Anda di halaman 1dari 15

AGAMA ASLI ORANG JAWA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Perbandingan Agama

Dosen: H. Sudiyono, M.M

Di Susun Oleh :

1. Destiana Khoirunisa
2. Devi Khoirunisa
3. Dewi Rahayu
4. Umu Nurlailiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU
METRO LAMPUNG
1440 H/ 2018 M

i
ABSTRAK

Mengamati secara cermat asal-usul kepercayaan Jawa tidaklah


sesederhana yang kita bayangkan. Kepercayaan Jawa yang banyak bersentuhan
dengan mistik itu, dalam realitasnya banyak menyimpan misteri yang sangat
kompleks. Kompleksitas kepercayaan komunitas kejawen tidak jarang
menampakkan berbagai sekte dan tradisi kehidupan dalam masyarakat Jawa.
Sekte-sekte dan tradisi kehidupan itu sebagai bentuk manifestasi dari religiusitas
masing-masing wilayah kejawen.
Sebelum agama-agama masuk beribu tahun lalu orang jawa mempercayai
adanya Tuhan yang diwujudkan melalui hal-hal yang nyata yang disebut Agama
Kejawen. Yaitu perpaduan antara animisme, agama hindu dan budha. Secara garis
besar orang jawa mempercayai tujuan yang sama yaitu memcapai kebahagiaan
lahir dan bathin, menghormati orang lain dan selalu hidup berdampingan demi
tercapainya tatanan masyarakat yang harmonis

Kata Kunci: Agama Asli, Jawa

I. PENDAHULUAN
Mengamati secara cermat asal-usul kepercayaan Jawa tidaklah
sesederhana yang kita bayangkan. Kepercayaan Jawa yang banyak
bersentuhan dengan mistik itu, dalam realitasnya banyak menyimpan misteri
yang sangat kompleks. Kompleksitas kepercayaan komunitas kejawen tidak
jarang menampakkan berbagai sekte dan tradisi kehidupan dalam masyarakat
Jawa. Sekte-sekte dan tradisi kehidupan itu sebagai bentuk manifestasi dari
religiusitas masing-masing wilayah kejawen.
Lebih menarik lagi, hampir setiap wilayah kejawen memiliki pedoman
khusus khas Jawa, memiliki kosmogoni (asal-usul) kepercayaan dan mitos
yang berbeda-beda serta unik.

II. PEMBAHASAN
A. Asal Usul Suku Jawa
Menurut Arkeolog Teori tentang asal usul suku Jawa yang
pertama dikemukakan oleh para arkeolog. Para arkeolog meyakini jika
nenek moyang suku Jawa memang pribumi yang tinggal sejak satu juta
tahun yang lalu di pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang mendalam,
mereka telah menemukan beberapa fosil seperti Pithecanthropus Erectus
dan Homo sapiens. Kedua fosil ini diperkirakan adalah manusia purba

