Anda di halaman 1dari 20

SAKRALITAS DAN PROFAN DALAM KIDUNG RUMEKSO ING WENGI :

DITINJAU DARI TEORI MIRCEA ELIADE

Diajukan Untuk Proposal Skripsi

Disusun Oleh :

Berlian Iswari Cempaka

171121040

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID

SURAKARTA

2023
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradaban Jawa pada Abad ke-15 pada saat itu didominasi oleh umat Hindu
dan Budha. Jauh sebelum kepercayaan Hindhu - Budha masuk ke masyarakat, pulau
Jawa sudah mempunyai kepercayaannya sendiri dimana kemudian kepercayaan itu
disebut sebagai kapitalyan. Kepercayaan ini juga gagal dipahami oleh para peneliti
barat, kemudian mereka (peneliti barat) menyebutnya dengan istilah medisisme
animistik. Dengan demikian babak baru dalam sejarah pulau Jawa dimulai dengan
masuknya agama Islam yang sangat terorganisir dan diprakarsai oleh para
Walisongo.
Peran Wali Songo dalam penyebaran Islam dipulau Jawa tidak dapat
dipisahkan atau dipungkiri, dengan kemudian berdirinya kerajaan Islam juga
membuat dampak besar bagi Jawa. Dalam penyebarannya para Wali Songo tidak
hanya berdakwah menggunakan teks yang tertera, akan tetapi mereka
mengembangkan penyebaran Islam dengan menggunakan musik, seni wayang,
melalui perdagangan, dan pendidikan seperti didirikannya sebuah pesantren. 1
Dalam sejarah, ketika peradaban mulai terbentuk atau disadari ada bentuknya,
pada saat itulah agama menjadi salah satu produk kebudayaan yang dibedakan dari
hasil-hasil kebudayaan yang lain. Seperti bahasa, ilmu pengetahuan, mitos, dan seni,
perubahanan ini menyebabkan munculnya klasifikasi agama , ada agama tradisional
yang berpijak pada pemikiran kultural, lokal, dan emosional dan ada agama
konvensional ("paskatradisional") yang berdasarkan pada konsep rasional, universal,
dan objektif seperti agama islam.2
Masuknya Islam ke Jawa melahirkan bnayak penasiran dan teori tentang
sejarah penyebaran Islam teori tersebut dinataranya : teori Arab, teori Turkey, teori
India, teori China dan teori Persia. 3 Banyaknya orang Jawa yang mudah masuk
agama Islam dikarenakan salah satunya adalah Islam tidak menganut sistem kasta,

1
Rahman, Iqbal Kholil. Kidung Rumekso Ing Wengi Dalam Kajian Tasawuf. Diss. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2019.
2
Bunyamin, Antonius Subianto. "Sakral dan profan dalam kaitan dengan ritus dan tubuh: Suatu
telaah filsafati melalui agama dan konsep diri." Melintas 28.1 (2012): 23-38.
3
Syafrizal, Achmad. "Sejarah islam nusantara." Islamuna: Jurnal Studi Islam 2.2 (2015): 235-253.
3

kemudian ada beberapa seni dari Jawa yang mereka adopsi dengan budaya dan seni
dari Arab, dan salah satunya adalah kidung. 4
Masyarakat Jawa selalu memelihara keselarasan dalam menjalani hidup, baik
dalam jasmani maupun rohani. Mereka selalu menjaga diri agar tidak temperamental
dan mau menang sendiri, disamping itu mereka selalu berusaha mewujudkan
toleransi antar sesama manusia, seperti halnya gamelan Jawa yang lemah lembut hal
tersebut pula yang menunjukkan itu adalah pandangan hidup masyarakat Jawa
secara umum.5
Berbeda dengan orang Jawa jaman dahulu orang Jawa zaman ini jelas telah
terpengaruh nilai – nilai budaya barat yang telah tercampur dengan budaya ataupun
tradisi - tradisi yang ada. Kontaknya antara budaya satu dengan budaya lainnya dari
waktu ke waktu memoles pemikiran orang Jawa dan melunturkan tradisi njawani
kearah yang lain, akibatnya sikap hidup orang Jawa pada masa kini sedang
mengalami pergeseran luar biasa. Pergeseran yang sulit dibendung adalah
munculnya kembali zaman modern yang sering disebut zaman edan oleh para orang
tua Jawa dahulu, yang antara lain bercirikan keteraturan terganggu, keadilan dan
kemanan menipis, ekonomi sulit, dan tata nilai yang saling berbenturan satu sama
lain. Zaman inilah yang membuat dunia Jawa mengalami pengikisan atau erosi
tradisi besar – besaran.
Dikarenakan arus globalisasi yang meningkat tajam, perkembangan ilmu
pengetahuan yang meluas perkembangan teknologi semakin laju dan komunikasi
semakin pesat, cepat maupun lambat hal itu telah mempengaruhi sikap, cara hidup,
serta pola pikir manusia Jawa. Hingga kemudian berbagai tuduhan yang
menyudutkan generasi muda yang berperilaku buruk, tidak tahu etika dan sopan
santun. Mereka (orang muda) sering dicap atau di judge ora njawani atau durung
njawani, sebagian lagi membuat penilaian dengan mengatakan atau melabeli anak
muda dengn ora ngerti unggah – ungguh atau ora ngerti basa berbagai tuduhan
yang menyudutkan generasi muda itu sebenarnya disebabkan oleh perubahan

4
Rahman, Iqbal Kholil. Kidung Rumekso Ing Wengi Dalam Kajian Tasawuf. Diss. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2019
5
Gesta bayuadhy, “Tradisi – Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa : melestarikan berbagai tradisi
Jawa penuh makna”, Dipta : Bangun Tapan Yogyakarta, 2015, hal.139
4

