Anda di halaman 1dari 5

KEJAWEN

A. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan banyaknya ciri khas


dan tradisi yang ia miliki, Indonesia juga menyimpan berbagai macam
kepercayaan dan keyakinan yang bermacam-macam, salah satunya adalah
Islam kejawen. Aliran ini rasanya sudah sekian lama tumbuh dan berkembang
di Indonesia terutama di pulau Jawa. Di dalam aliran inilah terjadi akulturasi
dan sinkretisasi antara tradisi dan kepercayaan lokal di suatu pihak, dengan
ajaran dan kebudayaan Islam di pihak lainnya. Pada kesempatan kali ini, kita
akan membahas lebih dalam mengenai Islam Kejawen dan segala hal yang
berkaitan dengannya.

B. Pembahasan
1. Pengertian Kejawen

Secara etimologis, Kejawen berasal dari kata Jawa yang dipahami sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan masyarakat Jawa.
Sementara secara substansial, kejawen dimaknai sebagai filsafat di mana
keberadaannya ada sejak orang Jawa itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari
ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama
yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak
menegaskan ajarannya sebagai agama meskipun memiliki tingkah laku.
Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut, karena filsafat
Kejawen dilandaskan pada ajaran agama yang dianut oleh filosof Jawa.

Kepercayaan masyarakat Jawa disebut Kejawen, karena Bahasa pengantar


ibadah atau tingkah spiritualnya menggunakan Bahasa Jawa. Namun dalam
konteks umum, Kejawen tetap dianggap sebagai filsafat yang memiliki ajaran-
ajaran tertentu terutama dalam membangun tata krama (aturan berkehidupan
yang mulia). Sementara dalam opini umum, Kejawen berisikan tentang seni,
budaya, tradisi, ritual, sikap, serta filosofi orang-orang.

Pada lazimnya, penganut ajaran Kejawen tidak menganggap ajarannya


sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik (sebut: Islam atau
Kristen), tetapi melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai
yang dibarengi dengan sejumlah tingkah laku (mirip dengan ibadah). Ajaran
Kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang tetap serta menekankan
pada konsep keseimbangan kosmos.1

2. Proses masuknya budaya Jawa dan Islam

Dalam proses penyebaran Islam di Jawa terdapat dua pendekatan


tentang bagaimana cara yang ditempuh agar nilai-nilai Islam diserap
menjadi bagian dari budaya Jawa, yaitu:

a. Pendekatan yang pertama disebut Islamisasi kutur Jawa melalui


pendekatan ini budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak
Islam, baik secara formal maupun secara substansial, upaya
ditandai dengan istilah-istilah Islam, nama-nama Islam,
pengambilan peran tokoh Islam ada berbagai cerita lama sampai
kepada penerapan hukum-hukum, norma-norma Islam dalam aspek
kehidupan.

b. Pendekatan yang kedua disebut Jawanisasi Islam yang diartikan


sebagai upaya penginternalisasian nilai-nilai Islam melalui cara
penyusupan ke dalam budaya Jawa. Melalui cara pertama,
Islamisasi dimulai dari aspek formal terlebih dahulu sehingga
symbol-simbol keislaman Nampak secara nyata dalam budaya
Jawa, sedangkan pada cara kedua, meskipun istilah-istilah dan
nama-nama Jawa tetap dipakai, tetapi nilai yang dikandungnya
adalah nilai-nilai Islam sehingga Islam menjadi menjawa.

3. Proses Ibadah Kejawen

Masyarakat Jawa merupakan suatu kesatua masyarakat yang terikat oleh


norma-norma yang di dalamnya terdapat norma agama, sejarah, dan tradisi.
Mereka juga terkenal suku bangsa Jawa masa Pra-sejarah yang memiliki

1
Sri Wintala Achmad, Sejarah Agama Jawa, (Yogyakarta: Araska, 2019), hlm 13-14
kepercayaan Animisme dengan kepercayaan tersebut mereka beranggapan
bahwa disamping semua roh yang ada terdapat roh yang paling berkuasa dan
lebih kuat dari manusia. Dan agar terhindar dari roh tersebut mereka
mengadakan upacara yang disertai dengan sesajen.

