Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP MANUNGGALING KAWULA GUSTI DALAM BUDAYA JAWA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Etika Dan Budaya Jawa

Dosen Pengampu : Nurul Baiti Rohmah, S.S., M.Hum.

Disusun oleh: Kelompok: 3

1. Muhammad Asep Kurnaini (126307203078)

2. Betran Febriansah (126307203076)

3. Abdullah Ashfa Rozin (126307202069)

4. Dahwan (126307202064)

5. Muhammad Fatchul Alam (126307202056)

6. Muhammad Syeikhoni (126307202051)

7. Ulfatul Qo’idah (126307202047)

SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, hidayah, dan
inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam tak henti-
hentinya kita lantunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa agama Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Adapun makalah ini kami susun tidak lain adalah guna memenuhi tugas mata kuliah
Etika dan Budaya Jawa jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan
Dakwah, Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Disamping itu,
tentunya tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan bagi khalayak pembaca.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung;
2. Dr. Ahmad Muhtadi Anshor, M.Ag selaku Wakil Rektor Bidang Akademik dan
Pengembangan Lembaga;
3. Dr. H. Ahmad Rizqon Khamami, Lc. M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab
dan Dakwah;
4. Muhammad Faizun, M.Pd selaku Ketua Program Studi Sejarah Peradaban Islam;
5. Nurul Baiti Rohmah, S.S., M.Hum.selaku dosen pengampu mata kuliah Etika dan
Budaya Jawa;
6. Seluruh penulis berbagai sumber literasi yang telah menyumbangkan pengetahuan
dan ilmunya;
7. Seluruh teman-teman yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam
menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwasannya makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan baik,
oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai penyempurnaan
makalah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

i
Tulungagung, 13 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 2

2.1. Pengertian Manunggaling Kawula Gusti 2


2.2. Konsep Theology Manunggaling Kawula Gusti 4
2.3. Pengaruh Konsep Manunggaling Kawula Gusti Dalam Budaya Jawa 10

BAB III PENUTUP 13

3.1. Kesimpulan 13

3.2. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam proses Islamisasi di tanah Jawa, akulturasi, sinkretisme antara ajaran Islam
dengan kebudayaan Jawa terjadi demi agama Islam dapat diterima oleh masyarakat
lokal yang pada umumnya awam pada saat itu. Termasuk Walisongo yang di mana
mereka sangat berperan dalam penyebaran agama Islam Juga menggunakan metode
akulturasi (namun tidak dengan sinkretismne) demi menarik minat penduduk lokal pada
saat itu. Namun, daripada akibat dari akulturasi tersebut tidak terelakkan unsur mistis-
khayal juga mewarnai warna Islam dalam kehidupan Islam di tanah Jawa. Hal ini juga
tak terlepas dari adanya agama Hindu-Budha maupun Kejawen yang unsur-unsur
mereka begitu kuat dalam falsafah kehidupan Jawa.

Sinkretisme sendiri dalam pandangannya cenderung mengkompromikan hal-hal


yang agak berbeda bahkan kadang bertentangan dengan agama. Sinkretis bagi
masyarakat Jawa juga berarti bahwa mereka cenderung berpandangan tidak
mempersoalkan benar atau salah dalam beragama, murni atau tidaknya agama.
Sehingga, semua agama dilihatnya benar1.

Sejak Demak menjadi penguasa setelah keruntuhan Majapahit, gerak politik banyak
yang berbeda, hal ini wajar karena perbedaan corak keagamaan kerajaan. Namun,
dalam sisi mistis – theosfisis , hal ini didasari oleh gerakan agama pra Hindu – Budha
yang juga bersifat mistis2. Seperti yang sudah dikatakan pada sebelumnya, akibat dari
pengalkulturasian yang dilakukan oleh Walisongo, maka terjadilah sebuah
persinggungan antara Theosofi Islam dan Jawa. Ketika kerajaan Demak berakhir, yang
di mana kemudian dilanjutkan oleh Pajang kemudian Mataram Islam dalam periode
yang cukup panjang, terjadi peralihan corak Islam, dari corak Islam pesisir menjadi
pedalaman , yang di mana lebih banyak unsur Kejawen di dalamnya yang merupakan
perpaduan Hindu-Budha dan Jawa3. Pada dasarnya dalam masyarakat Jawa menghayati
Tuhan sebagai suatu Zat Yang Maha Kuasa; sesuatu yang tidak dapat dideskripsikan
1
Kholid Karomi , Tuhan dalam Mistik Islam Kejawen (Kajian atas Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita).
Jurnal KALIMAH Vol. 11, No. 2, September 2013. Hal 1-2
2
Muhammad Irfan Riyadi, Kontroversi Theosofi Islam Jawa Dalam Manuskrip Kapujanggan, Ponorogo : At –
Tahrir Vol , 13 No. 1 , 2013. Hal : 23.
3
Nursyam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005

