Disusun oleh :
Anandita Pramesti 13040219120018
Secara etimologi, sinkretisme berasal dari perkataan syin dan kretizein atau
Sinkretisme menurut KBBI adalah paham (aliran) yang merupakan perpaduan dari beberapa
paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan dan sebagainya.
Sinkretisme kalau dilihat dalam sudut pandang keagamaan, merupakan suatu bentuk
paham yang gerakannya berupa mempersatukan agama-agama yang ada di seluruh dunia.
Dalam gerakan sinkretisme memberikan pandangan bahwa pada dasarnya semua agama
perkembangan agama Islam di Jawa yang syarat akan ritual, karena masyarakat sudah
Istilah Islam Jawa dipahami sebagai sistem keyakinan dan ibadah setempat yang
berbeda dengan tradisi Islam pada umumnya. Dengan demikian, kajian ini juga merujuk pada
beragam praktik iman, ritual, keyakinan dan religiusitas masyarakat muslim yang
berkembang pada waktu dan wilayah tertentu terutama di Jawa. Dalam konteks ini, bisa
dilihat bahwa Islam Jawa memberi warna, menyerap bahkan mengislamkan budaya pribumi
dan memasyarakatkan kitab suci. Sebagai wujud artikulasinya, bisa dicermati pada beberapa
kasus di mana unsur-unsur ibadah pra-Islam diberi makna Islam, dan dalam kasus lain juga
dilakukan interpretasi terhadap unsur-unsur tradisi tekstual untuk merumuskan ibadah naratif,
Salah satu tradisi di Jawa yang mengalami Sinkretisme adalah pagelaran wayang.
Sebelumnya wayang adalah bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang dan sudah
dilakukan sejak sebelum agama Hindu datang ke Indonesia. Setelah kedatangan agama Hindu
– Budha tak serta merta kebudayaan itu dihilangkan, namun malah dipersatukan. Jadi wayang
dijadikan media untuk memberikan pelajaran kepada masyarakat dengan kisah – kisah para
ksatria dan raja yaitu cerita Mahabarata dan Ramayana.
B. PEMBAHASAN
Wayang berasal dari bahasa Jawa Kuna dari kata wod dan yang, artinya gerakan
yang berulang ulang dan tidak tetap, dengan arti kata itu maka dapat dikatakan bahwa
wayang berarti wujud bayangan yang samar-samar selalu bergerak-gerak dengan tempat
berisi sanepa, piwulang dan pituduh. Wayang berisi kebiasaan hidup, tingkah laku
manusia yang dialami sejak lahir, hidup, meninggal yang semuannya itu merupakan
Kata wayang dapat diartikan sebagai gambar atau tiruan manusia yang terbuat dari
kulit, kayu, dan sebagainya untuk mempertunjukan sesuatu lakon atau cerita. Lakon
tersebut diceritakan oleh seorang yang disebut dalang. Arti lain dari kata wayang adalah
ayang-ayang(bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir. Disamping itu
ada yang mengartikan bayangan ialah angan-angan. Bentuk apa saja pada wayang
disesuaikan dengan perilaku tokoh yang dibayangkan dalam angan-angan misalnya orang
baik, digambarkan badanya kurus, mata tajam, dan seterusnya. Sementara orang yang
jahat bentuk mulutnya lebar, mukanya lebar, dan seterusnya, sedangkan kulit menunjuk
Menurut Sunarto (1979:29), pada awal timbulnya wayang erat hubungannya dengan
pemujaan roh leluhur yang disebut hyang. Untuk memnghormati dan memujanya agar
selalu dilindungi dilakukan berbagai cara, salah satu dengan pertunjukan bayang-bayang.
