Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
April
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksplorasi keberadaan tentang pandangan asli Indonesia membutuhkan
upaya besar untuk sekedar menampilkan data babonnya. Narasi besar
kejawaan tepatnya, begitu banyak data yang bertebaran dijagat intelektual.
Perlu langkah teliti guna memungut topik kejawaan agar sesuai ketepatan
penempatannya untuk bisa dikaji kembali.
Sebelum berbicara terkait poin utamanya, ketertarikan pembahasan
yakni diawali dari asal usul melayu kuno sebagai lokasi jajahan eropa. Mulai
dari Sumatra, Sulawesi, Jambi, Riau, Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan.
Tentu dari sebaran pulau tersebut melayu kuno membawa keragaman ras yang
masih saja berpotensi saling siku. Ras yang dimaksudkan memiliki sisi
perbedaan yaitu Negerid, Mongoloid, Kaukasid, Khoisanid, dan
Australomelanesid. Namun, kategori ras Indonesia masuk pada Mongoloid –
Australomelanesid. 1
Rembetan sebaran pulau wilayah melayu salah satunya adalah Jawa.
Terdapat ungkapan populer “Wong Jowo nggoning rasa, padha gulenge ing
kalbu, ing sasmita amrih lantip, kumawa nahan hawa nafsu kinemot manoting
driya” yang berarti orang jawa itu tempatnya pada perasaan, mereka selalu
berinteraksi dengan hati agar mampu menjangkau makna tersembunyi dengan
jalan menahan nafsu agar akal dapat memahami semuanya.
Oleh karena itu, budaya Jawa sangat ramah untuk selalu menerapkan
pesan moral dari syair, simbol yang direfleksikan. Seperti halnya wuwungan
rumah sebagai wujud penerapan pandangan hidupnya yang berangkat dari
makrokosmos dan mikrokosmos kejawaan disana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan asli orang Jawa tentang kehidupan ?
2. Bagaimana penerapan simbol makrokosmos dan mikrokosmos orang
Jawa ?
1
Yunani Hasan. Menelusuri Asal Usul Bangsa Melayu. 2014. (Sriwijaya : Jurnal Criksetra)
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Orang Indonesia
Masyarakat Jawa adalah model manusia yang berprinsip, karena diikat oleh
norma hidup, tradisi, serta naungan agamanya. Hal yang menonjol dari mereka, yakni
senantiasa menerapkan sifat religiusitas, toleran, serta optimis dengan dibarengi
penerapan model kesakralan ditengah kehidupannya. Saat berbicara Jawa, ada 3 sisi
yang dapat kita potret:1) Fisik Pulau Jawa, 2) Sisi Bahasa, 3) Sisi Suku. Ketiga sub
kejawaan tersebut, yang perlu diingat bahwa sisi kesejarahan pulau Jawa dulu
dipahami bahwa Jawa bersatu dengan Sumatra.
Siapakah orang-orang Indonesia asli itu, tak lain dan tak bukan adalah
penduduk asli Indonesia atau suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia, yang
oleh penjajah Belanda disebut ‘inlander’. 3Apakah suku bangsa tersebut datang dari
Yunan atau Asia Muka atau dari mana saja, selama mereka tidak menyandang salah
2
M. Junus Malalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
1995
3
Inlander adalah kata yang sama maknanya dengan pribumi. Dulunya dijadikan bahan ejekan kolonial belanda
terhadap orang Indonesia.
3
satu nama bangsa, mereka itulah Suku bangsa Indonesia, yakni orang-orang pertama
yang menempati nusantara yang masih kosong di kala itu.
4
Simuh, 1988, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat
Jati, Jakarta: UI Press, hal. 2.
4
yang sangat urgen untuk didekati oleh dan pribadi yang mumpuni untuk mengambil
nilai kemanfaatannya.
Alam pikir orang jawa merumuskan kehidupan manusia berada pada dua
kosmos (alam) yaitu; makrikosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos merupakan
sikap dan pandangan hidup orang Jawa terhadap alam semesta yang mengandung
kekuatan supranatural dan mengandung hal-hal yang misterius. Sedangkan
mikrokosmaos adalah sikap dan pandangann hidup orang Jawa terhadap alam
semesta5
Dalam alam makrokosmos tersebut menurut orang Jawa pusat dari alam
semesta adalah Tuhan. Dari pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat
Jawa adalah masyarakat yang reliagius. Hal ini dapat dilihat dari sejarah kebidupan
masyarakat Jawa yang telah mengenal adanya Tuhan atau sesuatu yang memiliki
kekuatan besar di atas manusia. Jauh sebelum agama Hindu-Budha masuk sebagai
kepercayaan orang Jawa, masyarakat Jawa telah mengenal sebuah keyakinan
animisme dan dinamisme yang disebut sebagai Kejawen.
