa
menggunakan pendekatan fenomenologi penelitian kualitatif adalah penelitian yang
telah dilakukan oleh Azzah Nilawaty yang mengahasilkan prosedur analisis yang tidak
meneliti tentang perubahan sosial yang menggunakan prosedur analisis statistik atau
berpengaruh pada kelestarian tradisi cara kuantifikasi lainnya.9 Dalam penelitian
kendurian di desa Grajegan. Setidaknya ada ini penulis memaparkan gambaran mengenai
tiga faktor yang menyebabkan senjakala situasi yang diteliti dalam bentuk uraian
tradisi Kendurian di desan Grejegan, yaitu, naratif.
berkembangnya kelompok Islam Konservatif Menurut Subroto penelitian yang bersifat
yang mengharamkan tradisi kendurian, peran deskriptif mengharuskan penulis agar
keluarga, dan ketergantungan keluarga pada mencatat dengan teliti dan cermat semua
sosok ibu yang bertugas menyiapkan kenduri.8 data, baik yang berupa kata-kata, kalimat-
Dari beberapa penelitian yang ada nampaknya kalimat, wacana, gambar, gambar, atau video.10
untuk penelitian yang khusus membahas Adapun tujuan dari penelitian kualitatif yang
tahlilan dan kenduri dengan perspektif bersifat deskriptif adalah untuk memahami
fenomenologi belum ada, meskipun pada dan memeaparkan fenomena budaya yang
7
Muhammad Diak Udin (2015), “Analisis Perilaku Sosial
Masyarakat Dusun Plosorejo Desa Kemaduh Kab. Nganjuk 9
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
dalam Tradisi Tahlilan”, IAIT Kediri, Vol. 26 No. 2. PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 6.
8
Azzah Nilawaty, “Senjakala Tradisi Kendurian Di Desa 10
Edi D. Subroto, Pengantar Metode Penelitian Linguistik
Grajegan; Perspektif Fenomenologi Agama”, Jurnal Academic Struktural, (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1992),
Jounal of Islamic Principles and Philosophy. hlm. 7.
34 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
menjelaskan gejala sosial budaya menurut oleh KH. Ahmad Dahlan dan tidak melakukan
sudut pandang subjek yang diteliti.14 tradisi tahlilan karena dianggap bid’ah. Namun
Selain menjelaskan gejala sosial budaya kendati demikian, sebenarnya meskipun
fenomenologi agama haruslah memandang kulturnya mayoritas warga Muhammadiyah,
agama sebagaimana penganutnya memahami, namun ternyata mereka tetap menjalankan
melihat dan menggunakan fenomena- tradisi nenek moyang kita ini.
fenomena dalam keberagaman budaya dan Menurut beberapa sumber yang ada, ada
trasdisi setempat.15 Bila ditarik dalam konteks banyak pendapat terkait sejarah tahlilan di
tradisi tahlilan dan kenduri di Sapen, peneliti Sapen. Namun belum diketahui secara pasti
haruslah memaparkan fenomena-fenomena tahun berapa tahlilan mulai ada di Sapen. Hal
yang bersumber langsung dari warga itu dikarenakan masyarakat Sapen saat ini
yang melakukan kegiatan tersebut dengan mayoritas dihuni oleh para pendatang dari
menyandarkan hasil temuan pada perspektif daerah lain. Maka akan sulit mendapatkan
warga/penduduk Sapen, bukan pada teori atau sumber data yang falid terkait kapan awal
hasil temuan peneliti sebelumnya. Dengan pertama kali tradisi tahlilan ini diadakan di
demikian akan diperoleh hasil yang akurat dan Sapen.
mutakhir sesuai dengan kondisi rill masyarakat Ada yang berpendapat bahwa tahlilan di
Sapen. Sapen mulai gencar dilakukan sejak datangnya
Pak Asrori ke Sapen, yaitu sekitar 1977-an.
