Oleh :
Nur Hanifah : 122090101
Aurelia Febriyanti rahmat : 122090103
Ghaliyah Salsabillah : 122090111
Faiq Nur Rohman : 122090116
Abstrak
1
A. Pendahuluan
Agama lokal adalah istilah yang disematkan pada sistem kepercayaan asli nusantara,
yaitu agama tradisional yang telah ada sebelum kedatangan agama-agama besar seperti,
Hindu, Budha, Islam dan Kristen di bumi Nusantara ini. Banyak kalangan masyarakat yang
tidak lagi mengetahui bahwa sebelum kedatangan agama resmi, masuk ke Indonesia di setiap
daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan yang dipeluk
oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten; Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga
dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa penamaan lain) di Cigugur, Kuningan,
Jawa Barat; agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur; agama
Parmalim, agama asli Batak; agama Kaharingan di Kalimantan; kepercayaan Tonaas Walian
di Minahasa, Sulawesi Utara; Tolottang di Sulawesi Selatan; Wetu Telu di Lombok; Naurus
di Pulau Seram di Propinsi Maluku, dan lain-lain.
Dengan melihat pada spirit ajaran agama lokal, khususnya dalam hal ini adalah ajaran
Sunda wiwitan Madrais, setidaknya kita dapat melihat bahwa Agama Lokal tidaklah
sesederhana yang kita duga, bahkan sudah memiliki konsep ajaran yang cukup
Complicated,dan lengkap. Dan cukup layak untuk dikategorikan sebagai agama.
2
Rumusan Masalah
Tujuan
Teori yang digunakan dalam studi ini adalah teori agama dari Emile Durkheim.
Menurut Durkheim agama berasal dari anggota masyarakat sendiri Setiap anggota
masyarakat selalu membedakan mengenai hal – hal yang di anggap sakral dan di anggap
profane atau duniawi.
Terdapat dua sifat dalam kesadaran kolektif, yaitu yang bersifat exterior dan
constraint. Sifat exterior yang termasuk di dalamnya adalah kesadaran kolektif yang berada di
luar kesadaran individu manusia dan yang masuk ke dalam individu tersebut dalam
perwujudannya adalah aturan – aturan moral, aturan – aturan agama, aturan – aturan baik dan
buruk , luhur dan mulia dan lain sebagainya. Aturan – aturan tersebut akan tetap ada
sekalipun individu – individu yang bersangkutan sudah tidak ada lagi. Sedangkan dalam
sifatnya yang constraint, kesadaran kolektif tersebut memiliki daya memaksa terhadap
individu – individu. Pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat terhadap
kesadaran kolektif, akan mengakibatkan adanya sanksi – sanksi hukuman terhadap anggota
masyarakat yang bersangkutan, atau dapat dikatakan bahwa kesadaran kolektif itu adalah
3
suatu konsensus anggota masyarakat yang mengatur hubungan sosial diantara anggota
masyarakat yang bersangkutan. Kepercayaan–Kepercayaan,
Ritual– Ritual dan Gereja Terdapat tiga kondisi yang diperlukan dalam perkembangan
agama, yaitu:
(2).Dibutuhkan sekumpulan ritual agamis , hal – hal itu adalah ‘aturan – aturan perilaku yang
menetapkan bagaimana seorang manusia harus membawakan diri dalam kehadiran objek –
objek sakral tersebut”.
(3). Agama akhirnya memerlukan sebuah gereja, atau suatu komunitas moral tunggal yang
melingkupi, antar hubungan di antara yang suci, kepercayaan – kepercayaan, ritual – ritual,
dan gereja.
Sunda wiwitan
Adalah ajaran dengan unsur monoteisme purba, yang memiliki konsep di atas para
pangersa dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak
berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang setara dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Sunda Wiwitan mempunyai konsep tentang “Alam” yang khas. Dengan penggunaan
huruf kapital dalam kata “Alam”, para penganut ajaran ini artinya tidak hanya menyembah
roh-roh yang berada di dalam batu.
Agaknya konsep “Alam” dalam kepercayaan Sunda Wiwitan itu mirip dengan konsep
Deus sive natura dalam pemikiran filsuf Spinoza: Dunia atau alam adalah “Tuhan”, namun
“Tuhan” itu sendiri lebih dari sekadar dunia.
