Anda di halaman 1dari 14

“Alam Dunia dan Pandangan Asli Indonesia”

Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah :

Filsafat Akidah dan Agama Jawa

Dosen Pengampu :

Dr. H. Teguh, M.Ag

Disusun oleh :

Ahmad Izzul Haq (12507204002)

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

April

2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksplorasi keberadaan tentang pandangan asli Indonesia membutuhkan
upaya besar untuk sekedar menampilkan data babonnya. Narasi besar
kejawaan tepatnya, begitu banyak data yang bertebaran dijagat intelektual.
Perlu langkah teliti guna memungut topik kejawaan agar sesuai ketepatan
penempatannya untuk bisa dikaji kembali.
Sebelum berbicara terkait poin utamanya, ketertarikan pembahasan
yakni diawali dari asal usul melayu kuno sebagai lokasi jajahan eropa. Mulai
dari Sumatra, Sulawesi, Jambi, Riau, Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan.
Tentu dari sebaran pulau tersebut melayu kuno membawa keragaman ras yang
masih saja berpotensi saling siku. Ras yang dimaksudkan memiliki sisi
perbedaan yaitu Negerid, Mongoloid, Kaukasid, Khoisanid, dan
Australomelanesid. Namun, kategori ras Indonesia masuk pada Mongoloid –
Australomelanesid. 1
Rembetan sebaran pulau wilayah melayu salah satunya adalah Jawa.
Terdapat ungkapan populer “Wong Jowo nggoning rasa, padha gulenge ing
kalbu, ing sasmita amrih lantip, kumawa nahan hawa nafsu kinemot manoting
driya” yang berarti orang jawa itu tempatnya pada perasaan, mereka selalu
berinteraksi dengan hati agar mampu menjangkau makna tersembunyi dengan
jalan menahan nafsu agar akal dapat memahami semuanya.
Oleh karena itu, budaya Jawa sangat ramah untuk selalu menerapkan
pesan moral dari syair, simbol yang direfleksikan. Seperti halnya wuwungan
rumah sebagai wujud penerapan pandangan hidupnya yang berangkat dari
makrokosmos dan mikrokosmos kejawaan disana.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan asli orang Jawa tentang kehidupan ?
2. Bagaimana penerapan simbol makrokosmos dan mikrokosmos orang
Jawa ?

1
Yunani Hasan. Menelusuri Asal Usul Bangsa Melayu. 2014. (Sriwijaya : Jurnal Criksetra)

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Orang Indonesia
Masyarakat Jawa adalah model manusia yang berprinsip, karena diikat oleh
norma hidup, tradisi, serta naungan agamanya. Hal yang menonjol dari mereka, yakni
senantiasa menerapkan sifat religiusitas, toleran, serta optimis dengan dibarengi
penerapan model kesakralan ditengah kehidupannya. Saat berbicara Jawa, ada 3 sisi
yang dapat kita potret:1) Fisik Pulau Jawa, 2) Sisi Bahasa, 3) Sisi Suku. Ketiga sub
kejawaan tersebut, yang perlu diingat bahwa sisi kesejarahan pulau Jawa dulu
dipahami bahwa Jawa bersatu dengan Sumatra.

Bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Sejumlah 505


2
(limaratus lima) suku bangsa di Indonesia. Tidak ada nama-nama suku bangsa
Indonesia sebagai nama bangsa di dunia. Artinya mereka adalah orang-orang pertama
atau asli yang mendiami pulau-pulau di Nusantara.

Sejarah mencatat, deklarasi pengakuan dirinya sebagai bangsa Indonesia dapat


kita dengar dalam sumpahnya pada Konres Pemuda 28 Oktober 1928. Mengaku
bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Nilai-nilai dan semangat kebangsaan dalam Sumpah Pemuda tersebut


menggelora dan mengalir terus menuju Kemerdekaan Indonesia. Karena itulah, teks
Proklamasi berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan
Indonesia. …. dst”. Sejarah inilah yang memberikan jawaban bahwa orang-orang
bangsa Indonesia asli itu ada.