(tuntunan) zaman.6 Mau tidak mau kita memang harus mengakui bahwa kebudayaan
barat memang sangat mendominasi di era saat ini. 7
Orang jawa memandang alam semesta melalui kesakralan, bahkan oang Jawa
terdahulu (njawani) memiliki pola pikir genius yang sama dilakukan oleh filsuf era
Yunani yang sering di samakan oleh Plato dan Archimides, seperti halnya
Archimides yang menemukan “berat jenis” benda ketika beliau bermain di air,
kemudian dia pulang dan menuliskan hasil dari temuannya tersebut, tak lain dan tak
ubahnya seperti pemikiran orang Jawa yang di sebut Othak Athik Matuk, akan tetapi
teori Jawa ini sering disebut orang yang berpikiran kethul (tumpul), orang Jawa
yang njawani selalu mneggunakan hal ini untuk menjadi pisau analisis yang mampu
menyelesaikan hal ihwal kultural yang pelik juga sebagai wakil ranah karakteristik
spiritual Jawa.8
Dikarenakan pemikiran atau pola pikir semacam itu disebut kethul, tidak
logis, tidak sistematis serta OAM (Othak Athik Mmathuk) dianggap bahwa kadar
ilmiahnya ringan9 dimasa manusia modern ini. Maka manusia dizaman ini memilih
hal yang berbau praktis dan ke arah sains. Semenjak masa pencerahan Eropa yang
berlangsung dari abad ke-17 hingga abad ke-19, masa ini diiringi juga dengan
kebangkitan nalar dan empirisme serta kemajuan ilmu dan teknologi di barat. Para
filsuf Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman telah membayangkan tulisan mereka
dengan krisis yang diuraikan Maritain, meskipun tidak dengan cara dan dimensi
yang sama karena yang disebut belakangan ini menguraikan peristiwa pengalaman
masa kini dalam persepsi yang sadar dan mendalam, sementara pada masa lampau
peristiwa tersebut diketahui hanya sebuah ramalan yang membayang saja.
Para filsuf, penyair dan pengarang barat telah memperkirakan peristiwa yang
dimana tibanya suatu dunia yang terbebaskan tanpa Tuhan tanpa Agama, dunia yang
mengalami krisis agama dan theology sebagai akibat sekularisasi. 10 Fakta bahwa
sekularisasi tidak hanya terbatas di dunia barat, dan masalah yang timbul dari
sekularisasi adalah banyaknya cendekiawan muslim yang terpengaruh pola pikirnya

6
Suwardi E, “FALSAFAH HIDUP JAWA : menggali Mutiara kebijakan dari intisari filsafat kejawen,
cakrawala : Yogyakarta, 2016. Hal.5
7
Rahman, Iqbal Kholil. Kidung Rumekso Ing Wengi Dalam Kajian Tasawuf. Diss. UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2019.
8
Suwardi E, “FALSAFAH HIDUP JAWA : menggali Mutiara kebijakan dari intisari filsafat kejawen,
cakrawala : Yogyakarta, 2016. Hal.19 - 22
9
Ibid.19-20
10
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Atas, ISLAM DAN SEKULARISME, ABIM : Kuala Lumpur, 1978.
Hal.1-3
5

dikarenakan kemajuan ilmu dan teknologi barat. Kekurangan mereka dalam hal
pengertian yang benar dan pemahaman yang menyeluruh akan pandangan mereka
mengenai dunia dan keyakinan – keyakinan pokok, situasi ditengah – tengah kitab
bisa dikatakan kritis kalau kita mempertimbangkan fakta bahwa kita pada umumnya
tidak sadar akan apa yang tersirat dalam proses sekularisasi. 11
Hal tersebut kemudian juga diartikan sebagai kematian sakralitas didalam
kehidupan (mendesakralisasi). Turunnya sakralitas dalam kehidupan sosial,
diperlukannya inisiasi untuk menggapai kesakralan kembali seperti Dhamma yang
membuat muridnya dilahirkan pada kehidupan baru yang dapat membawanya ke
nirvana. Manusia religius suatu pola eksistensi tertentu dan khusus di dunia,
meskipun jumlah bentuk historico-religius banyak wujud ini selalu dapat dikenali,
konteks historis apapun yang ia tempati homo religious selalu percaya bahwa ada
sebuah realitas absolute, sakral, yang transcendental namun memanifestasikan
dirinya di dunia ini, yang mengkuduskan dunia dan membuatnya nyata. 12
Dikarenakan fleksibelnya ajaran islam para wali menggunakan kesnian Jawa
yang kemudian mereka adopsi untuk berdakwah. Para Walisongo juga merujuk
kitab ihya’ umuludin untuk hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, 13 tidak
lupa mereka juga mengajarkan ilmu tasawuf kepada murid – muridnya. Henri
Chambert – Loir dan Claude menyatakan tasawuf merupakan usaha batin
perorangan dan kelihatan terbatas pada kalangan elite, justru mampu melahirkan
gerakan – gerakan masa seperti tarekat, karena menyangkut inti agama, tasawuf juga
berada pada titik temu semua usaha pencarian batin dan titik temu semua agama
pada asasnya.14
Dan hal yang sangat perlu diketahui dan digaris bawahi sunan kalijaga tidak
pernah mengajarkan ilmu sufistik terhadap masyarakat awam, beliau (kanjeng
sunan) hanya mengajarkannya kepada murid – murid tertentunya. Kanjeng Sunan
Kalijaga lebih menekankan seni dan budaya untuk berdakwah ataupun mengajarkan
kepada masyarakat awam, seperti halnya mendirikan masjid, pondok, wayangan
serta kidung – kidungan yang dibuat oleh kanjeng sunan sendiri. 15

11
Ibid.18
12
E, Mircea. “The Sacred and The Profan : The Nature Of Religion” . harcourt, inc. 1987. Hal.209-
211
13
Asti Musman, WALISONGO, ANAK HEBAT INDONESIA : YOGYAKARTA, 2022. Hal.178
14
Ibid.7
15
Hak, Nurul. "REK0NSTRUKSI HISTORIOGRAFI ISLAMISASI DAN PENGGALIAN NILAI-
NILAI AJARAN SUNAN KALIJAGA." Analisis Jurnal Studi Keislaman 16.1 (2016): 67-102.
6