1
wujud dan keadaan-Nya. Pandangan ini secara khusus terdapat dalam masyarakat Jawa
yang menganut aliran kebatinan4. Pada abad ke 19 M, Manunggaling Kawulo Gusti
yang merupakan hasil doktrin Raden Ngabehi Ronggowarsito, yang dimana doktrinnya
adalah sebuah ajaran akan kesempurnaan sejati yang seyogyanya oleh penganut sufi
dalam bentuk satu-satunya manusia dengan tuhannya (Manunggaling Kawulo Gusti)5.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari uraian di atas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa itu Manunggaling Kawula Gusti?
1.2.2. Bagaimana konsep Theologi Manunggaling Kawula Gusti?
1.2.3. Bagaimana pengaruh konsep Manunggaling Kawula Gusti dalam budaya
Jawa?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Memahami pengertian Manunggaling Kawula Gusti.
1.3.2. Memahami konsep-konsep Theologi Manunggaling Kawula Gusti.
1.3.3. Memahami pengaruh konsep Manunggaling Kawula Gusti dalam budaya
Jawa.

4
August Corneles Tamawiwy, Manunggaling Kawula Gusti dan Teori Hasrat Segitiga: Sebuah Usaha Dialektis
dalam Ranah Teologis, Yogyakarta : Universitas Kristen Duta Wacana.
5
Muhammad Irfan Riyadi, Manunggaling kawulo Gusti : konsep wahdat al wujud dalam genalogi theosofi ibn
arabi dan raden ngabehi ronggowarsito. Ponorogo : STAIN Ponorogo press, 2014, hal 1.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Manunggaling Kawula Gusti

Manunggaling Kawula Gusti merupakan penyatuan diri dengan Tuhan. Dalam


teologi kemanunggalan, tidak hanya terjadi proses kefanaan antara hamba dengan
pencipta. Antara syahadat dan Rasul dan Syahadat Tauhid ikut larut dalam kefanaan. 6
Secara terminology, manunggaling kawulo lan gusti merupakan ungkapan untuk
mendeskripsikan paham persatuan hamba dengan Tuhan dalam keruhanian dan
kebatinan Jawa, orang Jawa sendiri menyebutnya “kawruh kejawen” (pengetahuan
kejawaan) atau “ngelmu kejawen” (ilmu kejawaan). Sedangkan pengertian secara radik
yaitu paham yang melambangkan kesatuan hamba dengan Tuhan, perlambang kesatuan
antara rakyat dengan Negara, curiga manjing warangka yakni Tuhan masuk (nitis)
dalam diri manusia seperti halnya dewa Wisnu nitis dalam diri Kresna 7. Dalam hal
mistik Jawa hal tentang penyatuan hamba dengan Tuhan merupakan puncak kemajuan
rohani.

Konsep "Manunggaling Kawulo Gusti" yang berkembang dalam literatur tasawuf


Jawa-Islam (kejawen) bukanlah monopoli ajaran Ronggowarsito 8. Bahkan konsep ini
diyakini telah ada sejak zaman Giripuro, yaitu pemerintahan Islam di Gresik sezaman
dengan kerajaan Majapahit akhir. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan paham
"Manunggaling Kawulo Gusti" ini dapat dirunut sejak zaman Walisongo, yaitu ajaran
yang mengadopsi sistem mistik Hindu dipadukan dengan Islam dalam Suluk Syeh Siti
Jenar dan Suluk Walisanga. Meskipun dua naskah itu dicurigai ditulis pada zaman
Mataram, namun paham dan ajarannya diyakini benar-benar telah berpengaruh pada
zaman Walisanga9.

Orang yang dianggap pertama kali menyebarkan ajaran manunggaling kawula-


Gusti adalah Syekh Siti Jenar. Ia menganggap sebagai ajaran yang sah dari ajaran
Islam. Menurutnya semua makhluk dan alam semesta ini tersusun dalam suatu susunan

6
Muhammad Sholikin, Sufisme Syekh Siti Jenar, .h. 292
7
uswatun hasanah, konsep wahdat al-wujūd ibn `arabī dan manunggaling kawulo lan gusti ranggawarsita (studi
komparatif), Semarang : Skripsi , , Fakultas Ushuluddin’ UIN Walisongo. Hal 29 -30
8
Kholid Karomi, uhan dalam Mistik Islam Kejawen (Kajian atas PemikiranRaden Ngabehi Ranggawarsita)
9
Muhammad Irfan Riyadi, Manunggaling kawulo Gusti : konsep wahdat al wujud dalam genalogi theosofi ibn
arabi dan raden ngabehi ronggowarsito. Ponorogo : STAIN Ponorogo press, 2014, hal 79.