Siapakah orang-orang Indonesia asli itu, tak lain dan tak bukan adalah
penduduk asli Indonesia atau suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia, yang
oleh penjajah Belanda disebut ‘inlander’. 3Apakah suku bangsa tersebut datang dari
Yunan atau Asia Muka atau dari mana saja, selama mereka tidak menyandang salah

2
M. Junus Malalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
1995
3
Inlander adalah kata yang sama maknanya dengan pribumi. Dulunya dijadikan bahan ejekan kolonial belanda
terhadap orang Indonesia.

3
satu nama bangsa, mereka itulah Suku bangsa Indonesia, yakni orang-orang pertama
yang menempati nusantara yang masih kosong di kala itu.

Sederhananya, kaum pribumi atau orang asli Indonesia dalam pandangan


masyarakat adalah suku seperti Jawa, Batak, Minangkabau, Bali, Dayak, Papua dan
masih banyak suku lainnya. Sebagai masyarakat pribumi atau bumi putra, sama
halnya mengingat Bung Hatta dalam orasinya “Bumi putra atau pribumi adalah
konsep perjuangan yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa dan negara
indonesia”. Beruntungnya, pada era Gus Dur, istilah pribumi diberangus dari
peredaran karena menurutnya, kata tersebut sebagai bentuk deskriminasi .

B. Kisah Suku Jawa


Kisah suku Jawa diawali dengan kedatangan seorang satriya pinandita yang
bernama Aji Saka, sampai kemudian satriya itu menulis sebuah sajak yang kemudian
sajak tersebut diakui menjadi huruf jawa dan digunakan sebagai tanda dimulainya
penanggalan tarikh Caka. Kejawen adalah faham orang jawa atau aliran kepercayaan
yang muncul dari masuknya berbagai macam agama ke jawa.

Kejawen, masyarakat lokal mengenalnya sebagai ilmu aliran kebatinan atas


nilai budaya adiluhung nenek moyangnya. Kejawen dalam masyarakat luas
memahaminya dengan istilah Javanisme. Simuh dalam bukunya yang bequdul : Mistik
Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita Suatu Studi Serat Wirid Hidayat Jati
memunculkan dua istilah: Kepustakaan Islam santri sebagai sebutan bagi semua orang
Islam Jawa yang menjalankan syari’at Islam. Sedangkan, pemahaman Islam Kejawen
sebagai satu kepustakaan Jawa yang memuat unsur-unsur perpaduan Jawa dan Islam.4

Pola peribadatannya, dengan memfokuskan diri mengikuti pergumulan


masyarakat setempat. Fenomena ini banyak dilihat dalam kehidupan mayarakat Jawa
yang diwariskan secara turun temurun dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai
adat istiadat yang khas, unik dan tradisional. Seperti: sekaten, malam selikuran,
labuhan, jamasan pusaka, mitos tari bedaya ketawang, ruwatan, mitos Kanjeng Ratu
Kidul adalah fenomena kehidupan sebagaian masyarakat Jawa sebagai sebuah realitas

4
Simuh, 1988, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat
Jati, Jakarta: UI Press, hal. 2.

4
yang sangat urgen untuk didekati oleh dan pribadi yang mumpuni untuk mengambil
nilai kemanfaatannya.

Alam pikir orang jawa merumuskan kehidupan manusia berada pada dua
kosmos (alam) yaitu; makrikosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos merupakan
sikap dan pandangan hidup orang Jawa terhadap alam semesta yang mengandung
kekuatan supranatural dan mengandung hal-hal yang misterius. Sedangkan
mikrokosmaos adalah sikap dan pandangann hidup orang Jawa terhadap alam
semesta5

Dalam alam makrokosmos tersebut menurut orang Jawa pusat dari alam
semesta adalah Tuhan. Dari pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat
Jawa adalah masyarakat yang reliagius. Hal ini dapat dilihat dari sejarah kebidupan
masyarakat Jawa yang telah mengenal adanya Tuhan atau sesuatu yang memiliki
kekuatan besar di atas manusia. Jauh sebelum agama Hindu-Budha masuk sebagai
kepercayaan orang Jawa, masyarakat Jawa telah mengenal sebuah keyakinan
animisme dan dinamisme yang disebut sebagai Kejawen.

