Anda di halaman 1dari 6

CORAK ISLAM DI PULAU JAWA

Rafie Akma Izdihar 33030210044

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA

2023

ABSTRAK
Islam masuk ke indonesia pada abad ke 7 M yang dibaawa oleh pedagang dari arab,
hindia, persia, cina. Salah satu hasil dari proses islam masuk ke indonesia adalah islam di
daerah jawa, yang menghasilkan ciri khas yang merupakan akulturasi antara islam dan
budaya jawa yang banyak dihasilkan oleh wali songo. Salah satunya kejawen. Islam Kejawen
bukanlah sebuah aliran dalam Islam, melainkan semata-mata hasil adaptasi Islam dengan
budaya masyarakat Jawa. Hal ini dimungkinkan karena nilai-nilai Islam itu sendiri bersifat
universal dan adaptif dengan sosio-kultural yang berbeda. Pola keagamaan sufi dalam Islam
Jawa merupakan persilangan antara Islam dan budaya Jawa, yang landasan epistemologis dan
epistemologisnya diletakkan oleh para da'i yang melakukan Islamisasi awal di Jawa. Dan di
suku sunda islam banyak terpengaruh dari kerajaan demak.

BAB I
A. Pendahuluan
Islam diturunkan sebagai petunjuk dan rahmat bagi umat manusia dan semsta alam.
Fungsi tersebut menjadi sebuah misi penyebarluasan Islam sehingga umat Islam memiliki
kewajiban menyebarluaskan misi di masyaraikat untuk mencapai kebaikan universal, dan
terciptanya tatanan hidup masyarakat yang berbudaya dan berperadaban. Artinya bagaimana
nilai-nilai luhur agama itu termanifestasi dalam realitas kehidupan.1
Selama sejarah Islam, agama menyebar dari satu daerah ke daerah lain karena
perbedaan budaya masyarakat yang berbeda dengan tantangan yang berbeda pula. Tantangan
tidak harus diselesaikan secara konfrontatif, tetapi mereka bisa menempuh jalan yang
merusak kemampuan beradaptasi. Di Jawa, tantangan muncul dari tradisi mistik Jawa dan
budaya Hindu Jawa. Namun, kecerdasan dan kepekaan budaya para wali memungkinkan
Islam Jawa untuk masuk ke dalam budaya asli Jawa dan Hindu Jawa dan menampilkan wajah
yang tidak konfrontatif dan sopan. Islam dibudidayakan dengan metode adaptasi budaya agar
lebih dapat diterima secara sosiologis oleh masyarakat Jawa. Dengan merujuk pada fakta
sejarah tersebut, khutbah Wali tentang lokalisasi Islam bisa dikatakan berhasil. Karena Islam
berkembang pesat di Jawa secara alami dan melalui proses kompromi budaya. Demikian pula
dalam mengajarkan ajaran Islam, para da'i awal menggunakan logika dan tradisi yang
1
Syamsul Bakri. KEBUDAYAAN ISLAM BERCORAK JAWA (Adaptasi Islam dalam Kebudayaan Jawa). DINIKA
Academic Journal of Islamic Studies · January 2021

