Anda di halaman 1dari 7

Volume

ISSN:
DOI:

NILAI-NILAI KEJAWEN DALAM TRADISI BERSIH DESA DI


DESA MULYOSARI

Al Hakkam Zakiy Syahidan, Maulida Jihan Nabila, Naufal Kurniawan


UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
zakiy.syahidan17@gmail.com, maujihann@gmail.com,
Coresponden Author : naufal_kurniawan@gmail.com

Abstrak
Masyarakat Jawa yang berinteraksi dengan masyarakat luar Jawa membuat mereka melihat bagaiamana
kepercayaan itu muncul. Sebelumnya masyarakat Jawa memiliki kepercayaan dinamisme, animisme,
totemisme dan politeisme. Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat membentuk sebuah sinkretisme,
dimana sinkretisme tersebut menghasilkan aliran baru, yaitu Kejawen. Kejawen merupakan kepercayaan
masyarakat Jawa, Kejawen dianggap memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun aturan
berkehidupan yang mulia. Salah satu upacara adat dari Kejawen adalah bersih desa, upacara bersih desa
ditujukan untuk masyarakat Jawa agar desa senantiasa selamat dari bahaya atau bencana. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis literature
yang bersumber dari buku, jurnal yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan bersih desa
memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai Kejawen.

Kata kunci : Kejawen, Bersih Desa, Nilai-Nilai

Abstract
Javanese people who interact with people outside Java make them see how the belief arises. Previously,
Javanese people had beliefs in dynamism, animism, totemism and polytheism. However, over time the
community formed a syncretism, where the syncretism produced a new stream, namely Javanese. Kejawen
is a belief of the Javanese people, Kejawen is considered to have certain teachings, especially in building
noble rules of life. One of the traditional ceremonies of Kejawen is village clean, the village clean ceremony
is intended for Javanese people so that the village is always safe from danger or disaster. The method used
in this study is a qualitative research method using literature analysis sourced from books, relevant journals.
The results showed that village clean activities are related to Javanese values.

Keywords: Kejawen, Bersih Desa, Values.

Pendahuluan
Perkembangan kepercayaan masyarakat terbentuk dari berbgai suku yang sangat
beragam. Masyarakat Jawa yang terus berinteraksi dengan masyarakat dari luar Jawa
mereka mulai melihat kearah agama atau kepercayaan Monoteisme. Monoteisme
merupakan suatu kepercayaan di mana Tuhan yang Maha Satu sebagai sesembahan
mereka. Monoteisme berinteraksi dengan Animisme, Dinamisme, Totemisme dan
Politeisme. Penyebab interaksi ini maka terbentuk sinketrisme antara kepercayaan lama
dan kepercayaan monoteisme dan lahirlah aliran kepercayaan.
Penganut aliran kepercayaan di Jawa menyatakan bahwa kepercayaan yang
mereka anut merupakan Agama Jawad an kemudian dikenal dengan istilah Kejawen.
Secara etimologis Kejawen berasal dari kata Jawa yang dipahami sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan adat dan kepercayaan masyarakat Jawa. Kejawen dimaknai sebagai
filsafat yang keberadaannya ada sejak orang Jawa itu ada. Hal ini terlihat dari ajarannya
yang bersifat universal dan melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada
zamannya. (Sri Winatala Achmad, 2019)
Kearifan lokal merupakan nilai penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Ia
mengatur sikap-sikap lokal yang berkaitan dengan hubungan anatara makhluk hidup
(termasuk manusia) dengan lingkungan sekitarnya. Merti desa atau yang biasa disebut
bersih desa merupakan sebuah upacara yang adat yang ditujukan oleh masyarakat Jawa
agar desa senantiasa diberikan keselamatan dari mara bahaya atau bencana. Bersih desa
merupakan salah satu upacara adat Kejawen yang hingga saat ini masih dilaksanakan.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas mengenai sejarah Agama Jawa dan juga
aliran-alirannya. Dan juga mengungkap praktik bersih desa di Desa Mulyosari Kecamatan
Pagerwojo Kabupaten Tulungagung sebagai contoh dari agama jawa serta membahas
bagaimana nilai-nilai Kejawen yang ada dalam upacara adat bersih desa tersebut.

Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif merupakan metode
penelitian yang meggunakan data deskriptif berupa bahasa tertulis atau lisan dari orang
dan pelaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif dilakukan untuk menjelaskan dan
mengalaisis fenomena individu atau kelompok, peristiwa, dinamika sosial, sikap,
keyakinan , dan presepsi.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data yang
diperoleh melalui studi literature. Metode studi literature merupakan serangkaian kegiatan
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
megolah bahan penelitian (Zed, 2008). Pengumpulan data dilakukan melalui buku dan
jurnal yang berkaitan dengan Agama Jawa, Kejawen, dan bersih desa. Lalu dianalisis dan
diidentifikasi untuk mengaitkan nilai-nilai Kejawen yang ada dalam upacara adat bersih
desa.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Sejarah Agama Jawa
Sejarah agama Jawa dimulai sejak adanya penduduk pribumi Jawa yang telah ada
sejak satu juta tahun lalu. Penduduk jawa yang berbaur terdiri dari berbagai suku sangat
menentukan keanekaragaman dalam kepercayaan, tetapi hingga sekarang tidak terdeteksi
agama apa yang mereka anut. Kebanyakan sejarawan hanya mengungkapkan bahwa
mereka memiliki kepercayaan animism, dinamisme, toteisme, dan politeisme.
Perkembangan selanjutnya, agama Hindu, Buddha, Islam, Kristen Katolik, Kristen
Protestan, dan Konghucu masuk di Jawa. Masyarakat Jawa tidak sepenuhnya memeluk
agama-agama tersebut, mereka menyatukan agama tersebut dengan kepercayaan lama.
Sumber-Sumber Ajaran Kejawen
a. Karya Sastra
1. Kakawin Arjuna Wiwaha
Karya Mpu Kanwa, seorang pujangga yang hidup di era pemerintahan
Airlangga di Kahuripan. Ajaran yang dapat dipetik dari naskah Kakawin
Wiwaha, diantaranya bobot, bibit, dan bebet dalam memilih pasangan hidup.
2. Kakawin Bharatayuddha
Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, karya ini
mengisahkan peperangan Pandawa melawan Kurawa dan dimenangkan
Pandawa itu merefleksikan perseteruan Kadiri dengan Janggala dan berakhir
dimenangkan Kadiri. Karya sastra ini sering digunakan sebagai sumber ajaran
Kejawen karena sarat nilai-nilai filosofis didalamnya.
3. Kakawin Nagarakertagama
Karya ini diubah oleh Mpu Prapanca, berdasarkan analisa sejarah penulis
karya sastra ini adalah Dang Acarya Narendra yang merupakan bekas
pembesar urusan agama Buddha di Majapahit. Ajaran-ajaran filosofis dalam
Kakawin Nagarakertagama, salah satunya yakni sebagai pemimpin negara
yang arif tidak membeda-bedakan agama satu dengan yang lainnya.
4. Serat Wulang Reh
Sri Susuhunan Pakubuwono IV merupakan raja Kasunanan Surakarta yang ke-
3 yang tertarik dengan kesusastraan. Salah satu makna filosofis karya ini
adalah kaum muda jangan bermalas-malasan dan menghabiskan waktu
hidupnya hanya untuk makan dan tidur, hendaklah kaum muda untuk selalu
mengenakan pakaian sekadarnya dan tidak bersikap congkak.
b. Kesenian Tradisonal
1. Seni Tari
Seni tari mengandung tuntunan (pendidikan) filsafat melalui gerak, irama, rasa
dan ekspresi dari para penarinya.
2. Seni Wayang
Seni wayang memiliki makna filosfis Jawa yang tinggi, karena sei wayang
merupakan seni adiluhung yang mengajarkan filososfi Jawa bagi setiap
manusia.
c. Upacara Adat
1. Berhubungan dengan Kehidupan Manusia
Upacara adat yang berhubungan dengan manusia dilakukan agar keberadaan
manusia di muka bumi akan mendapatkan keselamatan, memiliki keutamaan
