Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terdapat banyak budaya dan tradisi yang ada di Indonesia, setiap daerah
memiliki budaya dan tradisi masing-masing, hal inilah yang menjadikan Indonesia
Negara yang paling banyak memiliki budaya. Hal ini tak dapat dipungkiri
merupakan peranan dari letak geografis Indonesia, bentul Negara kepulauan yang
membentang dari sabang sampai merauke, dipisahkan oleh laut-laut, terpecah
pecah menjadi pulau-pulau, ada yang besar ada yang kecil, letak inilah yang
mempengaruhi bahasa, budaya, dan karakter manusia pada umumnya.
Islam masuk keindonesia pada abad ke 7 M atau pendapat 12 masehi menurut
pendapat yang lain, islam masuk melalui jalur laut yaitu jalur perdagangan karena
indonesia merupakan salah satu jalur sutera perdagangan 1, islam datang dengan
membawa ajarannya ke nusantara yang penuh pluralisme dan tradisi yanng telah
melekat mendarah daging dikalangan masyarakat, dengan datangnya islam tradisi
itu tidak serta merta dihilangkan akan tetapi di sortir dan di sisipi didalamnya
nilai-nilai keislaman, budaya dan tradisi setempat dikondisikan agar tidak
bertentangan dengan ajaran islam, proses ini tidak terjadi sekaligus tetapi
perlahan, sedikit-demi agar lebih mudah diterima oleh pribumi indonesia.
Diantara suku yang ada di indonesia adalah suku melayu, banjar dan suku
dayak, tiga suku ini menghuni pulau kalimantan dan sekitarnya yang mana
ketiganya memiliki bahasa, letak geografis dan budaya yang hampir sama. Suku
melayu lebih banyak terdapat di semenanjung malaysia, suku dayak terdapat di
pedalaman kalimantan dan terakhir suku banjar di daer ah selatan dari kalimantan.
2 suku yang terakhir itu berada di nusantara sedangkan suku melayu terdapat di 2
tempat pertama di bagian barat kalimantan dan paling timur kalimantan yang
sekarang bernama malaysia. Jika dilihat pada sisi keagamaan mayoritas 3 suku ini
sekarang beragama Islam khusunya suku banjar yang berada di kalimantan

1
Ali Sodiqin, Dkk. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern. (Yogyakarta:
LESFI, 2012). h. 317.
2

selatan, banyak budaya-budaya lokal yang terintegrasi dan interkoneksi dengan


ajaran agama Islam.
Pada makalah ini kami akan membahas tentang budaya dan tradisi lokal atau
tradisi suku banjar yang terakulturasi dengan ajaran Islam, adat istiadat yang
berasal dari ajaran agama sebelumnya yaitu hindu-budha di sulap menjadi tradisi
yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dengan disisipi ajaran Islam, ada
juga sebagian tradisi yang memang hanya berasal dari interaksi sosial masyarakat
juga di sisipi ajaran Islam. Budaya dan tradisi ini akan penulis jelaskan pada bab-
bab yang akan datang. Adapun permasalahan-permasalahan yang dibahas akan di
terangkan dalam rumusan masalah yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Budaya
2. Islam dan Ajarannya
3. Apa Pengertian Akulturasi
4. Bagaimana Sejarah Singkat Masuknya Islam ke Banjarmasin
5. Bagaimana Contoh Akulturasi Budaya Banjar dengan ajaran Islam.
C. Tujuan
Untuk mengetahui tentang kebudayaan islam di banjar
1. Untuk Mengeahui Tentang Pengertian Budaya
2. Untuk Mengeahui Tentang Islam dan Ajarannya
3. Untuk Mengeahui Tentang Pengertian Akulturasi
4. Untuk Mengeahui Tentang Bagaimana Sejarah Singkat Masuknya Islam
ke Banjarmasin
5. Untuk Mengeahui Tentang Bagaimana Contoh Akulturasi Budaya Banjar
dengan ajaran Islam.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya
Secara bahasa budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni ‘Buddhayah’.
Kata ini memiliki arti bahwa segala sesuatu yang ada hubungannya dengan akal
serta budi manusia. Sedangkan secara harfiah, budaya merupakan cara hidup yang
digunakan sekelompok masyarakat yang diturunkan dari generasi sebelumnya
kepada generasi berikutnya2. Berikut pengertian budaya menurut pendapat ahli:
1. Jensen dan Trenholm
“Menurut jensen dan Trenholm budaya adalah seperangkat norma, nilai,
kepercayaan, adat istiadat, aturan dan juga kode. Yang jika dilihat secara sosial
mendefinisakn kelompok-kelompok orang, kemudian mengikat mereka satu sama
lain serta memberi mereka kesadaran bersama”.
2. Geert Hofstede
“Menurut Geert Hofstede budaya adalah pemrograman bersama atas pikiran yang
membedakan anggota-anggota suatu kelompok orang dengan kelompok lainnya.
Sedangkan simbol-simbol adalah adalah manifestasi budaya yang paling
dangkal”.
3. Ki hajar Dewantara
“Budaya merupakan hasil perjuangan masyarakat terhadap zaman dan alam.
Perjuangan ini membuktikan kejayaan dan kemakmuran hidup masyarakat dalam
menghadapi kesulitan dan rintangan untuk bisa mencapai keselamatan dan
kebahagiaan hidupnya”.
4. Edward T Hall
“Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya, intinya budaya
adalah komunikasi namun pada kenyataannya budaya yang tercipta juga
mempengaruhi cara berkomunikasi”.
5. Parsudi Supariyan

2
Sofyan Hadi. “Budaya Menurut Para Ahli, Unsur Dan Ciri-cirinya” dalam
http://www.satujam.com/pengertian-budaya. diakses pada 15/03/2018
4