a. Pelaksanaan upacara dilakukan oleh masyarakat Jawa agar


keluarga mereka terlindung dari roh yang jahat, yang mana mereka
beribadah untuk menyelamatkan roh nenek moyang mereka karena
mereka beranggapan roh yang pernah hidup pada masa sebelumnya
dianggap banyak jasa dan pengalamannya perlu dimintai berkah
dan petunjuk. mereka menyebut acara ini perewangan yaitu, cara
menghadirkan arwah nenek moyang dengan mengundang orang
yang sakti dan ahli dalam bidang tersebut sebagai kelengkapan
upacara tersebut mereka menyiapakan sesaji dan membakar
kemenyan atau bau-bauan lainnya yang digemari oleh nenek
moyang dan mereka menyempurnakan upacara tersebut dengan
bunyi-bunyian dan tari-tarian agar arwah nenek moyang yang
dipanggil menjadi gembira

b. Tindakan keagamaan lainnya sebagai sisa peninggalan zaman


animisme adalah pemberian sesaji yang berdiam di pohon-pohon
beringin atau pohon besar yang berumur tua, disendang-sendang
atau belik, tempat air, di kuburan tua dari tokoh yang terkenal pada
masa lampau atau tempat-tempat yang dianggap keramat dan
mengandung kekuatan gaib. Agar dapat menarik simpatik roh-roh
yang berdiam di tempat tersebut mereka menaruh makanan kecil
atau Bunga yang mana mereka beranggapan bahwasanya makhluk
penghuni tersebut tidak menggangu keselamatan, ketentraman, dan
kebahagiaan keluarga yang bersangkutan.2

2
M. Darori Amin, M.A, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000)
hlm. 3, 5-6
Shalat dalam Islam Kejawen

Shalat dalam agama kejawen mempunyai makna tersendiri.


Dimulai dari takbiratul ihram. Takbiratul ihram memiliki makna
sebagai sebuah pekerjaan yang membuka hubungan antara manusia
dengan kawula gusti. Ihram juga bisa diartikan sebagai pekerjaan yang
haram dikerjakan dalam shalat. Artinya dalam takbiratul ihram itu
harus memutuskan hubungan dengan manusia. Berdiri dalam shalat
juga mengandung makna tersendiri.
Allah berdiri sendiri, Allahu-l-wahid tak beranak dan tidak
diperanakana. Maka ketika shalat manusia harus memiliki rasa
kesadaran bahwasannya Allah berdiri sendiri tanpa bantuan dari pihak
manapun. Duduk tasyahud atau takhiyah juga mengandung makna
kesadaran diri sendiri. Gerakan terakhir adalah salam, salam ke kanan
menyatakan bahwa kita memberikan salam kepada rohani pada hari
hisab, dan salam ke kiri memperoleh rahmat dan kasih sayang dari
Allah.
4. Ajaran Kejawen

Kejawen yang merupakan kepercayaan masyarakat Jawa tersebut


memiliki ajaran-ajaran yang bervariasi dan mengadopsi ajaran agama
pendatang baik Hindu, Budha, Islam, maupun Kristen. Gejala
sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena
dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan
zaman.

Karena Kejawen sendiri bersinkritisme dengan ajaran agama lain


yang mayoritas menyembah pada Tuhan Yang Maha Esa, maka Islam
Kejawen juga senantiasa mengakui keesaan Tuhan yang kemudian
menjadi inti ajaran mereka seperti sangkan paraning dumadi (asal dan
tujuan hidup), manunggaling kawula-gusti (bersatunya hamba dengan
Tuhan) dan Kasampurnaning dumadi (Kesempurnaan Hidup).

Berbeda dengan kaum abangan, kaum kejawen relative taat pada


agama, yakni dengan menjauhi larangan atau melaksanakan perintah
agama, namun tetap menjaga jati dirinya sebagai orang Jawa,
mengingat ajaran Kejawen mendorong untuk taat kepada Tuhan.
Akibat dari pemahaman ini, maka munculah aliran filsafat kejawen,
semisal: Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Budha Kejawen, Kristen
Kejawen, Kejawen Kapitayan yang tetap melaksanakan adat dan
budayanya yang tidak bertentangan dengan agama.

5. Ciri Khas Ajaran aliran Kepercayaan Kejawen


Melalui nama aliran kepercayaan kejawen dapat diketahui tentang
ajaran yang menjadi ciri khas dari komunitas tersebut. Komunitas-
komunitas

Anda mungkin juga menyukai