3
yang hierarki atau bangunan yang bertingkat-tingkat. Sedangkan puncak dari bangunan
itu adalah Allah Yang Satu. Demikian juga Ranggawarsita, dalam kitabnya Wirid
Hidayat Jati mengajarkan paham kesatuan antara manusia dengan Tuhan. Paham ini
mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan, oleh karena itu harus berusaha untuk
dapat kembali dengan Tuhan.

Keterangannya dalam Suluk Saloka Jiwa adalah sebagai berikut: Dene manusia
punika, asal saking cahya gaib, praptaning jaman kukutan, gaib wangsul maring gaib,
makatern kang sayekti, mantuk maring asali pun, nunggil Gusti kawula, punapa
rinebag malih, kendel atutira sang Jali Pramana. (Adapun manusia itu berasal dari
cahaya gaib, apabila meninggal atau sesudah Hari Kiamat, manusia akal kembali
kepada Zat Yang Gaib, yakni pulang ke tempat asalnya. Manunggaling kawula-Gusti.
Kiranya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kata Pramana Jali). Kesatuan kembali
dengan Tuhan di dunia bisa dicapai melalui penghayatan mistik dengan jalan laku
samadi yang disebut manekung. Di samping itu juga dapat dicapai dengan membaca
suatu rumusan kata-kata untuk mengumpulkan kawula-Gusti. Yaitu sejenis rumusan
kata-kata yang dipandang punya daya magis. Akan tetapi kesatuan yang sempurna
antara manusia dengan Tuhan menurut Ranggawarsita sesudah datangnya masa ajal
atau maut10.

2.2. Konsep Theology Manunggaling Kawula Gusti

Masalah ketuhanan terkait erat dengan alam dan manusia, sebagai hubungan
antara Sang pencipta dan ciptaan-Nya. Alam dan manusia adalah hasil karya Tuhan,
Wahdah al-Wujûd merupakan suatu pandangan yang menyatakan hubungan antara sang
pencipta dan ciptaan-Nya (kesatuan wujud antara al-haqq dengan al-khalq). Adalah Ibn
‘Arabî dan Ranggawarsita dua tokoh besar Islam yang juga dalam perjalanan
intelektualnya mengkaji masalah kesatuan wujud. Ibn ‘Arabî dengan latar belakang
Suni dan pengaruh guru-gurunya yang mana pemikirannya malah cenderung ke Syi’ah,
Ia diyakini sebagai tokoh yang mendirikan doktrin tentang Wahdah al-Wujûd.
Ranggawarsita adalah tokoh yang hidup jauh setelah Ibn ‘Arabî, sufi yang juga
mengembangkan konsep tentang kesatuan wujud, dalam kaca mata Islam kejawen,
akan terasa berbeda ketika ajaran-ajaran murni sudah berbaur dengan kearifan local,
10
Kholid Karomi. Tuhan dalam Mistik Islam Kejawen (Kajian atas Pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita),
Jurnal KALIMAH Vol. 11, No. 2, September, 2013. Hal 300- 301

4
Ibn ‘Arabî sufi yang membawa konsep Wahdah al-Wujûd secara murni dan
Ranggawarsita yang membahasakan Wahdah al-Wujûd dalam warna kejawen.

Berpangkal dari filsafat wujud sebelum Ibn ‘Arabî dan Ranggawarsita, dua tokoh
sentral ini yang menjadi obyek penelitian oleh penulis karena kekritisannya dan
keseriusannya dalam mendalami masalah kesatuan wujud (hubungan antara al-haqq
dengan al-khalq). Selain itu, keduanya juga seorang tokoh yang kaya akan ilmu
pengetahuan.

Wujud dalam pandangan Ibn ‘Arabî adalah Satu, hanya ada satu wujud hakiki
yaitu Tuhan, segala sesuatu selain Tuhan tidak ada pada dirinya sendiri.Ia ada hanya
sebatas memanifestasikan wujud Tuhan. Alam adalah tempat penampakan diri Tuhan
dan manusia sempurna adalahtempat penampakan diri Tuhan yang paling sempurna.
Tajalli al-haqq merupakan ajaran sentral Ibn ‘Arabî, wujud alam tidak lain adalah
wujud pinjaman yang berasal dari Tuhan. Ranggawarsita menjelaskan bahwa ketika
masih dalam keadaan kosong, belum ada sesuatu yang ada hanyalah “Aku”. Tuhan
adalah zat Yang Maha Suci dan Maha Kuasa, manusia adalah rasa Tuhan dan Tuhan
adalah rasa manusia, kesatuan antara Tuhan dan manusia ibarat cermin dan orang yang
bercermin.