Kidung Rumekso Ing Wengi yang diciptakan oleh Kanjeng sunan kalijaga
ditujukan untuk menjembatani hal – hal yang bersifat sakral. 16 Sakral adalah bagian
dari kehidupan manusia terkadang menjadi inti perilaku manusia itu sendiri yang
menyatu dengan esesnisi kemnusiaan dalam hal yang berbau insiden. Bagi manuisa
tradisional (homo religious), kehidupan ini selalu terbuka untuk memandang dunia
sebagai pengalaman yang sakral. Ini berbeda dengan orang modern (barat) yang
berkeyakinan bahwa manusia hanya dapat membangun dirinya secara utuh ketika
melakukan “desakralisasi” terhadap dirinya dan dunia yang sakral menjadi profan.
Dengan mengkolaborasikan pemikiran Eliade pada kasus realitas yang sacral dalam
kidung rumekso ing wengi karya sunan kalijaga. Kesulitan dalam menghadapi
berbagai manifestasi dari yang sacral saat mewujud dalam kidung atau mantra tak
dapat diterima oleh kalangan modern.17
Sebaliknya melahirkan pertanyaan seperti “mengapa mantra bisa memiliki
kekuatan?”, dari yang diketahui kidung merupakan salah satu produk sastra yang
keberadaannya pada zaman sekarang ini mendapat perhatian dan sorotan oleh
sebagian masyarakat atau masyarakat penghayat. Terbukti banyak di media massa,
baik cetak maupun elektronik hingga sampai merambah ke dunia cyber atau internet
yang menginformasikan mengenai kidung – kidung terutama Kidung Rumekso Ing
Wengi.18 Orang tradisonal berpendapat bahwa kekuatan metafisik itu melekat pada
mantra atau kidung sebagai wujud dari kekuatan Ilahi. Mircea Eliade adalah
penggagas awal studi agama-agama didunia yang mampu mengeksplorasi apa yang
profan dan apa yang sakral khususnya melalui evolusi mitos dan agama awal.
Tulisan-tulisannya sangat tekenal salah satu bukunya yang berjudul The Sacred And
The Profane : The Nature Of Religion (1959) memaparkan unsur-unsur dasar
pengalaman itu yang bisa dirasalan dalam masyarakat modern dan kehidupannya
sendiri.
Agama dalam pandangan Eliade harus dijelaskan menurut istilahnya sendiri-
sendiri. Berbeda dengan para pemikir sebelumnya, Eliade menghindari reduksionisme
terhadap agama. Menurutnya agama harus diposisiskan sebagai sesuatu yang konstan.
Sebagai suatu elemen dalam kehidupan manusia, fungsi agama harus dilihat sebagai
sebab bukan akibat. Untuk memahami agama, para sejarawan harus masuk pada
16
Ibid.2019
17
E, Mircea. “The Sacred and The Profan : The Nature Of Religion” . harcourt, inc. 1987
18
Aryanto, Aris. "Bentuk, Fungsi, Dan Makna Kidung Rumekso Ing Wengi: Kajian
Hermeneutik." Kawruh: Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3 (2021): 42-48.
7

kehidupan prasejarah, sebagaimana orang arkahis yang memisahkan antara wilayah


kehidupan yang sacral dan yang profan. Kehidupan profan adalah wilayah kehidupan
sehari-hari yaitu hal yang dilakukan secara teratur dan tidak terlalu penting,
sedangkan yang sakral adalah wilayah yang supranatural yang tidak mudah dilupakan
dan sangat penting. Sacral adalah tempat dimana segala keteraturan dan
kesempurnaan, sakral juga tempat berdiamnya roh-roh para luluhur, para kesatria dan
Dewa.19
Dalam kepercayaan arkhais dewa – dewa memiliki simbolismenya sendiri
seperti halnya dewa langit, dewa matahari, bulan, air, bebatuan, dan tanah. Orang
arkhais percaya bahwa langit menyiratkan sebuah makna transenden dan jarak dengan
apa yang “di atas” kita, dia mempunyai sesuatu yang tidak terbatas dan berkuasa
dengan penuh. Berdasarkan makna – makna yang tertulis maka dewa - dewa langit
sangat sering diasosiasikan dengan ciri – ciri atau pola seperti itu. Seperti salah satu
dewa di suku Maoris yang bernama Dewa Iho dia adalah dewa “yang menyisngsing”,
kemudian Dewa Olurum dalam kepercayaan duku Yoruba di Afrika dia disebut
sebagai “Dewa yang menguasai lagit” kemudian dewa Ahuramazda dalam
masyarakat Iiran kuno dia disebut sebagai “dewa pembentuk hukum serta pengatur
tingkah laku manusia”. Dikarenakan langit itu tingi maka dewa – dewa digambarkan
sebagai sosok yang sangat tinggi dan sangat jauh sehingga tidak terjangkau oleh
manusia.20
Pengalaman beserta dalam agama dan ritus-ritus menerangkan bahwa
hubungan antara anggota kelompok yang sakral dalam beberapa hal erat sekali
hubungannya menggunakan nilai – nilai moral kelompok tersebut, korelasi erat ini
terlihat jelas pada perilaku para kelompok pemeluk kepercayaan yang menentang
makanan tertentu atau tidak menyembelih hewan tertentu. Seperti halnya pemujaan
terhadap lembu adalah nilai keagamaan yang dimiliki serta oleh semua penganut
Hindu, dengan demikian lembu artinya adalah hewan atau sesuatu yang sakral
teruntuk kelompok umat Hindu serta tidak memakannya adalah nilai – nilai moral
kelompok tersebut.

19
Pals, Daniel L. Dekonstruksi Kebenaran : kritik Tujuh Teori Kebenaran Teori Agama. Yogyagarta :
IRCiSod, 2001
20
Pals, Daniel L. Dekonstruksi Kebenaran : kritik Tujuh Teori Kebenaran Teori Agama. Yogyagarta :
IRCiSod, 2001, hal.244
8

