Anda di halaman 1dari 13

INTERELASI ISLAM DAN BUDAYA LOKAL JAWA DALAM

ASPEK KEYAKINAN DAN RITUAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Islam dan Budaya Lokal

Dosen Pengampu Drs.H.Anasom M.Hum

Disusun Oleh :

Halimatus Sya’diyah (1701036026)

MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama adalah sesuatu yang datang dari Tuhan untuk menjadi pedoman bagi manusia
dalam mencapai kesejahteraan dunia dan kebahagiaan ukhrowi. Adapun kebudayaan
adalah semua produk aktifitas intelektual manusia untuk memperoleh kesejahteraan dan
kebahagiaan hidup duniawi. Corak dan warna kebudayaan dipengaruhi oleh agama dan
sebaliknya pemahaman agama dipengaruhi oleh tingkat kebudayaan (dalam hal ini
kecerdasan). Islam hanyalah satu, tetapi kebudayaan Islam tidaklah satu. Sedemikian
banyak dan bervariasi sesuai dengan kondisi obyektif ruang dan waktu, sesuai dengan
tempat dan masa para pencipta pengembang kebudayaan tersebut. Dalam kehidupan
keberagamaan, kecenderungan untuk memodifikasi Islam dengan kebudayaan Jawa telah
melahirkan berbagai macam produk baru terutama pada hasil interelasi nilai Jawa Islam
dengan nilai kepercayaan dan ritual Jawa. Di Indonesia, kebudayaan Jawa merupakan
salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting karena dimiliki sebagaian besar
etnik terbesar di Indonesia. Nilai-nilai Islam memiliki arti penting bagi kebudayaan Jawa
karena mayoritas masyarakat Jawa beragama dan memeluk agama Islam. Dengan
demikian nilai-nilai Islam dengan kebudayaan Jawa pada aspek kepercayaan dan ritual
sangat menarik untuk dibahas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Akulturasi Islam dan Budaya Jawa?
2. Bagaimana interelasi nilai jawa Islam dalam aspek kepercayaan?
3. Bagaimana interelasi nilai jawa Islam dalam aspek ritual Jawa?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Akulturasi Budaya Jawa dan Islam


Proses penyebaran Islam di Jawa terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan
Islamisasi Kultur dan Pendekatan Jawanisasi Islam. Melalui pendekatan Islamisasi Kultur
Jawa ini budaya Jawa diharapkan tampak bercorak Islam, baik secara formal maupun
substansial. Seperti penggunaan istilah-istilah Islam, pengambilan tokoh Islam dalam
berbagai cerita, penerapan hukum dan norma-norma ke dalam budaya Jawa. Dalam
berbagai aspek kehidupan, ini semua adalah beberapa contoh yang sering digunakan oleh
para pendhulu dalam mengakulturasikan antara budaya Jawa dan Islam.
Pendekatan kedua adalah Jawanisasi Islam, yang diartikan sebagai upaya
penginternalisasian nilai-nilai Islam melalui cara penyusupan ke dalam budaya Jawa.
Dalam penggunaan pendekatan ini, nama-nama dan istilah-istilah Jawa tetap digunakan
dalam pendekatan ini, namun nilai yang dikandungnya adalah nilai-nilai Islam sehingga
Islam menjadi men-Jawa. Dewasa ini banayak pembuktian bahwasannya produk-produk
budaya orang Jawa Islam cenderung mengarah kepada polarisasi Islam Kejawan atau
Jawa yang Keislaman. Seperti contoh pada nama Abdul Razak menjadi Durjak, begitu
juaga dalam sebutan narimo ing pandom yang pada hakkatnya berarti tawakkal. 1
B. Interelasi Islam dan budaya lokal dalam Aspek Kepercayaan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Interelasi berarti hubungan satu sama lain.
Jadi yang dimaksud Interelasi disini adalah hubungan antara nilai-nilai ajaran atau
kebudayaan Jawa dengan Islam dari aspek kepercayaan. Setiap agama dalam arti seluas-
luasnya tentu memiliki aspek fundamental, yakni aspek kepercayaan atau keyakinan,
terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral, yang suci, atau yang gaib. Dalam
agama aspek fundamental itu terumuskan dalam istilah aqidah atau keimanan sehingga
terdapat rukun iman adalah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, para nabi-Nya,