Sebagai suku bangsa yang dikenal sebagai suku bangsa yang toleran,
masyarakat Jawa mudah untuk menerima agama yang datang dan disesuaikan dengan
kepercayaan yang telah dipegang. Hal ini terbukti dengan datangnya agama Hindu-
Budha yang masuk sebagai agama orang Jawa. Dari kepercayaan Hindhu-Budha tidak
begitu banyak merubah sistem kepercayaan Kejawen sebagai agama asli orang Jawa.

Sekitar abad ke-7 Islam mulai masuk ke Jawa, disini Islam juga disambut
dengan terbuka oleh masyarakat Jawa. Dalam penyebarannya Islam selalu
disandingkan dengan budaya-budaya Jawa juga agama Kejawennya yang telah
terpengaruh oleh agama Hindu-Budha, sehingga masyarakat Jawa secara terbuka mau
menerimanya. Namun, tidak semua masyarakat Jawa memiliki keterbukaan yang
sama terhadap agama yang masuk, sehingga terdapat kelompok-kelompok masyarakat
berdasarkan kepercayaannya.

5
MH, Yana. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa.Yogyakarta.Bintang cemerlang.2012

5
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala
kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama
kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat
memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi
kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian
biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban
moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan
terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara total selaku kawula (hamba)terhadap
Gustinya(SangPencipta).

C. Prinsip Hidup Orang Jawa


Suryabrata dalam Pendidikan karakter keluarga Jawa tulisan Idrus, bahwa
corak hidup seseorang ditentukan oleh dominasi nilai kebudayaan yang dipanggang
sebagai nilai tertinggi. 6Sebagian besar orang Jawa maka menganggap budaya jawa
yang mereka terima sejak kecil memiliki nilai tertinggi untuk dijadikan pedoman
hidupnya. Melalui wejangan (nasihat) dan benar –benar menerapkannya, agar tidak
seperti istilah ”gedhang awoh pakel, ngomong gampang ngelakone angel” (ibarat
pisang berbuah mangga, bicara mudah tetapi menjalankannya susah).

Istilah njawani selalu diberlakukan untuk penyebutan anak yang sudah


mengerti tata krama, moral, sopan santun, bisa berbaur dengan masyarakat, serrta
paham terhadap budaya yang berlaku. Njawani sebagai bentuk syarat menjadi pribadi
Jawa yang ideal. Gertz memiliki paham kaidah nilai dalam Jawa, yaitu Kerukunan
dan Hormat.Tentu, kerukunan diaplikasikan untuk mewujudkan keharmonisan antar
manusia, tanpa pertengkaran, pertentangan, maupun perselisihan. Seringkali orangtua
melatih sikap berbagi “Sithik Iding”, berbagi sama rata demi tumbuhnya rasa
toleransi, empati, dan simpati. Sehingga dapat menjauhkan diri dari sifat serakah,
acuh, dan lainnya.