1
berkembang di Jawa agar Islam lebih mudah diterima. Hal ini juga didukung oleh budaya
Jawa yang inklusif dan menerima berbagai tradisi dari luar. Pertarungan antara Islam dan
budaya Jawa adalah perjuangan bersama.
Karakter masyarakat Jawa yang adaptif dan berkompromi terhadap berbagai bentuk
budaya juga diperankan dalam merespon kedatangan Islam di masyarakat Jawa. Apalagi para
da'i awal di pulau Jawa memiliki sikap yang tidak konfrontatif, sehingga akulturasi Islam
dalam budaya Jawa semakin mendapat tempat yang lebih luas. Hasil dari proses adaptasi ini
kemudian melahirkan sikap-sikap yang bersifat mutualistik, bahkan sinkretis. Hubungan
mutualistik antara Islam dan budaya Jawa ini terus berlanjut hingga saat ini. Meski akhir-
akhir ini muncul gerakan neo-puritan yang ingin memurnikan Islam di berbagai jantung
budaya Jawa, namun pembentukan budaya Islam Jawa yang terbentuk tetap eksis. Bahkan,
tradisi Islam Jawa menjadi ciri khas yang semakin berkembang. Hal ini terlihat pada upacara
slametan Jawa yang telah disusupi unsur Islam seperti upacara kehamilan (mitoni), kematian,
khitanan, slametan nasi dan berbagai ritual khas Jawa lainnya.
Islam Jawa secara sosio-kultural adalah merupakan sub kultur dan bagian dari budaya
di tanah Jawa. Istilah tanah Jawa dipakai untuk tidak menyebut pulau Jawa karena di pulau
Jawa terdapat budaya-budaya yang bukan termasuk dalam sub budaya Jawa, seperti budaya
Sunda dengan bahasa Sunda (Jawa Barat), budaya Betawi dengan bahasa Melayu Betawi
(Jakarta) dan budaya Madura dengan bahasa Madura (Jawa Timur bagian utara dan timur). 2
Orang Jawa yang disebutkan di sini adalah penutur asli bahasa Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Masyarakat Jawa (Wong Jowo) adalah masyarakat yang memproduksi dan memelihara
kebudayaan Jawa. Budaya Jawa sendiri secara luas mencakup subkultur yang ada di Pulau
Jawa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana corak islam di jawa ?

C. Tujuan
2. Mengetahui corak islam di jawa

CORAK ISLAM DI JAWA


Proses islamisasi antara tradisi dan kebudayaan kepitayan dan hindu-budha dengan
islam itu berjalan cukup jauh hingga kelak menjadi model keislaman tersendiri yang khas
jawa secara khusus dan nusantara secara umum. Islam model walisongo disebut sebagai
islam tradisi karena mengasimilasikan islam dengan tradisi setempat. Jejak-jejaknya masih
dapat di telusuri sekarang melalui kajian mengenai praktik-praktik sosio-kultur-religius umat
islam indonesia, seperti adat kebiasaan masyarakat, seni dan budaya, sastra, falsafah hidup,
pemerintahan, struktur sosial, dan aspek-aspek penyerapan bahasa arab kedalam bahasa
setempat. Dengan demikian, walisongo bukan hanya menjadikan tanah jawa menjadi wilayah
islam, melainkan lebih dari pada itu, menjadikan bagian dari peradaban dunia3
2
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa : Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2001) hlm.11
3
Husnul hakim. Sejarah lengkap islam jawa. Yogyakarta: laksana,2022. Hlm 26

2
A. Struktur Sosial
Para wali songo dan kesultanan Demak Bintara tidak merubah struktur sosial
hindu-budha menjadi struktur sosial islam. Mereka tetap mempertahankan bentuk dari
struktur itu, yang mereka rubah hanya pemaknaan dan nilainya. Struktur sosial
majapahit menstratifikasi masyarakat dalam kasta-kasta. Struktur sosial itu di ubah
pada masa demak bintara menjadi 3 kasta, yaitu kasta ulama, kasta satria, kasta
rakyat.
Para wali songo dianggap sebagai “paku” jawa yang melindungi kesultanan
islam. Orang-orang yang taat dan memuliakan para ulama sakti penyebar islam itu
diyakini akan mendapat berkah, sedangkan orang-orang yang merendahkannya dan
menentang mereka diyakini akan mendapatkan laknat dan kutukan.
Sementara itu kalangan satria pada masa demak bintara dan setelahnya
biasanya merupakan kerabat dan santri sunan anggota wali songo.
Dan kasta masyarakat itu golongan masyarakat pada umumnya seperti petani,
nelayan, pedagang, buruh, dll.