“budaya adalah pengetahuan manusia yang seluruhnya dipakai untuk mengerti


dan memahami lingkungan serta pengalaman yang terjadin kepadanya”.3
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli diatas dapat kita simpulkan bahwa
budaya adalah nilai, norma, kepercayaan, adat istiadat, atauran juga kode yang
dihasilkan dari interaksi sosial masyarakat atau lebih jelas budaya produk dari
interaksi sosial masyarakat di suatru daerah.
B. Islam dan Ajarannya
Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas
dibandingkan dengan agama-agama lain. Dalam berbagai literatur terdapat banyak
penjelasan tentang pengertian Islam, sumber, dan ruang lingkup ajarannya. Semua
penjelasan itu dibuat untuk mendukung pemahaman keislaman yang lebih
konferhensif. Hal ini dianggap penting sebab kualitas pemahaman seseorang
terhadap Islam akan mempengaruhi pola, sikap dan tindakannya keislaman yang
seseorang lakukan. Berikut penjelasan tentang Islam secara singkat.4
1. Pengertian Agama Islam
Untuk memahami pengertian agama Islam ada dua sisi yang dapat kita
gunakan, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan.
Dari segi kebahasaan islam bersal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Lalu diubah dalam
bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian.
Dengan pengertian kebahasaan ini, kata Islam dengan dengan kata agama
yang artinya menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
Senada dengan itu Nurcholis majid berpendapat bahwa sikap paseah kepada
Tuhan merupakan hakikat dari pengertian Islam. Sikap ini tidak hanya ajaran
Tuhan kepada hamba-Nya, tetapi ia diajarkan oleh-Nya dengan disangkut
pautkan kepada alam manusia itu sendiri, sehingga pertumbuhan
perwujudannya pada manusia selalu bersifat dari dalam, tidak tumbuh,
apalagi dipaksakan dari luar, karena cara yang demikian menyebabkan Islam

3
Sofyan Hadi. “Budaya Menurut Para Ahli, Unsur Dan Ciri-cirinya” dalam
http://www.satujam.com/pengertian-budaya. diakses pada 15/03/2018
4
Abuddin Nata, Metedologi Studi Islam. (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012). h. 61.
5

tidak otentik, karena dimensinya yang paling mendasar dan paling mendalam,
yaitu kemurnian dan keikhlasan.5
Adapun Islam menurut istilah, Harun Nasution misalnya mengatakan
bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama), adalah agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat melalui Nabi
Muhammad Saw, Sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-
ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenal berbagai segi
dari kehidupan manusia.6
Dengan demikian, secara istilah Islam adalah nama bagi suatu agama
yang berasal dari Allah Swt. Nama Islam demikian itu memiliki perbedaan
yang luar biasa dengan nama agama lainnya. Kata Islam tidak mempunyai
hubungan dengan orang tertentu saja tau golongan tertentu dari manusia
ataupun Negara. Kata Islam adalah nama yang diberikan oleh Tuhan sendiri.
Hal demikian dapat dipahami dari petunjuk ayat-ayat al-Qur’an yang
diturunkan oleh Allah Swt.
2. Sumber Ajaran Islam
Ulama sepakat bahwasanya sumber utama ajaran Islam adalah al-Qur’an
dan Sunnah, sedangkan akal dan nalar adalah alat untuk memahami
keduanya, hal ini memiliki kesesuaian dengan firman Allah dalam al-Qur’an
surah an-Nisa ayat 156 yang mana kita disuruh menaati Allah dan rasul-Nya,
yang mana bemtuk manifestasi dari perintah Allah adalah al-Qur’an dan
bentuk dari ketaatan terhadap Rasul adalah mengamalkan sunnah yang
menjadi sumber hukum kedua. Berikut penjelasan singkat terhadap kedua
sumber hukum Islam tersebut:
a. Al-Qur’an
Terdapat banyak pengertian al-Qur’an secara bahasa yang di jelaskan
oleh para ulama, salah satunya adalah pendapat imam Syafi’i, beliau
mengatakan bahwasanya kata al-Qur’an bukan berasal dari akar kata
apapun, dengan kata lain ia adalah sebuah kata isim jamid yang mana

5
Abuddin Nata, Metedologi Studi Islam. (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012). h. 62.
6
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakarta: UI Press, 1979).  h. 24.
6

penggunaanya hanya diperuntukkan untuknya atau dengan kata lain ia


adalah kata yang tidak ada sumber rujukannya kecuali dirinya sendiri. 7
Adapun pengertian al-Qur’an menurut Istilah ada beberapa
pendapat, salah satunya pendapat Manna’ al-Qaththan, ia mengutip
pendapatnya para ulama dan meringkasnya dengan kalimatnya sendiri, ia
menyatakan bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang ditutunkan
kepada Muhammad Saw, bernilai ibadah bagi orang yang membacanya. 8
Pendapat ini senada dengan apa yang diungkapkan al-Zarqani hanya saja
ia menambahkan dengan beberapa karakteristik al-Qur’an dalam
pengertiannya yaitu “yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah an-Nas. Melalui pengertian itu kita semua mengetahui
bahwasanya al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Saw. Turunnya secara bertahap apabila kita meilhat terhadap sejarah
turunnya al-Qur’an, bernilai ibadah bagi siapa yang membacanya, serta
fungsinya sebagai hujjah pertama dalam hukum Islam atau dengan kata
lain ia adalah sumber hukum islam yang pertama.
b. Sunnah
Secara bahasa sunnah berarti sirah artinya perjalanan Nabi, Sunnah
satu makna dengan hadis yang artinya jadid atau baru. Sedangkan
menurut istilah ia adalah informasi yang berasal dari Nabi baik
perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat beliau.9Berdasarkan pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwasanya apapun yang berasal dari nabi
merupakan hadis atau sunnah baik itu qauliyah, fi’liyah’, taqririyah, atau
sifatiyah. Sunnah merupakan sumber hukum yang kedua yang menjadi
sumber dalam berhujjah dalam berijtihad.
Demikian sedikit pembasan tentang sumber ajaran islam yaitu al-
Qur’an dan sunnah keduanya merupakan sumber utama dalam ajaran
islam yang mana keduanya memiliki tujuan tujuan umum mulai dari

7
Abuddin Nata, Metedologi Studi Islam. (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012). h. 67.
8
Manna’ al-Qaththan, Mabahis fi ‘ulum al-Qu’an, (Mesir: Mensyurat al-Ashr al-Hadis, 2010). h.
21
9
Mahmud Thahhan, Thaisir Musthalah al-Hadist, (Jeddah: Haramain, 2000).  h. 15.
7