4
Ajaran sunda wiwitan
Dalam ajarannya sendiri Sunda Wiwitan sangat dekat dengan konsep saling menghormati
antara manusia dengan alam, seperti yang terjadi di Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan,
dengan tradisi Seren Taunnya. Masyarakat di sana, selalu mengungkapkan rasa syukurnya
terhadap melimpahnya hasil pertanian. Dan lewat tradisi itu juga mereka berusaha memberi
pesan agar manusia bisa menggunakan sumber air secara bijak.
Metode Penelitian
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe deskriptif. Studi ini bertujuan untuk
menjelaskan secara deskriptif terhadap data yang didapatkan dari para informan. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci,
mengidentifikasikan masalah, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang
dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman
mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
Lokasi yang di pilih adalah di Kuningan, Jawa Barat yaitu lebih tepatnya di Desa
Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Alasan memilih lokasi penelitian di
Cigugur, karena masyarakat Cigugur masih menjaga kebudayaan, agama, atau kehidupan
sosialnya.
Penelitian ini menggunakan teknik purposif dalam menentukan subjek atau informan
yang relevan. Purposif adalah cara pengambilan subjek penelitian dengan kriteria dan situasi-
situasi khusus. Penelitian ini berusaha untuk mencari karakteristik dari masing-masing
informan, yaitu mulai dari latar belakang informan, hambatan serta rintangan yang di
lakukan, serta pengaruh dari budaya – budaya serta agama lain terhadap eksistensi Sunda
Wiwitannya.
C. Pembahasan
Eksistensi Agama Sunda Wiwitan, agama merupakan sebuah unsur penting dari sebuah
masyarakat, karena masyarakat banyak juga yang berpendapat bahwa agama berperan
sebagai penuntun atau menjadi panutan hidup dalam setiap umatnya, sehingga agama sendiri
berperan sebagai penerang, penjelas antara yang benar dan yang buruk, pemberi arahan untuk
melakukan tindakan, bahkan agama juga bisa menjadi rumah yang dapat menampung jiwa –
5
jiwa yang kosong atau jiwa – jiwa yang membutuhkan pencerahan. Perbedaan persepsi
tentang agama juga ditunjukkan pada setiap pengikut atau penganut agama, yang mempunyai
kedudukan berbeda dalam agama tersebut, sehingga dalam kesehariannya terdapat perbedaan
diantara individu yang memahaminya seperti hal yang biasa, dengan yang berperan secara
langsung dalam setiap kegiatan dan mengerti betul nilai – nilai agama yang terkandung di
dalamnya.
Aliran Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan yang berasal dari mitologi
India yang diadaptasi oleh sekelompok masyarakat di tanah sunda. Ajaran Sunda Wiwitan
bisa dianalogikan seperti kemiripan berbagai macam makanan di Indonesia yang hanya
dibedakan oleh namanya saja, mungkin di daerah Jawa Barat, makanan yang mempunyai
bahan dasar tahu, kol, toge dan dibumbui dengan sambal kacang disebut dengan ketoprak,
namun dilain tempat misalnya di Jawa Timur, makanan ini disebut dengan nasi pecel. Sama
seperti ajaran Sunda Wiwitan, sebenarnya dalam ajarannya tetap mengajarkan keluhuran
perilaku yang baik, seperti agama-agama lain yang ada di Indonesia. Ajaran Sunda Wiwitan
sudah ada sejak tahun 125M, yang dalam kelahirannya dibagi menjadi 3 tahap :
Negara india merupakan negara yang cukup luas, hal ini memungkinkan adanya banyak
sekali macam kebudayaan dan kepercayaan, namun dari sekian banyak agama yang terdapat
di India, agama hindu merupakan salah satu agama yang paling banyak pemeluknya.
Dalam salah satu keterangan disebutkan bahwa dalam agama hindu, ada sekelompok orang
yang menyebut dirinya sebagai golongan waisnawa yaitu golongan yang memuja dewa
wisnu.
Pada tahun 125M, golongan waisnawa melarikan diri dari India menuju tanah sunda, disana
mereka mengajarkan pelajaran hidup, mengajarkan arti penting alam dalam kehidupan dan
mengajarkan segala kebaikan, hingga pada akhirnya ajaran waisnawa ini diadopsi oleh
masyarakat setempat, dengan sedikit memadukan ajaran adat sunda yang nantinya lahirlah
ajaran sunda wiwitan.