B. Legalitas Kesultanan
Dalam tradisi kerajaan-kerajaan pra-islam, ada syarat-syarat tertentu bagi
sebuah kerajaan agar dapat legimitasi dari seluruh masyarakatnya. Jikalau ada yang
kurang dari syaratnya, maka suatu kerajaan tidak akan mendapatkan legitimasi dari
rakyatnya.
Salahsatu contoh kerajaan yang mendapatkan legitimasi yaitu kerajaan demak
bintara. Dengan terpenuhnya syarat-syarat itu, kesultanan demak bintatara mampu
meredam peperangan antara kadipaten dan kerajaan lama bawahan majapahit yang
beralangsung sejak runtuhnya majapahit. Kadipaten dan kerajaan itu saling
mengklaim sebagai penerus kekuasaaan majapahit. Perang sipil pun pecah
berkepanjangan yang bermuara pada terciptanya suasana kekacauan di tengah-tengah
masyarakat. Dengan kekuatan politik dari kesultanan demak bintara, mereka memiliki
peran besar dalam meredam perang sipil tersebut, dan berhasil menyatukan kekuatan
seluruh kadipaten dan kerajaan di jawa dalam satu kepemimpinan islam. Hal ini
tentunya tidak lepas dari sejaah panjang dakwah wali songo.

C. Nuansa Tasawuf
Pada saat ini, budaya Islam Jawa yang dikenal dengan mistisisme Islam Jawa
yang erat kaitannya dengan tasawuf mulai berkembang pesat. Tulisan Jawa Kuno
dalam bahasa Kawi dan Sansekerta (Serat), tulisan Arab Melayu (Arab Melayu), dan
tulisan Sufi Arab Pertengahan yang ditulis dalam bahasa Jawa dan diperlukan untuk
semangat Jawa. Adaptasi ditambahkan. tanpa kehilangan esensinya. Perpaduan
berbagai pusat budaya tersebut telah melahirkan karya-karya kreatif baru yang
memperkaya khazanah dan semakin mengembangkan budaya Islam Kejawen.
Awalnya animisme dan Hindu, kebudayaan Jawa mulai tercoreng sejak zaman
para wali. Terlepas dari variasi gaya dan isi, esensi mistisisme dan etika Jawa tetap
ada selama periode Wari, dan Wari bahkan tidak bertentangan dengan budaya lokal
yang ada. Sikap adaptif dan kompromi para pengurus dan da'i Kesultanan Demak
merupakan pelopor sekaligus ciri khas Islam Jawa. Landasan paradigma dakwah
budaya ini pada masa Kerajaan Demak diambil alih oleh Kerajaan Pajan, Kerajaan

3
Mataram, dan puncak eksistensi budayanya muncul pada masa kekuasaan politik di
Surakarta dan Yogyakarta. Ciri utama yang berkembang dalam mistisisme Islam Jawa
adalah Tashawf Aklaqiyah dan praktik mistik..
Unsur tasawuf falsafi dapat diketemukan dalam serat wirid hidayat Jati
terutama yang menyangkut “Martabat Tujuh” dalam proses emanasi (ta’ayun).
Sedangkan laku-laku mistik dan jenjang perjalanan spiritualitas ini adalah sekedar
contoh kecil dari adanya hibryd of culture (pencangkokan budaya) dari berbagai
tradisi yang kemudian memunculkan karyaaaa-karya intelektual dan sastra yang
menakjubkan dalam khazanah pemikiran mistisisme Islam Jawa.4
Para wali juga bisa menghasilkan karya kreatif dan estetik seperti lagu Ilir-Ilir
(karya Sunan Kalijaga) sebagai lagu khusus dakwah dan hiburan. Kata-kata Pandita
Ratu yang saat ini banyak mempengaruhi cerita legenda nasional merupakan ajaran
kehidupan sosial politik Sunan Bonan. Masih banyak simbol-simbol lain yang
diciptakan oleh kaum Wari untuk menyebarkan Islam, membuat adat, tradisi dan
budaya Jawa tak perlu lagi dihadapi.
Sebagaimana mistisme Islam pada umumnya, Islam Kejawen yang bercorak
etis-mistis ini menjadikan metode intuisionisme yaitu mencapai kebenaran dan
melihat realitas dengan intuisi.5 Dalam Islam Kejawen, praktik spiritual dan etika
sosial diperoleh melalui kontemplasi dan uzlah (pertapaan) agar cahaya ilahi dapat
menerangi hati sehingga dapat melihat dan menemukan dengan jelas esensi kehidupan
dan masalah yang mengelilinginya. Juga dengan intuisi seseorang akan dapat
mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dengan mempelajari ilmu metafisika
tentang sangkan paraning wujud (asal dan tujuan penciptaan) untuk mencapai kawruh
sejati (ilmu sejati). Mistisisme Islam Kejawen merupakan budaya mistik yang mampu
melahirkan konsepsi dan ajaran tentang ontologi dan metafisika umum baik yang
berkaitan dengan persoalan ketuhanan (teologi), kemanusiaan (antropologi metafisik)
maupun alam (kosmologi). Demikian pula penciptaan metode tarekat (jalan mistik)
diperoleh dari intuisi yang tentunya tidak lepas dari ruh al-Qur'an dan nada-nada
Nubuwwah.
Budaya mistis Islam Kejawen, meskipun ditantang oleh modernitas dan
globalisasi, memiliki sikap keras yang dibuktikan dengan keberadaannya hingga saat
ini. Ritual Jawa meminjam istilah Clifford Greetz slametan yang telah dipadukan
dengan unsur Islam masih ada hingga kini dalam berbagai bentuk seperti upacara
kelahiran anak yang diisi dengan bacaan al-Barzanji, upacara mitoni dengan
pembacaan surat pitu (tujuh huruf). dari Al-Qur'an), istighotsah, mujahadah, ratib,
manaqiban dan sebagainya merupakan indikasi bahwa pribumisasi Islam dalam
konteks budaya lokal masih ada. Hal ini tidak hanya terjadi di masyarakat Kraton dan
pedesaan tetapi juga di masyarakat perkotaan.
CORAK ISLAM DI SUNDA