Perbedaan Ibn ‘Arabî dan Ranggawarsitayaitu; melihat dari kurun waktu yang
terpaut jauh dan tempat yang berbeda pula, di dalam konsep Ibn ‘Arabî bahwa kesatuan
wujud masih murni dan belum tercampur dengan paham Hindu-Buddha, juga tidak
dibutuhkan semacam rumusan kata-kata magis guna mengumpulkan hamba dengan
Tuhan. Sedangkan dalam Ranggawarsita konsep manunggaling kawulo lan gusti sudah
tersinkretik dengan ajaran kejawen, Hindu dan Buddha, juga dibutuhkan kata-kata yang
berdaya magis untuk mengumpulkan hamba dengan Tuhan. Persamaan Ibn ‘Arabî dan
Ranggawarsitayaitu: Tuhan adalah Pencipta alam semesta, sumber dari segala yang
ada, semuanya berasal dari Tuhan.Alamadalah tajalli Tuhan, keduanya memiliki
persamaan bahwa Tuhan mempunyai sifat transenden dan juga immanent.

Sebagaimana di ketahui Ronggo Warsito mulai kecil sudah suka olah rasa.
Sejak kecil, Raden Bagus Burhan mengaji kepada Kiai Hasan Besari, di pesantren
Gebang Tinatar kawasan Ponorogo. Beliau mendapatkan ilmu tasawuf dari dua sumber,
yang pertama ajaran tasawuf yang bersumber dari Walisanga, sedangkan yang kedua
bersumber dari Syeikh Siti Jenar.

5
1. Syeikh Siti Jenar
Konsep Manunggaling Kawula Gusti atau kesatuan manusia dengan Tuhan
(wahdat al-wujud) yang digunakan dalam kepustakaan Islam Kejawen, adalah curiga
manjing warangka, warangka manjing curiga. Yakni, manusia masuk kedalam diri
Tuhan, laksana Arya Sena masuk kedalam tubuh Dewaruci atau sebaliknya, warangka
manjing curiga. Yakni Tuhan masuk ke dalam diri manusia, seperti halnya dewa Wisnu
nitis ke dalam diri Krisna. Paham nitis tersebut, yakni masuknya roh dewa ke dalam
diri manusia, atau roh manusia ke dalam diri binatang, tertera dalam serat wirid hidayat
jati. Konon, toh manusia yang sesat tidak bisa kembali ke dalam singgasana Tuhan,
melainkan akan nitis ke dalam alam brakasakan (jin), bangsa burung, binatang, dan air.
Menurut Syeikh Siti Jenar, bagi mereka yang telah menemukan kesatuan
dengan hakikat hidup atau Zat Tuhan, segala bentuk peribadatan adalah kepalsuan.
Karena Tuhan bebas dari hukum kealaman, maka manusia telah menyatu dengan Zat
Tuhan akan mencapai keabadian yang tidak mengalami kerusakan. Konsep
Manunggaling Kawula Gusti Syeikh Siti Jenar disebut dengan uni nong aning unong.
Seterusnya konsep Manunggaling Kawula Gusti diterangkan:
Mungguh pamoring kawulo lan gusti iku, kaya dene paesan karo sing ngilo.
Wayangan kang ana sajroning pangilo, iya iku jenenge kawulo.
Terjemahnya:
Menyatunya manusia dengan Tuhan itu ibarat cermin dengan orang yang sedang
bercermin. Bayangan dalam cermin itu adalah manusia.
Dalam memberikan pengajaran mengenai ajaran-ajarannya Syeikh Siti Jenar
biasanya terlebih dahulu menerangkan tentang asal usul kehidupan (sangkaning
dumadi). Berikutnya ia menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pintu
kehidupan, baik yang tampak dalam fisik, maupun dalam rohani manusia. Kemudian
memberikan ajaran mengenai hidup kekal dan abadi. Di susul kemudian dengan materi
mengenai kematian yang dialami manusia di dunia sekarang ini. Selanjutnya, diuraikan
mengenai jalan kematian, yang bisa dikehendaki sendiri, setelah kehendaknya menyatu
dengan kehendak Hyang Manon, melalui penutupan berbagai jalan kehidupan, untuk
menyatu dengan al-Haqq. Sesudah itu, barulah Syeikh Siti Jenar menjelaskan adanya
Yang Maha luhur, Tuhan yang menjadikan bumi dan langit serta segala isinya sebagai
muara manusia sempurna (paraning dumadhi). Setelah itu para santri dan pengikutnya
yang mengikuti keseluruhan materi tersebut, dibimbing untuk menempuh laku rohani,
membersihkan semua segi kebendahan, kamanusiaan, dan keduniaan; cara

