Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang Jawa mengimani adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan memeluk salah satu dari
agama-agama yang diakui di Indonesia, Namun tak dapat dipungkiri bahwa mereka memiliki
pedoman pedoman tertentu yang berkaitan dengan tata cara yang bersumber dari ajaran luhur
nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun.

Tata cara itu terbentuk saat para penemu dari ajaran masingmasing dan atau penganutnya
mengadakan "laku batin" sehingga komponen-komponen pembentuk agama pun terpenuhi. Oleh
karena objek penelitian adalah kelompok atau paguyuban yang berada di Jawa, dan
menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya, maka penulis buku ini mengategorikan
kepercayaan tersebut sebagai Agama Jawa. Didukung pendapat dari para ahli antropologi dan
ahli agama.

Ini sangat menarik, berbagai paguyuban yang mengimaninya biasanya hanya disebut
sebagai "sekte" atau bahkan "sempalan". Ternyata dalam penelitian ilmiah ini dikatakan sebagai
para penganut Agama Jawa, Doktrin dalam Agama Jawa ditulis terperinci menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti dan diperdalam dengan penghayatan, sehingga diperoleh gambaran
umum mengenai konsep suatu doktrin yang menjadi benang merah seluruh paguyuban.

Mengekspresikan religiusitas khas Jawa, secara batiniah maupun implementasi, bagi


banyak orang Jawa dianggap mampu mengatasi kegelisahan hidup dan memberikan rasa
nyaman. Mereka sering menyebutnya “ Mannunggaling kaawulo gusti”

Karena banyaknya kebudayan dipulau jawa ini, para ulama melakukan pendekatan
kebudayan kepada penduduk sekitar. Mereka tidak menghilangkan kebudayaan yang sudah
melekat, mereka hanya mengubah cara pelaksanaanya. Yang awalnya dalam pelaksanaan budaya
tersebut melanggar etika kemanusiaan kemudian diakulturasikan dengan budaya islam dan ajaran
islam,tanpa mengubah unsur unsur dalam budaya tersebut.
Salah satu kebudayaan tersebut adalah kejawen, yang sudah mendarah daging dalam
masyarakat. Dalam makalah ini kamiakan membahas tenang asal usul, karakteristik,teori mistik
dan tokoh dibalik budaya ini .

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal usul kejawen?


2. Bagaimana karaktristik kejawen ?
3. Bagaimana teori mistik kejawen ?
4. Siapakah tokoh mistik dibalik budaya kejawen ?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui asal usulkejawen


2. Memahami karakteristik kejawen
3. Mengetahui tteori mistik kejawen
4. Mengenal lebih dalam tokoh mistik dalam budaya kejawen
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Usul Kejawen

Asal usul kejawen berasal dari dua tokoh misteri , yaitu sri dan sadono. Sri sejatinya
adalah penjelmaan dari wisnu itu sendiri. Itulah sebabnya, jika ada anggapan bahwa sri dan
sadono adalah kakak beradik, kebenarannya tergantung dari mana kita meninjau. Namun,
kaitnya dengan hal ini, sri dan sadono sesungguhnya adalah suami – istri yang menjadi cikal
bakal kejawen .

Dewi sri dan Wisnu, mennurut Tantu Panggelaran,memang pernah diminta turun ke
arcapada untuk menjadi nenek moyang di jawa. Dalam Babad Tanah Jawi juga dijelaskan bahwa
orang pertama yang membabad (menempati/tinggal ) Tanah jawa adalah Batara Wisnu. Sumber
ini meneguhkan sementara bahwa nenek moyang masyarakat jawa memang seorang dewa.
Dengan demmikian, kaum kejawen sebenarnya dari keturunan oranng yang tinggi tingkat social
dan kulturnya. Selanjuutnya, Dewi Sri dianggap menjelma ke dalam diri diri tokoh putri Daha
bernamaDewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana, sedangkan Sadono menjadi Raden Panji.
Keduanya pernah berpisah, namun akhirnya bertemu .