Perihal itu juga membantu untuk membedakan mereka yang berasal dari
kelompok Muslim, kelompok dari masyarakat muslim tidak memakan babi dan
menghalalkan atau memakan sapi. Emil Durkheim mengklaim bahwa kepercayaan
adalah sesuatu yang amat bersifat moral, kemudian Durkheim juga menemukan
karakteristik fundamental yang berasal dari setiap karakteristik agama, kepercayaan
bukanlah terletak pada elemen – elemen supernatural melainkan terletak pada perihal
konsep yang sakral (secred), dimana kedunya yang mana supernatural bisa dipahami
oleh sakral yang berkaitan dengan hal- hal yang dipenuhi misteri, baik sesuatu hal
yang sangat mengagumkan maupun tidak.
Sebab bukan benda – benda itu sendiri yang merupakan dari yang sakral
namun justru banyak sekali sikap serta perasaan (manusia) yang memperkuat
kesakralan benda – benda itu, dengan demikian kesakralan terwujud karena sikap
mental yang didukung oleh perasaan kagum kemudian perasaan kagum itu sendiri
menjadi emosi sakral yang paling nyata. Demikian pula kebalikannya hal – hal yang
biasa tidak mengandung rahasia atau hal yang mengagumkan disebut menjadi pofan.21
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kesakralan adalah hal yang berkaitan
dengan misteri menakjubkan dan mengerikan hal itu diperkuat oleh sikap mental dan
perasaan, kemudian juga dipekuat dengan adanya beberapa kelompok agama tertentu
yang menahan untuk memakan dan menyembelih binatang tertentu, seperti halnya
Durkheim yang menemukan karakteristik mendasar dari setiap agama. Menurutnya
agama tidak terletak pada elemen yang “supernatural”, melainkan terletak pada
konsep “yang sacral” (sacred), yang mana keduanya supernatural.22
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep sakral kidung rumekso ing wengi ditinjau dari teori Mircea
Eliade ?
2. Bagaimana aktualisasi konsep sakral kidung rumekso ing wengi pada era sekarang
?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
21
Muhammad, Nurdinah. "Memahami konsep sakral dan profan dalam agama-agama." Substantia:
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 15.2 (2013): 266-278.
22
Nurdinah Muhammad, Memahami Konsep Sakral Dan Profan Dalam Agama-Agama dalam jurnal
substantia Vol. 15, no.2, Oktober 2013 (Banda Aceh : IAIN Ar-raniry).hal.269
9

1. Mendeskripsikan konsep sakral kidung rumekso ing wengi dalam pemikiran


Mircea Eliade
2. Mengetahui konsep sakral kidung rumekso ing wengi pada era sekarang
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua again, yaitu manfaat
secara akademik dan manfaat secara pragmatic, seperti berikut:
1. Manfaat penelitian ini secara akademik adalah penelitian ini merupakan upaya
untuk menyegarkan Kembali kajian-kajian kidung Jawa dalam ranah akademik.
Terutama kajian kidung dalam tradisi filsafat Jawa. Karena kajian tentang kidung
pada zaman ini selalu mengacu pada pandangan filsafat Jawa, maka diperluas
acuannya dengan menggunakan filsafat barat.
2. Manfaat penelitin ini secara pramatik adalah penelitian merupakan upaya untuk
memberikan panduan bagi masyarakat agar mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman dan memahami kidung sebagaimana halnya sebuah ciptaan
dan kultur yang ada.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merupakan kajian tentang yang sakral dalam kidung rumekso
ing wengi dengan pemikiran Mircea Eliade. Sejauh pandangan penulis belum ada
yang menggali konsep sakral dalam kidung rumekso ing wengi untuk ditinjau
aktualisasinya di era sekarang. Berikut beberapa study terdahulu yang relevan dengan
tema penelitian, dikumpulkan untuk menambah data sekaligus memfokuskan
penelitian.
Faiz Saroni dalam skripsinya (IAIN Ponorogo tahun 2020) yang berjudul
Pesan Dakwah Dalam serat Kidung Rumekso Ing Wengi Karya Sunan Kalijaga
Kajian Semiotika Ferdinan Desaussure. Sesuai dengan judulnya Faiz Saroni
menjelaskan tentang hasil penelitian berdasarkan kajian semiotika Ferdinand De
Saussure ini menunjukkan bahwa dengan langkah strategi kebudayaan berupa kidung.
Sunan Kalijaga memasukkan pesan dakwah ajaran Islam terkait diantaranya akidah,
ibadah, dan akhak dengan menggunakan istilah-istilah Islam dan ajaran lokal Jawa
yang secara tidak langsung memiliki kemiripan dengan spiritual Islam, yang telah
dikenal dan disukai oleh masyarakat pada zaman itu.23

23
Saroni, Faiz. Pesan Dakwah Dalam Serat Kidung Rumekso Ing Wengi Karya Sunan Kalijaga
(Kajian Semiiotika Ferdinand De Saussure). Diss. IAIN Ponorogo, 2020.
10

Iqbal Kholil Rahman dalam skripsinya (UIN Sunan Kalijaga 2019) yang
berkjudul Kidug Rumekso Ing Wengi Dalam Kajian Tasawuf. Dalam pembahasan
skripsinya Iqbal Kholil Rahman mencoba membawa pola pikir masyarakat Jawa
untuk memhami kehidupan dan filosofinya sehingga dalam memahami kidung ini bisa
mendapatkan pemahaman yang komprehnsif karena berdasarkan pada aspek dan
unsur-unsur nilai Jawa dan Islam.24
Atina Balqis Izza dalam skripsinya (IAIN Purwokerto 2017) yang berjudul
Akulturasi Islm dan Budaya Jawa Dalama Kidung Rumekso Ing Wengi Perspektif
Pendidikan Islam. Dalam skripsinya Atina Balqis Izza mendapatkan hasil penelitian
ini yang menunjukkan bahwa Sunan Kalijaga berusaha memasukkan ajaran Islam
terkait dengan akidah, ibadah, dan akhak dengan menggunakan istilah-istilah lokal
Jawa yang telah dipahami oleh masyarakat, ketiga hal itulah yang menjadi pokok
pemikiran islam saat ini.25
Hendrik Sukma Trismayanto dalam karyanya (Institut Pesantren KH.Abdul
Chalim 2022) yang berjudul Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sunan
Kalijaga (Studi Analisis Dalam Kidung Rumekso Ing Wengi didalam Buku Islam
Mencintai Nusantara Jalan Dakwah Sunan Kalijaga Karya B. Wiwoho). Upaya
Walisongo tersebut penting untuk dikaji dan hasil dari kajian tersebut dapat
diterapkan di Pendidikan Islam Indonesia. Indonesia dahulu adalah sebuah wilayah
yang disebut sebagai Nusantara dengan masyarakatnya yang hidup dalam suatu sistem
kerajaan dengan agama kuno bernama Kapitayan yang para penganutnya memuja
sembahan tertinggi mereka dengan sebutan Sang Hyang Taya. Berikutnya berdirilah
berbagai kerajaan Hindu-Buddha yang tentu saja memengaruhi keyakinan kuno dari
masyarakat Jawa tersebut menuju kepada ajaran Hindu-Buddha. Kemudian titik
perubahan tersebut diawali oleh Wali Songo Yang menginovasi hingga pembelajaran
Islam Tidak kaku dan mengikuti perkembangan jaman yang mana tidak terpaku
dalam teks dan tidak membosankan seperti yang dicontohkan oleh Kanjeng Sunan
Kalijaga yang pendakwahannya menggunakan wayang serta tembang Jawa yang
menganut ajaran islam.26
24
Rahman, Iqbal Kholil. Kidung Rumekso Ing Wengi Dalam Kajian Tasawuf. Diss. UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2019.
25
Izza, Atina Balqis. Akulturasi Islam dan Budaya Jawa dalam Kidung Rumeksa ing Wengi Perspektif
Pendidikan Islam. Diss. IAIN, 2017.
26
Hendrik, Sukma Trismayanto. MATERI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SUNAN
KALIJAGA (STUDI ANALISIS KIDUNG RUMEKSO ING WENGI DALAM BUKU ISLAM MENCINTAI
NUSANTARA: JALAN DAKWAH SUNAN KALIJAGA KARYA B. WIWOHO). Diss. Institut Pesantren KH.
Abdul Chalim, 2022.
11