6
mengaktifkan roh al-idhafi (roh sumber segala kehidupan), agar dibimbing menuju roh
al-Haqq. Di situlah, tanpa harus dibimbing oleh pembimbing dalam bentuk manusia
lain, ia akan terbimbing menemui dan menyatu dengan al-Haqq.
Pelajaran dan ajaran seperti itulah yang menjadi pokok ajaran Syeikh Siti
Jenar, dan diberikan secara terbuka kepada masyarakat luas. Hal itu pula yang semula
sudah diingatkan oleh Sunan Giri. Namun sampai era Demak berdiri kokoh, Syeikh Siti
Jenar tetap mengajarkan ilmu rahsaning (rasa) itu secara terbuka. Ia berkeyakinan
bahwa tidak boleh ada ilmu yang disembunyikan, semua manusia tanpa memandang
strata apa pun, berhak mendapatkan ilmu dari Allah, dan dari orang yang dikaruniai
oleh Allah akan ilmu itu.
Menelusuri jejak langkah para pendaki spiritual kiranya perlu disadari bahwa
jalan sufi adalah sebuah jalan yang tidak mudah, penuh dengan kelokan dan tanjakan
tajam yang sulit. Artinya, tidak mudah seorang manusia mencapai derajat ma‟rifat,
sebab pendakian spiritual memerlukan waktu yang sangat panjang. Inilah jalan asketis
(pertapa) yang tekun, intens (hebat) dengan tingkat kearifan tinggi, kesabaran
keikhlasan dan seterusnya. Dengan asumsi ini maka jangan ada yang mengklaim diri
merasa sudah manunggal dengan Allah tanpa melewati persyaratan tersebut.
Tegasnya, perjalanan menuju Allah adalah peralihan dan perubahan nilai
rohaniah dari jiwa yang kurang sempurna menjadi jiwa yang lebih dan sangat
sempurna, dalam keshalihan serta kepengikutannya pada jejak Rasulullah Saw. dengan
menempatkan kejatian dirinya pada posisi “Rasul”. Dengan demikian, proses dzauqi
(rasa rohani), atau peralihan rasa rohani terhadap af‟al (perbuatan) Allah menjadi rasa
rohaniah terhadap sifat-sifat-Nya, serta ketertenggelaman rohani dalam fana‟ dan
baqa‟, hanyalah merupakan salah satu komponen dari perjalanan menuju Allah, dan
salah satu tahapan dalam perjalanan tersebut. Demikian pula, tercapainya hati yang
tenang dan tentram bukanlah puncak dari semua proses perjalanan menuju Allah.
Diraihnya hati yang tentram merupakan suatu keberhasilan. Namun, yang
dimaksud dengan hati yang tentram itu adalah hati yang menerima dan melaksanakan
seluruh kehendak Allah dengan rasa kepasrahan dan keridhaan yang sangat dalam.
Dalam hal ini Syeikh Siti Jenar menyatakan bahwa pelaksanaan kehendak Allah yang
demikian merupakan perwujudan “kehendak pribadi”. Ia menjelma menjadi “kehendak
pribadi”, dimana kehendak insani telah dikendalikan oleh kehendak Ilahi. Dan itulah
yang disebut sebagai adi-manusia. Dalam Pupuh III (Dandanggula): 31-32 Serat Syeikh
Siti Jenar dinyatakan:

7
Kodrat merupakan kuasa pribadi,
Tiada yang mirip atau menyamai,
Kekuasaannya tanpa peranti, dari tanrupa menjadi warna-warni,
Lahir batin satu sebab sawiji (manunggal)
Iradat artinya karsa tanpa runding
Ilmu berarti mengetahui kenyataan sebenarnya,
Yang lepas jauh dari panca indera
Bagaikan anak sumpitan meluncur lepas tertiup.
Adanya kehidupan itu karena pribadi,
Demikian pula keinginan hidup itupun ditetapkan oleh diri sendiri,
Oleh kehendak nyata.
Hidup tanpa sukma yang melestarikan kehidupan,
Tiada merasakan sakit ataupun lelah.
Suka duka pun musnah karena tiada diinginkan oleh hidup.
Berdiri sendiri menurut karsanya.
Dengan demikian hidupnya kehidupan itu,
Sesuai kehendaknya.
Syeikh Siti Jenar terang pandangannya,
Melebihi manusia sesama (adi-manusia).
Oleh karena itu, menurut Simuh, uraian dalam kepustakaan Islam kejawen,
yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, umumnya mengandung rumusan
yang saling tumpang tindih. Tuhan dilukiskan memiliki sifat-sifat yang sama dengan
manusia dan manusia digambarkan sama dengan Tuhan. Paham semacam ini dalam
falsafah dinamakan Anthropomorfisme.
2. Ronggo Warsito / Ranggawarsita
Konsep al-Haqq dan al-khalq Ranggawarsita adalah hubungan antara dzat dan
sifat ditamsilkan laksana hubungan antara madu dan rasa manisnya, antara matahari
dan sinarnya, antara ombak dengan samudranya, “adapun dzat mengandung sifat
seumpama madu dengan rasa manisnya, pasti tak dapat dipisahkan. sifat menyertai
nama seumpama matahari dengan sinarnya, pasti tak dapat dibedakan. nama menandai
perbuatan seumpama cermin , orang yang bercermin dengan bayanganya, pasti segala
tingkah laku orang yang bercermin, bayanganya pasti mengikuti. Perbuatan menjadi
wahana dzat, seperti samudra dengan ombaknya, keadaan ombak pasti mengikuti
perintah samudera”. Maksudnya yaitu walaupun dzat, sifat, asma dan af’al, bisa