Dalam versi sumarah asal usul kejawen berawal ketika benih sumarah tersemaikan pada
tahun tahun pemerintaha hindi- belanda mulai berkecambah di bawah pemerintahan jepang,di
teruskan pada masa revolusi, kemudian tumbuh sebagai organisasi pada periode parlementer,
termatangkan melalui kerasnya demokrasi terpimpin, dan berubah di zaman orde baru .1

Setiap fase perkembangan yang dilaluinya,terkait erat dengan proses atau dinamika pada
tataran nasional. Dalam kasus sumarah, hal tersebut berlangsung sampai 1937. Sebelumnya sang
pendiri mengalami pewahyuan pertama,danmenyadari akanperlunya disampaikan pihak lain,
tersebar mulai 1935 sampai 194. Ratusa anggota perintis mulai bermunculan dan akar

1
Paul stange. Kejawen Modern (Yogyakarta;2009) hal 19
sumarahpun mulai tersebar di masyarakat kejawen atau di jantung wilayah kejawen tersebut.
Hampir semua dariperitisnya lahir pada abad 20,ssehingga perntis kejawen ini sudah memiliki
pemikiran kedewasaan individu yang sesuai dengan nasionalis Indonesia.

Pasca tahun 1945 sumarah mengalami gelombang pasang keanggotaan yang amat pesat. Ratusan
pemuda pemudi generasi Revormasi Indonesia memutuskan bergabun pda organisasi spiritual
tersebut. Sebagai akibatnya sumara mengalami revormasi yang tidak hanya dalam segi
keanggotaan melainkan sudah sampai pada aspek teknikdan struktur intern .

B. Karakteristik kejawen

Kejawen atau biasa dipanggil Kebatinan (Jawa: Kajawèn Pegon: ‫ )كجاون‬adalah sebuah


kepercayaan yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang
menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat di mana keberadaanya ada
sejak orang Jawa (Bahasa Jawa: Wong Jawa, Krama: Tiyang Jawi) itu ada. Hal tersebut dapat
dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang
dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya
sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama
yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskankan pada ajaran agama yang dianut
oleh filsuf Jawa.
Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu
mengarahkan insan : Sangkan Paraning Dumadhi (lit. "Dari mana datang dan kembalinya hamba
tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata dengan tuhannya : Manunggaling Kawula lan
Gusthi (lit. "Bersatunya Hamba dan Tuhan"). Dari kemanunggalan  itu, ajaran Kejawen memiliki
misi sebagai berikut:
1. Mamayu Hayuning Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
2. Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)
3. Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
4. Mamayu Hayuning Bhuwana (sebagai rahmat bagi alam semesta)

berbeda dengan kaum abangan kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi
larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jatidirinya
sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap
tuhannya. Jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya
yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen,
Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak
bertentangan dengan agamanya.
Kejawen merupakan kepercayaan dari sebuah etnis yang berada di Pulau Jawa. Filsafat Kejawen
didasari pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf dari Jawa. Walaupun Kejawen merupakan
kepercayaan, sebenarnya Kejawen bukanlah sebuah agama. Kejawen meerupakan kebudayaan
uyang melekat pada orang jawa. Dalam agamaislam terdapat islam kejawen dimana terdapat
sastra islam kejawen yang didalamnya terdapat unsure unsure islam terutama kearifan sufisme
dan akaran budi luhurnya di sadap oleh sastrawan jawa untuk mengembangkan, memperkaya,
dan mengislamkan warisa budya hindu 2 .

Dari naskah-naskah kuno Kejawen, tampak betapa Kejawen lebih berupa seni, budaya, tradisi,
sikap, ritual, dan filosofi orang-orang Jawa. Yang mana, itu tidak terlepas dari spiritualitas suku
Jawa.

Budaya Kejawen muncul sebagai bentuk proses perpaduan dari beberapa paham atau aliran
agama pendatang dan kepercayaan asli masyarakat Jawa. Sebelum Budha, Kristen, Hindu, dan
Islam masuk ke Pulau Jawa, kepercayaan asli yang dianut masyarakat Jawa adalah animisme dan
dinamisme, atau perdukunan.

Orang-orang Jawa yang percaya dengan Kejawen relatif taat dengan agamanya. Di mana, mereka
tetap melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan dari agamanya. Caranya, dengan
menjaga diri sebagai orang pribumi. Pada dasarnya, ajaran filsafat Kejawen memang mendorong
manusia untuk tetap taat dengan Tuhannya.