KONSISTENSI TRADISI TAHLILAN DI SAPEN
Beliau merupakan salah satu mahasiswa
Tahlilan sebagai anak kandung dari salah satu perguruan tinggi di Jogja asal
perkawinan antara agama Islam dan budaya Rembang. Mula- mula dia aktif di remaja
lokal Nusantara, khususnya Jawa, telah masjid Safinaturrahmah16 Sapen, lalu seiring
dilaksanakan sejak zaman Walisongo. Tahlilan perkembangan masa, ia mulai mengajak para
merupakan bagian dari tradisi masyarakat pemuda asli kampung sapen untuk ikut dalam
Jawa yang telah mengakar kuat hingga saat ini. kegiatan tahlilan. Meski pada awal mulanya
Hampir seluruh daerah di pulau Jawa mengenal masih didominasi para mahasiswa pendatang,
dan masih mempraktikkan upacara tahlilan, namun seiring berjalannya waktu semakin
bahkan di beberapa daerah luar Jawa. banyak penduduk asli Sapen yang mulai
Kampung Sapen kelurahan Demangan mengikuti kegiatan tahlilan.17
Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Namun pendapat diatas dibantah oleh
merupakan suatu daerah yang sampai saat pendapat sesepuh warga asli Sapen, Bapak
ini aktif melakukan tradisi tahlilan. Kota ini Drs. H. Syufa’at Mansyur.18Beliau mulai tinggal
terkenal di luar dengan kota/tempat lahirnya di Sapen sejak tahun 1957. Dan menurutnya
organisasi Muhammadiyah yang di bentuk tahlilan di Sapen sudah ada. Tradisi tahlilan
14
Heddy Shri Ahimsa, “Fenomenologi Agama: Pendekatan
Fenomenologi Untuk Memahami Agama,” Walisongo, Vol. 20, 16
Masjid Kampung Sapen yang pertama.
No. 2 (2012): 271–304. 17
Wawancara dengan Bapak Janu Isnawan, warga
15
Farhanuddin Sholeh, “Penerapan Pendekatan Asli Sapen, RT 23 Kampung Sapen. Dia menjabat sebagai
Fenomenologi Dalam Studi Agama Islam (Kajian Terhadap sektretaris RT 23, dan berprofesi tukang tambal ban didepan
Buku Karya Annemarie Shimmel; Deciphering the Signs of SD Muhammadiyah
God: A Phenomenological Approach to Islam),” Qolamuna, Vol. 18
Warga RT 25 Kampung Sapen, dan mantan dosen UIN
1, No. 2 (2016): 347–358. SUKA fak. Dakwah.
36 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
Jawa pada umumnya.22 Upacara slametan atau goreng, dua bungkus mie instan, dan gula satu
kenduri ini biasanya diadakan di suatu rumah ons. Itu menjadi daftar isi yang lazim diberikan
keluarga yang sedang memiliki hajat, baik itu pada pelaksanaan tahlilan di Sapen. Berbeda
syukuran atas nikmat yang dianugerahkan ketika sudah menginjak peringatan ke-40
Tuhan atau dalam rangka mendoakan sanak hari, 100 hari sampai 1000 harinya. Umumnya
keluarga yang telah wafat. berkat yang diberikan sewaktu acara tahlilan
Umumnya, acara diadakan pada malam berisi makanan siap saji atau siap santap,
hari, namun ada juga yang diadakan di siang dan ada juga yang menambahinya dengan
hari sesuai tradisi dan kebiasaan daerah bungkusan snack lagi. Inilah di antara salah
masing-masing. Pada pelaksanaan slametan ini satu yang paling ditunggu dan disenangi oleh
dihadiri oleh sanak keluarga, kerabat-kerabat para mahasiswa ketika menghadiri tahlilan.24
dan tetangga dekitar rumah shohibul hajah Bagi masyarakat Sapen, pelaksanaan
dari kalangan pria. Diawali dengan sambutan tahlilan memiliki peran dan fungsi tersendiri
oleh tuan rumah menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan mereka. Salah satu fungsinya