Prinsip kedua yang ditemukan Gertz, yakni hormat. Prinsip kehormatan


dilakukan dalam rangka menghormati orang lain dengan rasa wedi (takut), malu
(isin), dan sungkan (segan). Untuk menjangkau semua itu, karakter Jawa yang

6
Muhammad Idrus, Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa. 2012 . Jurnal Pendidikan Karakter,No.2 (UNY :
Yogyakarta) hal. 121

6
beraliran kebatinan salah satunya dengan menerapkan ajaran paguyuban Sapta Darma
:
 Setya tuhu lan sucining ati kudu setya nin dakake angger-anggering
negarane (dengan jujur dan sucinya hati harus setia men jalankan Undang-
Undang Negaranya);
 Setya tuhu marang anane Pancasila (setia taat terhadap adanya Pancasila);
 Melu cawe-cawe cancut taliwondo njaga adage nusa lan bangsane (ikut
berperan serta menyingsingkan lengan baju men jaga tegaknya negara dan
bangsanya);
 Tetulung marang sapa bahe yen perlu kan thi ora nduweni pamrih apabehe,
kajaba mung rasa welas lan asih (memberi pertolongan terhadap siapa saja,
bila perlu dengan tidak mempunyai pamrih apa saja, selain hanya atas dasar
belas kasih an dan cinta kasih);
 Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwa tane dhewe (berani hidup dengan
percaya dari kekuatannya sendiri);
 Tanduke marang warga bebrayan kudu su sila kanthi alusing budi pekerti,
tansah aga we papadang lan mareming liyan (sikapnya terhadap warga
masyarakat harus susila dengan halusnya budi pekerti, senan tiasa membuat
penerangan dan kepuas an orang lain);
 Yakinyen kahanan donya ora langgeng, tan sah owah
gingsir/nyakramanggilingan (percaya atau yakin bahwa keadaan dunia tidak
tetap, senantiasa berubah bagai kan roda berputar) 7

Tidak semua masyarakat memegang teguh dan menjalankan prinsip-prinsip


tersebut, Karena tetap saja terdapat beberapa kelompok yang mengingkari prinsip-prinsip
tersebut. Walupun demikian, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip ideal masyarakat
jawa yang selalu dijunjung tinggi bagi yang mengindahkannya. Namun, jika terjadi
sebuah penyimpangan dalam prinsip-prinsip tersebut hukuman yang berlaku adalah
hukuman sosial seperti hujatan, hinaan, gosip, bahkan pengucilan.

7
Susanto, E. AFT., Soekardji., dan Setiawan, H.I. Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa
Daerah Jawa Timur. Pertiwintoro (Editor)1992. ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Ke budayaan.

7
Dari prinsip-prinsip tersebut diharapkan akan menumbuhkan sebuah kepribadian sebagai
berikut:
1. Andhap asor (rendah hati)
2. Penuh welas asih (bersimpati dan empati kepada orang lain)
3. Gemi, nastiti, ati-ati (berhati-hati dalam bertintak)
4. Hidup tekun dan sungguh-sungguh
5. Cerdas dan menata hidup yang baik
6. Hati-hati, ingat miskin pada waktu kaya, ingat sakit pada waktu sehat

D. Ciri Pandangan Asli Orang Jawa


Orang Jawa percaya bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, maka
mereka hanya menjalankan saja. Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme; adalah
keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah satu
atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu
terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan manusia
merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang
religius.

Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua
kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran
orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang
mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius.
Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan
hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta
menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan
mikrokosmos yang diterapkan pada simbol atap rumah mereka salah satunya.8

Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam semesta


memiliki hirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam kehidupan orang Jawa
dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia
bawah). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan
yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.

8
Ratih Ayu Pratiwindya, Sri Iswidayati, Triyanto. Simbol Ghending Wyangan pada Atap Rumah Tradisional
Kudus. 2017.(Jurnal Chartasis : Semarang ) hal.23.

8
Sikap dan pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin
pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat,
tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam
mengahdapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada
kekuatan batin dan jiwanya.

Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat
makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam
dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat
komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan
karaton sebagai kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan
bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang
mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.