Sejak dahulu kala, orang Jawa memang dikenal mengakui keesaan Tuhan. Itulah menjadi inti
dari ajaran Kejawen sendiri, yakni yang dikenal dengan ‘Sangkan Paraning Dumadhi’,  atau
memiliki arti ‘dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan’.

Aliran filsafat kejawen biasanya berkembang seiring dengan agama yang dianut pengikutnya.
Sehingga kemudian dikenal terminologi Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Budha Kejawen, dan

2
Drs Ridin Showan dkk.merumuskan kembali interelasi islam jawa ( semarang;2004) hal 37
Kristen Kejawen. Di mana pengikut masing-masing aliran itu akan tetap melaksanakan adat dan
budaya Kejawen yang  tidak bertentangan dengan agama yang dipeluknya.

Secara umum, Kejawen sendiri merupakan sebuah kebudayaan yang mempunyai ajaran utama
yakni membangun tata krama atau aturan dalam berkehidupan yang baik. Kini Kejawen telah
banyak ditinggalkan, dan untuk sebagian orang bahkan dianggap representasi dari kekunoan.

Tetapi kenyataannya, masih banyak juga masyarakat Jawa yang menjalankan tradisi-tradisi
hingga saat ini. Sebut saja ritual nyadran, mitoni, tedhak siten, dan wetonan. Nyadran merupakan
upacara yang dilakukan orang Jawa sebelum Puasa tiba. Wujudnya, melakukan berziarah ke
makam-makam dan menabur bunga.

Kemudian mitoni. Tradisi ini diperuntukkan bagi wanita yang mengandung bayi untuk pertama
kalinya. Tepatnya di usia kehamilan tujuh bulan, ritual berupa siraman itu digelar. Lalu
ada tedhak siten, yakni ritual yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan seorang anak agar
dapat menjalani kehidupan  yang benar dan sukses di masa depan.

Sedangkan tradisi lainnya adalah wetonanyang mirip dengan tradisi ulang tahun. Hanya saja,
wetonan bisa dilaksanakan hingga 10 kali dalam setahun. Wetonandilaksanakan sesuai dengan
penunjukan waktu dalam penanggalan kalender Jawa.

Sekarang masih banyak tradisi Kejawen yang masih dilakukan oleh orang Jawa, selain tentunya
dilestarikan secara turun-temurun. Namun terkadang mereka seperti kehilangan makna filosofis
dari Kejawen itu sendiri. Sehingga mereka melakukan tradisi Kejawen tapi hanya menganggap
tradisi-tradisi itu sebagai kebiasaan masyarakat Jawa. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus
bangsa, sudah sepantasnya kita terus melestarikan dan bangga dengan adat istiadat khas
Indonesia.

Kejawen memang amat lekat dengan adat istiadat orang Jawa. Itulah sebabnya, walau Kejawen
telah banyak ditinggalkan, beberapa tradisi yang dalam Kejawen masih melekat di masyarakat
hingga kini. 

C. Teori Mistik Kejawen


Mistik adalah aspek esoteric dari penghayatan seseorang atau suatu organisasi yang
disebabkan oleh kekuatan spiritual (hornby 1984;559) .

Suryono mengungkapkan bahwa mistik adalah subsistem yang ada dalam hamper semua
agama dan system religi yang ditujukan untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan
merasakan emosi bersatu dengan tuhan (suryono 1985:259)

1. Memaknai Mistik Kejawen

Pernahkah anda mendengar istilah mistik kejawen? Saya yakin sebagian besar dari
anda pernah mendengar istilah ini, sekalipun anda bukan orang Jawa. Di kalangan
masyarakat Jawa, mistik kejawen sudah menyatu dan mendarah daging dalam sikap dan
perilaku keseharian. Sebagai salah satu contoh, setiap malam-malam tertentu (misalnya
malam jumat legi atau malam satu syuro), masyarakat Jawa akan melakukan ritual-ritual
tertentu lengkap dengan uba rampe yang diperlukan, seperti sesajen, kembang,
kemenyan, dan lain-lain. Nah, praktik semacam ini merupakan bagian dari perilaku
kejawen dalam masyarakat Jawa.