1
M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000) hlm. 120

2
kitab-kitab-Nya, hari akhir, dan percaya kepada qadla dan qadar, yakni ketentuan tentang
nasib baik atau buruk dari Allah SWT.
Unsur-unsur keimanan itu karena berjumlah enam disebut dengan rukun iman yang
enam. Namun demikian, diluar semua itu masih terdapat unsur-unsur keimanan yang lain
yang juga harus dipercaya adanya setan, iblis, syafaat Nabi Muhammad SAW, dan lain-
lain. Sementara itu dalam budaya Jawa pra Islam yang bersumberkan dari ajaran agama
Hindu terdapat kepercayaan tentang adanya para dewata seperti Dewa Brahma, Dewa
Wisnu, dan Dewa Siwa, serta masih banyak lagi Dewa. Demikian juga terdapat
kepercayaan terhadap kitab-kitab suci, orang-orang suci, roh jahat, lingkaran penderitaan
(samsara), hukum karma dan hidup bahagia abadi (moksa). Pada agama Budha terdapat
kepercayaan tentang empat kasunyatan (kebenaran abadi), yakni penderitaan (dukha),
pemadaman keinginan (nirodha), dan jalan kelepasan (marga). Kelepasan yang
dimaksud adalah Nirwana, dan untuk sampai ke Nirwana harus menempuh delapan jalan
kebenaran, semacan rukun iman juga dalam agama Budha.
Meskipun semula agama ini tidak jelas konsep ketuhanannya, tetapi dalam
perkembangannya agama Budha juga percaya kepada Tuhan yang disebut dengan Sang
Hyang Adi Budha. Adapun pada agama “primitif” sebagai “agama” orang Jawa sebelum
kedatangan agama Hindu ataupun agama Budha, ini kepercayaan adalah percaya kepada
daya-daya kekuatan gaib yang menempati pada setiap benda (dinamisme), serta percaya
kepada roh-roh ataupun makhluk-makhluk halus yang menempati suatu benda ataupun
berpindah-pindah dari suatu tempat ketempat lain, baik benda hidup maupun benda mati
(animisme). Adapun contoh bentuk kepercayaan pra-Islam yaitu pada;
1. Arca Perwujudan Tokoh dari Kabupaten Banjarnegara
Pada masa prasejarah berfungsi sebagai media untuk penghormatan sang
tokoh, yang dipercaya bahwa roh dari tokoh yang dihormati yang telah meninggal
akan selalu ada dalam kehidupan disaat ini.
2. Arca Perwujudan Nenek Moyang dari Kabupaten Purbalingga
Secara bentuk mendapat pengaruh budaya polinesia. Pada masa prasejarah
berfungsi sebagai pemujaan roh nenek moyang.
3. Arca Ganesa dari Kabupaten Demak
Menurut ikonografi pada umumnya, Ganesa digambarkan sebagai makhluk
yang berbadan manusia dan berkepala gajah, berbadan gemuk, berperut buncit, dan
bergading satu. Ganesa diyakini sebagai dewa kemakmuran yang menggambarkan
kemakmuran dalam pertanian. Jika diletakkan pada candi, maka Ganesa akan