4
Syamsul Bakri. KEBUDAYAAN ISLAM BERCORAK JAWA (Adaptasi Islam dalam Kebudayaan Jawa)
5
Pandangan kosmologi Jawa ini sebenarnya merupakan pandangan filsafat manusia yang diakui oleh seluruh
aliran pemikiran, kecuali pemikiran materialistic-atomistik. Dalam kosmologi ini dipahami bahwa manusia
bukan sekedar entitas fisik ruhani (empiris) tetapi merupakan mono-dualisme fisik-spirit, Unsur spirit
(metafisik) manusia adalah hakikatnya (substansi) sedangkan fisik manusia adalah aksiden. Maka pengetahuan
tentang metafisika menjadi pengetahuan dasar bagi manusia. Baca Regis Jolivet, Man and Metaphysics, (New
York: Hawthom, 1961), hlm.12.

4
Masyarakat Sunda yang dikenal dengan masyarakat Baduy merupakan masyarakat
yang mempertahankan sistem religi yang khas dalam ajaran Sunda Wiwitan. Ajaran ini
bersifat monoteistik, yaitu kepercayaan akan kekuatan yang disebut Sanghyang Keresa (Yang
Maha Kuasa). Atau sering disebut dengan Batara Tunggal (Yang Maha Kuasa), Batara Jagat
(Penguasa Alam) dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib). Sanghyang Keresa ini diyakini
beresemayang di Buana Nyungcung (Kota Puncak). Prinsip-prinsip keyakinan Sanghyang
Keresa dituangkan dalam suatu sistem ajaran yang disebut Pikukuh, dengan tujuan utama
memajukan kehidupan manusia di dunia. Adapun pengamalan ajaran Sunda Wiwitan
diwujudkan dalam berbagai ritual antara lain pengucapan mantra-mantra yang berisi
permohonan izin dan keselamatan Karhun, penghindaran sakit dan perlindungan demi
kesejahteraan hidup di dunia. meningkatkan. Kawasan tersebut merupakan bagian dari
sinkretisme komunitas Muslim Sunda.
Orang Sunda umumnya beragama Islam, meskipun agama mereka tidak sepenuhnya
lepas dari adat dan budaya kuno. Sebagian besar kehidupan keagamaan dan sosial budaya
yang tercermin dalam pembangunan dewasa ini dapat dikatakan sebagai hasil dari proses
akulturasi antara budaya asli dan asing. Menurut sejarah, pengaruh budaya asing pada
mulanya berasal dari ajaran agama Hindu dan Budha yang berkembang pada masa
pemerintahannya di Kerajaan Pajajaran dari abad ke-5 hingga abad ke-16. Kemudian
datanglah pengaruh Islam di Sunda, yang pengaruh budayanya mulai dilembagakan pada
akhir abad ke-16. Menurut sumber-sumber tradisional, penyebaran pengaruh Islam di wilayah
ini bertepatan dengan penyebaran kerajaan Islam Demak, Cirebon, dan Mataram. Penyebaran
Islam lebih jauh dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat melalui kegiatan dakwah
Sunan Gunung Jati pada tahun 1568 M, terutama setelah mewariskan kedudukan Susuhunan
Cirebon kepada putranya Pangeran Pasarian pada tahun 1528. orang Pasundan. Selain Sunan
Gunung Jati, sejarah sejarah masyarakat Sunda menyebutkan peran ulama sufi dalam
menyebarkan Islam di wilayah tersebut. Sebagai seorang yang tersebar di daerah Puliangan,
Syekh Abdul Muhi tahun 1689 M.