Arif Muzayin Shofwan dalam karyanya (Universitas Nahdlatul Ulama Blitar


2021) yang berjudul Fadhilah Kidung Rumekso Ing Wengi dalam Tinjauan Hizib
Wali Tarekat Nusantara. Dalam studi ini ditemukan bahwa Kidung Rumeksa Ing
Wengi karya Sunan Kalijaga diyakini mengandung fadilah (keutamaan praktis) yang
sama dan selaras dengan hizib-hizib yang disusun para wali pendiri tarekat di
nusantara, seperti Hizib Nashar karya Syaikh Abul Hasan As-Syadzili, Hizib Nawawi
karya Syaikh Imam An-Nawawi, Hizib Ghazali karya Syaikh Imam Al-Ghazali, dan
beberapa hizib lainnya yang diyakini dapat memberi penjagaan dari berbagai
gangguan sihir, makhluk halus, kejahatan, dan pemenuhan berbagai macam hajat.27
Bayu Setianto Putra dalam skripsi Thesisnya (Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta 2016) yang berjudul Nilai – Nilai Ajaran Al-Qura’an Dalam
Serat Kidungan Karya Sunan Kalijaga (Analisi Terhadap Teks Kidung Rumekso Ing
Wengi). Dalam skripsinya Bayu Setianto Putra memaparkan bahwa Ada enam pokok
ajaran dalam Kidung Rumekso Ing Wengi yang senada dengan nilai-nilai ajaran dalam Al-Qur’an
yang berhasil dianalisis oleh penulis dalam tulisan ini, yaitu tentang keimanan kepada Allah SWT,
tentang hubungan yang baik terhadap Allah, terhadap sesama manusia, dan hubungan terhadap
alam, tentang kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, tentang keistimewaan
doa, tentang sebuah masalah dan solusinya, serta tentang segala balasan tergantung seperti apa
yang dikerjakan seseorang. Selain itu, pada tulisannya juga memaparkan tentang
pembacaan Bayu Setianto Putra mengenai praktek ritual keagamaan masyarakat Jawa
seperti beberapa upacaraupacara tingkeban atau mitoni ketika bayi berumur tujuh
tahun kandungan, slametan nyepasari ketika bayi baru lahir, upacara sunatan, upacara
pernikahan, upacara kematian yang terdiri dari slametan mitung dina (tujuh hari),
empat puluh hari (matang puluh), seratus hari (nyatus), satu tahun (mendhak sepisan),
dua tahun (mendhak pindo) dan tiga tahun (nyewu), slametan dan tahlilan dam
beberapa slametan lainnya yang dinilai memiliki kemiripan dan kesesuaian dari
maksud yang ingin disampaikan oleh Sunan Kalijaga lewat kidung rumekso ing
wengi tersebut. Hanya saja dalam penyajiannya, Sunan Kalijaga dalam kidung
rumekso ing wengi ini mencoba memadukan budaya peninggalan pra Islam dengan
syari’at Islam, sehingga menghasilan sebuah karya yang mudah dicerna dan diterima
oleh masyarakat sekitar.28

27
Shofwan, Arif Muzayin Arif Muzayin. "Fadilah Kidung Rumeksa Ing Wengi Dalam Tinjauan Hizib
Wali Tarekat Nusantara." Panangkaran: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat 5.2 (2021): 186-208.
28
Putra, Bayu Setianto. Nilai-Nilai Ajaran Al-Qur’an Dalam Serat Kidungan Karya Sunan Kalijaga
(Analisis Terhadap Teks Kidung Rumekso Ing Wengi). Diss. UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA, 2016.
12

Zakkyatun Nafsiyah dalam skripsinya (Institut Agama Islam Negeri Kediri


2017) yang berjudul Telaah Terhadap Korelasi Kidung Rumekso Ing Wengi Dengan
Surat Mu’awiddhatain. Dalam hasil penelitian skripsinya mengungkapkan bahwa
dilihat dari segi fungsinya korelasi Kidung Rumekso Ing Wengi dengan Surat
Mu‘awwidhatain adalah Kidung Rumekso Ing Wengi merupakan manifestasi dari
kata “qul” dalam surat Mu‘awwidhatain, yang di dalamnya mengandung nilai
ketauhidan bahwasanya Tuhan memerintah manusia hanya untuk memohon
perlindungan kepada-Nya, serta perlunya penempuhan tirakat dalam rangka menjaga
kesucian batin.29
Abdul Ma’ruf Saputra dalam skripsinya (Univrseitas Negeri Islam Walisongo
Semarang 2022) yang berjudul Implementasi nilai-nilai mahabbah dalam dalam
kidung Rumekso Ing Wengi menurut juru kunci makam sunan kalijaga. Berdasarkan
penjelasan singkat dalam penelitian tersebut diambil dari makna mahabbah dari
sebuah kidung yang dapat dimaknai beberapa sisi, dengan berbagai pandangan
masyarakat umum ataupun yang mengetahui makna tersirat dari kidung tersebut.
Dengan tujuan untuk mengetahui dari jawaban tersebut, Abdul Ma’ruf Saputra
melakukan penelitian dengan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi transendental atau fenomenologi psikologis yang bertujuan mencari
makna atau arti dari pengalaman yang ada dalam hidup secara mendalam (hilistik). 30
Shabrina Saraswati Kencono Ruki dan Zaini Ramdhan, S.Sn., M. Sn. Dalam
karya mereka (Universitas Telkom desain komunikasi visual 2018) yang berjudul
Penyutradaraan Film Fiksi Klenik Mengenai Adaptasi Kidung Rumekso Ing Wengi.
Sebuah tembang Jawa mulai popular dikalangan masyarakat Ketika tembang Lingsir
Wengi menjadi soundtrack film Kuntilanak akan tetapai masyarakat Seringkali
menyamakan Lingsir Wengi versi film Kuntilanak dengan kidung penolak bala karya
Sunan Kalijaga, padahal dari syair dan pakem macapatnya sangat berbeda.
Perancangan film fiksi tentang makna yang terkandung dalam Kidung Rumeksa ing
Wengi ini didasari dengan penelitian yang menggunakan metode kualitatif dan
pendekatan komunikasi lintas budaya, dimana penulis ingin mengungkapkan kepada
masyarakat bahwa Lingsir Wengi hanyalah bentuk kesenian baru yang diciptakan