1
yang menjadi nenek moyang suku Jawa. Setelah dilakukan perbandingan,
DNA manusia purba ini ternyata memang tidak berbeda jauh dengan
Manusia suku Jawa saat ini.
Menurut Sejarawan Berbeda dengan pendapat para arkeolog, para
sejarawan justru meyakini jika asal usul suku Jawa berasal dari orang-
orang Yunan, China masa lampau yang melakukan pengembaraan ke
seluruh wilayah nusantara. Pendapat ini sangat terkait erat dengan teori
asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki cukup banyak
bukti kuat. Untuk mengetahui bukti-bukti tersebut, Anda dapat
berkunjung pada artikel ini.
Asal Usul Orang Jawa Menurut Tulisan Kuno India Ada sebuah
tulisan kuno yang berasal dari India menyebut jika beberapa pulau di
Nusantara termasuk juga Nusa Kendang –sebutan pulau Jawa pada zaman
itu adalah tanah yang menyatu dengan daratan Asia dan Australia. Pulau
Jawa dan beberapa pulau lainnya kemudian terpisah oleh meningkatnya
permukaan air laut dalam jangka waktu yang lama. Adapun dalam tulisan
tersebut disebutkan pula bahwa seorang pengembara bernama Aji Saka
adalah orang yang pertama kali menginjakan kaki di daratan Jawa ini. Ia
menetap di sana bersama beberapa orang pengawalnya dan menjadikan
mereka sebagai nenek moyang orang dari suku Jawa.1
Menurut Babad Jawa Kuno Asal usul nenek moyang suku Jawa
juga disebutkan dalam Babad Kuno tanah Jawa. Dalam babad ini
diceritakan bahwa seorang pangeran dari kerajaan Kling bersama para
pengikutnya yang tersisih akibat perebutan kekuasaan membuka lahan
baru di sebuah pulau terpencil dan masih belum berpenghuni. Mereka
hidup menetap dan berkoloni membentuk sebuah kerajaan baru di sana
dan membangun peradabannya sendiri. Kerajaan tersebut pada masa
selanjutnya dikenal dengan nama Javaceckwara. Asal Usul Orang Jawa
Menurut Surat Kuno Keraton Malang Sejarah tentang asal usul suku Jawa
juga ditemukan dalam sebuah surat kuno dari keraton Malang. Dalam
surat itu disebutkan bahwa asal usul orang Jawa dimulai ketika Raja Rum
1
http://kisahasalusul.blogspot.com/asal-usul-suku-jawa-orang-jawa-harus.html diakses
pada 20 Desember 2018

2
– Raja dari kesultanan Turki pada 450 tahun SM mengirim rakyatnya
untuk membuka lahan di pulau kekuasaannya yang masih belum
berpenghuni. Para rakyat yang dikirim terbagi menjadi beberapa
gelombang ini merasa sangat senang karena menemukan pulau yang
sangat subur. Tanaman mudah hidup dan bahan pangan mudah
ditemukan. Salah satu tanaman yang banyak tumbuh liar di pulau ini
adalah tanaman Jawi. Oleh orang-orang yang datang, nama tanaman ini
kemudian dijadikan nama pulau tersebut, Pulau Jawi.

B. Kepercayaan Tradisional Orang Jawa


“Kepercayaan” berasal dari kata “percaya” adalah gerakan hati
dalam menerima sesuatu yang logis dan bukan logis tanpa suatu beban
atau keraguan sama sekali kepercayaan ini bersifat murni. Kata ini
mempunyai kesamaan arti dengan keyakinan dan agama akan tetapi
memiliki arti yang sangat luas.
Kepercayaan-kepercayaan dari agama hindu, budha, maupun
kepercayaan dinamisme dan animisme itulah yang dalam proses
perkembangan islam berinterelasi dengan kepercayaan-kepercayaan
dalam islam.2
“orang jawa” adalah orang yang berpenduduk asli jawa tengah dan
jawa timur yang berbahasa jawa atau orang yang bahasa ibunya adalah
bahasa jawa.
Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan
meliputi berbagai aspek yang bersifat magic atau ghaib yang jauh dari
jangkauan kekuatan dan kekuasaan mereka. Masyarakat jawa jauh
sebelum agama-agama masuk, mereka sudah meyakini adanya tuhan yang
maha esa dengan berbagai sebutan diantaranya adalah “gusti kang
murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa yang dalam seluruh proses
kehidupan orang jawa pada waktu itu selalu berorientasi pada tuhan yang
maha esa. Jadi, orang jawa telah mengenal dan mengakui adanya tuhan
jauh sebelum agama masuk ke jawa ribuan tahun yang lalu dan sudah