Sebagai suku bangsa yang dikenal sebagai suku bangsa yang toleran,
masyarakat Jawa mudah untuk menerima agama yang datang dan disesuaikan dengan
kepercayaan yang telah dipegang. Hal ini terbukti dengan datangnya agama Hindu-
Budha yang masuk sebagai agama orang Jawa. Dari kepercayaan Hindhu-Budha tidak
begitu banyak merubah sistem kepercayaan Kejawen sebagai agama asli orang Jawa.
Sekitar abad ke-7 Islam mulai masuk ke Jawa, disini Islam juga disambut
dengan terbuka oleh masyarakat Jawa. Dalam penyebarannya Islam selalu
disandingkan dengan budaya-budaya Jawa juga agama Kejawennya yang telah
terpengaruh oleh agama Hindu-Budha, sehingga masyarakat Jawa secara terbuka mau
menerimanya. Namun, tidak semua masyarakat Jawa memiliki keterbukaan yang
sama terhadap agama yang masuk, sehingga terdapat kelompok-kelompok masyarakat
berdasarkan kepercayaannya.
5
MH, Yana. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa.Yogyakarta.Bintang cemerlang.2012
5
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala
kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama
kali ada. Pusat yang dimakusd disini dalam pengertian ini adalah yang dapat
memebrikan penghidupan, kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi
kehidupan dan penghubung dengan dunia atas. Pandangan orang Jawa yang demikian
biasa disebut Kawula lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban
moral manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan
terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara total selaku kawula (hamba)terhadap
Gustinya(SangPencipta).
6
Muhammad Idrus, Pendidikan Karakter Pada Keluarga Jawa. 2012 . Jurnal Pendidikan Karakter,No.2 (UNY :
Yogyakarta) hal. 121
6
beraliran kebatinan salah satunya dengan menerapkan ajaran paguyuban Sapta Darma
:
Setya tuhu lan sucining ati kudu setya nin dakake angger-anggering
negarane (dengan jujur dan sucinya hati harus setia men jalankan Undang-
Undang Negaranya);
Setya tuhu marang anane Pancasila (setia taat terhadap adanya Pancasila);
Melu cawe-cawe cancut taliwondo njaga adage nusa lan bangsane (ikut
berperan serta menyingsingkan lengan baju men jaga tegaknya negara dan
bangsanya);
Tetulung marang sapa bahe yen perlu kan thi ora nduweni pamrih apabehe,
kajaba mung rasa welas lan asih (memberi pertolongan terhadap siapa saja,
bila perlu dengan tidak mempunyai pamrih apa saja, selain hanya atas dasar
belas kasih an dan cinta kasih);
Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwa tane dhewe (berani hidup dengan
percaya dari kekuatannya sendiri);
Tanduke marang warga bebrayan kudu su sila kanthi alusing budi pekerti,
tansah aga we papadang lan mareming liyan (sikapnya terhadap warga
masyarakat harus susila dengan halusnya budi pekerti, senan tiasa membuat
penerangan dan kepuas an orang lain);
Yakinyen kahanan donya ora langgeng, tan sah owah
gingsir/nyakramanggilingan (percaya atau yakin bahwa keadaan dunia tidak
tetap, senantiasa berubah bagai kan roda berputar) 7
7
Susanto, E. AFT., Soekardji., dan Setiawan, H.I. Pengkajian Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa
Daerah Jawa Timur. Pertiwintoro (Editor)1992. ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Ke budayaan.
7
Dari prinsip-prinsip tersebut diharapkan akan menumbuhkan sebuah kepribadian sebagai
berikut:
1. Andhap asor (rendah hati)
2. Penuh welas asih (bersimpati dan empati kepada orang lain)
3. Gemi, nastiti, ati-ati (berhati-hati dalam bertintak)
4. Hidup tekun dan sungguh-sungguh
5. Cerdas dan menata hidup yang baik
6. Hati-hati, ingat miskin pada waktu kaya, ingat sakit pada waktu sehat
Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia berada dalam dua
kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran
orang Jawa adalah sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang
mengandung kekuatan supranatural dan penuh dengan hal-hal yang bersifat misterius.
Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap dan pandangan
hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam hidup adalah mencari serta
menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan
mikrokosmos yang diterapkan pada simbol atap rumah mereka salah satunya.8
8
Ratih Ayu Pratiwindya, Sri Iswidayati, Triyanto. Simbol Ghending Wyangan pada Atap Rumah Tradisional
Kudus. 2017.(Jurnal Chartasis : Semarang ) hal.23.