budi, ketajaman intelektual, dan kepekaan rasa, memperoleh derajat yang
tinggi, berbakti kepada Tuhan, serta mendapatkan surge.
2. Berhubungan dengan Alam
Hamemayu hayuning bawana (melestarikan alam) merupakan salah sat
kewajiban bagi masyarakat Jawa. Berbagai upacara adat yang berhubungan
dengan alam
i. Sedekah Bumi
Upacara adat ini memiliki pengertian mengorbankan sebagian harta
benda sebagai sesaji dari masyarakat kepada bumi karena telah
memberikan hasil yang melimpah.
ii. Sedekah Laut
Sedekah laut memiliki tujuan yang sama dengan sedekah bumi,
perbedaannya upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Jawa yang
dihidup di pantai.
iii. Merti Desa
Merti desa (bersih desa) merupakan upacara adat yang merupakan
bentuk permohonan pada Tuhan agar bumi selalu dalam keadaan aman
dan jauh dari bencana.
iv. Labuhan
Labuhan dilaksanakan dengan membuang sebagian barang milik dari
peserta upacara adat tersebut. Labuhan memiliki tujuan untuk
membebaskan diri dari kesialan dalam mendapatkan rezeki atau
penyakit yang menjangkit di dalam tubuh.
3. Berhubungan dengan Agama atau Kepercayaan
a. Malem Suran dan Mubeng Beteng
Pelaksanaan mubeng beteng ialah seluruh peserta melakukan doa bersama.
Dari doa-doa yang mereka lafalkan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
mbueng beteng bukan hanya untuk melestarikan tradisi, namun makna
filosofisnya ialah sebagai laku spiritual yang dapat memberikan hubungan
dinamis antara manusia, alam, dan Tuhan agar kehidupan menjadi tentram
dan sejahtera, juga jauh dari bencana.
b. Saparan
Saparan bermakna kulturan, karena yang tersaji dalam prosesi serangkaian
barisan prajurit, para penandu boneka sepasang pengantin (terbuat dari
bahan ketan dan juruh), binatang klangeanan Kyai Wirasuta, sepasang
patung genderuwo dan beberapa kelompok kesenian merupakan produk
khas budi daya para creator local Ambarketawang.
Nilai-Nilai Kejawen
Nilai-nilai Kejawen memiliki tujuan utama adalah hubungan ideal antara manusia
dengan Tuhan, maka Kaum Kejawen selalu membahas hingga mencapai suatu
pemahaman tentang substansi sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula-Gusti
dan kasampurnaning dumadi. Pemahaman tersebut yang mendasari kepercayaan
(keyakinan) Kaum Kejawen kepada Tuhan. (Sri Wintala Achmad, 2019).
1. Sangkan Paraning Dumadi
Sangkan paraning dumadi memiliki makna asal dan tujuan kehidupan manusia di
dalam jagad raai (dunia). Manusia berasal dari 4 anasir yang bersifat fisik dan ruh atau
nyawa zat gaib yang diberikah oleh Tuhan.
2. Manunggaling Kawula Gusti
Makna manunggaling kawula Gusti ialah bersatunya antara hamba (manusia dengan
Tuhan). Maksud “bersatu” disini merupakan bersatunya antara kehendak manusia dan
kehendak Tuhan. Kehendak manusia (disesuaikan) dengan kehendak Tuhan. Segala
perintah Tuhan harus dijalankan oleh manusia.
3. Kasampurnaning Dumadi
Kasampurnaning dumadi bermakna hidup yang sempurna, dikarenakan segala
kehidupannya senantiasa berdasarkan spirit pengabdiannya kepada Tuhan secara
total. Maka seorang yang ingin mencapai kasampurnaning dumadi harus
melaksanakan catur lampah (empat laku), yakni:
a. Hamemayu Hayuning Bawana
Artinya menjaga kesehatan jiwa dan raga.
b. Hamemayu Hayuning Kaluwarga
Artinya menjaga ketentraman di dalam keluarga.
c. Hamemayu Hayuning Sasama
Artinya menjalin persaudaraan tanpa memandang suku, ras, dan agama.
d. Hamemayu Hayuning Bawana
Artinya menjaga perdamaian dunia.