keadilan, kemanusiaan, ketauhidan dan lain-lain yang berhubungan nilai-


nilai kebaikan dalam kehidupan.
Selain 2 sumber pokok di atas Islam memiliki sumber sumber lain,
misalnya Ijma’, Qiyas, Mashlahah Mursalah, Urf, dan sebagainya yang
berbeda pendapat dalam penggunaannya. Adapun sumber ajaran Islam
yang di sepakati adalah al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas.
Demikiannya sedikit ulasan mengenai Sumber ajaran dalam Islam.
C. Pengertian Akulturasi
Akulturasi merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa latin yaitu
acculturate yang artinya tumbuh dan berkembang bersama-sama, ia adalah suatu
proses sosial yang muncul saat terjadinya penyatuan dua budaya yang berbeda
menjadi budaya baru tanpa menghilang sifat-sifat budaya yang lama. Hal ini bisa
terjadi jika terdapat suatu budaya asing yang masuk dan dapat diterima dengan
baik oleh masyarakat tanpa menghilangkan budaya aslinya.10
Pengertian akulturasi menurut koentjaraningrat adalah suatu proses sosial
yang terjadi jika terdapat kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu
11
dihadapakan dengan kebudayaan asing yang berbeda. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat kita simpulkan bahwa akulturasi adalah pertemuan dua budaya
yang berbeda, pertama budaya lokal, kedua budaya asing, pertemuan budaya ini
lantas diterima dengan baik oleh masyarakat yang memiliki budaya lokal dan
mengakaloborasikannya tanpa menghilangkan masing-masing unsur budaya
tersebut. Kalau di analogikan akulturasi layaknya sebuah sop, budaya lokal
layaknya air, budaya asing layaknya sayur mayur dan ayam yang dimasukkan
kedalam air itu sendiri, dengan masuknya bahan-bahan tersebut tidak membuat
sifat air hilang tetapi hanya memberi corak dan rasa dari ayam serta sayur. Tetapi
disana tetap terlihat jelas mana air dan mana sayur dan ayam. Atau mengguanakan
analogi lain yaitu gabungan a dan b adalah ab yang mana keduanya hanya

10
Jamez. “Akulturasi, Pengertian Akulturasi, dan Contoh Akulturasi”. Dalam
http://www.duniaq.com/akulturasi-pengertian-akulturasi-dan-contoh-akulturasi/. diakses pada
15/03/2018
11
Jamez. “Akulturasi, Pengertian Akulturasi, dan Contoh Akulturasi”. Dalam
http://www.duniaq.com/akulturasi-pengertian-akulturasi-dan-contoh-akulturasi/. diakses pada
15/03/2018
8

bergabung tidak berlebur menjadi sesuatu yang baru. Berdasarkan prosesnya


akulturasi terbagi keapda 2 macam yaitu:
1. Akulturasi Damai
Akulturasi damai, yaitu proses akulturasi yang terjadi secara damai tanpa
ada paksaan dari budaya asing tersebut dan masyarakat menerima dengan
baik kebudayaan asing tersebut. Sebagai contoh masuknya teknologi di
masyarakat Indonesia.
2. Akulturasi Ekstrim
Akulturasi ekstrim (paksaan), yaitu proses akulturasi yang terjadi secara
paksaan. Pihak yang menang akan memaksakan budayanya untuk diserap
kepada masyarakat yang kalah. Sebagai contoh penjajahan yang terjadi di
Indonesia.12
D. Sejarah Singkat Masuknya Islam ke Banjarmasin
Awal masuknya Islam ke Kalimantan Selatan tidak bersamaan dengan
berdirinya Kerajaan Banjar tetapi masuknya Islam sendiri ada sebelum
terbentuknya Kerajaan Banjar. Data-data yang menunjukkan bahwa Islam telah
masuk dan dikenal orang Banjar di antaranya yaitu:
1. Adanya pedagang Gujarat dan pedagang Cina yang sudah beragama Islam,
yang pada sekitar awal abad ke 15 dalam perjalanan mereka singgah di
pelabuhan-pelabuhan Kalimantan Selatan.
2. Adanya berita tentang pedagang Islam dari Jawa (Raden Paku) yang
pernah singgah dan berdagang di pelabuhan Banjarmasin.
3. Adanya anjuran Patih Masih agar Raden Samudera meminta bantuan
kepada Sultan Demak.
4. Adanya kelompok pedagang dari luar seperti orang Melayu, orang Cina,
orang Bugis, orang Makasar, orang Jawa, yang menyatakan membantu raden
Samudera ketika timbul perlawanan terhadap Pangeran Tumenggung.
Dengan demikian agama Islam yang masuk ke Kalimantan Selatan ini,
berkembang pada permulaannya di kalangan masyarakat yang sebelumnya telah
12
Jamez. “Akulturasi, Pengertian Akulturasi, dan Contoh Akulturasi”. Dalam
http://www.duniaq.com/akulturasi-pengertian-akulturasi-dan-contoh-akulturasi/. diakses pada
15/03/2018
9

dipengaruhi oleh unsur-unsur Kaharingan dan Syiwa-Budha. Agama Islam yang


masuk itu kemudian dianut oleh sebagian besar masyarakat Kalimantan Selatan,
yang sebelumnya telah menganut kepercayaan Kaharingan, agama Syiwa-Budha
dari agama-agama tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran-ajaran Islam
yang mula-mula berkembang di daerah Kalimantan Selatan ini, menghadapi
pengaruh dari unsur-unsur kepercayaan tersebut.13
a. Budaya Lokal di Banjarmasin
1) Rumah Banjar
Rumah Banjar adalah rumah tradisional suku Banjar. Arsitektur
tradisional ciri-cirinya antara lain mempunyai lambang, mempunyai
penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris. Rumah
tradisional Banjar adalah tipe-tipe rumah khas Banjar dengan gaya dan
ukirannya sendiri mulai berkembang sebelum tahun 1871 sampai tahun
1935. Dari sekian banyak jenis-jenis rumah Banjar, tipe Bubungan
Tinggi merupakan jenis rumah Banjar yang paling dikenal dan menjadi
identitas rumah adat suku Banjar.14Dulu, rumah adat ini merupakan
tempat tinggal Sultan Banjar sehingga dianggap tingkat tertinggi dari
seluruh tipe rumah adat Banjar lainnya. Disebut Rumah Bubungan
Tinggi karena bubungan atapnya berbentuk lancip dengan sudut 45
derajat menjulang tinggi ke atas. Rumah Bubungan Tinggi ini
diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar
dipimpin oleh Sultan Suriansyah atau yang bergelar Panembahan Batu
Habang (1596–1620 Masehi).
Dari segi fisik, bentuk bangunan Rumah Bubungan Tinggi diibaratkan tubuh
manusia yang terdiri dari 3 bagian. Secara vertikal, rumah adat yang berbentuk
rumah panggung ini terdiri dari kolong rumah (bawah) yang melambangkan kaki,
badan rumah (tengah) yang melambangkan badan, dan atap rumah (atas) yang
13
Sophia Annisa. “Islam dan Budaya Lokal di Banjarmasin”. Dalam
http://sophieannysa.blogspot.co.id/2013/12/bab-i-pendahuluan-1.html?m=1. diakses Pada
15/03/2018 .
14
Ayu Septia Ningrum. “Kebudayaan Banjarmasin” dalam http://ayu-
septiningrum.blogspot.com/2011/11/kebudayaan-banjarmasin.html. diakses pada 15/03/2018.
10