Tidak hanya pada hari-hari tertentu saja, di dalam tradisi masyarakat Jawa juga
sering diselenggarakan upacara selamatan (slametan) untuk berbagai tujuan, tergantung
pada kebutuhan dan keyakinan masyarakat setempat. Misalnya, selamatan untuk
memperingati hari kelahiran anak, selamatan untuk upacara perkawinan, selamatan untuk
memperingati kematian seseorang, selamatan untuk menolak sihir, selamatan untuk
pindah rumah, selamatan untuk melawan mimpi buruk agar tidak menjadi kenyataan,
selamatan sebagai wujud syukur atas hasil panen, selamatan untuk memohon kepada
arwah, dan lain sebagainya. Untuk beberapa tujuan itulah, selamatan sudah menjadi hal
yang biasa dilakukan secara berkala oleh masyarakat Jawa. 

Meski sebagian besar dari anda telah sangat familiar dengan istilah mistik kejawen,
namun tahukah anda apa sebenarnya yang dimaksud dengan mistik kejawen itu?
Mungkin anda perlu berpikir dua kali bahkan lebih untuk menjawab pertanyaan ini.
Sebab, diakui ataupun tidak, meski mayoritas masyarakat Jawa dalam tradisi
kesehariannya tidak bisa luput dari praktik kejawen, namun banyak dari mereka yang
belum memahami makna dari istilah mistik kejawen itu sendiri. Sehingga, muncul
banyak anggapan dan pemahaman yang kurang tepat mengenai mistik kejawen di
kalangan masyarakat Jawa. Ada yang menganggapnya sebagai agama, kebudayaan,
kepercayaan, dan berbagai prokonsepsi keliru lainnnya. Lantas, apakah sebenarnya mistik
kejawen itu? Sebelum kita mendefinisikan mistik kejawen secara utuh, mari kita
definisikan terlebih dahulu berdasarkan asal kata penyusunnya, yakni mistik dan
kejawen.

A. Pengertian Mistik

Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani, mystikos, yang


artinya rahasia (geheim), serbarahasia (geheimzinnig),tersembunyi (verborgen), gelap
(donker), atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Berdasarkan arti
tersebut, maka mistik sebagai sebuah paham (disebut mistisme) dapat dimaknai sebagai
paham yang memberikan ajaran yang serbamistis (misal ajarannya berbentuk rahasia
atau serbarahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kelaman), sehingga hanya
dikenal, diketahui, atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali para
penganutnya.

Sementara itu, menurut buku karangan De Kleine W.P. Encylopaedie karya G.B.J


Hiltermann dan Van de Woestijne, Sebagaimana dikutip dalam wikipedia.org, kata
mistik berasal dari bahasa Yunani yaitu myein yang artinya menutup mata (de ogen
sluiten) dan musterionyang artinya suatu rahasia (geheimnis). Kata mistik biasanya
digunakan untuk menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang
misteri. Dalam arti luas, mistik dapat didefinisikan sebagai kesadaran terhadap
kenyataan tunggal, yang mungkin disebut kearifan.

Selain kedua pengertian diatas, masih banyak mengenai pengertian mistik


lainnya, baik menurut versi Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu antropologi, filsafat,
maupun yang lainnya. Salah satunya:

a. Mistik merupakan hal gaib yang sangat diyakini hingga tidak bisa dijelaskan dengan
akal manusia biasa.
b. Mistik merupakan subsistem yang ada dihampir semua agama dan sistem religi untuk
memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan

Mistik merupakan pengetahuan yang tidak rasinal atau tidak dapat dipahami
rasio, maksudnya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami oleh rasio

Menurut Prof. Harun Nasution dalam tulisanOrientalis Barat, Mistisme—yang


dalam Islam adalah tasawuf— disebut sebagai sufisme. Sebutan ini tidak dikenal dalam
agama-agama lain, kecuali khusus untuk sebutan mistisme Islam. Itu artinya, di dalam
dunia Islam, juga terdapat mistik dan aliran mistik, yaitu tasawuf. Sebagaimana halnya
mistisme (mistik dalam dunia kejawen), tasawuf atau sufisme juga mempunyai tujuan
yang sama, yakni untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan,
sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan.