6
b. Tahap kedua perkembangan ajaran sunda wiwitan
Tahap selanjutnya ajaran yang mempengaruhi aliran sunda wiwitan adalah ajaran budha.
Ajaran budha ini sangat erat dengan kitab utama yang dipegangnya adalah kitab Ramayana
yang didalamnya mengandung kisah-kisah, ajaran-ajaran berupa nilai luhur suatu kebaikan.
Namun dalam tata ajaran sunda wiwitan, ajaran budha ini bukan hanya dipelajari dalam kitab
Ramayana saja, bahkan ada beberapa kitab lainnya yang mnempengaruhi aliran sunda
wiwitan yaitu seperti ajaran dalam kitab tantrayana dan teravada.
Tahap terakhir ajaran yang mempengaruhi aliran sunda wiwitan adalah ajaran dewa siwa,
namun dalam prakteknya aliran sunda wiwitan ini tidaklah seperti agama hindu yang ada di
Bali.
Pernah suatu Ketika, pemangku agama hindu yang ada di Cirebon, bertanya pada karuhun
sunda wiwitan tentang mengapa aliran sunda wiwitan ini tidak kembali kepada agama hindu,
lalu karuhun tersebut menjelaskan bahwasannya ajaran sunda wiwitan tidaklah sama dengan
islam, budha atau bahkan hindu, dan tetap menganggap bahwa ajaran sunda wiwitan
merupakan ajaran agama yang independent tanpa pengaruh agama lain.
Ajaran Sunda Wiwitan sangatlah beragam, karena ditinjau dari ajaran yang
mempengaruhinyapun sangatlah banyak, dan kebanyakan didominasi oleh ajaran Agama
hindu. Namun demikian tentu dalam setiap Aliran kepercayaan pasti mempunyai tujuan
akhir.
Arti daripada perkataan "Mulih ka Gusti" adalah setiap manusia diciptakan oleh tuhan
dengan kebaikan, maka untuk mencapai/menyatu dengan than kembali diperlukan kebaikan
pula, karena inti setiap ajaran Aliran Sunda Wiwitan sangatlah mempunyai kaitan erat dengan
7
keseimbangan Alam, tidaklah seseorang dikatakan baik, jika a mash memberlakukan Alam
dengan tidak sopan.
Dalam setiap Ajaran kepercayaan, pasti akan selalu ada hukum yang memuat ajaran
ritual dan larangan/pantangan, dimana hal tersebut diterangkan dalam kitab yang dipakai
sebagai rujukan dalam aliran kepercayaan tersebut.
Aliran Sunda Wiwitan yang kebanyakan dianut oleh masyarakat adatpun mempunyai
beberapa kitab, ritual dan pantangan yang harus dijauhi.
a. Seren Taun
Seren Taun merupakan upacara syukuran pane padi dan perayaan pergantian tahun
yang berdasarkan pada penanggalan Sunda. Di Cigugur, Kuningan, daerah yang mash
memegang teguh budaya Sunda Wiwitan, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang
dari berbagai penjuru negeri.
b. Upacara Tanah
Masyarakat penganut ajaran Sunda Wiwitan pada hari hari tertentu bisa melaksanakan
Upacara Tanah dimana dalam pelaksanaanya, mereka bersama-sama menanam poon sebagai
bentuk rasa terima kasi kepada tuhannya.
8
c. Upacara Angin
Bukan hanya Tanah, Masyarakat adat Sunda Wiwitan juga kerap melakukan Upacara
Angin, yaitu dengan cara memainkan alat musik seperti Seruling dan Gamelan dengan tujuan
mengagungkan angin.
Ajaran Sunda Wiwitan sangan menghargai sekali Alam dan seisinya termasuk hewan
dan tumbuhan, tidak heran jika masyarakat Sunda Wiwitan sangatlah menjaga keseimbangan
Alam, karena mereka paham, jika nanti ada suatu kepincangan, maka seluruh yang ada di
Alam termasuk manusia akan merasakan dampaknya.
9
“pikukuh karuhun” dan bacaan – bacaan. Hal tersebut memang harus dipegang teguh baik
masyarakat yang berada di tempat asalnya ataupun masyarakat yang sedang berada Kuningan
atau di daerah perkotaan.
(gambar.1 dokumentasi)
10
-kajian teori (pendapat para ahli ditulis sumbernya)
11