melambangkan melambangkan kepala. Secara horizantal, anjungan yang berada di


sisi kanan dan kiri melambangkan tangan kanan dan kiri.
Dari segi filosofi, bentuk rumah melambangkan perpaduan antara dunia atas
dan bawah, sedangkan penghuninya berada di antara kedua dunia tersebut.
Filosofi ini lahir dari kepercayaan Kaharingan pada suku Dayak bahwa alam
semesta terdiri dari dua bagian yaitu alam atas dan bawah. Wujud filosofi ini
terlihat pada ornamen-ornamen rumah adat Banjar seperti ukiran burung enggang
sebagai lambang dunia atas, dan ukiran naga sebagai lambang dunia bawah. 15
Selain itu, ornamen-ornamen yang ada pada bangunan Rumah Bubungan Tinggi
juga dipengaruhi oleh unsur budaya suku Dayak dan Islam. Ornamen yang
dipengaruhi oleh unsur budaya suku Dayak umumnya menggunakan motif flora
dan fauna, seperti buah manggis, belimbing, mengkudu, dan nanas. Sedangkan
motif tanaman yang digunakan memiliki manfaat, baik untuk bahan makanan
maupun obat-obatan seperti tanaman kangkung, jamur, cengkeh, tunas bambu
(rebung), sirih, sebagainya. Ada juga yang menggunakan motif dari tanaman yang
biasa digunakan dalam upacara-upacara adat seperti bunga cempaka, kenanga,
pakis, mawar, dan sebagainya. Sementara itu, unsur budaya Islam terlihat pada
ukiran-ukiran kaligrafi Arab seperti kalimat syahadat, nama-nama khalifah,
shalawat, maupun ayat-ayat tertentu dalam Al Qur’an.
2) Tradisi lisan
Tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh budaya
Melayu, Arab, dan Cina. Tradisi lisan Banjar (yang kemudian hari
menjadi sebuah kesenian) berkembang sekitar abad ke-18 yang di
antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin berasal dari bahasa
Arab, yakni madah (‫ )ﻤﺪﺡ‬yang artinya pujian. Madihin merupakan puisi
rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam
bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai
dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor
Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah sebuah tradisi berkisah yang

15
Panglima. “Kebudayaan Banjarmasin” dalam http://panglimabanjar.blogspot.com. diakses pada
15/03/2018.
11

berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya
Banjar. Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya menggunakan
bahasa Tionghoa. Namun, setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh
pedagang-pedagang Cina, maka bahasanya disesuaikan menjadi bahasa
Banjar.
E. Akulturasi Budaya Lokal
Banyak sekali budaya lokal yang masih sampai sekarang dilakukan di daerah
Banjarmasin dan sekitarnya. Baik budaya tersebut dilakukan secara periodik dan
bersifat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Diantaranya adalah hari al- Syura
dan bubur al-Syura, maulitan, baayun maulid, batapung tawar, bapalas bidan
1. Hari al-Syura (10 Muharam) dan Bubur al-Syura
Muharam adalah bulan pertama dalam tahun Islam (Hijrah). Sebelum
Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah, penamaan bulan dibuat
mengikut tahun Masehi. Hijrah Rasulullah memberi kesan besar kepada Islam
sama ada dari sudut dakwah Rasulullah, ukhuwah dan syiar Islam itu sendiri.
Karena banyaknya peristiwa-peristiwa yang menakjubkan di hari
tersebut, maka agama menyuruh (hukumnya sunah muakkadah) untuk
melaksanakan puasa di hari tersebut. Selain disunahkan puasa, kita juga
disunahkan untuk berbagi dengan anak yatim dan orang yang membutuhkan
lainnya.
Dalam masyarakat Banjar, masih banyak ditemukan pembuatan bubur
al- Syura yang dibuat bertepatan dengan tanggal 10 Muharam tiap tahunnya.
Kenapa dinamakan dengan bubur al- Syura, karena di hari itulah masyarakat
Banjar bergotong-royong membuatnya. Keistimewaan bubur al-
Syura masyarakat Banjar adalah bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatannya. Konon katanya, bahan-bahan yang digunakan berjumlah lebih
dari 40 buah macam bahan. Biasanya bubur al- Syura, terbuat dari beras yang
dimasak dengan santan dan dicampur dengan segala sayur-sayuran. Menurut
Daud, pembuatan bubur ini  merupakan kenangan terhadap suatu peristiwa
pada zaman dulu yang ketika itu selalu dalam kekurangan makanan,
dikumpulkanlah segala macam tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar dan
12

dicampur dengan segala persediaan bahan makanan yang ada menjadi bubur
(Alfani Daud, 1997:330-331). Tidaklah heran bahan bubur tersebut hampir 40
buah bahan.
Biasanya masyarakat Banjar mulai memasak bubur tersebut ketika siang
hari dan mulai dibagi-bagikan ke masyarakat ketika sore hari (sekitar jam 4-5
sore) untuk dijadikan makanan berbuka puasa.
Hikmah yang dapat diambil dalam pembuatan bubur ini adalah dapat
dijadikan syiar Islam dan juga dapat mempererat tali silaturahim antar
masyarakat Banjar pada khususnya.
2. Maulitan
Maulitan dan ada juga orang mengatakan mulud. Kata tersebut berasal
dari bahasa Arab maulid yang telah dibanjarkan untuk menunjukkan pada
sebuah acara perayaan yang dikenal sebagai maulid Nabi yang berarti pada
hari kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awal.
Umat Islam banyak banyak yang merayakannya dengan cara yang berbeda-
beda, sesuai dengan pola kebudayaan masing-masing.
Seperti yang ada di daerah  Jawa misalnya di keraton Yogyakarta,
diadakan acara grebek dengan dilengkapi acara ritual-ritual Jawa seperti
mengarak benda-benda bersejarah milik sultan, mengarak makanan (sayur
mayur dan buah-buahan) sampai ke masjid Agung dan selanjutnya makanan
tersebut diperebutkan masyarakat. Bulan Rabi’ul Awal yang merupakan
bulan kelahiran nabi Muhammad tersebut oleh orang banjar disebut bulan
maulid Kegiatan ini, meskipun tidak masuk dalam doktrin agama, sifatnya
kultural tetapi merupakan fenomena universal di kalangan umat Islam di
Kalimantan Selatan, malahan jika terdapat orang yang dalam ekonomi
berkucupan tidak melaksanakan maulitan di rumahnya, maka dianggap tidak
baik oleh orang sekitarnya.
Di Banjarmasin, perayaan maulid diperingati dengan serangkaian acara-
acara, yang biasanya terdiri dari pembacaan sya’ir-sya’ir maulid, seperti: al-
Barzanji, al-Diba’i, Asyaraf al-Anam, atau maulid al-Habsyi. Dilanjutkan
dengan ceramah agama. Peringatan maulid ini dilakukan di berbagai tempat,
13