Prosesi Bersih Desa Mulyosari


Kegiatan bersih desa dilakukan oleh banyak desa di Jawa, dengan nama dan cara
yang tidak selalu sama. Adapun tujuan dilakukan bersih desa merupakan bentuk
permohonan pada Tuhan agar desa tersebut selalu dalam keadaan aman, tentram, dan jauh
dari bencana. Oleh karena itu, tradisi tersebut telah mendarah daging, dalam masyarakat
Jawa pedesaan, karena hampir setiap wilayah menyelenggarakannya. Pelaksanaan bersih
desa dari waktu ke waktu bisa jadi berubah, namun tujuan dilaksanakannya tetap sama
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena hal ini bersih desa dapat berusia panjang.
Bersih desa biasanya dilakukan dengan rangkaian juga pertunjukan serta
permainan tradisional yang menurut masyakarat memiliki kepercayaan magis bagi desa
untuk keberkahan hidup bersama di desa tersebut (Fasah,2018). Masing-masing daerah
memiliki keunikan tersendiri dalam melaksanakan bersih desa, contohnya di Desa
Mulyosari Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung. Bersih desa ialah kegiatan
bersama membersihkan desa baik jasmani maupun rohani. Bersih desa dilakukan melalui
berbagai ritual atau upacara baik secara individu maupun kolektif untuk meminta
keselamatan dan menghindari segala bentuk bahaya (tolak bala’). Upacara yang
melibatkan semua masyarakat desa tersebut menimbulkan rasa kebersamaan dan
menumbuhkan rasa solidaritas.
Desa Mulyosari merupakan salah satu desa yang masih melestarikan upacara adat
ini pada setiap tahunnya. Warga Desa Mulyosari biasa menyebut bersih desa dengan
sebutan ngruwat ambrukala. Bersih desa di Desa Mulyasari dilaksanakan pada Jum’at
kliwon bulan selo tetapi umumnya dibeberapa tempat diadakan pada bulan suro.
Adapun pelaksanaan bersih desa di desa mulyosari adalah diawali dengan khotmil
Qur’an pada Kamis pagi dibalai desa. Kemudian dilanjutkan pada malam Jum’at kliwon
sesudah maghrib diadakan yasinan dan tahlilan yang dipimpin oleh moden desa.
Kemudian acara bersih desa tersebut ditutup dengan pagelaran wayang semalam suntuk.