3
menempati relung candi bagian belakang. Jika Candi menghadap ke timur, maka
Ganesa diletakkan pada sisi Barat dan sebaliknya. Pemujaan terhadap Ganesa untuk
memberantas kesukaran. Hal ini karena Ganesa juga menjabat sebagai Dewa
penghalang rintangan.
4. Arca Perunggu dari Kabupaten Klaten
Dalam agama Hindu, arca adalah sama dengan Murti (Dewanagari) yang
menunjuk kepada citra yang menggambarkan Roh atau Jiwa Ketuhanan (dewi-dewi),
biasanya terbuat dari batu, kayu, logam, yang berfungsi sebagai sarana dan sasaran
konsentrasi kepada Tuhan dalam pemujaan. Menurut kepercayaan Hindu, murti
pantas dipuja sebagai fokus pemujaan kepada Tuhan setelah roh suci dipanggil dan
bersemayam didalamnya dengan tujuan memberikan persembahan atau sesaji.
Kepercayaan-kepercayaan dari agama Hindu, Budha, maupun kepercayaan
dinamisme dan animisme itulah yang dalam proses perkembangan Islam berinterelasi
dengan kepercayaan-kepercayaan dalam Islam. Pada aspek ketuhanan, prinsip ajaran
tauhid Islam telah bercampur dengan berbagai unsur keyakinan Hindu-Budha maupun
kepercayaan primitif. Berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme,
kepercayaan mengesakan Allah itu sering menjadi tidak murni oleh karena tercampur
dengan penuhanan terhadap benda-benda yang dianggap keramat, baik benda mati
ataupun hidup. Dalam tradisi Jawa terdapat berbagai jenis barang yang dikeramatkan. 2
Sebelum Islam datang, masyarakat Jawa telah mempunyai kepercayaan yang
bersumber pada ajaran Hindu yang ditandai dengan adanya para dewata, kitab-kitab suci,
orang-orang suci, roh jahat, lingkaran penderitaan (samsara), hukum karma da hidup
bahagia abadi (moksa). Disamping itu juga ada yang bersumber pada ajaran Budha yang
ditandai dengan adanya percaya pada Tuhan (Sang Hyang Adi Budha), selain itu juga
kepercayaan animisme dan dinamisme. Setelah kedatangan Islam ke Jawa, terjadilah
suatu interelasi Islam dengan Jawa yang salah satunya adalah interelasi antara
kepercayaan dengan ritual Islam dengan nilai-nilai Jawa. Pada dasarnya interelasi ini
ditempuh dengan jalan penyerapan secara berangsur-angsur, sebagaimana yang dilihat
dan dilafalkan Islam berbahasa Arab menjadi fenomena Jawa. 3
Sebelumnya perlu diketahui, bahwasannya ada dua manifestasi dari agama Islam
Jawa yang cukup berbeda, yaitu Agama Jawi dan Agama Islam Santri Sebutan yang

2
M Daroni Amin, Islam dan Budaya Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000) hlm. 121- 123
3
Mark R. Woodward, Islam Jawa Kesalahan Normatif Versus Kebatinan, (Yogyakarta: LKIS, 2004) hlm. 109-
110

4
pertama berarti “agama orang Jawa”, sedangkan yang kedua berarti “agama Islam yang
dianut orang santri”. Bentuk agama Islam orang Jawa yang disebut Agama Jawi atau
Kejawen adalah suatu kompleks keyakinan dan konsep-konsep Hindu Budha yang
cenderung ke arah mistik yang tercampur menjadi satu yang diakui sebagai agama
Islam. Varian agama Islam santri, yang walaupun juga tidak sama sekali bebas dari
unsur-unsur Hindu Budha, lebih dekat pada dogma-dogma ajaran Islam sebenarnya.
Agama Jawi ini lebih dominan di daerah-daerah Negarigung di Jawa Tengah, di Bagelan
dan di daerah Mancanegari, sedangkan agama Islam santri lebih dominan di daerah
Banyumas dan pesisir Surabaya, daerah pantura, ujung Timur pulau Jawa, serta daerah-
daerah pedesaan di lembah sungai solo di sungai Brantas. 4
1. Sistem Keyakinan Agama Jawi
Orang Jawa sangat yakin adanya Allah, dan seperti halnya orang muslim pada
umumnya, merekapun percaya bahwa Nabi Muhammad-Nya. Demikian juga disadari
oleh mereka bahwa orang yang baik dalam hidupnya akan naik surga dan orang
banyak berbuat dosa akan dibuang ke neraka. Mereka tahu bahwa Al-qur’an
merupakan kitab suci agama Islam dan memuat firman-firman Allah dan berisi
tentang imbauan, pahala, dan ancaman. Setiap orang paling membaca syahadat bila
akan dikhitan, nikah, dan paling mengucap atau membaca al-fatihah. Selain itu, orang
Jawa juga tahu akan konsep-konsep agama lain, makhluk-makhluk gaib, dan kekuatan
sakti serta melakukan ritus dan upacara keagamaan yang justru tidak ada sangkut
pautnya dengan agama Islam yang resmi. Sebenarnya, agama yang mereka anut itu
suatu varian agama Islam Jawa, yaitu agama Jawi.
Keyakinan agama Jawi terhadap Nabi Muhammad dan para nabi yang lain
ternyata sangat dekat dengan Alah. Hal ini dapat dilihat dari aktualis ritus upacara,
waktu mengadakan sajian, korban, atau selametan tidak lupa selalu mengucapkan
asma Tuhan, Mengucap nama Nabi Muhammad dengan sebutan Kanjeng Nabi
Muhammad ingkang Sumare Ing Siti Medinah (Raja Nabi Muhammad yang
dikuburkan di Madinah). Satu lagi, keyakinan agama Jawi kepada orang keramat. Hal
ini disebutkan bahwa agama Jawi mengenal banyak tokoh orang keramat, antara lain
guru agama, tokoh historis, pahlawan, dan orang-orang yang selama hidupnya tidak
tercela. Salah satu wujud yang diangkat menjadi keramat adalah Walisongo. Mereka
adalah tokoh penyiar agama Islam yang bersifat historis. Mereka diberi gelar