seperti: tempat-tempat ibadah; mesjid dan langgar (mushalla), sekolah-


sekolah dan perkantoran, rumah-rumah penduduk, tempat-tempat keramat
dan lain sebagainya. Masyarakat rela bergotong-royong untuk
mempersiapkan segala sesuatu demi suksesnya perayaan ini (Maimanah dan
Norhidayat, 2011: 52).
Di daerah Kalimantan Selatan khususnya daerah Hulu Sungai (dari Kab.
Tapin sampai Kab. Tabalong) ada kegiatan yang sangat mengagumkan. Yaitu
melaksanakan perayaan tahunan ini satu bulan penuh yang dibagi per
kampung, supaya tidak terjadi dalam satu hari bentrokan perayaan maulid
dalam satu kampung. Yang menjadi keunikan tersendiri ialah perayaan
maulid dalam satu kampung dipusatkan di masjid Jami’/Agung. Salah satu
masjid yang digunakan sebagai tempat maulid akbar adalah masjid keramat
al-Mukarramah yang berada di desa Banua Halat, Kecamatan Tapin Utara,
Kabupaten Tapin.
Sebelum dilaksanakan maulid di masjid tersebut, orang kaya yang ada
dalam kampung tersebut mengadakan perayaan maulid sendiri-sendiri dengan
mengundang orang kampung sebelah mereka dan kerabat serta keluarga
mereka di rumah. Dalam rumah itu dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran dan
setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Habsyi atau sering disebut
dengan rawi (pembacaan biografi dengan bahasa Arab) yang diselingi dengan
qasidah-qasidah yang menggunakan terbang sejenis marawis. Setelah selesai
semua itu, ahlu bait menyuguhkan makanan bagi yang hadir dalam rumah
tersebut. Setelah mereka selesai makan bersama-sama, mereka langsung
menuju ke masjid Jami’/Agung untuk mengikuti maulid akbar yang juga
dibacakan ayat-ayat Al Quran, maulid Habsyi serta diadakan ceramah agama
oleh kiai setempat atau dengan mendatangkan penceramah dari luar kota.
Dana yang digunakan untuk acara maulid ini biasanya berasal dari
swadana masyarakat setempat yang dikumpulkan jauh-jauh hari sebelum
acara tersebut dilaksanakan. Biasanya dibentuk kepengurusan untuk
pencarian dana yang akan digunakan dalam acara tersebut. Selain dalam
pencarian dana, mereka juga saling membantu dan berbagi tugas, ada yang
14

membersihkan masjid, ada yang menjadi tukang masak, tukang parkir dan
lain sebagainya demi kelancaran acara maulid. Masjid Agung dijadikan
sebagai tempat maulid karena masjid mempunyai makna sebagai penyatu
masyarakat, serta alasan undangan yang berasal dari luar kota dengan mudah
menujunya.
Sebagaimana biasanya, dalam maulid yang di masjid Agung itu diadakan
acara tahlilan dan ceramah agama yang berkaitan dengan maulid Nabi dengan
tema keselamatan dunia dan akhirat. Dijelaskan penceramah bahwa
keselamatan dunia dan akhirat dapat dicapai dengan  apabila kita mencintai
Nabi dengan mengikuti perintah dan menjauhi larangan dari Allah dan Nabi.
3. Baayun Maulid
Baayun (mengayun anak) maulid dilaksanakan ketika pembacaan maulid
nabi saat bacaan yang harus dibaca dalam keadaan berdiri. Saat itulah anak
diayun-ayun untuk mengharapkan berkah dari nabi.
Berdasarkan tradisi asalnya, tata cara maayun anak dalam upacara
baayun maulid sebenarnya berasal tradisi bapalas bidan sebagai sebuah
tradisi yang berlandaskan kepada kepercayaan Kaharingan. Dan ketika agama
Hindu berkembang di daerah ini maka berkembang pula budaya yang serupa
dengan baayun anak yakni baayun wayang (didahului oleh pertunjukan
wayang), baayun topeng (didahului oleh pertujukan topeng) dan baayun
madihin (mengayun bayi sambil melagukan syair madihin). Ketika Islam
masuk dan berkembang, upacara bapalas bidan tidak lantas hilang, meski
dalam pelaksanaannya mendapat pengaruh unsur Islam. Islam datang tidak
langsung menghilangkan tradisi Kaharingan dan Hindu sebelumnya tetapi
tradisi yang dahulu itu disesuaikan dengan ajaran Islam dengan tujuan untuk
mempermudah Islam masuk dan berkembang.
Keistemewaan dari ayunan yang digunakan ketika acara baayun maulid
adalah tali ayunan dipenuhi hiasan dari janur/daun kelapa muda berbentuk
burung-burungan, ular-ularan, ketupat bangsur, halilipan, kambang
sarai/hiasan dari kertas yang dipintal, hiasan dari wadai/kue 41 seperti cucur,
cincin, pisang, nyiur dan lain-lain. Untuk tempat mengaitkan ayunan tersebut,
15