Kromo, guna menyampaikan terima kasih, adalah sebagai media untuk silaturrahmi
permohonan maaf dan maksud/hajat dari antar warga Sapen. Sebagaimana diketahui
slametan yang akan digelar pada saat itu. bersama bahwa tradisi tahlilan merupakan
Selanjutnya dilanjutkan oleh seorang modin/ acara yang tidak dilakukan pribadi atau oleh
pemuka kaum untuk memimpin doa yang individu-individu, melainkan berupa kegiatan
diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan kalimat- kemasyarakatan yang dilakukan oleh banyak
kalimat thoyyibah.23 orang dan bertempat di satu tempat. Maka
Setelah selesai prosesi doa dan baca Al- melalui tahlilan, masyarakat bisa saling bertatap
Qur’an, hidangan pun dikeluarkan, mulai muka langsung dan berkomunikasi antar satu
dari minuman teh/kopi, dan makanan berat dengan yang lainnya. Hal itu sebagaimana
berupa prasmanan. Namun ini hanya beberapa disampaikan oleh Pak Janu Isnawan selaku
keluarga saja yang memberikan hidangan warga Sapen asli yang telah merasakan secara
prasmanan. Lalu setelah semua minuman langsung manfaat dari tahlilan sebagai media
dan makanan terbagi rata, maka para tamu silaturahim.
dipersilahkan menyantap makanan yang Lain dari pada itu tahlilan juga berfungsi
ada. Tidak lama setelah itu dibagikan berkat sebagai media dakwah Islam dan transformasi
yang telah diisi didalamnya berupa makanan sosial. Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa
untuk dibawa pulang. Isi berkat itu sendiri kampung Sapen di era 70-an keatas masih
menyesuaikan momen peringatannya, jika itu banyak warganya yang dikategorikan sebagai
hanya peringatan 3 atau 7 hari kematian sang abangan. Bahkan menurut beberapa warga,
almarhum biasanya isi berkatnya berupa bahan Sapen dulu terkenal dengan tempat 5SP
makanan mentahan meliputi beras seperempat (sarang pencuri, Sarang pemabuk, Sarang
kilogram, dua telor ayam, satu sashet minyak Preman, Sarang Penyamun, sarang Pemain
22
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. (Jakarta: Balai
Pustaka, 1984), hlm: 130. Wawancara dengan Heri Fadhli Wahyudi, salah satu
24
23
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa., hlm. 131. mahasiswa UIN Sunan Kalijaga asal Madura.
38 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
solidaritas warga Sapen atau guyup warga Selain simbol dari berkat, tradisi tahlilan di
sehingga mereka yang dulu pernah didatangi Sapen memiliki nilai dan makna-makna lain di
ke rumahnya untuk tahlilan mendoakan dalamnya. Tahlilan di dalamnya berisi bacaan
anggota keluarga yang meninggal merasa ayat Al-Qur’an dan kalimat-kalimat thayyibah
berhutang budi dan merasa berkewajiban tentunya mengandung nilai religius yang
untuk membalas kedatangan jika salah satu tinggi. “Dengan menghadiri tahlilan kita dapat
tetangga melakukan tahlilan atau acara serupa. mengingat mati, segala apa yang kita punya
Tidak berbeda jauh dengan fenomena akan kita tinggalkan, yang tersisa hanyalah
tradisi rajaban di Kebumen28 terkait penafsiran amalan dan doa yang dipanjatkan untuk
simbol dari berkat yang disuguhkan dalam kita”29, demikianlah pengakuan salah satu
tradisi tahlilan. Berkat dapat dijadikan simbol warga dalam hasil wawancara yang dilakukan.