4
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984) hlm. 312-313.

5
kehormatan dengan sebutan sunan, sebagai contoh Sunan Ampel dari Surabaya, Sunan
Giri dari Gresik, dan Sunan Kalijaga dari Demak.
Orang Jawa kejawen juga menganggap Al-qur’an sebagai sumber utama dari
segala pengetahuan yang ada, tetapi orang awam beragama Jawi dalam melakukan
bermacam aktvitas keagamaan sehari-hari dipengaruhi oleh keyakinan, konsep,
pandangan, nilai-nilai budaya, dan norma-norma yang berhubungan di dalam alam
pikirannya. 5

2. Sistem Keyakinan Islam Santri


keyakinan Islam santri baik penduduk pedesaan maupun kota berawal dari
enkulturasi, mereka dilatih membaca Al-qur’an yang terdiri dari konsep-konsep
puritan mengenai Allah, Nabi muhammad, mengenai penciptaan dunia akhirat, yang
telah semua dipastikan adanya. Orang santri dipedesaan umumnya menerima konsep-
konsep ini sebagaimana adanya tanpa mempedulikan mengenai interpretasinya, akan
tetapi para santri di kota biasanya memperhatikan moral serta etika dari interpretasi
ajaran-ajaran tersebut. 6

C. Interelasi Nilai Islam dalam Aspek Ritual


Menurut R. Stark dan C.Y. Glock yang dikutip Chalifah Jama’an
merekamengatakan bahwa ritual mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagaamaan
dan praktek-praktek suci yang diwujudkan dalam kebaktian, persekutuan suci, baptis,
perkawinan semacamnya. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air. Apabila aspek
ritual adalah komitmen formal dan khas publik, maka ketaatan merupakan perangkat
tindakan persembahan dan kontemplasi personal, informasi dan khas peribadatan yang
diwujudkan melalui sembahyang, membaca kitab suci dan ekspresi lain bersama-sama. 7
Menurut orang Jawa, mempercayai bahwa ada hubungan antara manusia yang
tinggal dialam nyata ini dengan dunia ghaib yang kasat mata, agar tidak saling
mengganggu perlu adanya ritual. Pada dasarnya kehidupan orang Jawa penuh dengan
upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia, upacara itu dilaksanakan untuk
menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan ghaib yang tidak dikehendaki dan sesaji

5
Ridin Sofwan dkk, Merumuskan Kembali Interelasi Islam-Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2004) hlm. 46-55.
6
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984) hlm. 379.
7
Chalifah Jama’an, Jurnal Wahana Akademika VI.02, September, 2004