B. Pengertian Kejawen

Kejawen adalah sebuah kepercayaaan atau barangkali boleh dikatakan agama yang
terutama dianut oleh masyarakat suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di
Pulau Jawa. Kata kejawen berasal dari bahasa Jawa, yang artinya segala yang
berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa. Penanaman “kejawen” bersifat umum,
biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks
umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia.

Kejawen, dalam opini umum, berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap,
serta folosofi orang-orang Jawa. Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap
ajarannnya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau
Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang
dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Ajaran kejawen biasanya tidak
terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep “keseimbangan”. Dalam
pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan konfusianisme (paham yang
berintikan nilai-nilai moral kebaikan kepada penganutnya), namun tidak sama pada
ajaran-ajarannya.
Simbol-simbol “laku” biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi
yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantra, penggunaan bunga-
bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, sesajen, dan lain sebagainya. Akibatnya,
banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah
mengasosiasikan kejawen dengan praktik klenik dan pendukunan. Ajaran-ajaran kejawen
bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu,
Buddha, Islam, maupun Kristen. Oleh karena itu, lahirlah yang namanya Islam kejawen.

Menurut Kodiran (1971), kebudayaan spiritiual Jawa yang disebut kejawen ini
memiliki ciri-ciri umum. Pertama, orang Jawa percaya bahwa hidup di dunia ini sudah
diatur oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Mereka bersifat menerima takdir sehingga mereka
tahan dalam hal menderita.Kedua, orang Jawa percaya pada kekuatan gaib yang ada pada
benda-benda, seperti keris, kereta istana, dan gamelan. Benda-benda tersebut setiap tahun
harus dimandikan (dibersihkan) pada hari Jum’at Kliwon bulan Suro dengan upacara
siraman. Ketiga, orang Jawa percaya terhadap roh leluhur dan roh halus yang berada di
sekitar tempat tinggal mereka. Dalam kepercayaan mereka, roh halus tersebut dapat
mendatangkan keselamatan apabila mereka dihormati dengan melakukan selamatan dan
sesaji pada waktu-waktu teretentu.

Jadi teori Mistik kejawen adalah suatu upaya spiritual ke arah pendekatan diri
kepada Tuhan yang dilakukan oleh sebagian masayarakat Jawa. Pada dasarnya ada
beberapa alasan mendasar menjalankan mistik kejawen. Alasan ini berhubungan dengan
hakikat hidup manusia, dimana hidup manusia dituntut harus berbuat yang sejalan dengan
kehendak Tuhan. Itulah sebabnya, manusia menjalankan berbagai laku yang dikenal
sebagai ritual mistik kejawen. Hal ini sejalan dengan pandangan antropolog, Geertz.
Bahwa ada beberapa postulat yang berhubungan dengan teori mistik, diantaranya sebagai
berikut:

1. Dalam kehidupan sehari-hari manusia, perasaan tentang “baik” dan “buruk”, serta
“kebahagiaan” dan “ketidakbahagiaan” saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan. Tak
satu pun manusia bisa berbahagia sepanjang waktu, tetapi secara terus-menerus berada di
antara dua keadaan ini dari hari ke hari, jam ke jam, menit ke menit.

2. Tujuan manusia adalah untuk “tahu” dan “merasakan” rasa tertinggi ini dalam diri
sendiri. prestasi demikian membawa kekuatan spiritual, suatu kekuatan yang bisa
digunakan untuk maksud baik maupun buruk dalam soal-soal duniawi.

3. Pada tingkat pengalaman dan eksistensi tertinggi, semua manusia adalah satu dan sama
serta tidak ada individualitas.

4. Karena tujuan semua manusia untuk mengalami rasa, maka sistem religi kepercayaan
dan praktik-praktiknya seharusnya hanyalah merupakan alat untuk mencapai tujuan
tersebut dan hanya baik sepanjang semua itu bisa membawa kesana.

Dari beberapa postulat di atas, tampak bahwa mistik kejawen memiliki tujuan
mulia. Melalui olah rasa dan penghayatan batin yang mendalam, seorang pelaku mistik
akan mencapai rasa tertinggi dan selanjutnya hidupnya akan tenteram dan damai.