panitia menyiapkan bambu yang panjang, di satu bambu ada terdapat sampai
puluhan ayunan yang dikhususkan tempatnya untuk orang dewasa dan anak-
anak.
Adapun dengan ayunannya dibuat tiga lapis, dengan kain sarigading
(sasirangan) pada lapisan pertama, kain kuning pada lapisan kedua dan kain
bahalai (sarung panjang tanpa sambungan) pada lapisan ketiga. Orang tua
yang melaksanakan baayun diharuskan menyiapkan piduduk (makanan)
berupa beras, gula habang (gula merah), nyiur (kelapa), hintalu hayam (telur
ayam kampung), banang (benang), jarum, uyah (garam) dan binggul (uang
receh). Makanan ini menjadi lambang filosofis, seperti gula habang
diharapkan anak yang diayun itu perkataan-perkataannya selalu memberikan
kedamaian bagi orang yang di sekitarnya.
Pusat tempat dilaksanakan acaran baayun maulid ini adalah di Masjid al-
Karamah desa Banua Halat Kabupaten Tapin. Peserta dalam acara ini tidak
hanya dari anak-anak balita, tapi juga pemuda, orang dewasa, dan bahkan ada
juga yang berusia sampai 100 tahun. Maksud mereka untuk mengikuti acara
baayun maulid ini juga bermacam-macam. Ada yang mengaku untuk mencari
berkah maulid nabi agar anaknya pandai dan berbakti kepada orang tuanya
dan ada juga yang melengkapi nazar mereka. Terlepas dari motif masing-
masing peserta baayun yang notabene diikuti oleh orang-orang tua, maka
maksud maayun anak bersamaan dengan peringatan maulid nabi adalah untuk
membesarkan nabi sekaligus berharap berkah atas kemuliaan nabi
Muhammad Saw, disertai doa agar sang anak yang diayun menjadi umat yang
taat, bertakwa kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, serta kehidupannya sejak
kecil maupun dewasa hatinya selalu terpaut untuk selalu sholat berjamaah di
mesjid. Total jumlah peserta yang mengikuti mencapai ribuan  orang, terdiri
dari golongan anak-anak (balita) dan orang dewasa bahkan ada berusia 60
tahunan. Bahkan tahun demi tahun peserta tersebut semakin bertambah
bahkan ada dari negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei.
Untuk di kota Banjarmasinnya sendiri acara baayun maulid dilaksanakan
di di komplek Makam Sultan Suriansyah, walaupun tidak sebesar yang ada di
16

masjid al-Karamah desa Banua Halat Kabupaten Tapin. Walaupun ada yang
tidak sepaham dengan komplek Makam Sultan Suriansyah tapi acara itu
sudah ke tujuh kalinya (mulai awal tahun 2004) dilaksanakan di sana.
Ada berbagai motivasi dan tujuan dari peserta dalam mengikuti acara
baayun mulud ini, di antaranya adalah adanya kepercayaan akan terkabulnya
segala hajat; mendapatkan berkah, kesehatan, keselamatan, sembuh dari sakit,
anak tidak nakal/rewel dan karena menunaikan nazar yang sebelumnya telah
dikabulkan Allah swt (Maimanah dan Norhidayat, 2012: 74).
4. Batapung Tawar
Batapung tawar adalah acara semacam selamatan untuk menyambut
kelahiran seorang anak. Sama halnya dengan acara baayun maulid, ayunan
yang digunakan juga digantungi macam-macam benda. Nantinya gantungan
yang ada akan diperebutkan oleh orang-orang yang hadir.
Upacara tapung tawar sebagaimana dikenal masyarakat Indonesia dan
Malaysia diadopsi dari ritual agama Hindu yang sudah lebih dulu dianut
masyarakatnya. Ketika para pedagang dari Gujarat dan Hadramaut membawa
ajaran Islam ke kawasan ini sejak abad ke-7 Masehi, mereka berhadapan
dengan kebiasaan animisme (kepercayaan pada kehidupan roh) dan
dinamisme (kepercayaan pada kekuatan gaib benda-benda) yang direstui
agama Hindu  yang sangat kuat di setiap lapisan masyarakat. Salah satunya
adalah upacara Tapung Tawar (disebut juga Tepuk Tepung Tawar).
Upacara ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat,
seperti kelahiran, perkawinan, pindah rumah, pembukaan lahan baru, jemput
semangat bagi orang yang baru luput dari mara bahaya dan sebagainya.
Dalam perkawinan, misalnya, tapung tawar adalah simbol pemberian doa dan
restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, di samping sebagai penolakan
terhadap bala dan gangguan.
Dalam upacara ini, penepung tawar menggunakan seikat dedaunan
tertentu (biasanya menggunakan daun pandan atau daun pisang) untuk
memercikkan air terhadap orang yang ditepungtawari. Air tersebut terlebih
dahulu diberikan wewangian seperti jeruk purut, dicelupkan emas ke
17

dalamnya, dan sebagainya. Selanjutnya, mereka menaburkan beras dan padi


yang sudah dicampuri garam dan kunyit ke atas orang yang ditepungtawari.
Akhirnya, mereka menyuapkan santapan pulut (atau lainnya) ke mulutnya.
Ada anggapan bahwa setiap jenis daun dan benda-benda yang digunakan
mempunyai atau merepresentasi kekuatan gaib tertentu yang berfungsi
menyelamatkan, menyejukkan, menjaga, dan sebagainya. Terdapat beberapa
varian upacara ini untuk daerah yang berbeda (seperti Aceh, Melayu, Sambas
dan lain-lain) tetapi sumber dan tujuannya sama.
Demikianlah yang dilakukan masyarakat sebelum Islam datang di
Nusantara dan demikian pulalah ritual yang sampai sekarang masih
berlangsung dalam agama Hindu. Lihat saja baik secara langsung atau lewat
televisi ritual orang-orang Hindu India atau Hindu Indonesia saat upacara
keagamaan mereka.
Karena tidak mampu menghapuskan kebiasaan tersebut, para pembawa
Islam yang terdahulu berusaha memasukkan nilai-nilai Islami ke dalamnya.
Misalnya, acara tapung tawar diisi dengan pembacaan doa kepada Allah Swt.
Mereka menggiring masyarakat untuk menganggap bahwa Tepung Tawar itu
hanya sebatas adat istiadat, pelengkap setiap acara, bukan lagi ritual. Tetapi
yang terjadi jauh panggang dari api. Upacara tapung tawar terus berlanjut
dalam masyarakat yang takut untuk meninggalkannya. Berhubung para ulama
kalah oleh tradisi (tidak berhasil menghilangkan kebiasaan tersebut), akhirnya
masyarakat menganggap bahwa para ulama pun telah membenarkan mereka.
Sebagian kalangan bahkan beranggapan bahwa praktik tapung tawar
memiliki sandaran agama. Beredar anggapan di tengah masyarakat bahwa
praktik semacam ini dijalankan juga oleh para nabi dan keluarganya,
termasuk istri Nabi Imran a.s. yang menggunakan atau melemparkan suatu
benda saat menazarkan kelahiran anaknya Maryam dan Nabi Muhammad
SAW yang “menepungtawari” perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi
Thalib.
Sebagian orang (termasuk guru agama di kampung-kampung)
mengatakan upacara tapung tawar adalah sunat berdasarkan riwayat di atas.
18