Pertunjukan bayang - bayang roh leluhur ini terus dilakukan sehingga menjadi suatu
praaksara. Mereka beranggapan bahwa segala sesuatu yang ada di sekitarnya memiliki
kekuatan, bahkan orang orang yang telah meninggal kekuatannya lebih tinggi dibanding
mereka yang masih hidup. Oleh karena itu mereka melakukan persmebahan dan ritual
guna meminta perlindungan dan kekuatan kepada nenek moyang. Mereka percaya bahwa
roh orang yang sudah meninggal masih berada di lengkungan sekitar, misalnya dipohon-
pohon besar, gunung-gunung, bukit dan benda benda lain. Maka mereka selain memuja
Berdasarkan pemikiran itu dengan sendirinya orang sampai pada usaha untuk
mendatangkan roh nenek moyang ke dalam rumah, halaman atau tempat yang dianggap
keramat. Dengan perantara orang sakti, roh nenek moyang didatangkan dengan diiringi
nyanyian, pujian, dan sesaji, seperti: makanan, minuman dan buah-buahan serta wangi-
wangian yang digemarinya ketika masih hidup di dunia. Sekalipun hanya untuk waktu
yang sementara, namun kesempatan untuk dapat berhubungan langsung dengan roh
tersebut sangat penting. Dalam kesempatan ini, mereka yang masih hidup dapat
menghortmati roh leluhur, dengan cara ini keluarga dan keturunananya merasa terjamin
atau gambar serupa dengan roh nenek moyang yang dibayangkan, yang berwujud gambar
remang – remang atau semu, pada sebuah kain yang diberi tabir. Gambar bayangan
tersebut diilhami oleh bayangan yang dilihat setiap hari diwaktu pagi. Sebetulnya
pemberian tabir adalah hal yang tidak disengaja, namun sekarang hal itumenadi
Upacara memanggil roh nenek moyang dilakukan pada malam hari, saat roh tersebut
pemujaan seperti dolmen, menhir, dan tahta batu sebagai tempat berkumpul dan tempat
duduk roh atau hyang yang datang. Pertunjukan bayang-bayang tersebut diawali dengan
cerita mitos kuno tradisional yang berisikan cerita atau kejadian tentang bumi, langit,
kepercayaan. Diceritakan pila tentang kebesaran dan kepahlawanan nenek moyang serta
mengharapkan berkah untuk keselamatan seamanya. Pada zaman ini kepustakaan wayang
belum ditulis. Cerita tersebut dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya,
yang setiap kurun waktu cerita tersebut diubah dan ditambah menurut selera dan situasi
zamannya.
Saat agama mulai memasuki Nusantara yaitu agama Hindu – Budha tidak serta merta
kebudayaan asli Nusantara khususnya di pulau Jawa dihilangkan, salah satunya adalah
wayang. Kebudayaan itu malah dileburkan dan disatukan dengan agama khususnya Hindu.
Seni wayang mulanya dikembangkan oleh kaum Brahmana sebagai media penyiaran
agama Hindu, sekitar abad IV M dengan mengacu pada dua kitab besar Ramayana dan
Mahabharata.
Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana
dari negeri India, terutama mengisahkan tentang kehidupan asmara para raja dan ksatria,
serta peperangan yang terjadi diantara dua kerajaan atau lebih, seperti perang Baratayudha,
yakni perang saudara antara keluarga Pendawa (ksatria) dan keluarga Kurawa
pementasan.