D . Syeh Siti Jenar Tokoh Mistik dibalik Kejawen

Syekh Siti Jenar, sebagaimana yang berkembang dalam masyarakat memiliki banyak banyak
nama antara lain akibat di alihbahasakan ke dalam berbagai tingkatan dalam bahasa Jawa.
Sebagian menyebut Syekh Siti Jenar dengan Sitibirit atau Siti Abrit. Sebagian yang lain sering
memanggil dengan Siti Rekta, Lemah Bang atau Lemah Abang. 3
Berdasarkan penelitian Dalhar Shodiq menyebutkan bahwa sebagian orang menyatakan bahwa
Syekh Siti Jenar berasal dari Cirebon. Ia adalah putra dari seorang raja pendeta. Ayahnya
bernama Resi Bungsu dan nama asli Syekh Siti Jenar ini ialah Ali Hasan alias Abdul Jalil. Suatu
saat, sang ayah marah besar atas kesalahan yang dilakukan anaknya tersebut. Sang ayah lalu dan
menyihir sang anak, sehingga berubah menjadi seekor cacing yang lalu dibuang ke sungai. 4

3
Abdul Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar (pergumulan Islam-Jawa), Jogjakarta, PT
Yayasan Bentang Budaya, 1999, h. 46.

4
Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan kematian, Syekh Siti Jenar, Jogjakarta, PT
Kreasi Wacana 2001,h 3.
Syaikh Abu Al-Fadl menyatakan bahwa nama asli Syekh Siti Jenar adalah Abdul Jalil bin
Abdul Qadir. Jika benar Abdul Qadir yang dimaksud Mbah Dlol 5disini adalah Sunan Gunung
Jati Putera Maulana Ishaq, maka dapat dikatakan bahwa Abdul Jalil (Syaikh Siti Jenar) adalah
keponakan Raden Paku alias Sunan Giri, meskipun dari jalur yang berbeda. Jikalau Sunan Giri
adalah putra Maulana Ishaq dengan ibu dari Blambangan, maka Sunan Gunung Jati (Abdul
Qadir) yang kemudian menurunkan Sayyid Abdul Jalil adalah putra Maulana Ishaq dengan ibu
yang berasal dari Pasai.6
Solichin Salam mempunyai pendapat lain lagi. Menurutnya asal-usul dari Syaikh Siti
Jenar tidak diketahui secara pasti. Namun demikian Solichin Salam mengutip pendapat Cemar
Amin Husain, seorang bekas Attache pers pada kedutaan RI di Mesir. Berpendapat bahwa nama
Siti Jenar barangkali karena kesalahan dalam mengucapkan lafal Sidi Jinnar yang berasal dari
bahasa Persia. Sidi berarti Tuan, sedangkan Jinnar adalah orang yang mempunyai kekuatan
seperti Api. Hal ini dihubungkan dengan kebudayaan yang ada antara Indonesia dengan Persia.7
Nama Siti Jenar menjadi penting bukan hanya karena banyak keterkaitannya dengan
sejarah perjuangan perkembangan Islam di Indonesia dan dinamika kekuasaan politik kerajaan
Demak. Posisi Syekh Siti Jenar yang lebih dekat elite keturunan terakhir Majapahit yang tidak
bersedia tunduk pada kekuasaan Raden Fatah dengan mengembangkan ajaran di luar mainstream
Ajaran walisongo tersebut. Sikap dan ajarannya inilah yang antara lain menyebabkan mengapa
kewalian Syekh Siti Jenar tidak diakui oleh Demak dan Walisingo8 Pandangan Syekh Siti Jenar
yang menganggap bahwa alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, jelas menyimpang
dari pendapat Wali Songo. Syekh Siti Jenar itu telah menyimpang dari ijma’ yaitu persesuaian
pendapat para waliullah, qias yaitu hukum Islam yang bersendikan
perbandingan dalil dan hadits, yang dipakai sebagai dasar dan pedoman pemerintahan kerajaan
Bintara. Dasar keyakinan umum yang sudah berlaku yang selama ini mampu mengatasi
berbagai macam persoalan, diputarbalikkan Syekh Siti Jenar dengan menyatakan bahwa dunia
ini adalah alam kematian9

