Anda di halaman 1dari 4

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

(Kebudayaan Jawa)
A. Mitos dan Kronik Manusia Jawa

Kekhasan budaya Jawa yang paling menonjol adalah penggunaan symbol dalam segala
aspek kehidupannya, terutama dalam beragama. Symbol dijadikan sarana atau media untuk
menitipkan atau menyampaikan pesan serta nasihat-nasihat kepada manusia secara menyeluruh.
Oleh sebab itu, dalam kebudayaan Jawa, kehidupan moral religious dijadikan sebagai pola dan
falsafah hidup mereka. Hal ini tercermin pada konsep hidupnya dalam memandang alam
lingkungan dan sesama manusia. Penggunaan symbol jadi sangat penting, sebagai media dalam
proses penyatuan diri antara Tuhan, manusia dan alam.

Adapun memahami makna simbol yang terdapat pada filsafat jawa, lebih dipengaruhi
oleh agama asli jawa, atau paham pantaisme dan tentunya pengaruh agama-agama yang
berkembang di jawa, misalnya Hindu, Buddha, dan Islam.Seperti yang di tulis oleh
Koencoronigrat, bahwa nenek moyang orang Jawa beranggapan semua benda yang ada di
sekelilingnya itu bernyawa, dan semua yang bergerak dianggap hidup memiliki kekuatan gaib
atau mempunyai roh yang berwatak baik atau pun jahat.Untukitu, BudionoHerusatoto, dalam
bukunyaSimbolisme dalam budaya Jawa, mengelompokkan simbol-simbol religious dalam tiga
kelompok, yaitu :

1. Simbol religious yang terbentuk karena pengaruh zaman mitos atau di sebut dengan
zaman kebudayaan asli jawa

2. Simbol religious yang berbentuk karena pengaruh zaman kebudayaan HinduJawa

3. Simbol religious yang berbentuk karena pengaruh zaman kebudayaan HinduJawa,


dengan kebudayaan Islam-Jawa

B. Simbolisme dalam Budaya Jawa

Pola hidup orang Jawa, yang kebanyakannya telah terbentuk oleh pemahaman mistis,
yaitu animismedan dinamisme, sering menjadikan simbol sebagai satu-satunya media yang di
gunakan untuk memahami alam agar dapat menyatu dengan tuhan. Oleh karena itu, setiap
individu berbeda-beda dalam memahami simbol, bergantung pada latar belakang kemampuan
seseorang dalam memahami simbol tersebut. Artinya, tidak selamanya simbol itu dapat di
jadikan sebagai media komunikasi batin antara manusia, alam, dan Tuhan.

a. Simbolisme Jawa Simbol dalam filsafat Jawa tidak sekadar simbol, tetapi telah menjadi
suatu ajaran atau doktrin yang harus diyakini. Bagi masyarakat Jawa, simbol merupakan media
yang dapat menghantarkan manusia pada tujuan spiritualitas dirinya. Oleh karena itu, mereka
meyakini bahwa keberadaan simbol itu sakral, sangat dibutuhkan, bahkan diharuskan.
b. Bentuk-bentuk simbolisme Jawa Simbolisme dalam budaya Jawa berkaitan erat,
bahkan tidak terpisahkan dengan agama dan budaya asli Jawa secara keseluruhan. Misalnya,
yang terdapat pada simbol bahasa yang berbentuk ramalan, sangat memengaruhi poila hidup
orang Jawa, dan dijadikan sebagaipatokan dalam menjalani kehidupan. Bagaimana manusia
harus berhati-hati untuk menjalani hidup sekarang, yang diyakini sebagai zaman edan.