Ketika seseorang mendengar istilah "Agama Jawa" disebut orang, serta-merta


terlintas suatu gambaran tertentu tentang tradisi yang berkembang dalam komunitas
Jawa tertentu yang terbedakan secara jelas dari agama, khususnya Islam, yang juga
perkembangan berdampingan dengannya.Artinya, dalam "Agama Jawa" itu terdapat
suatu pandangan hidup (world view) yang terdiri dari sistem kepercayaan,
peribadatan, etika, filsafat, seni, dan lain-lain, yang secara keseluruhan disebut dengan
"Agama Jawa," dan itu bukan Islam, bukan Kristen atau Katholik, bukan Hindu, juga
bukan Budha.

Menurut prof Afif Muhammad, Adalah sangat wajar jika Agama Jawa sarat
dengan mistisme, sebab di Jawa agama Hindu dan Budha menyisakan banyak sekali
warisan, baik dalam bentuk candi-candi maupun literatur-literatur sastra dan suluk
Jawa. Dengan demikian,masyarakat Jawa memiliki hubungan yang sangat kuat
dengan spiritualisme Hindu dan Budha. Agaknya, karena itu pula, tasawuf model
Syekh Siti Jenar sangat populer di kalangan masyarakat Jawa, bahkan anak-anak pun
sangat kenal dengan tokoh legendaris ini.

9
E. Penerapan Makrokosmos dan Mikrokosmos
Bentuk perwujudan terapan pandangannya dapat dilihat dari Wuwungan ;yaitu
bentuk simbol yang diwujudkan melalui materi atas keseimbangan presentasi kreasi
imajinatif manusia jawa dengan diwujudkannya seperti ornamen atap rumah.
Keberadaannya menjadi kesakralan padangan bahwa adanya penyatuan antara
manusia denganmsemesta, serta dengan Tuhan dapat diungkapkanmelalui sikap
spiritual.

Peradaban manusia tentunya tidak lepas dari sesuatu yang disebut dengan
hukum sebab akibat, pemenuhan kebutuhan akan sesuatu yang bersifat konsumtif
sampai kepada bentuk pemenuhan yang bersifat spiritual .9 Untuk dapat bertahan
hidup, tentu manusia memerlukan strategi yang mengadaptasi lingkungan dan alam
sebagai satu-satunya sumber kehidupan sedangkan untuk nilai rasa yang tidak dapat
diejawantahkan dengan angka dan perhitungan matematika diimplementasikan dalam
bentuk pengakuan terhadap alam sebagai ciptaan yang maha kuasa10.

Terlepas dari sebab mengapa dilakukannya sebuah kegiatan dan hasil dari
kegiatan tersebut, manusia secara sadar telah memulai proses alamiahnya. Temuan
sejarah kebudayaan telah mengungkapkan hal itu dengan sangat jelas mulai dari
ditemukannya lukisan dinding di gua Leang Pattae, Cacondo, Uleleba, Balisao dan
Pattakae di Sulawesi Selatan, peralatan berburu seperti mata anak panah di Jawa
Timur serta candi-candi di Nusantara sampai kerajinan wuwungan Mayonglor oleh
para pengrajinnya yang semua hal itu diwujudkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan
yang mengiringi proses dari peradaban manusia sampai mendapatkan titik puncaknya.
11

Klasifikasi ragam wuwungan di Mayonglor :


1. Hiasan Hewan yang mengambil wujud itik Jago, merupakan sebuah
representasi akan adanya dunia atas. Simbol seorang Rajam kesatria,
kekuatan, kesuburan, kemapanan status sosial.

9
Rohidi, Metodologi penelitian seni. 2011( CV.Cipta Prima Nusantara :Semarang). Hal.49
10
Bambang Sugiharto, 2013. Untuk apa Seni. (Bandung: Matahari). hal 24
11
Eko Darmawanto, Estetika dan Simbol dalam Wuwungan Manyonglor Sebagai Wujud Spiritual Msyarakat.
2015. (Semarang : Jurnal Chatarsis of Art Education). Hal.3

10
2. Hiasan floral dengan mengambil wujud tumbuhan, disertai pernak
pernik tempelan keramik/pecahan kaca. Jenisnya, yakni
lanangan,pengapit, bulusan.dan krecean.
3. Wuwungan Mustoko. Dengan hiasan nuansa floral namun terdiri dari
tiga bagian ;lakaran, ambalan, dan puncak.
4. Wuwungan Modern, dengan tetap menyertakan konsep wuwungan
sebelumnya sehingga mengambil eksplorasi secara menyeluruh dari
setiap jenisnya.