5
Mbah Dlol yang dimaksud disini adalah Syaikh Abu Al-Fadl.
6
Ahmad Zaky Syafa’, Ajaran dan Pemikiran Syekh Siti Jenar, Jawa Timur,PT GALAXY(Bintang Pelajar
Group),2006 hal 59
7
Ibid hal 62
8
Abdul Munir Mullkha, Syeikh Siti Jenar Pergumulan Islam Jaw. Hal 47
9
Ibid hal 125
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling menarik sekaligus kontroversial ialah ajarannya
tentang hidup dan mati, Tuhan dan manusia, serta kewajiban memenuhi rukun Islam. Seluruh
murid dan pengikutnya dalam kisah tentang Syekh Siti Jenar memilih mati dengan caranya
sendiri. Kemampuan mematikan diri itu pernah menarik Sunan Kudus yang belajar merasakan
kematian pada Ki Ageng Pengging yang juga dikenal dengan nama Ki Kebokenongo10
Pandangan Syekh Siti jenar bahwa ia tidak wajib salat dan segala rukun dalam Islam dan aturan
formal yang disusun dalam ilmu syariah, bukan hanya didasari oleh konsepnya tentang manusia-
Tuhan. Melainkan juga didasari oleh pandangannya tentang makna hidup dan mati. Syekh siti
jenar memandang bahwa aturan syariat hanya berlaku bagi mereka yang telah mati. Pandangan
ini sekilas mirip dengan pandangan kebanyakan ulama lainnya, namun sesungguhnya berbeda.
Letak perbedaannya ada pada konsep tentang siapa yang disebut mati dan dan dimana
letak kehidupan dan kematian. Bagi syekh siti jenar, alam dunia ini adalah tempat kematian
manusia, sehingga hukum syariah tidak berlaku disini. Hukum syariah baru berlaku nanti di sana
sesudah manusia menemui ajalnya. Karena itu, syekh siti jenar memandang bahwa neraka dan
surga sudah ada di dunia sekarang. Ia berupa pertentangan berpasangan yaitu susah-senang,
bahagia- menderita, rugi-untung, dan pertentangan berpasangan lainnya. Yang merupakan
kenampakan surga di dunia.
Bagi Syekh Siti Jenar, hakikat manusia itu ialah jiwanya yang terperangkap dalam raga,
sehingga manusia terus menerus menghadapai kesengsaraan. Manusia baru akan memperoleh
kebebasan dari segala derita sesudah menemui ajal di mana kehidupan hakiki baru dimulai.
Pandangan seperti ini sebenarnya bukan barang asing di dalam sejarah Islam dan sejarah
pemikiran sebagaimana bisa dilihat dari pemikiran Plato dan juga Imam Alghazali.
Sesudah manusia menemui ajal, barulah segala pertentangan akan hilang dan berakhir. Syekh
Siti Jenar memandang bahwa tempat atau posisi Tuhan ada di dalam diri manusia. Pandangan
seperti ini juga bisa di temukan dalam pandangan dan praktek sufi terkenal Al-Hallaj yang
melahirkan konsep tentang wahdatul wujud. Ajaran Syekh siti jenar paling kontroversial terkait
dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat keberlakuan
syariat tersebut.
Berbeda dari kesadaran dan pengetahuan yang umum berlaku, Syekh Siti Jenar
memandang bahwa kehidupan manusia di dunia sekarang ini disebut sebagai kematian.