29
Zakyyatun, Nafsiyah. Telaah terhadap Korelasi Kidung Rumekso Ing Wengi dengan Surat Mu
‘awwidhatain. Diss. IAIN Kediri, 2017.
30
SAPUTRA, ABDUL MA’RUF. "Implementasi nilai-nilai mahabbah dalam kidung Rumeksa Ing
Wengi Menurut juru kunci Makam Sunan Kalijaga”. 2022.
13

oleh sutradara Film Kuntilanak, sedangkan kidung penolak bala karya Sunan Kalijaga
adalah Rumeksa ing Wengi.31
Dwi Fitriani dalma skripsinya (Universitas Jmeber 2011) yang berjudul
Mantra Dalam Tradisi Ngelukat Masyarakat Using Banyuwangi. Dalam skripsinya
ditemukan hasil penelitiannya berupa mantra – mantra yang dibacakan seperti Kidung
Rumekso Ing Wengi yang dibacakan sekali seumur hidup dalam upacara ngelukat
dipercaya bahwa keluarga mereka akan selalu dilindungi oleh Allah SWT dan
terhindar dari gangguan makhluk halus.32
Dari beberapa skripsi yang mempunyai tema kidung rumekso ing wengi
sejauh ini penulis tidak menemukan penelitian kidung rumekso ing wengi yang focus
membahas tentang sakralnya kidung ini dalam era saat ini. Beberapa karya ini
meneliti tentang makna ataupun arti dari sebuah kidung rumekso ing Wengi, ada satu
skripsi yang ditulis Faiz Saroni dalam skripsinya (IAIN Ponorogo tahun 2020) yang
berjudul Pesan Dakwah Dalam serat Kidung Rumekso Ing Wengi Karya Sunan
Kalijaga Kajian Semiotika Ferdinan Desaussure. Maka dari pada iu setidaknya
penelitian ini atau tulisan ini bisa memberikan pembahasan yang lebih spesifik
tentang Analisa kesakralan kidung rumekso ing wengi karya usnan kalijaga melalui
Analisa sakral dan profan milik Mircea eliade.
F. Kerangka Teori
Dalam latar belakang disiutkan tentang Kidung Rumekso Ing Wengi karya
Sunan Kalijaga yang akan dianalisa dengan pemikiran Mircea eliade yang mana juga
kita temui di latar belakang tentang secred dan profan sakral dan profan. Yang mana
sebuah kidung akan di Analisa melalui pemikian barat milik Milea, untuk menjawab
penelitian diatas salah satunya adalah dengan memahami sakralitas milik Mircea
Eliade karena teori terseut memiliki pengetian sebagai study teks dan mengungkagkap
kesakralan kidung rumekso Ing wengi.
Dalam penelitian kesakralan kidung rumeksoing wengi ini dipelukan sebuah
teori untuk mengungkap kesakralan kidung rumekso ing wengi ini. Adapun sakral
dalam pemikiran Mircea Eliade dapat ditemukan dalam simbol dan mitos, dilihat dari
sudut pandang masyarakat yang memilikinya.33

31
Rukmi, Shabrina Saraswati Kencono, and Zaini Ramdhan. "Penyutradaraan Film Fiksi Klenik
Mengenai Adaptasi Kidung Rumeksa Ing Wengi." eProceedings of Art & Design 5.3 (2018).
32
Fitriani, Dwi. "Mantra dalam Tradisi “NGELUKAT” Masyarakat Using Banyuwangi." (2011).
33
Widyaputra, Bondika. "“Yang Sakral” dalam Pemikiran Mircea Eliade." Dekonstruksi 2.01 (2021):
81-90.
14

Bukunya, The Sacred and the Secular: The Nature of Religion (1959) ,
menguraikan unsur-unsur dasar pengalaman beragama, menarik perhatian pembaca
pada apa yang hilang dari pengalaman yang dirasakan dalam masyarakat modern
dan dalam kehidupan mereka sendiri. Yang sakral merupakan alam supranatural
yang tidak mudah dilupakan dan mempunyai makna yang besar. Mircea Eliade tidak
menjelaskan atau mendefinisikan pengalaman sakral dalam kerangka disiplin ilmu
lainnya. Misalnya saja yang sakral sebagai pengalaman psikologis (Campbell) atau
fenomena pengalaman sakral sebagai fenomena sosiologis (Burkette). Sebaliknya, ia
menganalisis yang ilahi sebagai yang ilahi, sementara Eliade menunjukkan bahwa
ruang dan waktu ilahi sebenarnya adalah ruang dan waktu yang nyata.34
Kerangka ideologi berupa teori dalam penelitian ini berperan untuk melihat
dan mendalami lebih dalam proses penelitian sebagai cara observasi dan
menafsirkan atau memahami realitas ketuhanan berdasarkan pikiran Mircea Eliade,
pemahaman kerangka teori ini sesuai dengan peran teori perspektif atau paradigma
yang digunakan untuk memahami suatu sudut pandang atau menjelaskan setiap
fenomena, baik itu benda, kata atau digunakan orang untuk membangun konsep.35
Disinilah pemikiran Mircea Eliade dari segi sakralitasnya beperan untuk
menelisik informasi dan menyelesaikan masalah pada rumusan ini. Kemudian
kesimpulan yang didapat akan menjadi pengambil keputusan untuk sebuah
informasi yang lebh luas mengenai kidung rumekso ing wengi karya Sunan
Kalijaga.