Namun seiring berjalannya waktu agama lain juga memasuki Nusantara karena
akifitas perdagangan yang tidak pernah berhenti. Agama yang paling banyak dianut oleh
ketika Islam memasuki pulau Jawa. Para pembawa dan penyebar Islam mencari celah-celah
di antara kekuatan animisme dan dinamisme, berbagai saluran dan upaya dilakukan untuk
memesukan ajaran Islam masuk ke Jawa, penduduk Jawa sarat dengan kehidupan mistik
yang diwujudkan dalam upacara-upacara tradisi pemujaan roh nenek moyang (Marina
Puspitasari, 2008:1)
Di pulau Jawa agama Islam disebarkan oleh para wali yang sering disebut dengan
Wali Sanga, dan salah satu wali yang dikenal akan kebudayaan Jawanya adalah Sunan
Kalijaga. Beliau lah yang memperkenalkan ajaran agama Islam kepada masyarakat Jawa
melalui media Wayang. Dalam seni budaya Sunan Kalijaga ahli dalam menciptakan seni
pakaian, seni suara, seni ukir, seni gamelan termasuk juga seni wayang. Bahkan terhadap
kesenian wayang ini Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang menghasilkan kreasi
baru. Wayang kulit ini merupakan pengembangan baru dari wayang beber yang memang
sudah ada sejak lama sejak zaman airlangga. Selain itu, Sunan Kalijaga juga mengarang
berupa kalimat syahadat. Untuk memudahkan masyarakat awam dalam menerima dan
memahami agama Islam, Sunan Kalijaga juga memasukan rukun Islam kedalam tokoh
pandawa lima.
Rukun Islam kesatu adalah kalimat syahadat atau syahadatain yang dijelmakan
dalam tokoh Puntadewa sebagai anak sulung dari Pandawa. Dalam cerita wayang sifat-sifat
Puntadewa sebagai raja yang memiliki sikap berbudi arif bijaksana, adil dalam perbuatan
dan jujur dalam setiap perkataan. Puntadewa ini merupakan pengejawentahan dari kalimat
syhadat yang selama mengilhami kearifan dan keadilan. Puntadewa memimpin empat
orang saudaranya dalam suka dan duka dan penuh rasa kasih sayang. Demikian pula
dengan rukun Islam yang kedua,ketiga,keempat dan kelima. Namun jika tidak menjalankan
Rukun Islam kedua adalah Sholat yang dipersonifikasikan dalam tokoh Bima atau
Werkudara. Dia dikenal sebagai penegak pandawa kerana dia jarang sekali duduk bahkan
tidur saja sambil berdiri hal ini seperti halnya sholat yang setiap saat harus dikerjakan tanpa
menghalangi apun karena sholat merupakan tiang agama bagi umat Islam.
pewayangan Arjuna disebut lelananging jagat atau pria pilihan. Nama arjuna diambil dari
kata jun yang berarti jembangan. Benda ini merupakan simbol yang jernih. Kejernihan
Arjuna memancar dari wajah dan tubuhnya. Arjuna juga merupakan pecinta seni
keindahan, perasaannya yang sangat halus dan hangat. Banyak wanita yang suka dan
sehingga ada kesan seolah-olah lemah padahal dia tidak ingin menyakiti hati orang lain.
Jadi bagi orang yang suka berpuasa jiwanya menjadi kuat menghadapi segala cobaan.
Rukun Islam keempat dan kelima adalah zakat dan haji yang dipersonifikasikan
Nakula-Sadewa. Pandawa bukanlah pandawa jika tidak ada yang kembar meskipun mereka
dilahirkan dari ibu yang berbeda. Mereka juga mempunyai kepribadian yang bagus rajin
bekerja dan berpakaian bagus. Ibarat orang yang senang mengeluarkan Zakat dan
menunaikan ibadah Haji adalah yang giat bekerja, sehingga menjadi kaya dan dermawan,
mampu berpakaian cukup sandang dan pangan, maka harta itu berfungsi sosial harus
Selain itu ada juga penambahan tokoh asli dari Indonesia yaitu Punakawan, yang
beranggotakan Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Seperti tokoh Pandawa, tokoh
Yang pertama adalah Semar, berasal dari kata Ismar yang berarti paku. Pesan ini
merujuk pada maqolah al-Islaamu samaru ad-dunya yang berati Islam adalah pengokoh
keselamatan dunia. Kedua Gareng, Nala gareng dari kata Naala Qariin yang berarti
mendapatkan banyak teman. Hal itu karena para walisanga mempunyai tugas berdakwah
sehingga menginginkan banyak teman untuk belajar Islam dengan cara yang arif dan bijak.