2
Meni Astianto. Filsafat Jawa (Yogyakarta: Warta Pustaka.2006).h.20

3
menjadi tradisi sampai saat ini yaitu agama kejawen yang merupakan
tatanan “pugaraning urip” atau tatanan hidup berdasarkan pada budi
pekerti yang luhur.
Keyakinan terhadap tuhan yang maha esa pada tradisi jawa
diwujudkan berdasarkan pada sesuatu yang nyata, riil atau kesunyatan
yang kemudian direalisasikan pada tata cara hidup dan aturan positif
dalam kehidupan masyarakat jawa, agar hidup selalu berlangsung dengan
baik dan bertanggung jawab.3
1. Struktur kepercayaan dan pandangan hidup orang Jawa
Orang Jawa percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta
dan pusat segala kehidupan karena sebelumnya semuanya terjadi di
dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Pusat yang dimakusd disini
dalam pengertian ini adalah yang dapat memebrikan penghidupan,
kesimbangan, dan kestabilan, yang dapat juga memberi kehidupan dan
penghubung dengan dunia atas.
Pandangan orang Jawa yang demikian biasa disebut Kawula
lan Gusti, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral
manusia adalah mencapai harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada
kesatuan terakhir itulah manusia menyerahkan diri secara total selaku
kawula (hamba)terhadap Gustinya(SangPencipta).
Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam golongan bukan
muslim santri yaitu yang mencampurkan beberapa konsep dan cara
berpikir Islam dengan pandangan asli mengenai alam kodrati dan alam
adikodrati.4
Pandangan hidup merupakan suatu abstraksi dari pengalaman
hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari
pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap
terhadap hidup.
Ciri pandangan hidup orang Jawa adalah realitas yang
mengarah kepada pembentukan kesatuan numinus antara alam nyata,

3
Meni Astianto. Filsafat Jawa.h.20
4
Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa: Ajaran Hidup Yang Berdasarkan Nilai
Kebijakan Tradisional (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006), h. 19

4
masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat. Orang Jawa
bahwa kehidupan mereka telah ada garisnya, mereka hanya
menjalankan saja.
Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah keyakinan
bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah
satu atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang
kehidupan manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya.
Dengan demikian kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan
yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang religius.
Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan manusia
berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan
mikrokosmos. Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah sikap
dan pandangan hidup terhadap alam semesta yang mengandung
kekuatan supranatural da penuh dengan hal-hal yang bersifat
misterius. Sedangkan mikrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah
sikap dan pandangan hidup terhadap dunia nyata. Tujuan utama dalam
hidup adalah mencari serta menciptakan keselarasan atau
keseimbangan antara kehidupan makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah Tuhan. Alam
semesta memiliki hirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam
kehidupan orang Jawa dan adanya tingkatan dunia yang semakin
sempurna (dunia atas-dunia manusia-dunia bawah). Alam semesta
terdiri dari empat arah utama ditambah satu pusat yaitu Tuhan yang
mempersatukan dan memberi keseimbangan.
Sikap dan pandangan tehadap dunia nyata (mikrokosmos)
adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya,
susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-
hari dan segala sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam mengahdapi
kehidupan manusia yang baik dan benar didunia ini tergantung pada
kekuatan batin dan jiwanya.
Bagi orang Jawa, pusat di dunia ada pada raja dan karaton,
Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja adalah perwujudan

5
Tuhan di dunia sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan
berbagai kekuatan alam. Jadi raja adalah pusat komunitas di dunia
seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari Tuhan dengan karaton
sebagai kediaman raja . karaton merupakan pusat keramat kerajaan
dan bersemayamnya raja karena raja merupakan sumber kekuatan-
kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah dan membawa ketentraman,
keadilan dan kesuburan.5
2. Aneka laku orang Jawa
Sebagai sebuah sistem pemikiran, jawanisme atau kejawen itu
cukup rumit dan luas meliputi:
a. Kosmologi
Kosmologi berasal dari bahasa yunani yaitu kosmos yang
berarti susunan atau ketersusunan yang baik. Kosmos merupakan
dunia ( universe ). Orang Jawa memandang alam terdiri dari empat
unsur, yaitu:
1) Api merupakan emosi. Contohnya di gunung berapi
2) Air merupakan roh. Contohnya di pantai parang tritis
3) Tanah merupakan dari mana kita (manusia) diciptakan.
4) Angin merupakan perasaan.
Kebudayaan Jawa mengajarkan hubungan yang harmoni
antara makrokosmos (alam raya), mikrokosmos (alam manusia),
dan metakosmos (kekuatan ghaib). Contohnya keraton jogja.
Hubungan antara mikrokosmos (jagat cilik) dengan
makrokosmos (jagat gede) sangat erat. Masyarakat dahulu selalu
menjaga ketertiban alam semesta (jagat gede) dengan melalui
penjagaan terhadap jagat cilik (akhlak dan spiritual) manusia.
b. Mitologi
Mitologi adalah ilmu tentang mitos. Mitos adalah cerita suci
berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian peristiwa
nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-