status sosial ekonomi masyarakat di Sapen. Isian Selain nilai religius terdapat nilai
berkat di Sapen cukup berfariasi dan beragam kemanusian yang luhur dimana setiap anggota
menyesuaikan momen dan keadaan ekonomi masyarakat ikut andil dalam membantu
shahibut bait. Dalam acara tahlilan untuk tiga keluarga yang berduka setidaknya dengan
hari atau tujuh harian biasanya berkat akan membantu doa dan sedikit menghibur dari
berisi bahan mentahan yang umumnya terdiri kesedihan akibat ditinggal oleh salah satu
dari: dua butir telur ayam, dua bungkus mie anggota keluarga yang meninggal. Nilai sosial
instan, satu gram gula pasir, satu kilo beras, dapat dilihat dari semangat gotong royong
satu sashet minyak goreng, satu bungkus teh warga dalam menyiapkan acara tahlilan dan
tubruk. Bagi beberapa keluarga menengah ke kenduri, membagikan berkat dan minuman
atas biasanya akan ditambah dengan kue apem dan perbincangan kecil di sela-sela menanti
dan ketan. Sedangkan untuk kenduri dan tahlil makanan selesai dibagikan pasca prosesi
untuk 40 hari, 100, setahun hingga 1000 hari tahlilan usai. Sedekah yang dibagikan dalam
biasanya berkat yang disuguhkan berupa satu bentuk berkat juga mengandung nilai sosial
bungkus snack atau jajanan tradisional dan yang dapat menentramkan kehidupan
satu bungkus nasi siap santap. Untuk beberapa bermasyarakat. Seorang kaum atau modin
kalangan menengah ke atas, biasanya akan mempunyai peran pemersatu warga yang
menambahinya dengan sofenir seperti sarung, heterogen dan majemuk dari berbagai kalangan
handuk, buku yasin tahlil, kue tar dan ada pula dan latar belakang yang berbeda.
yang menyelipkan uang dalam amplop yang
KESIMPULAN
jumlahnya berbeda-beda. Sedangkan untuk
tradisi kenduri atau sametan sunnatan atau Tradisi tahlilan dan kenduri di kampung
aqiqahan bagi keluarga yang mampu akan Sapen Kel. Demangan Kec Gondokusuman
menyiapkan prasmanan untuk para tamu yang Yogyakarta telah ada sejak lama yang tidak
hadir selain itu juga sudah disiapkan berkat diketahui secara pasti awal mulanya. Namun
untuk dibawa pulang. semangat tahlilan mulai digencarkan dan rutin
dilaksanakan sejak datangnya tokoh Pak Asrori
40 Jurnal Pemikiran dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 1 Januari 2021 | 31-41
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.
Nilawaty, Azzah, “Senjakala Tradisi Kendurian
Di Desa Grajegan; Perspektif Fenomenologi
Agama”, Jurnal Academic Jounal of Islamic
Principles and Philosophy, Surakarta: Institut
Islam Negeri Surakarta, Vol. 1, No. 2 (2020).
Rhodin, Rhoni, “Tradisi Tahlilan Dan
Yasinan”, Jurnal IBDA: Kajian Islam dan
Budaya, Purwokerto: Institut Islam Negeri
Purwokerto, Vol. 11, No. 1 (2013).
Sholeh, Farhanuddin, “Penerapan Pendekatan
Fenomenologi dalam Studi Agama Islam
(Kajian Terhadap Buku Karya Annemarie
Shimmel; Deciphering the Signs of God: A
Phenomenological Approach to Islam),”
Jurnal Qolamuna, Lumajang: STIS Miftahul
Ulum, Vol. 1, No. 2 (2016).
Subroto, Edi D, Pengantar Metode Penelitian
Linguistik Struktural, Surakarta: Sebelas
Maret University Press, 1992.
Tjasandra, Uka, Sejarah Nasional Indonesia III,
Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.
Qardhawi, Yusuf, Membumikan Islam; Keluasan
dan keluwesan Syari’at Islam untuk Manusia,
penerjemah, Ade Nurdin & Riswan,
Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2018.
=