8
dibedakan menurut pengertianya, namun keempatnya merupakan kesatuan yang yang
tidak dapat dipisah-pisahkan, keempatnya saling berhubungan dan keempatnya ada
bersama semenjak dari kadim.
Paham manunggaling kawulo lan gusti dijelaskan dalam martabat tujuh yakni
tujuh tingkatan perwujudan Tuhandalam penciptaan alam, dikatakan:”….Kang dingin
ingsoen anitahake chajoe aran sadjaratoel jakin, teomeoweoh ing sadjaroning ngalam
nagdhamakdoem adjalli abadi. Noeli tjahaja aran noer mochamad. Noeli katja aran
mirathoel chajai, noeli njawa aran roch ilapi. Noeli dhamar aran kandhil. Noeli
sosotyo aran dharah, noeli dingding djalal aran kidjab, ikoe kang minangka
warananaing chalaratingsoen.” Penjelasannya yaitu:
a) Sajaratul yakin, tumbuh dalam alam hampa yang sunyi senyap azali abadi.
Pohon kehidupan yang ada dalam ruang yang hampa senyap selamanya, belum ada
sesuatupun. Merupakan hakikat dzat mutlak yang kadim. Artinya hakikat dzat yang
pasti paling dahulu, yaitu dzat atma yang menjadi wahana alam ahadiyat.Ahadiyat
artinya satu, satu yang mandiri, bukan satu sebagai buah dari hasil yaitu wilayah
kesadaran bahwa tidak ada apa-apa, semua masih serba kosong tanpa identitas, inilah
wilayah diri Tuhan yang mutlak, yang tidak membutuhkan sebutan Karena sebutan
justru akan membuat-Nya tidak lagi mutlak. Istilah atma dalam martabat tujuh
dinamakan hayyu (hayat=hidup).
b) Nur Muhammad, artinya cahaya yang terpuji. Diceritakan dalam hadits seperti
burung merak, berada dalam permata putih, berada pada arah sajaratul yakin, itulah
hakikat cahaya yang diakui sebagai tajallī Dzat, berada dalam nukat ghaib, mrupakan
sifat atma dan menjadi wahana alam wahdat. Wahdat artinya kesatuan, ini memandakan
ada yang lain selain diri Tuhan yakni Nūr Muhammad sebagai ciptaan, sebagaimana
dalam hadits;”yang pertama kali diciptakan Allah adalah cahaya (Nūr Muhammad)”
c) Mi’ratul haya’i, artinya kaca wira’i. diceritakan dalam hadits yang berada
didepan Nūr Muhammad, hakikatnya pramana yang diakui rashanya Dzat, sebagai
nama atma menjadi wahana alam wahidiyat. Wahidiyat artinya yang satu, menunjukan
sudah adanya identitas, inilah yang disebut sebagai Tuhan secara umum, orang Islam
menyebutnya Allah (dibaca Alloh), orang Nasrani menyebutnya Allah, orang Hindu
menyebutnya Hyang Widhi dan lainnya. Ini adalah bentuk tanazzul Tuhan dari
alamahadiyat.
d) Roh idlafi, artinya nyawa yang jernih, diceritakan dalam hadits, yang berasal
dari Nūr Muhammad. Hakikat suksma yang diakui keadaan dzat, merupakan perbuatan