C. Simbolisme dan Nasib Manusia

bentuk-bentuk symbol yang ada dan diyakini oleh masyarakat jawa. Sebagai media untuk
sampai pada tujuan sangkan praning dumadi, yaitu penyatuan diri dengan tuhan, symbol yang
ada dan diyakini kebenarannya dapat menentukan, bahkan mengubah nasib manusia, terutama
symbol berbentuk ramalan ramalan, baik yang berhubungan dengan karakteristik manusia, alam
dan seisinya maupun ramalan ramalan hidup manusia. Rumusan atau penjelasan ramalan-
ramalan tersebut dapat dibukukan dalam kitab primbon. Sebagian isi dari primbon adamakna
adalah sebagi berikut.

a. Makna simbol gempa bumi

b. Makna symbol gerhana

c. Makna Simbol Andeng-andeng (Tahilalat)

d. Makna Simbol Mimpi

e. Makna Simbol Hari

D. Agama dan Spiritual jawa

Sejak awal kehidupan jawa, masyarakat di jawa telah memiliki sifat spiritual tersendiri.
Telah disepakati di kalangan sejarawan, bahwa pada saman jawa kuno, masyarakat jawa
menganut kepercayaan Animisme-Dinamisme. Saat itu masyarakat jawa telah memiliki
kepercayaan akan adanya kekuatan yang bersifat tidak terlihat (gaib), besar dan menakjubkan.
Mereka menaruh harapan agar mendapat perlindungan dan berharap agar tidak

diganggu kekuatan gaib lain yang jahat. Hindu dan Budha masuk ke pulau jawa dengan
membawa konsep baru tentang kekuatan-kekuatan gaib. Kerajaan-kerajaan yang berdiri
memunculkan figur raja-raja yang dipercaya sebagai dewa atau titisan dewa. Berkembanglah
budaya untuk patuh kepada raja, karena raja diposisikan sebagai "imam" yang berperan sebagai
pembawa esensi kedewataan di dunia, berkembang pula komunikasi langsung dengan Tuhan ,
dengan laku spiritual khusus seperti semedi dan pasa (puasa).

E. Falsafat Jawa dalam Realitas Kehidupan

Dalam kehidupan masyarakat Jawa banyak sekali nilai budaya Jawa yang sangat sarat
dengan falsafat hidup, yang selalu dijadikan patolan atau pedoman hidup dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai contohnya ada yang disebut sebagai Hasta Bratayang merupakan teori
kepemimpinan, berisi mengenai hal-hal yang disimbolosasikan dengan benda atau kondisi alam,
seperti Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta, Samudra, Dahana, dan Bhumi.

F. Falsafat Ha Na Ca Ra Ka

Filsafat ha-na-ca-ra-ka yang diungkapkan Paku Buwana IX dikutip oleh Yasadipura


sebagai bahan Sarasehan yang diselenggarakan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Yogyakarta pada tanggal 19 Juni 1992. Dalam makalah itu dikemukakan oleh Yasadipura bahwa
Paku Buwana IX memberikan ajaran (filsafat hidup) berdasarkan aksara ha-na-ca-raka itu
sebagai berikut:

Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada “utusan”, yakni utusan hidup, berupa napas yang
berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Maksudnya, ada yang memercayakan, ada
yang dipercaya, dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsure itu adalah Tuhan, manusia,
dan kewajiban manusia (sebagai ciptaan).

Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data “saatnya”


(dipanggil) tidak boleh sawala “mengelak” manusia (dengan segala atributnya) harus bersedia
melaksanakan, menerima, dan menjalankan kehendak Tuhan.

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti benyatukan zat pemberi hidup (Khalik) dengan yang diberi
hidup (makhluk). Maksudnya, padha “sama” atau sesuai, jumbuh, cocok tunggal batin yang
tercermin dalam perbuatan yang berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu “menang”,
unggul, sungguh-sungguh dan bukan “menang-menangan” (sekedar menang) atau menang tidak
sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang telah diperintahkan dan yang dilarang
oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Maksudnya, manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat,
meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA

A. Mitos dan Kronik Manusia Jawa

B. Simbolisme dalam Budaya Jawa

C. Simbolisme dan Nasib Manusia

D. Agama dan Spiritual jawa

E. Falsafat Jawa dalam Realitas Kehidupan

F. Falsafat Ha Na Ca Ra Ka

Anda mungkin juga menyukai