8
Sikap dan pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos) adalah tercermin
pada kehidupan manusia dengan lingkungannya, susunan manusia dalam masyarakat,
tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam
mengahdapi kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada
kekuatan batin dan jiwanya.
Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton, Tuhan adalah pusat
makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan Tuhan di dunia sehingga dalam
dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat
komunitas di dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan
karaton sebagai kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan dan
bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang
mengalir ke daerah dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan.
Menurut prof Afif Muhammad, Adalah sangat wajar jika Agama Jawa sarat
dengan mistisme, sebab di Jawa agama Hindu dan Budha menyisakan banyak sekali
warisan, baik dalam bentuk candi-candi maupun literatur-literatur sastra dan suluk
Jawa. Dengan demikian,masyarakat Jawa memiliki hubungan yang sangat kuat
dengan spiritualisme Hindu dan Budha. Agaknya, karena itu pula, tasawuf model
Syekh Siti Jenar sangat populer di kalangan masyarakat Jawa, bahkan anak-anak pun
sangat kenal dengan tokoh legendaris ini.
9
E. Penerapan Makrokosmos dan Mikrokosmos
Bentuk perwujudan terapan pandangannya dapat dilihat dari Wuwungan ;yaitu
bentuk simbol yang diwujudkan melalui materi atas keseimbangan presentasi kreasi
imajinatif manusia jawa dengan diwujudkannya seperti ornamen atap rumah.
Keberadaannya menjadi kesakralan padangan bahwa adanya penyatuan antara
manusia denganmsemesta, serta dengan Tuhan dapat diungkapkanmelalui sikap
spiritual.
Peradaban manusia tentunya tidak lepas dari sesuatu yang disebut dengan
hukum sebab akibat, pemenuhan kebutuhan akan sesuatu yang bersifat konsumtif
sampai kepada bentuk pemenuhan yang bersifat spiritual .9 Untuk dapat bertahan
hidup, tentu manusia memerlukan strategi yang mengadaptasi lingkungan dan alam
sebagai satu-satunya sumber kehidupan sedangkan untuk nilai rasa yang tidak dapat
diejawantahkan dengan angka dan perhitungan matematika diimplementasikan dalam
bentuk pengakuan terhadap alam sebagai ciptaan yang maha kuasa10.
Terlepas dari sebab mengapa dilakukannya sebuah kegiatan dan hasil dari
kegiatan tersebut, manusia secara sadar telah memulai proses alamiahnya. Temuan
sejarah kebudayaan telah mengungkapkan hal itu dengan sangat jelas mulai dari
ditemukannya lukisan dinding di gua Leang Pattae, Cacondo, Uleleba, Balisao dan
Pattakae di Sulawesi Selatan, peralatan berburu seperti mata anak panah di Jawa
Timur serta candi-candi di Nusantara sampai kerajinan wuwungan Mayonglor oleh
para pengrajinnya yang semua hal itu diwujudkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan
yang mengiringi proses dari peradaban manusia sampai mendapatkan titik puncaknya.
11
9
Rohidi, Metodologi penelitian seni. 2011( CV.Cipta Prima Nusantara :Semarang). Hal.49
10
Bambang Sugiharto, 2013. Untuk apa Seni. (Bandung: Matahari). hal 24
11
Eko Darmawanto, Estetika dan Simbol dalam Wuwungan Manyonglor Sebagai Wujud Spiritual Msyarakat.
2015. (Semarang : Jurnal Chatarsis of Art Education). Hal.3
10
2. Hiasan floral dengan mengambil wujud tumbuhan, disertai pernak
pernik tempelan keramik/pecahan kaca. Jenisnya, yakni
lanangan,pengapit, bulusan.dan krecean.
3. Wuwungan Mustoko. Dengan hiasan nuansa floral namun terdiri dari
tiga bagian ;lakaran, ambalan, dan puncak.
4. Wuwungan Modern, dengan tetap menyertakan konsep wuwungan
sebelumnya sehingga mengambil eksplorasi secara menyeluruh dari
setiap jenisnya.
11
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jawa dengan kejawennya, memberikan sumbangan pedoman hidup untuk
mengatur tatanan tingkah laku manusia. Melalui sikap hormat, kerukunan,
kepribadian ideal manusia Jawa akan terwujud. Pandangan asli orang Jawa
menggunakan mikrokosmos dan makrokosmos menjadi acuan penting. Hal ini
diaplikasikan dalam makna simbol wuwungan pada atap rumah salah satunya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14