9
atma, menjadi wahana alam arwah. Nūr Muhammad adalah bahan baku, y ang darinya
terciptakan beragam makhluk, seperti halnya bongkahan es yang diolah menjadi aneka
bentuk. Arwah yakni jamak daru ruh, terciptalah alam arwah, dengan demikian jika di
urutkan sampai pada asalnya, semua ruh-ruh ini adalah perwujudan dari Nūr
Muhammad yang super halus, yang dimana Nūr Muhammad itu sendiri adalah wujud
representasi dari wujud Allah yang tak bisa digambarkan dengan apapun, Allah sendiri
hanya sekedar nama untuk memeberikan identitas bagi Aku.
e) Kandil, artinya lampu tanpa api. Diceritakan dalam hadits, yang berupa
permata, cahaya berkilauan, tergantung tanpa kaitan. Itulah kedaan Nūr Muhammad
dan tempat berkumpul semua roh. Hakikat angan-angan yang diakui sebagai bayangan
dzat, bingakai atma, menjadi wahana alam mitsal.
f) Darrah, artinya permata, tersebut dalam hadits yang punya sinar beraneka
warna, satu tempat dengan malaikat. Hakikat budhi yang diakui sebagai perhiasan Dzat,
pintu atma, menjadi alam ajsam.
g) Hijab, disebut dinding jalal, artinya tabir yang agung, diceritakan dalam
hadits, yang timbul dari permata beraneka warna, pada waktu bergerak menimbulkan
buih, asap dan air. Hakikat jasad merupakan tempat atma, menjadi wahana alam insan
kamil.

Alam insan kamil sebagai perwujudan manusia sempurna, yakni manusia yang
telah memahami, mengetahui dan menyadari keberadaan diri sebagai tajallī
(penampakan Tuhan). Dalam kisah pewayangan ada tokoh sri Krishna. Derajat seperti
Krishna ini bisa dicapai oleh siapa saja, siapapun memiliki peluang untuk bisa
mengetahui memahami dan menyadari kenyataan bahwa diri ini sejatinya adalah
penampakan terluar dari ‘Aku’.

2.3. Pengaruh Konsep Manunggaling Kawula Gusti Dalam Budaya Jawa

Manunggaling Kawula Gusti mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan


masyarakat Jawa yang cenderung gemar mendalami ilmu kebatinan. Pada masa
perkembangan kepustakaan Jawa, kemunculan tokoh Ronggowarsito dianggap oleh
masyarakat Jawa sebagai seorang tokoh kebatinan, dari karya-karya sastranya banyak
di jadikan suatu rujukan bagi kebatianan yang ada di Jawa, setelah kewafatanya. Hal ini
dikarenakan, agama Islam yang masuk kedalam masyarakat Jawa, melalui suatu
pendekatan kompromis atau Islam yang berbaur kedalam kebudayaan setempat yaitu

10
merupakan Islam yang dibawa oleh para sufi atau ajaran tasawuf. Sehingga tasawuf
yang cenderung bisa melebur dengan kebudayaan setempat, mempunyai pengaruh
secara tidak langsung terhadap masyarakat Jawa. Sebagaimana banyak naskah Jawa
yang digubah dengan ajaran Islam tasawuf yang berpaham kemanunggalan kawula
Gusti.

Masyarakat Jawa melalui aliran kebatinan ini melakukan suatu bentuk protes
sosial terhadap pemerintahan yang cenderung sibuk dengan intrik-inrik yang ada di
dalam istana dan cenderung mengabaikan nasib rakyanya, bentuk protes sosial dalam
kebatinan ini dikarenakan setelah melakukan suatu perlawanan tidak kunjung menemui
titik terang, maka timbulah gerakan kebatinan. Masyarakat beranggapan dengan
kebatinan akan memunculkan suatu keadilan bagi dirinya yang mengikuti kebatinan
dan berharap dengan kedatanganya „ratu adil‟.

Di Jawa konsep ini dipopulerkan oleh Syekh Siti Jenar, dimana ia mengatakan
bahwa dirinya sudah bisa menyatu dengan Tuhan atau Tuhan sudah manunggal dengan
Tuhanya. Sehingga mendapatkan suatu perlawanan dari para Wali dan beliau di hukum
mati oleh para Wali. Sedangkan manunggaling kawula Gusti pemikiran Ronggowarsito,
bersumber dari ajaran martabat tujuh yang merupakan ajaran tasawuf yang dikenalkan
oleh tokoh sufi dari Aceh yaitu Hamzah Fansuri dan juga Ibnu Arabi dalam ajaran
wahdatul wujudnya. Dalam martabat tujuh Ronggowarsito dikenalkan tentang
tingkatan- tingkatan iman seseorang untuk mencapai kepada martabat terakhir yaitu
martabat Insan Kamil. “Insan Kamil” mempunyai pengertian manusia yang sempurna,
sebagaimana sufi sebelumnya yaitu Al-Ghazali mengatakan bahwa untuk bisa
manunggal (tajalli) dengan Tuhan atau bertemu dengan Dzat yang Khalik harus
menjadi seorang yang sempurna atau al insan kamil. Ajaran Ronggowarsito ini terdapat
dalam Serat Wirid Hidayat Jati yang merupakan karya sastra Islam yang berwajah
Jawa.