6
atau korban yang disajikan kepada daya kekuatan ghaib (roh-roh, makhluk halus, dewa-
dewa) tertentu.
Sebagaimana yang dilakukan oleh orang Jawa, agama Islam juga menganjurkan
kepada pemeluknya utuk melakukan kegiatan-kegiatan ritualistik tertentu. Bentuk ritual ini
tercantum dalam rukun Islam yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan naik haji. Beberapa
jalan ritual dalam Islam yang telah menyatu dengan masyarakat Jawa adalah shalat dan
puasa. Menurut Islam, shalat itu merupakan do’a yang ditujukan kepada Allah SWT,
sedangkan orang Islam Jawa shalat sebagai sarana bersih diri dan dipandang sebagai
8
pencapaian kesempurnaan ritual. Puasa merupakan penyucian rohani. Menurut Geertz
dan Koentjoroningrat mengemukakan, berbagai upacara yang berkaitan dengan lingkaran
hidup, antara lain:
1. Upacara Tingkeban atau Mitoni
Yaitu ritual pertama dari siklus kelahiran manusia, paa saat janin berusia tujuh
bulan dalam rahim ibu. Dalam upacara ini dipersiapkan sebuah kelapa gading yang
digambari wayang Dewa Kamjaya dan Dewi Kamaratih supaya bayi seperti sang
Dewa jika laki-laki dan seperti sang Dewi jika perempuan. Kemudian sang ibu
dimandikan oleh para ibu-ibu dengan air kembang setaman (air yang ditaburi mawar,
melati, kenanga, dan kantil). Yang biasa dinamakan tingkeban.
2. Upacara Kelahiran
Slametan pertama yang berhubungan dengan lahirnya bayi dinamakan
brokohan, Dan saat anak diberi nama dan pemotongan rambut (cukur) yang berumur
tujuh hari yang disebut sepasar.Dalam tradisi Islam disebut dengan korban aqiqah
(kekah) yang diatndai dengan penyembelihan kambing dua ekor untuk anak laki-laki
dan satu ekor untuk anak perempuan.
3. Upacara Sunatan
Upacara sunatan ini dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan. Pelaksanaan
khitan ini merupakan perwujudan nyata tentang hukum Islam. Sunatan ini sering
disebut selam (nyelamaken) yang mengandung makna mengislamkan.
4. Upacara perkawinan
Upacara ini dilakukan pada saat pasangan muda-mudi akan memasuki jenjang rumah
tangga. Upacara ini ditandai dengan pelaksanaan syariat Islam yaitu akad nikah dan
diiringi dengan selametan.

8
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985) hlm.37.

7
5. Upacara Kematian
Upacara yang dilaksanakan saat mempersiapkann penguburan orang mati yang
ditandai dengan memandikan, mengkafani, menshalati, dan pada akhirnya
menguburkan jenazah ke pemakaman. Selama sepekan setelah penguburan diadakan
tahlilan tiap malam hari yang dinamakan selametan mitung dino, yaitu kirim do’a
kepada si jenazah. Sebgaimana budaa orang Jawa, selametan ini dilakukan sampai
mendaknya orang yang meninggal. 9

9
Abdul Hadi Muntohar, Pengaruh Madzhab Syafi’i di Asia Tenggara, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003) hlm,
33

8
LAMPIRAN

Bentuk kepercayaan pada Pra-Islam

9
10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Terjadinya percampuran agama Hindu, Budha dengan Islam dalam aspek kepercayaan ini
menghasilkan ajaran Islam yang mudah dipahami oleh masyarakat Jawa sehingga
kedekatan dengan sang penciptapun sangat mudah untuk diterapkan.
2. Terjadinya pencampuran agama Hindu, Budha dengan agama Islam ini menjadikan
Indonesia bangasa yang unik akan kaya budaya dan tradisi, dimana keunikannya tidak
dimiliki oleh negara lain.

11
DAFTAR PUSTAKA

Daroni, Amin. 2000. Islam dan Budaya Jawa.Yogyakarta: Gama MediaJama’an


, Chalifah. 2004. Jurnal Wahana Akademika VI.02, September.

Ismawati. 2005. Keilmuan Islam di Pesisir UtaraJawa Abad ke 15-17. Makalah


Stadium General IAIN Walisongo Semarang

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Jakarta:
UI

Woodward, R Mark . 2004. Islam Jawa Kesalahan Normatif Versus


Kebatinan. Yogyakarta: LKIS
Muntahar, Abdul Hadi. 2003. , Pengaruh Madzhab Syafi’i di Asia Tenggara.
Semarang: CV. Aneka Ilmu

12

Anda mungkin juga menyukai