Tetapi setahu saya, tidak ada ayat atau Hadis yang shahih tentang riwayat-
riwayat semacam itu. Bahkan, cerita-cerita tersebut kalau kurang hati-hati
cenderung kepada dosa besar karena mendustakan para nabi yang mulia.
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis shahih bahwa barang siapa
sengaja meriwayatkan darinya sesuatu yang tidak pernah beliau lakukan atau
katakan maka orang itu tempatnya di dalam neraka.
5. Bapalas bidan
Kelahiran dan kematian adalah siklus kehidupan manusia. Dalam
masyarakat Banjar dalam kelahiran seorang anak akan dimulai dengan
beberapa tradisi salah satunya bapalas bidan. Segera setelah lahir, tangkai
pusat bayi langsung dipotong dan kemudian dibungkus dengan kunyit
bercampur kapur, bayi dimandikan, diwudhui, perutnya diolesi dengan bedak
beras (Alfani Daud, 1997: 230), ubun-ubunnya dikasai (diolesi) dengan
ramuan beras dan garam lalu seluruh tubuhnya dibalut dengan kain bersih
termasuk kedua tangannya (dibedong).
Tembuni bayi dibersihkan dan dicampurkan dengan garam, ada
kepercayaan masyarakat Banjar apabila tembuni seorang bayi dicampur
dengan garam, maka perkatan-perkataan bayi kelak akan masin
(berpengaruh/penuh dengan hikmah) (Alfani Daud, 1997: 232).
Masyarakat Banjar terkenal dengan agamis, terbukti ketika bayi baru
lahir diazankan di telinga sebelah kanan dan diiqamatkan di telinga sebelah
kiri. Masyarakat Banjar biasanya menambahkan surah al-Inshirah dan surah
al-Qadr kemudian ditiupkan dengan pelan ke telinga bayi. Hal demikian pun
mereka lakukan ketika sedang memandikan bayi sampai bayi berumur 40
hari. Apabila azan magrib berkumandang bayi yang sedang berbaring segera
diangkat dan diayun-ayun seraya membacakan surah al-Qadr sebanyak 3 kali
dan kemudian ditiupkan ke telinga bayi dengan niatan bayi tidak diganggu
makhluk gaib.
Masyarakat Banjar juga masih percaya dengan hal yang berbau mistis
seperti terlebih bayi masih berumur di bawah 40 hari maka diletakkan di
samping/dekat kepala bayi cermin, surah Yasin, bawang merah tunggal, daun
19

jariangau (jeringau) dan jeruk nipis. Hal itu dimaksudkan agar bayi tersebut
tidak diganggu kuyang (semacam makhluk pengisap darah) dan hantu
beranak serta saudara-saudara gaibnya yang lain.
Menurut  Daud  seorang bayi yang baru lahir dinyatakan sebagai anak
bidan sampai dilaksanakannya upacara bapalas bidan, yakni suatu upacara
pemberkatan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi dan ibunya. Selain
dilaksanakan oleh masyarakat Banjar yang tinggal di perdesaan, upacara
bapalas bidan juga dilaksanakan oleh orang Dayak Meratus. Setelah bayi
lahir, orang Dayak Meratus kemudian melaksanakan upacara bapalas bidan,
yakni memberi hadiah (piduduk) berupa lamang ketan, sumur-sumuran (aing
terak), beras, gula dan sedikit uang kepada bidan atau balian yang menolong.
Biasanya sekaligus pemberian nama kepada sang bayi. Termasuk nantinya
saat anak sudah mulai berjalan (turun) ke tanah dari rumah (umbun) juga
dengan upacara mainjak tanah, tetap dipimpin oleh balian.Pelaksanaan
bapalas bidan, biasanya dilakukan ketika bayi berumur 40 hari.
Bapalas bidan selain dimaksudkan sebagai balas jasa terhadap bidan,
juga merupakan penebus atas darah yang telah tumpah ketika melahirkan.
Dengan pelaksanaan palas bidan ini diharapkan tidak terjadi pertumpahan
darah yang diakibatkan oleh kecelakaan atau perkelahian di lingkungan
tetangga maupun atas keluarga sendiri. Karena menurut kepercayaan darah
yang tumpah telah ditebus oleh si anak pada upacara bapalas bidan tersebut.
Pada upacara bapalas bidan ini si anak dibuatkan buaian (ayunan) yang
diberi hiasan yang menarik, seperti udang-udangan, belalang dan urung
ketupat berbagai bentuk, serta digantungkan bermacam kue seperti cucur,
cincin, apam, pisang dan lain-lain. Kepada bidan yang telah berjasa menolong
persalinan itu diberikan hadiah segantang beras, jarum, benang, seekor ayam
(jika bayi lahir laki-laki, maka diserahkan ayam jantan dan jika perempuan
diberikan ayam betina), sebiji kelapa, rempah-rempah dan bahan untuk
menginang seperti sirih, kapur, pinang, gambir, tembakau dan berupa uang.
Karena memang berasal dari tradisi pra-Islam, maka di antara perlengkapan
baayun maulid seperti ayunan dan piduduk mempunyai persamaan dengan
20

perlengkapan langgatan pada acara tradisional aruh ganal yang yang


dilaksanakan orang Dayak Meratus.
Ketika Islam datang ke daerah ini, acara bapalas bidan dan maayun anak
tidak dilarang, hanya kebiasaan yang tidak sesuai sedikit demi sedikit
ditinggalkan. Begitu pula berbagai perlengkapan, maksud dan tujuan, dan
perlambang (simbolika) juga disesuaikan atau diisi dengan nilai-nilai Islam.
Perbedaan yang ada antara ritual Hindu dan Islam ketika melakukan ritual
adalah dalam Hindu selalu menggunakan mantera-mantera sedangkan dalam
Islam selalu disisipkan bacaan al-Quran dan shalawat kepada nabi
Muhammad Saw.
Tradisi bapalas bidan sendiri adalah sebuah upacara pemberkatan yang
dilakukan oleh seorang bidan kampung/tradisional kepada sang jabang bayi
dan ibunya. Mereka yang melaksanakan tradisi ini berpandangan bahwa jika
sebuah keluarga yang baru saja menerima kehadiran seorang bayi tidak
melaksanakan upacara bapalas bidan, maka seakan-akan bayi yang baru lahir
tersebut dianggap sebagai anak dari bidan yang menolong prosesi
persalinannya. Begitu kuatnya sebagian masyarakat Banjar mempercayai
anggapan ini, sampai-sampai mereka tetap mengadakan acara bapalas bidan,
meskipun yang membantu prosesi melahirkannya bukan lagi bidan tradisional
atau bidan kampung, melainkan bidan yang berpendidikan modern atau
dokter di rumah sakit. Mereka juga percaya, bahwa jika acara bapalas bidan
ini tidak dilakukan, maka konon bayinya akan sering sakit-sakitan karena
diganggu makhluk gaib. Dalam pelaksanaan upacara bapalas bidan,
disediakan ayunan (buaian) yang terdiri tiga lapis kain panjang, lapis yang
paling atas biasanya berwarna kuning. Juga disediakan berbagai kue-kue dan
piduduk (sesajian), baik piduduk kering maupun piduduk basah, dan berbagai
perlengkapan lainnya. Pada prosesinya, bayi yang baru dilahirkan pertama-
tama diayun atau dibuai oleh sang bidan, kemudian diserahkan kepada ibunya
atau keluarganya. Selanjutnya, dibacakan do’a keselamatan dan keberkahan
untuk sang bayi, juga ibu dan keluarga besarnya. Terakhir, kue-kue dan
sesajian lainnya dinikmati bersama-sama.
21