Yang perlu diketahui dari ajaran Manunggaling Kawula Gusti menurut


Ronggowarsito. Ia menjelaskan martabat tujuh merupakan suatu unsur penciptaan
manusia, martabat tingkatan terakhir yaitu martabat insan kamil (manusia sempurna).
Maksudnya manusia merupakan ciptaan Allah SWT yang paling sempurna
dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lainnya. Sedangkan konsep manunggaling, ia
jelaskan dengan membedakan orang awam dan orang khawas. Ia menjelaskan ketika

11
orang khawas atau disebut dengan insan kamil menurut istilah Al-Ghazali, tidak akan
mengalami suatu siksaan di alam akhirat, melainkan mereka bisa langsung manunggal
dengan Tuhanya.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Manunggaling Kawula Gusti merupakan penyatuan diri dengan Tuhan. Dalam
teologi kemanunggalan, tidak hanya terjadi proses kefanaan antara hamba dengan
pencipta. Antara syahadat dan Rasul dan Syahadat Tauhid ikut larut dalam kefanaan.
Secara terminology, manunggaling kawulo lan gusti merupakan ungkapan untuk
mendeskripsikan paham persatuan hamba dengan Tuhan dalam keruhanian dan
kebatinan Jawa, orang Jawa sendiri menyebutnya “kawruh kejawen” (pengetahuan
kejawaan) atau “ngelmu kejawen” (ilmu kejawaan).
Manunggaling Kawula Gusti mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan
masyarakat Jawa yang cenderung gemar mendalami ilmu kebatinan. Menurut Syeikh
Siti Jenar, ia mengatakan bahwa dirinya sudah bisa menyatu dengan Tuhan atau
Tuhan sudah manunggal dengan Tuhanya. Sehingga mendapatkan suatu perlawanan
dari para Wali dan beliau di hukum mati oleh para Wali.
Sedangkan manunggaling kawula Gusti pemikiran Ronggowarsito, bersumber
dari ajaran martabat tujuh yang merupakan ajaran tasawuf yang dikenalkan oleh tokoh
sufi dari Aceh yaitu Hamzah Fansuri dan juga Ibnu Arabi dalam ajaran wahdatul
wujudnya. Dalam martabat tujuh Ronggowarsito dikenalkan tentang tingkatan-
tingkatan iman seseorang untuk mencapai kepada martabat terakhir yaitu martabat
Insan Kamil.
3.2. Saran
Kami menyadari akan banyaknya kekurangan dari makalah ini. Kurangnya
sumber kepustakaan yang benar-benar valid juga mendasari kekurangan dari makalah
kami. Oleh sebab itu kami memohon adanya kritik dan saran dari pembaca sebagai
sarana perbaikan makalah kami. Semoga makalah ini membawa kemanfaatan bagi
pembaca terkhusus penulis.

13
DAFTAR PUSTAKA

August Corneles Tamawiwy, Manunggaling Kawula Gusti dan Teori Hasrat Segitiga:
Sebuah Usaha Dialektis dalam Ranah Teologis, Yogyakarta : Universitas Kristen Duta
Wacana.
Derani, Saidun. 2014. Syekh Siti Jenar : Pemikiran dan Ajarannya. Al-Turāṡ Vol. XX,
No. 2, Hal. 325-348

Hasriyanto, Konsep Manunggaling Kawula Gusti Syeikh Siti Jenar, Makassar :


Skripsi , Fakultas Ushuluddin’ Filsafat dan Politik UIN Alaudin, 2015.

Hernawan. Manunggaling Kawula Gusti: Pemikiran Ronggowarsito dan Pengaruhnya


Terhadap Ajaran Tasawuf di Jawa Abad ke-19. Bandung; Skripsi, Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia.

Kholid Karomi. Tuhan dalam Mistik Islam Kejawen (Kajian atas PemikiranRaden
Ngabehi Ranggawarsita)

Muhammad Irfan Riyadi, Kontroversi Theosofi Islam Jawa Dalam Manuskrip


Kapujanggan, Ponorogo : At – Tahrir Vol , 13 No. 1 , 2013.

Muhammad Irfan Riyadi, Manunggaling kawulo Gusti : konsep wahdat al wujud dalam
genalogi theosofi ibn arabi dan raden ngabehi ronggowarsito. Ponorogo : STAIN Ponorogo
press, 2014,

Muhammad Irfan Riyadi, Manunggaling kawulo Gusti : konsep wahdat al wujud dalam
genalogi theosofi ibn arabi dan raden ngabehi ronggowarsito. Ponorogo : STAIN Ponorogo
press, 2014

Nursyam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005

Uswatun hasanah. Konsep wahdat al-wujūd ibn `arabī dan manunggaling kawulo lan
gusti ranggawarsita (studi komparatif), Semarang: Skripsi, Fakultas Ushuluddin’ UIN
Walisongo.

14

Anda mungkin juga menyukai