10
Abdul Munir Mulkhan, Ajaran Dan Jalan Kematian, Syeih Siti Jenar, hal 4
Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari
kehidupan yang hakiki dan abadi. Karena itu ia memandang manusia yang hidup di dunia kini
sebagai bangkai yang memiliki keinginan yang selalu berubah-ubah. Konsekuensinya, ia tidak
dapat di kenai hukum sebagaimana ketentuan syariah. Karena itu manusia di dunia ini tidak
harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji.
Pokok pandangan itu juga membawa pada kesimpulan lain tentang hubungan manusia
dengan Tuhan Allah, alam semesta dan Tuhan Allah. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa
Tuhan Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Ini mirip dengan konsep Al-Hallaj
tentang hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Karena itu, Syekh Siti
Jenar dan pengikutnya menolak tunduk di bawah pemeritahan raja. Bagi Syekh Siti Jenar,
kataatan mereka secara mutlak diberikan hanya kepada Tuhan yang mewujud di dalam budi.
Tempat bersemayam Tuhan dalam diri setiap orang11.
Ajaran dan seluruh pandangan Syekh Siti Jenar bersumber pada gagasan sentral tentang
ketuhanan yang ada dalam penelitian Dalhar dikaji dari, antara lain, buku Falsafah Siti Jenar
karya Brotokesowo berbentuk tembang dalam bahasa jawa. Buku itu membahas konsepsi
ketuhanan menurut penafsiran Syekh Siti Jenar yang sebagian merupakan dialog Syekh Siti Jenar
dengan KI Kebokenongo atau ki Ageng Pengging yang kemudian menjadi murid setianya
dan bersamanya membangkang tidak hanya kepada sultan Demak, tetapi juga
kepada Wali Songo.12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejawen adalah sebuah kepercayaaan atau barangkali boleh dikatakan agama
yang terutama dianut oleh masyarakat suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap
11
Ibid Hal 5-7
12
Abdul MunirMulkhan, Syeikh Siti Jenar, Pergmulan Islam Jawa. Hal 57
di Pulau Jawa. Kata kejawen berasal dari bahasa Jawa, yang artinya segala yang
berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa. Penanaman “kejawen” bersifat umum,
biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks
umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia.

Asal usul kejawen sebenarnya bermula dari dua tokoh misteri, yaitu Sri dan
Sadono. Sri sejatinya adalah penjelmaan Dewi Laksmi, istri Wisnu, sedangkan Sadono
adalah penjelmaan dari Wisnu itu sendiri. itulah sebabnya, jika ada anggapan bahwa Sri
dan Sadono adalah kakak beradik, kebenarannya tergantung dari mana kita meninjau.
Namun, kaitannya dengan hal ini, Sri dan Sadono sesungguhnya adalah suami-istri yang
menjadi cikal bakal kejawen.

Karakteristik kejawen sendiri lebih menekan kan pada kepercayaan masyarakat


kejawen terhadap ratu adil, denga kata lain mereka percaya bahwa kemalangan akan
hilang jika teah dating ratu adil. Kepercayaan akan benda-benda bertuah serta melakukan
slametan merupakan upaya orang Jawa untuk melakukan harmonisasi terhadap alam
sekelilingnya. Selain itu, inti dari ajaran kejawen adalamamemayu hayuning
bawana, yang dimuat dalamKakawin Arjuna Wiwaha (Mpu Kanwa, 1032).

Tokoh Ulama dibalik budaya kejawen yang sangat terkenal adlah Syekh siti jenar
yang sering dikaitkan dengan hewaan cacing. Berdasarkan penelitian Dalhar Shodiq
menyebutkan bahwa sebagian orang menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari
Cirebon. Ia adalah putra dari seorang raja pendeta. Ayahnya bernama Resi Bungsu dan
nama asli Syekh Siti Jenar ini ialah Ali Hasan alias Abdul Jalil.

Pemikiran dan ajaran Syeikh Siti Jenar yang paling menarik sekaligus
kontroversial ialah ajarannya tentang hidup dan mati, Tuhan dan manusia, serta
kewajiban memenuhi rukun Islam. Seluruh murid dan pengikutnya dalam kisah tentang
Syekh Siti Jenar memilih mati dengan caranya sendiri.

B. Saran
Makalah ini menjelaskan tentang asal usul, karakteristik, teori mistik dan tokoh
ulama dibalik budaya kejawen. Dengan mekalah ini penyusun berharap pembaca dapat
mengambil pemahaman dalam menyikapi budaya kejawen. Penyusun meminta maaf
apabila ada kesalahan dalam pemaparan makalah tentang kejawen tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanudin. 2006.Agama Dalam Kehidupan Manusia.Jakarta:PT Raja Grafindo


Persada

Paul Stange,Dr.2009.Kejawen Modern.Yogyakarta:LKIS Yogyakarta


Fidlin Shofwan.2004. Merumuskan Kembali Interelasi Islam Jawa.Yogyakarta:GAMA
MEDIA

Anda mungkin juga menyukai