Tampaknya, acara bapalas bidan ini pada awalnya, lebih dimaksudkan


sebagai ucapan terima kasih dari pihak keluarga yang baru saja menerima
kelahiran seorang bayi kepada sang bidan yang telah membantu prosesi
kelahirannya. Jika bidan zaman sekarang pada umumnya mendapat imbalan
upah berupa bayaran sejumlah uang, maka dalam tradisi masyarakat Banjar
tempoe dulu, tampaknya seserahan dan piduduk (sesajian) yang disediakan
pihak keluarga dalam upacara bapalas bidan inilah yang menjadi tanda
terima kasih pihak keluarga terhadap bidan yang telah membantu prosesi
persalinan. Pada perkembangan berikutnya, acara bapalas bidan dilakukan
bersamaan waktunya dengan acara peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad saw pada bulan maulid atau Rabi’ul Awwal. Dari sinilah
kemudian muncul istilah baayun mulud. Karena sebagaimana telah
dikemukakan, bahwa salah satu prosesi dalam acara bapalas bidan, adalah
membuai atau mengayun bayi yang baru saja dilahirkan di dalam buaian atau
ayunan. Seiring dengan perkembangan zaman, sejumlah peralatan dan
sesajian pada acara bapalas bidan tetap dipertahankan dalam pelaksanaan
upacara baayun mulud hingga sekarang.
6. Baarwahan dan Bahaulan
Di kalangan masyarakat Banjar, peristiwa kematian umumnya tidak
selesai dengan dikuburkannya mayat. Ia diiringi dengan berbagai acara
selamatan atau aruh yang diakhiri dengan membaca doa arwah ataupun doa
haul jama’. Yaitu pada hari pertama (manurun tanah), hari ketiga
(manigahari), hari ketujuh, hari kedua puluh lima (manyalawi), hari ke empat
puluh, hari ke seratus (manyaratus), sesudah setahun dan setiap tahunnya.
Dalam acara tersebut selalu ada bacaan al-Quran, shalawat kepada Nabi
serta tahlil yang hadiahnya ditujukan kepada mayat yang bersangkutan. Dan
diakhiri dengan bacaan doa haul atau arwah. Doa arwah berisi permohonan
kepada Allah agar apa yang dibaca berupa bacaan al-Quran, shalawat kepada
Nabi serta tahlil diberikan pahala yang besar, dan menghadiahkan pahala
tersebut kepada nabi Muhammad, kepada orang-orang suci (wali), kepada roh
orang tua, seluruh kaum muslimin dan muslimat serta mukminin dan
22

mukminat khusunya kepada ruh (biasanya disebutkan namanya dengan jelas


atau juga dalam hati di pembaca doa).
Undangan yang menghadiri acara ini biasanya (di hari pertama sampai
hari keseratus) merupakan kerabat dari si mayat. Adapaun acara haul
undangan yang menghadiri lebih diperluas lagi tidak sekedar dari pihak
keluarga si mayat tapi orang kampung sebelah mereka pun ikut diundang
juga.16

16
Hasan Banjary. “Islam dan Budaya Banjar Di Kalimantan Selatan”. Dalam
https://hasanbanjary.wordpress.com/2016/05/26/islam-dan-budaya-banjar-di-kalimantan-
selatan/. diakses pada 15/03/2018
23

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam masuk ke kalimantan selatan melalui ada 4 cara yaitu perdagangan dari
Ghujarat, perdagangan dari bangsa melayu, penyebaran oleh kerajaan demak dan
melalui pedagang jawa. Jauh sebelum masuknya Islam ke kalimantan, masyarakat
atau suku Banjar telah memiliki tradisi dan budaya tersendiri dalam kehidupan
mereka, banyal diantara tradisi itu merupakan pengaruh dari ajaran-ajaran agama
terdahulu. Akan tetapi, dengan masuknya Islam ke kalimantan selatan tidak serta
merta menghapuskan tradisi yang telah ada di kalangan masyarakat tetapi tradisi
itu diselaraskan dengan ajaran Islam, tradisi yang awalnya berisi ajaran-ajaran
agama yang terdahulu disisipi dan disesuaikan dengan ajaran agama Islam, ajaran
yang dianggap tidak sesuai dalam tradisi itu di netralisir dengan ajaran islam tanpa
menghilang esensi dari tradisi itu sendiri, budaya itu hanya di rubah sedemikian
rupa agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan mengandung nilai-nilai
keislaman yang dapat dipetik hikmahanya.
Islam dan budaya Banjar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan bermasyarakat beragama mereka seperti  Hari al-Syura (10
Muharam) dan bubur al-Syura, maulitan, baayun maulid, batampung tawar,
bapalas bidan, baarwahan dan bahaulan. Tradisi di atas yang semakin jarang
ditemui adalah bapalas bidan. Sebaiknya tradisi ini diperkenalkan kembali kepada
masyarakat Kalimantan Selatan khususnya masyarakat suku Banjar baik itu
dilakukan oleh pemerintah maupun tokoh masyarakat sehingga tradisi terjaga.
24

DAFTAR PUSTAKA
Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa
Kebudayaan Banjar, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nasution, Harun. 1979. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakarta:
UI Press.
Nata, Abuddin. 2012. Metedologi Studi Islam. Depok: PT Raja Grafindo Persada
Sodiqin, Ali. 2012. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI

Anda mungkin juga menyukai