Gambar 1. Pagelaran wayang dalam rangka bersih desa


Pelaksanaan bersih desa diikuti oleh perkawilan yang biasanya berjumlah 10
orang setiap RT. Pada acara bersih desa biasanya terdapat beberapa hal yang harus
dipersiapkan yaitu meliputi ambeng, cokbakal dan air yang diletakkan pada kendi.
Ambeng merupakan nasi putih dalam wadah yang berupa periuk atau besek. Nasi
ambengan memiliki makna bumi sebagai tempat tinggal ciptaan Tuhan, baik manusia,
hewan, tumbuhan, atau lainnya, yang harus dilindungi karena merupakan hal yang penting
dalam kehidupan semua ciptaan Tuhan.
Cokbakal merupakan sesaji yang berisi bunga, telur ayam Jawa, air dalam kendi
dan kopi. Cokbakal menggambarkan dunia berserta isinya, karena terdapat tempat yang
melambangkan dunia, kendi melambangkan rasa yaitu pahit, manis, asin kecut asam dan
pedas. Cokbakal merupakan sarana untuk menghormati danyang tanah Jawa dan danyang
penguasa tempat yang ditinggali. Cokbakal memiliki tujuan meminta ijin agar ketika
menjalani kehidupan selalu dilindungi oleh danyang ini. Air dalam kendi akan dibagikan
untuk satu kelurahan, agar cukup untuk orang banyak maka air tersebut akan dicampur
dengan air biasa.
Menurut warga Desa Mulyosari acara bersih desa ini bertujuan untuk menjaga
keamanan dan ketentraman desa. Selain itu, bersih desa juga sebagai sarana melestarikan
budaya yang bertujuan untuk menolak bala bencana pada suatu daerah. Menurut
kepercayaan warga Desa Mulyosari jika upacara bersih desa tidak dilaksanakan maka
akan datang bencana atau musibah yang menimpa Desa Mulyosari.
Kejawen bersinggungan dengan agama lain yang menyebabkan masyarakat
Kejawen senantiasa mengakui keesaan Tuhan yang kemudian menjadi inti ajaran yakni
sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup), manunggaling kawula-Gusti
(bersatunya hamba dengan Tuhan), dan kasampurnaning dumadi (kesempurnaan hidup).
Kejawen merupakan kepercayaan masyarakat Jawa, karena bahasa pengantar ibadah
bahasa Jawa. Pada lazimnya, penganut ajaran Kejawen tidak menganggap ajarannya
sebagai agama, tetapi lebih tepatnya melihat sebagai cara pandang dan nilai-nilai yang
dibarengi dengan sejumlah laku.
Adapun nilai-nilai kejawen dalam upacara bersih desa tersebut adalah Pertama,
sangkan paraning dumadi yakni berupa bentuk rasa syukur masyarakat setempat kepada
Tuhan YME karena berasal dan besar dari hasil alam didesa tersebut. Kedua,
Manunggaling Kawula Gusti dalam hal ini masyarakat desa mulyosari walaupun dapat
hidup aman dan tentram didesa tersebut tidak melupakan adanya campur tangan tuhan
YME sehingga diadakan upacara bersih desa tersebut. Terakhir, Kasampurnaning
Dumadi, bersih desa diadakan salahsatunya bertujuan untuk menjaga silahturahmi dan
kerukunan antar masyarakat agar kasampurnaning dumadi (hidup yang sempurna) dapat
tercapai. Karena tanpa adanya catur lampah kasampurnaning dumadi tidak dapat tercapai.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan maka bisa disimpulkan bahwa upacara
bersih desa merupakan tradisi dari Kejawen yang masih ada sampai saat ini dan
dilaksanakan hampir disetiap desa di Kabupaten Tulungagung, salah satunya di Desa
Mulyosari Kecamatan Pagerwojo. Bersih desa di Desa Mulyosari berisi kegiatan khotmil,
yasin tahlil, dan pagelaran wayang. Upacara tersebut bertujuan sebagai wujud rasa syukur
masyarakat setempat kepada Tuhan YME dan untuk menjaga desa tersebut dari mara
bahaya. Bersih desa memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai Kejawen yaitu sangkan
paraning dumadi, manunggaling kawula Gusti, dan kasampurnaning dumadi. Menurut
kepercayaan masyarakat setempat apabila bersih desa tidak dilaksanakan maka akan
datang bencana.

Daftar Pustaka
Achmad, S. W. (2019). Sejarah Agama Jawa. Yogyakarta: Araska.
Dadang Sundawaa, L. B. (2021). Implementasi Nilai Karakter Religius dalam Tradisi Bersih
Desa. JURNAL MORAL KEMASYARAKATAN.
Dewi, A. P. (2018). Sinkretisme Islam Dan Budaya Jawa dalam Upacara Bersih Desa di Desa
Purwosari Kabupaten Ponorogo. Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman .
JATMIKO, A. P. (2016). TRADISI UPACARA BERSIH DESA SITUS PATIRTHĀN DEWI
SRI DI DESA SIMBATAN . e-Journal Pendidikan Sejarah.
Muhajir, M. M. (2022). Praktek Tradisi Merti Desa dalam Membangun Harmoni Masyarakat.
Jurnal Lektur Keagamaan.
Regina Rapa Pongbangnga, S. E. (2023). Makna Simbolik Pada Ritual “Unggah-Unggahan”
Masyarakat Bonokeling . INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research.
Rifatus Sholikah, D. H. (2021). EKSISTENSI TRADISI BERSIH DESA SEBAGAI UPAYA
MEMPERTAHANKAN WARISAN BUDAYA LELUHUR. Jurnal Program Studi
Pendidikan Sejarah.
Suwardi. (2006). MISTISISME DALAM SENI SPIRITUAL BERSIH DESA DI KALANGAN
. Jurnal Kebudayaan Jawa, 3.
Toto Margiyono, W. A. (2023). ANALISIS BENTUK DAN MAKNA COK BAKAL DALAM
SESAJI JAWA. Widya Aksara, 4.

Anda mungkin juga menyukai