G. Metode Penelitian
1. Sumber Data
Penelitian ini adalah penelitian library research, dengan instrument pengumpulan
data dan informasi yang berasal dari buku-buku, jurnal, majalah dan sumber data
lainnya yang menunjang penelitian ini. Penelitian data tertulis ini terfokus pada
pemikiran Mircea Eliade tentang kesakralan kidung. Maka data yang dikumpulkan
kemudian dibagi menjadi data primer dan data sekunder.
a. Data Primer

34
Kusumawati, Aning Ayu. "Nyadran sebagai realitas yang sakral: perspektif Mircea
Eliade." THAQAFIYYAT: Jurnal Bahasa, Peradaban Dan Informasi Islam 14.1 (2016): 145-160.
35
Fermana, Iksan. Agama sebagai realitas yang sakral menurut pemikiran Mircea Eliade. Diss. UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, 2012.
15

Data yang berkaitan langsung dengan tema yang dibahas dalam penelitian ini data
tersebut berupa Kidung Rumekso Ing Wengi karya Sunan Kalijaga dan sacred
and profan karya Mircea Eliade.
b. Data Sekunder
Data yang mendukung penelitian ini baik berupa buku jurnal, majalah atau data
yang lain yang masih mempunyai keterkaitan dengan tema yang diteliti.
1) Aryanto, A. (2021). Bentuk, Fungsi, Dan Makna Kidung Rumekso Ing Wengi:
Kajian Hermeneutik. Kawruh: Journal of Language Education, Literature,
and Local Culture, 3, 42-48.
2) Nafsiyah, Z., & Ansori, I. H. (2017). KIDUNG RUMEKSO ING WENGI
DAN KORELASINYA DENGAN SURAT MU’AWWIDHATAIN: Kajian
Living Qur’an. Qof, 1(2), 143-157.
3) Chodjim, Achmad. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. Penerbit Serambi,
2003.
4) Sidiq, Achmad. "Kidung Rumeksa ing Wengi (Studi Tentang Naskah Klasik
Bemuansa Islam)." Analisa: Journal of Social Science and Religion 15.01
(2008): 127-138.
5) Pals, Daniel L. Dekonstruksi Kebenaran : kritik Tujuh Teori Kebenaran Teori
Agama. Yogyagarta : IRCiSod, 2001
Beberapa sumber data sekunder lainnya yang tidak disebutkan oleh peneliti
berupa buku, jurnal dan makalah yang berkaitan dengan sacral Mircea Eliade
dan Kidung Rumekso Ing Wengi.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data bermaksud untuk peulusuran literarurprimer dan literartur
sekunder yang memiliki keterkaitan serta relevansi pada objek penelitian. Pertama
peneliti mengumpulkan literatur yang bersangkutan denga sacral dan profan
Mircea Eliade, baik berupa data primer maupun sekunder dari buku, artikel,
jurnal, makalah dan sumber- sumber lainnya. Data-data yang telah didapatkan
kemudian dirangkum, dipilah dan dipilih pada hal-hal pokok yang di fokuskan
pada penelitian ini.
Setelah dilakukan merangkum data, peneliti akan melanjutkan dengan
klasifikasi data, yaitu pengelompokan data berdasarkan ciri khas masing-masing
sesuai objek formal peneliti, sehingga dalam proses data Ketika terdapat data yag
kurang relevan dapat disampingkn agar tujuan penelitian dapat terfokus. Setelah
16

dilakukan klasifikasi data maka dilanjutkan dengan kategorisasi data atau


penyusunan hasil klasifikasi data dalam suatu sisitem sesuai peta permasalahan
penelitian, sehingga dapat tersusun secara sistematis sesuai peta masalah
penelitian dan isstematis untuk mendapatkan hubungan antara satu unsur dengan
unsur lainnya.36
3. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian diperlukan guna mengolah data-data yang telah
dikumpulkan. Adapun Teknik-teknik pengolahan data berupa metode-metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Metode Analisis Isi
Metode analisis isi digunakan untuk mengulas isi dari sebuah dokumen, baik
berupa buku, jurnal dan artikel.37 Dalam Peneltian ini data yang menjadi
sumber primer adalah buku Sacred and Profan karya Mircea Eliade. Melalui
metode ini peneliti akna menganalisa sumber data primer guna mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang pemikiran sacral dan profan Mircea
Eliade melalui tema-tema dalam buku yang sudah dipilah.
b. Metode Kesinambungan Historis
Metode kesinambungan histori digunakan untuk melihat benang merah
pemikiran tokoh, baik berhubungan dengan lingkungan historisnya maupun
orang-orang yang mempengaruhinya selama dalam perjalanan hidupnya. Serta
menerjemahkan konteks pemikiran tokoh zaman dahulu dengan diterjemahkan
kedalam terminology dan pemahaman yang actual dan kekinian.38
c. Metode Verstehen
Metode Verstehen diterapkan untuk mengetahui objek penelitian melalui
insight, einfuehlung (emosi) serta empati39 dalam menangkap dan
memahamipemikiran Mircea Eliade.
d. Metode Interpretasi
Penggunaan metode interpretasi ini karena sebelumnya telah diterapkan
metode Verstehen. Metode interpretasi sebagai metode menerangkan sacral