5
Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa: Ajaran Hidup Yang Berdasarkan Nilai
Kebijakan Tradisional (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006), h. 19-20

6
perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan atas kodrati,
manusia, pahlawan, dan masyarakat.6
Ciri-ciri Mitos:
a) Memiliki sifat suci atau sakral, karenanya terkait dengan
tokoh yang sering dipuja.
b) Dijumpai dalam dunia mitos bukan dalam dunia kehidupan
sehari-hari atau pada masa lampau yang nyata.
c) Menunjukan pada kejadian kejadian larangan tertentu.
d) Kebenaran mitos tidak penting.

Macam-macam mitos :
a) Mitos berupa gugoh tuton yaitu mitos yang berupa larangan-
larangan tertentu.
b) Mitos berupa bayangan asosiatif yaitu mitos yang biasanya
muncul dalam dunia mimpi.
c) Mitos yang berupa dongeng, legenda, dan cerita-cerita yaitu
mitos yang diyakini karena memiliki legitimasi yang kuat
dalam alam pikiran masyarakay Jawa.
d) Mitos yang berupa sirikan yaitu mitos yang Bernafas asosiatif,
tetapi tekanan utama pada aspek ora ilok.

Contoh mitos populer masyarakat jawa:7


1) Mitos Semar
Tokoh satu ini selalu ditinggikan dalam segala hal yang
menyangkut tata hidup kehidupan jawa.
2) Mitos Dewi Sri
Dewi Sri oleh orang jawa diyakini sebagai dewa padi. Dia
adalah pembawa berkah dalam bidang pertanian.
3) Mitos Nyai Ratu Roro Kidul

6
http://yenie-oey.blogspot.co.id/islam-dan-budaya-jawa.html diakses pada 20 Desember
2018
7
http://yenie-oey.blogspot.co.id/islam-dan-budaya-jawa.html diakses pada 20 Desember
2018

7
Patokan keraton Yogyakarta bahwa ratu kidul adalah sosok
kekuaan magis yang patut dipuja.
4) Mitos Aji Saka
Orang jawa menganggap Aji Saka yang madhangake
kawruh, artinya yang menaburkan kepandian kepada orang
jawa.
c. Mistisisme
Kata mistisme berasal dari bahasa yunani yaitu mystikos yang
artinya rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam
kekelaman. Sedangkan secara istilah mistisme merupakan paham
yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya
berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap
atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal,
diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama
sekali penganutnya.
Salah satu contoh upacara adat Jawa yang mengandung hal
mistis adalah ruwatan. Koentjaraningrat memasukkan upacara
ngruwat sebagai ilmu ghaib protektif,yaitu upacara yang dilakukan
dengan maksud untuk menghalau penyakit dan wabah, membasmi
hama tanaman dan sebagainya, yang sering kali menggunakan
mantra-mantra untuk menjauhkan penyakit dan bencana.

C. Kepercayaan Kejawen (Kepercayaan orang abangan di Jawa)


Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh
dikatakan agama yang terutama yang dianut di pulau jawa dan suku
bangsa lainnya yang menetap di jawa.
Agama kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok
kepercayaan-kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah
agama yang terorganisir seperti agama islam atau agama kristen.
Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara
animisme, agama hindu dan budha. Namun pengaruh agama islam dan
agama kristen. Nampak bahwa agama ini adalah sebuah kepercayaan
sinkretisme (suatu proses terjadinya pertemuan dua buah kebudayaan dan

