Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN HISTORIS WAYANG DAN Wayang about the value of ancestors that

PEDALANGAN must be preserved to this day.

Lilis Liani, Lukman, Ferry Achmad Keywords: Wayang, performing arts,


Hidayat, Gigin Arya Lugina,Firliyana Wayang history, education.
Puspitasar, Insan Sholeh N,Hisyam Ibnu
Ma’shum ABSTRAK

Fakultas Adab dan Humaniora Kehidupan masyarakat Jawa yang penuh


Universitas Islam Negeri Sunan Gunung dengan tradisi mulai mengalami perubahan
Djati Bandung ketika Islam memasuki pulau Jawa. Para
pembawa dan penyebar Islam mencari celah
ABSTRACT di antara kekuatan animisme dan
The life of Javanese society which is full of dinamisme, berbagai saluran dan upaya
tradition began to change when Islam dilakukan untuk memasukan ajaran Islam
entered the Java island.The Islamic bearers masuk ke Jawa, penduduk Jawa sarat
and disseminators were searching for gaps dengan kehidupan mistik yang diwujudkan
between animism and dynamism. Various dalam upacara-upacara tradisi pemujaan roh
channels and attempts were done to nenek moyang. awal timbulnya wayang erat
incorporate Islamic teachings into Java. hubungannya dengan pemujaan roh leluhur
Javanese was loaded with mystical life yang disebut hyang. Untuk menghormati
embodied in ceremonial traditions of dan memujanya agar selalu dilindungi
ancestor spirits. The beginning of Wayang dilakukan berbagai cara, salah satu dengan
closely related with a ceremonial tradition of pertunjukan bayang-bayang. Pertunjukan
ancestor spirit called Hyang.To honor and bayang-bayang roh leluhur ini terus
praise it to always be protected is done in dilakukan sehingga menjadi suatu tradisi
various ways, such as with a shadows dalam masyarakat agraris. Kesenian sebagai
show.This shadows show of the ancestors' salah satu unsur kebudayaan, merupakan
spirits continued to be a tradition in agrarian bentuk aktivitas manusia dalam tujuan
society.Art as one of the elements of culture, tertentu, oleh karena itu seni
is a form of human activity in a particular mengkomunikasikan nilai yang mendasari
purpose. Therefore, art communicates the tindakan manusia. Salah satu bentuk
value that underlies human action.One of the kesenian itu adalah pergelaran wayang.
forms of art is the performance of wayang. Dimana bentuk kebudayaan dari wayang
Cultural form of Wayang is symbolized by dilambangkan dengan tokoh punakawan.
the character of Punakawan.While the main Sedangkan inti pokok dari kebudayaan
core of culture is creativity, taste and adalah cipta, rasa dan karsa. bagaimana asal
intention, how the origins of Wayang arts, usul kesenian wayang, Pengertian tentang
the notion of Wayang, the history of the wayang, sejarah fungsi dan peranan Wayang
function and role of the Wayang in the pada masa Walisongo dan masa sekarang.
Walisongo and present times.In education,
Kata Kunci: Wayang, seni pertunjukan, pemujaan kepada nenek moyang bagi
sejarah Wayang, pendidikan. penganut kepercayaan “Hyang” yang
merupakan kebudayaan Indonesia asli.
Kemudian berkembang hingga digunakan
PENDHULUAN sebagai media komunikasi sosial yang dapat
bermanfaat bagi perkembangan masyarakat
Latar Belakang pendukungnya. Sebab lakon cerita wayang
Dalam bahasa Jawa, wayang berarti merupakan penggambaran tentang sifat dan
„bayangan‟. Dalam bahasa Melayu disebut karakter manusia di dunia yang
bayang-bayang. Dalam bahasa Aceh: mencerminkan sifat-sifat dan karakter
bayeng. Dalam bahasa Bugis: wayang atau manusia secara khas, sehingga banyak yang
bayang. Dalam bahasa Bikol dikenal kata: tersugesti dengan penampilan tokoh-
baying artinya „barang‟, yaitu „apa yang tokohnya. Maka terjadilah pergeseran fungsi
dapat dilihat dengan nyata‟. Akar kata dari sebagai media penyebaran agama, sarana
wayang adalah yang. Akar kata ini pendidikan dan ajaran-ajaran filosofi Jawa.
bervariasi dengan yung, yong, antara lain
terdapat dalam kata layang – „terbang‟, Rumusan Masalah
doyong – „miring‟, tidak stabil; royong – Dari dulu hingga saat ini seni