36
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Agama dan Humaniora.
(Yogyakarta: paradigma, 2012), h.176-177
37
Siti Nurlaili, Waryunah dkk, Buku Panduan Skripsi, (Sukoharjo: FUD Press,2016), h.30.
38
Ibid,h.28-29
39
Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta : paradigma,
2010),h.166.
17

dan profan serta menampilkan Kembali dalam bentuk Bahasa yang susunanan
dan strukturnya kemungkinan memiliki perbedaan.40
H. SISTEMATIK PEMBAHASAN
Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah,
rumusan masalah yang nantinya akan dibahas dalam skripsi, tujuan penelitian dan
sisitematika penelitian, bab ini merupakan pengantar untuk mempermudah
pembahasan penelitian yang akan dikaji.
Bab kedua penelitia menjelaskan tentang biografi Mircea Eliade, Berupa :
Riwayat hidu, pengaruh guru dan murid Mircea Eliade, kondisi sosial-politik pada
masa Mircea Eliade.
Bab ketiga mendeskripsikan pengertian Kidung rumekso ing wengi, asal –
usul terciptanya, tahapan-tahapan menjadikannya sebuah kidung yang sakral, serta
kemiringan arti, pemahaman, kegunaan, serta kepercayaan yang ada didalam kidung
Rumekso Ing Wengi milik Kanjeng Sunan Kalijaga.
Bab keempat merupakan pembahasan kesakralan kiidung dan keadaan sosial
pada masa sekarang untuk menjadi acuan menentukan aktualisasi konsep sakral
kidung Rumekso Ing Wengi pada era saat ini.
Bab kelima sekaligus bab terakhir atau penutup yang berisi kesimpulan dan
saran terhadap permasalahan yang telah dibicarakan.

40
Ibid, h.171
18

DAFTAR PUSTAKA

Aryanto, Aris. "Bentuk, Fungsi, Dan Makna Kidung Rumekso Ing Wengi: Kajian
Hermeneutik." Kawruh: Journal of Language Education, Literature, and
Local Culture 3 (2021)
Asti Musman, WALISONGO, ANAK HEBAT INDONESIA : YOGYAKARTA, 2022
Bunyamin, Antonius Subianto. "Sakral dan profan dalam kaitan dengan ritus dan
tubuh: Suatu telaah filsafati melalui agama dan konsep diri." Melintas 28.1
(2012): 23-38
E, Mircea. “The Sacred and The Profan : The Nature Of Religion” . harcourt, inc.
1987

Fermana, Iksan. Agama sebagai realitas yang sakral menurut pemikiran Mircea
Eliade. Diss. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2012.
Fitriani, Dwi. "Mantra dalam Tradisi “NGELUKAT” Masyarakat Using
Banyuwangi." (2011).
Gesta bayuadhy, “Tradisi – Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa : melestarikan
berbagai tradisi Jawa penuh makna”, Dipta : Bangun Tapan Yogyakarta,
2015

Hendrik, Sukma Trismayanto. MATERI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM SUNAN KALIJAGA (STUDI ANALISIS KIDUNG RUMEKSO ING
WENGI DALAM BUKU ISLAM MENCINTAI NUSANTARA: JALAN
DAKWAH SUNAN KALIJAGA KARYA B. WIWOHO). Diss. Institut Pesantren
KH. Abdul Chalim, 2022.
Izza, Atina Balqis. Akulturasi Islam dan Budaya Jawa dalam Kidung Rumeksa ing
Wengi Perspektif Pendidikan Islam. Diss. IAIN, 2017.
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Agama dan
Humaniora. (Yogyakarta: paradigma, 2012), h.176-177
19

Kusumawati, Aning Ayu. "Nyadran sebagai realitas yang sakral: perspektif Mircea
Eliade." THAQAFIYYAT: Jurnal Bahasa, Peradaban Dan Informasi
Islam 14.1 (2016): 145-160.
Muhammad, Nurdinah. "Memahami konsep sakral dan profan dalam agama-
agama." Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 15.2 (2013): 266-278.
Nurdinah Muhammad, Memahami Konsep Sakral Dan Profan Dalam Agama-Agama
dalam jurnal substantia Vol. 15, no.2, Oktober 2013 (Banda Aceh : IAIN Ar-
raniry).hal.269
Nurul. "REKONSTRUKSI HISTORIOGRAFI ISLAMISASI DAN PENGGALIAN
NILAI-NILAI AJARAN SUNAN KALIJAGA." Analisis Jurnal Studi
Keislaman 16.1 (2016): 67-102.
Pals, Daniel L. Dekonstruksi Kebenaran : kritik Tujuh Teori Kebenaran Teori Agama.
Yogyagarta : IRCiSod, 2001

Putra, Bayu Setianto. Nilai-Nilai Ajaran Al-Qur’an Dalam Serat Kidungan Karya
Sunan Kalijaga (Analisis Terhadap Teks Kidung Rumekso Ing Wengi). Diss.
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA, 2016.
Rahman, Iqbal Kholil. Kidung Rumekso Ing Wengi Dalam Kajian Tasawuf. Diss. UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2019.

Rukmi, Shabrina Saraswati Kencono, and Zaini Ramdhan. "Penyutradaraan Film


Fiksi Klenik Mengenai Adaptasi Kidung Rumeksa Ing Wengi." eProceedings
of Art & Design 5.3 (2018).
SAPUTRA, ABDUL MA’RUF. "Implementasi nilai-nilai mahabbah dalam kidung
Rumeksa Ing Wengi Menurut juru kunci Makam Sunan Kalijaga”. 2022.
Saroni, Faiz. Pesan Dakwah Dalam Serat Kidung Rumekso Ing Wengi Karya Sunan
Kalijaga (Kajian Semiiotika Ferdinand De Saussure). Diss. IAIN Ponorogo,
2020.
Shofwan, Arif Muzayin Arif Muzayin. "Fadilah Kidung Rumeksa Ing Wengi Dalam
Tinjauan Hizib Wali Tarekat Nusantara." Panangkaran: Jurnal Penelitian
Agama dan Masyarakat 5.2 (2021): 186-208.
Siti Nurlaili, Waryunah dkk, Buku Panduan Skripsi, (Sukoharjo: FUD Press,2016),
h.30.
Suwardi E, “FALSAFAH HIDUP JAWA : menggali Mutiara kebijakan dari intisari
filsafat kejawen, cakrawala : Yogyakarta, 2016
20

Syafrizal, Achmad. "Sejarah islam nusantara." Islamuna: Jurnal Studi Islam 2.2
(2015): 235-253.
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Atas, ISLAM DAN SEKULARISME, ABIM : Kuala
Lumpur, 1978

Widyaputra, Bondika. "“Yang Sakral” dalam Pemikiran Mircea


Eliade." Dekonstruksi 2.01 (2021): 81-90.
Zakyyatun, Nafsiyah. Telaah terhadap Korelasi Kidung Rumekso Ing Wengi dengan
Surat Mu ‘awwidhatain. Diss. IAIN Kediri, 2017.

Anda mungkin juga menyukai