8
tidak menghilangkan jati diri masing-masing).8 Atau juga yang disebut
dengan Abangan. Abangan adalah orang muslim yang ibadahnya belum
seberapa, sementara cara hidupnya masih dipengaruhi oleh tradisi jawa
pra Islam.9
Bagi kalangan abangan yang terdiri dari petani dan proletar,
slametan adalah bagian dari kehidupannya. Dalam tradisi slametan
dikenal adanya siklus slametan: 1) yang berkisar krisis kehidupan; 2)
yang berhubungan dengan pola hari besar Islam namun mengikuti
penanggalan Jawa; 3) yang terkait dengan integrasi desa, bersih desa
(nyadranan); 4) slametan sela untuk kejadian luar biasa yang ingin
dislameti. Semuanya menunjukkan betapa slametan menempati setiap
proses kehidupan dunia abangan. Slametan berimplikasi pada tingkah
laku sosial dan memunculkan keseimbangan emosional individu karena
telah dislameti.10
Kepercayaan kepada roh dan makhlus halus bagi abangan
menempati kepercayaan yang mendasari misalnya perlunya mereka
melakukan slametan. Mereka percaya adanya memedi, lelembut, tuyul,
demit, danyang, dan bangsa alus lainnya. Hal yang berpengaruh atas
kondisi psikologis, harapan, dan kesialan yang tak masuk akal. Semuanya
melukiskan kemenangan kebudayaan atas alam, dan keunggulan manusia
atas bukan manusia.11
Kalau kepercayaan mengenai roh dan berbagai slametan
merupakan dua sub katagori daripada agama abangan, maka yang ketiga
adalah kompleks pengobatan, sihir dan magi yang berpusat pada peranan
seorang dukun.12
1. Kejawen Islam
Ilmu Gaib Aliran Islam Kejawen bersumber dari alkulturasi
(penggabungan) budaya jawa dan nilai-nilai agama islam. Ciri khas

8
Muchtarom, Zaini, Islam Di Jawa Dalam Perspektif Santri Dan Abangan, Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002
9
Widagdho, Djoko. Ilmu Budaya Dasar.h:11-20
10
Clifford Geertz. Abangan,Santri,Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. (Jakarta:Pustaka
Jaya.Cet.II,2003).h.17-18
11
Clifford Geertz. Abangan,Santri,Priyayi Dalam Masyarakat Jawa., h. 36
12
Clifford Geertz. Abangan,Santri,Priyayi Dalam Masyarakat Jawa., h. 116

9
aliran ini adalah doa-doa yang diawali basmalah dan dilanjutkan
kalimat bahasa jawa, kemudian diakhiri dengan dua kalimat sahadad.
Aliran Islam Jawa tumbuh syubur di desa-desa yang kental dengan
kegiatan keagamaan (pesantren yang masih tradisional).
Awal mula aliran ini adalah budaya masyarakat jawa sebelum
islam datang yang memang menyukai kegiatan mistik dan melakukan
ritual untuk mendapatkan kemampuan suparantural. Para pengembang
ajaran islam di Pulau Jawa (Wali Songo) tidak menolak tradisi jawa
tersebut, melainkan memanfaatkannya sebagi senjata dakwah.13
2. Struktur ajaran dan aliran Kejawen
Setiap perilaku manusia akan menimbulkan bekas pada jiwa
maupun badan seseorang. Perilaku-perilaku tertentu yang khas akan
menimbulkan bekas yang sangat dasyat sehingga seseorang bisa
melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan manusia biasa.
Perilaku tertentu ini disebut dengan tirakat, ritual, atau olah rohani.
Tirakat bisa diartikan sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan suatu ilmu.
a. Penabungan Energi.
Karena setiap perilaku akan menimbulkan bekas pada
seseorang maka ada suatu konsep yang khas dari ilmu Gaib Aliran
Islam Jawa yaitu Penabungan Energi. Jika badan fisik anda
memerlukan pengisian 3 kali sehari melalui makan agar anda tetap
bisa beraktivitas dengan baik, begitu juga untuk memperoleh
kekuatan supranatural, Anda perlu mengisi energi. Hanya saja
dalam Ilmu Gaib pengisian energi cukup dilakukan satu kali untuk
seumur hidup. Penabungan energi ini dapat dilakukan dengan cara
bermacam-macam tergantung jenis ilmu yang ingin dikuasai.
Cara-cara penabunganenergi lazim disebut Tirakat.
b. Tirakat
Aliran Islam Kejawen mengenal tirakat (syarat
mendapatkan ilmu) yang kadang dianggap kontroversial oleh
13
http://aku-anak-kampung.blogspot.co.id/p/memahami-aliran-islam-kejawen.html
diakses pada 20 Desember 2018