PENUTUPAN
A. Kesimpulan
B. Pulau Jawa memiliki sejarah yang panjang dan kaya tentang perkembangan agama Islam,
dimulai dari abad ke-9 dengan kedatangan pedagang Arab di pelabuhan-pelabuhan pantai
utara Jawa.
C. Corak Islam di Pulau Jawa memiliki karakteristik khusus yang terbentuk dari pengaruh
budaya lokal dan juga pengaruh dari kelompok-kelompok Muslim lainnya di luar Jawa,
seperti India, Arab, dan Persia.
D. Salah satu ciri khas corak Islam di Pulau Jawa adalah adanya praktik-praktik
keagamaan yang terkait dengan kepercayaan lokal, seperti adanya
penghormatan terhadap leluhur, khodam, dan arwah.
E. Corak Islam di Pulau Jawa juga ditandai dengan adanya berbagai macam tarekat atau
aliran keagamaan yang memiliki pengaruh kuat di kalangan masyarakat Jawa.
F. Meskipun demikian, corak Islam di Pulau Jawa juga menunjukkan adaptasi dan
fleksibilitas terhadap perubahan zaman, seperti munculnya gerakan Islam modernis dan
juga perkembangan media sosial yang memungkinkan penyebaran dakwah Islam yang
lebih luas dan cepat.

5
Kesimpulannya, corak Islam di Pulau Jawa sangatlah kompleks dan unik, dan terus berubah
seiring dengan perubahan zaman. Studi lebih lanjut tentang corak Islam di Pulau Jawa dapat
memberikan wawasan yang lebih dalam tentang perkembangan Islam di Indonesia dan juga
di wilayah Asia Tenggara secara umum.

Corak islam di jawa di akulturasikan antara islam dan budaya jawa yang banyak
dihasilkan oleh wali songo, Salah satunya kejawen. Dan corak islam di sunda lebih
banyak terpengaruh oleh kerajaan demak.

REFERANSI
syamsul Bakri. KEBUDAYAAN ISLAM BERCORAK JAWA (Adaptasi Islam dalam
Kebudayaan Jawa). DINIKA Academic Journal of Islamic Studies · January 2021
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa : Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup
Jawa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001) hlm.11
Husnul hakim. Sejarah lengkap islam jawa. Yogyakarta: laksana,2022. Hlm 26
Syamsul Bakri. KEBUDAYAAN ISLAM BERCORAK JAWA (Adaptasi Islam dalam
Kebudayaan Jawa)
Pandangan kosmologi Jawa ini sebenarnya merupakan pandangan filsafat manusia yang
diakui oleh seluruh aliran pemikiran, kecuali pemikiran materialistic-atomistik. Dalam
kosmologi ini dipahami bahwa manusia bukan sekedar entitas fisik ruhani (empiris)
tetapi merupakan mono-dualisme fisik-spirit, Unsur spirit (metafisik) manusia adalah
hakikatnya (substansi) sedangkan fisik manusia adalah aksiden. Maka pengetahuan
tentang metafisika menjadi pengetahuan dasar bagi manusia. Baca Regis Jolivet, Man
and Metaphysics, (New York: Hawthom, 1961), hlm.12.

Anda mungkin juga menyukai