Ketiga Petruk, merupakan simbolisasi dari ajaran Islam yang mengajarkan nilai tashawuf
yang berbunyi fatruk siwa Allahi artinya tinggalkanlah yang selain Allah. Dan yang
keempat adalah Bagong, yang berasal dari kata baghaa berarti menolak. Maksudnya,
menolak dari semua hal yang batil. Ada juga yang mengartikan baqa’ yaitu hidup manusia
Pertunjukan wayang adalah penerapan dari misi dakwah Sunan Kalijaga yaitu jargon
religius-politik, al nasu ‘ala al-dini mullukihim bahwa agama rakyat berimankan pada
ajaran agama rajanya. Berarti beralihnya agama raja ke Islam mempengaruhi rakyatnya
untuk masuk Islam sebagai agamanya, walaupun sebagian besar hanya mengucapkan
kalimat syahadat dan belum sadar untuk melaksanakan kewajiban sholat dan ajaran Islam
lainnya.
Sunan kalijaga menggunakan kesenian Wayang kulit ini sebagai media dakwahnya
dengan beberapa pertimbangan antara lain: 1) pertunjukan wayang kulit telah dikenal dan
menjadi bagian dari masyarakat Jawa. Sebelum Islam datang dan berkembang di Jawa,
masyarakat Jawa telah lama menggemari kesenian, baik seni pertunjukan wayang dengan
gamelan maupun seni tarik suara. Sunan Kalijaga mengetahui rakyat dari kerajaan
Majapahit masih lekat sekali pada kesenian dan kebudayaan, diantaranya masih gemar
Tantu Paggelaran yang merupakan karya akhir zaman akhir Majapahit menguraikan
bagaimana terhormat dan dan dijunjung tinggi seorang dalang. Hal ini karena pada zaman
itu posisi dalang sebagai seorang pendeta sehingga dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat.
Wayang yang terbuat dari kulit yang diukir merupakan permainan sakral yang dibawakan
C. PENUTUP
Kesimpulan
Wayang adalah budaya yang sudah ada pulau Jawa sejak zaman prasejarah. Mereka
membuat bayang bayang untu memanggil nenek moyang mereka demi meminta
keselamatan dan perlindungan, karena menurut mereka roh orang yang sudah meninggal
memiliki kekuatan yang lebih besar dalam mengendalikan alam. Bayang bayang yang
Dengan perantara orang sakti, roh nenek moyang didatangkan dengan diiringi
nyanyian, pujian, dan sesaji, seperti: makanan, minuman dan buah-buahan serta wangi-
wangian yang digemarinya ketika masih hidup di dunia. Tempat yang dipilih untuk
disediakan tempat pemujaan seperti dolmen, menhir, dan tahta batu sebagai tempat
dihilangkan melainkan dijadikan media dakwah oleh para pemuka agama. Maka
terjadilah sinkretisme disini, agama datang dalam bentuk perdamaian tanpa merusak
tatanan hanya menyempurnakan yang kurang benar sesuai ajaran yang diyakini.
DAFTAR PUSTAKA
Ummu Sambulah. 2012. Islam Jawa dan Akulturasi Budaya: Karakteristik, Variasi Dan
Ketaatan Ekspresif.. Jurnal el Harakah Vol.14 No.1 Tahun 2012, 52.
Esposito, John L (ed.). 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid I. Mizan:
Bandung
Bayu Anggaro. 2018. Wayang dan Seni Pertunjukan: Kajian Sejarah Perkembangan Seni
Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukan dan Dakwah. Jurnal Sejarah Peradaban
Islam Vol. 2 No. 2 Tahun 2018 ISSN 2580-8311, 125-129.
Sujamto. 1992. Wayang dan Budaya Jawa. Semarang: Effhar dan Dahara Prize.
Masroer Ch. Jb. 2015. Spiritualitas Islam dalam Budaya Wayang Kulit Masyarakat Jawa dan
Sunda. Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama Vol. 9, No. 1, Januari-Juni 2015, 42-46, 52-53.