10
kalangan tertentu. Tirakat tersebut bisa berupa bacaan doa. wirid
tertentu, mantra, pantangan, puasa atau penggabungan dari kelima
unsur tersebut. Ada puasa yang disebut patigeni (tidak makan,
minum, tidur dan tidak boleh kena cahaya), nglowong, ngebleng
dan lain-lain. Biasanya beratnya tirakat sesuai dengan tingkat
kesaktian suatu ilmu. Seseorang harus banyak melakukan
kebajikan dan menjaga bersihnya hati ketika sedang melakukan
tirakat.
c. Khodam
Setiap Ilmu Gaib memiliki khodam. Khodam adalah
mahluk ghaib yang menjadi "roh" suatu ilmu. Khodam itu akan
selalu mengikuti pemilik ilmu. Khodam disebut juga Qorin, ialah
mahluk ghaib yang tidak berjenis kelamin artinya bukan pria dan
bukan wanita, tapi juga bukan banci. Dia memang diciptakan
semacam itu oleh Allah dan dia juga tidak berhasrat kepada
manusia. Hal ini berbeda dengan Jin yang selain berhasrat kepada
kaum jin sendiri kadang juga ada yang "suka" pada manusia.

D. Kitab-kitab Kejawen (Kitab Serat Wulangreh, Kitab Serat


Weddatama, Kitab Hidayat Jati, Kitab Darmogandul, Kitab
Gatoloco)
1. Serat Wulang Reh
Wulang Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa
tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja
Surakarta, yang lahir pada 2 September 1768. Dia bertahta sejak 29
November 1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820.
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya
Pustaka di Surakarta Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur
memiliki arti ajaran. Kata Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang
artinya jalan, aturan dan laku cara mencapai atau tuntutan. Wulang
Reh dapat dimaknai ajaran untuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang

11
dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju hidup harmoni atau
sempurna.14
2. Serat Wedhatama
Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa Baru yang
bisa digolongkan sebagai karya moralistis-didaktis yang sedikit
dipengaruhi Islam. Karya ini secara formal dinyatakan ditulis oleh
KGPAA Mangkunegara IV. Walaupun demikian didapat indikasi
bahwa penulisnya bukanlah satu orang.
Serat ini dianggap sebagai salah satu puncak estetika sastra
Jawa abad ke-19 dan memiliki karakter mistik yang kuat. Bentuknya
adalah tembang, yang biasa dipakai pada masa itu.
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat,
yang dibagi dalam lima lagu, yaitu
a. Pangkur (14 pupuh, I - XIV))
b. Sinom (18 pupuh, XV - XXXII)
c. Pocung (15 pupuh, XXXIII - XLVII)
d. Gambuh (35 pupuh, XLVIII - LXXXII)
e. Kinanthi (18 pupuh, LXXXIII - C)
3. Serat Wirid Hidayat Jati
Gambaran umum dan garis besar isi serat Wirid Hidayat Jati
ini sebagaimana Damogandhul dan Gatholoco dipergunakan oleh
Prof. Dr. H. M. RRasasyidi untuk menggambarkan apa yang
dinamakan Aliran Kebatinan. Jadi dijadikan sampel yang mewakili
aliran Kebatinan. Sedang Dr. Harun. Hadiwijono menganggapnya
sebagai wakil kebatinan Jawa Abad 19. Dan maksud dari kebatinan
jawa disini ialah mistikisme. Dr. Harun Hadiwijono menamakannya
sebagai Kebatinan Jawa Abad Sembilan Belas.15
Serat Wirid Hidayat Jati merupakan salah satu dari sekian
banyak hasil karya pujangga masyhur kraton Surakarta Raden
Ngabehi Rongggowarsito. Tulisan ini disempurnakan atau

14
https://id.wikipedia.org/wiki/Wulang_Reh diakses pada tanggal 20 Desember 2018
15
Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan. (Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Cet.1,2006). h.69