Ragam Implementatif terhadap Konsep Komunikasi


atap bangunan
Wuwungan Jago Tunggal, dipuncak atap Dunia atas /ruh
(makrokosmos)
Wuwungan Kelir Model Set Tengah,s amping Dunia atas / ruh dan dunia
dan ujung lipatan atap bawah (makrokosmos dan
mikrokosmos)
Wuwungan Mustoko Tunggal , dipuncak atap Dunia atas/ruh dan dunia
bawah (makrokosmos dan
mikrokosmos)
Wuwungan modern Model set tengah, samping Dunia bawah (mikrokosmos)
dan ujung lipatan atap
Ragam Implementatif terhadap atap Konsep Komunikasi
bangunan
Wuwungan Jago Tunggal, dipuncak atap Dunia atas /ruh
(makrokosmos)
Wuwungan Kelir Model Set Tengah,s amping Dunia atas / ruh dan dunia
dan ujung lipatan atap bawah (makrokosmos dan
mikrokosmos)
Wuwungan Mustoko Tunggal , dipuncak atap Dunia atas/ruh dan dunia
bawah (makrokosmos dan
mikrokosmos)
Wuwungan modern Model set tengah, samping Dunia bawah (mikrokosmos)
dan ujung lipatan atap

11
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jawa dengan kejawennya, memberikan sumbangan pedoman hidup untuk
mengatur tatanan tingkah laku manusia. Melalui sikap hormat, kerukunan,
kepribadian ideal manusia Jawa akan terwujud. Pandangan asli orang Jawa
menggunakan mikrokosmos dan makrokosmos menjadi acuan penting. Hal ini
diaplikasikan dalam makna simbol wuwungan pada atap rumah salah satunya.

Pola yang terlihat terdapat indikasi pada wuwungan yang mengaplikasikan


bentuk sebagai perwujudan perwakilan dunia atas (ruh) dan dunia bawah (alam
semesta), dimana terdapat keseimbangan didalamnya hal ini tentunya senada dengan
beberapa pemahaman tentang arsitektur rumah adat jawa. Hal ini juga diaplikasikan
pada masa hindu dimana terdapat simbol dunia atas yang diwakilkan dalam bentuk
burung dan dunia bawah diwakilkan oleh hewan melata. Saat ini masih terdapat pola
yang sama, dalam desain rumah tertentu.

13
DAFTAR PUSTAKA

Darmawanto,Eko. Estetika dan Simbol dalam Wuwungan Manyonglor Sebagai Wujud


Spiritual Msyarakat. 2015. (Semarang : Jurnal Chatarsis of Art Education).
Hasan. Menelusuri Asal Usul Bangsa Melayu. 2014. (Sriwijaya : Jurnal Criksetra)
Idrus, Muhammad. Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa. 2012 . Jurnal Pendidikan
Karakter,No.2 (UNY : Yogyakarta)
Malalatoa, M. Junus. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI.
Pratiwindya, Ratih Ayu, Sri Iswidayati, Triyanto. Simbol Ghending Wyangan pada Atap
Rumah Tradisional Kudus. 2017.(Jurnal Chartasis : Semarang )
Rohidi, Metodologi penelitian seni. 2011. (CV.Cipta Prima Nusantara :Semarang).
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita Suatu Studi Terhadap Serat
Wirid Hidayat Jati. (Jakarta: UI Press)
Sugiharto, Bambang.. Untuk apa Seni. 2013 (Bandung: Matahari).
Yana, MH. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. 2012 (Yogyakarta : Bintang
cemerlang)

14

Anda mungkin juga menyukai