12
diselesaikan penulisnya pada tahun Jawa 1791 atau tahun 1862 yang
ditulis dalam bahasa Jawa karma gancaran (prosa) yang halus dan
indah dengan tulisan huruf Jawa. Kemudian dibangun kembali
diantaranya oleh R. Tanoyo yang menyadari dengan dilatinkan, maka
mudah membacanya walaupun belum pasti mudah pula mengambil
pengertiannya. Ada juga orang lain yang mengubah ke dalam huruf
latin, yaitu Honggopradoto.16
4. Kitab Darmogandul
Banyak versi yang menjelaskan tentang kitab Darmogandul,
terutama tentang jati diri orang yang menulis kitab tersebut dan kapan
kitab tersebut ditulis. Ada sebagian kalangan yang menyatakan bahwa
kitab tersebut ditulis oleh Ki Kalamwadi yang mempunyai guru
bernama Raden Budi Sukardi. Ki Kalamwadi ini mempunyai murid
yang bernama Darmo Gandhul. Nama dari muridnya inilah yang
kemudian menjadi nama kitabnya. Dalam versi itu juga disebutkan
bahwa kitab ini ditulis pada tahun 1478 M, yakni ketika kerajaan
Majapahit masih berdiri.
5. Kitab Gatoloco
Adapun “kitab suci” aliran kebatinan yang mirip dengan
Darmogandul adalah Gatoloco. Kitab ini diperkirakan sudah ada pada
abad ke 19 M. Gatoloco sendiri adalah nama tokoh utama dari kitab
tersebut. Dia digambarkan memiliki wajah dan penampilan yang
buruk. Orangnya kerdil, tidak memiliki mata, hidung, dan telinga.
Gambaran Suluk gatholoco ini pengarangnya sulit ditentukan,
karena keterangan yang terdapat di dalam versi-versinya memberikan
informasi yang berbeda-beda. Versi terbitan Tan koen Swie Kediri,
memyebutkan Kaimpun dening Raden Soewandi, yang lain
mengatakan bahwa suluk ini disusun oleh seorang yang bernama
Soeryanegara. Yang lain lagi mengatakan pengarangnya Raden
Ngabehi Ranggawarsitama. Ada sarjana yang hanya berani
mengatakan bahwa pengarangnya adalah seorang bangsawan tinggi
16
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. (Jakarta: UI Press.
Cet.1,2008). h. 69

13
Kediri. Namun yang jelas Suluk Gatholoco banyak dikenal
masyarakat. Prof. Dr.H.M. Rasyidi menjadikannya menjadi sampel
dari apa yang dinamakan aliran kebatinan, walaupun tidak tepat benar,
karena kemistikannya tidak sejelas Serat Dewa Ruci. Karena banyak
dikenal masyarakat Jawa, maka tidak mustahil isi, ajaran serta
kepercayaan yang terdapat di dalamnya memang merupakan
kepercayaan atau pandangan hidup sebagian masyarakat Jawa.

III. KESIMPULAN
Sebelum agama-agama masuk beribu tahun lalu orang jawa
mempercayai adanya Tuhan yang diwujudkan melalui hal-hal yang nyata
yang disebut Agama Kejawen. Yaitu perpaduan antara animisme, agama
hindu dan budha.
Secara garis besar orang jawa mempercayai tujuan yang sama yaitu
memcapai kebahagiaan lahir dan bathin, menghormati orang lain dan selalu
hidup berdampingan demi tercapainya tatanan masyarakat yang harmonis

IV. DAFTAR PUSTAKA


Astianto, Meni. Filsafat Jawa. (Yogyakarta : Waita Pustaka, 2006)
Damami, Muhammad. Makna Agama dalam Masyarakat Jawa. (Yogyakarta :
IESFI. Cet 1. 2002)
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. (Jakarta :
Pustaka Jaya, 2003)
Hasan, Thoihah. Aswaja Dalam Presepsi Dan Tradisi NU. (Jakarta: Lantabora
Press. 2003)
Jamil, Abdul dkk. Islam Dan Kebudayaan Jawa. (Yogyakarta : Gama Media,
2002)
Mukhtarom, Zain. Islam Di Jawa Dalam Perspektif Santri dan Abangan.
(Jakarta : Salemba Diniyah, 2002)
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita. (Jakarta: UI
Press. Cet.1,2008)

14

Anda mungkin juga menyukai