selalu bergerak dari satu tempat ke tempat pertunjukan wayang terus berkembang dan
lain; Poyang-payingan „berjalan banyak mengalami perubahan. Di Indonesia,
sempoyongan, tidak tenang‟ dan terutama di pulau Jawa, terdapat sekitar
sebagainya. Selanjutnya diartikan sebagai 40an jenis wayang, yang sebagian di
„tidak stabil, tidak pasti, tidak tenang, antaranya sudah punah. Beberapa jenis di
terbang, bergerak kian-kemari‟. Jadi wayang antaranya masih dikenal atau masih
dalam bahasa Jawa mengandung pengertian dipertunjukkan dalam pergelaran-pergelaran
„berjalan kian-kemari, tidak tetap, sayup- wayang, dan tetap mendapat dukungan
sayup (bagi substansi bayang-bayang). Oleh masyarakat hingga kini. Saat ini pergeseran
karena boneka-boneka yang digunakan fungsi semakin nyata hanya sebagai sebuah
dalam pertunjukkan itu berbayang atau hiburan belaka padahal dimasa lampau
memberi bayang-bayang, maka dinamakan wayang dijadikan sebagai media komunikasi
wayang. Awayang atau hawayang pada dan disaat masa wali songo wayang
waktu itu berarti „bergaul dengan wayang, digunakn sebagai media dakwah dalam
mempertunjukkan wayang‟. Lama kelamaan penyebaran agama, dizaman modern ini tak
wayang menjadi nama dari pertunjukan banyak yang tahu mengenai asal usul dan
bayang-bayang atau pentas bayang-bayang. fungsi wayang, yang seharusnya tetap
Jadi pengertian wayang akhrnya menyebar dilestarikan dan diajarkan kepada setiap
luas sehingga berarti “pertunjukan pentas elemen masyarakat agar seni pertunjukan
atau pentas dalam arti umum‟ wayang bukan hanya menjadi hiburan
belaka melaikan memiliki makna dan
Fungsi semula pertunjukan wayang sejarah yang begitu dalam.
adalah sebagai upacara religius untuk
METODOLOGI PENELITIAN pertunjukan wayang kita hanya melihat
Metodologi dalam penelitian ini bayang bentuk dari wayang kulit yang
menggunakan Metodologi Kualitatif dengan dimainkan.
penjelasan deskriptif yakni penelitian
menggunakan hasil analisis dari sumber Wayang kulit sendiri merupakan
pustaka baik berupa jurnal, buku dan sumber kekayaan budaya yang bernilai tinggi karena
sejenis, hal ini semata dilakukan demi tetap selain merupakan sebuah seni kriya1,
mematuhi aturan Pemerintah yang dimana pertunjukan wayang kulit mampu
tidak diperkenankannya kegiatan berkumpul menggabungkan berbagai macam kesenian
atau berkerumun untuk sementara waktu seperti seni sastra, seni musik, dan seni rupa.
agar wabah covid - 19 cepat mereda. Seni sastra dari pupuh yang diucapkan oleh
dalang , Seni musik dari lantunan
HASIL PENELITIAN berbagai nama alat musik tradisional, dan
seni rupa dari visualisasi wayng kulit yang
Wayang kulit merupakan salah satu unik dan khas budaya Indonesia.
seni pertunjukan yang berasal
dari kebudayaan jawa dan sangat terkenal. Sejarah wayang kulit dan Kebudayaan
pertunjukan wayang kulit mampu hindu budha
menggabungkan berbagai macam kesenian
seperti seni sastra, seni musik, dan seni rupa. Sejarah wayang kulit tidak terlepas
Seni sastra dari pupuh yang diucapkan oleh dari sejarah kesenian wayang secara umum.
dalang , Seni musik dari lantunan Bila dilihat dari catatan sejarah, belum ada
berbagai nama alat musik tradisional, dan seni bukti konkret tentang adanya kebudayaan
rupa dari visualisasi wayng kulit yang unik wayang sebelum abad pertama. Hal ini
dan khas budaya Indonesia. bertepatan dengan masuknya budaya Hindu
dan Budha ke Asia Tenggara. Hipotesis ini
Sejarah Wayang Kulit dan semakin diperkuat dengan kenyataan bahwa
Perkembangannya seni pertunjukan wayang kulit mayoritas
mengangkat cerita Ramayana dan
Wayang kulit merupakan salah satu Mahabarata. Walaupun itu juga bukan
seni pertunjukan yang berasal merupakan standard yang bisa mengikat
dari kebudayaan jawa dan sangat terkenal. dalang. Karena dalam setiap pertunjukannya
Hal ini dikarenakan pertunjukan wayang dalang boleh saja membuat pertunjukan dari
sangat sarat dengan unsur estetika dan pesan lakon carangan (gubahan).
moral yang terkandung di dalam setiap
pertunjukannya. Ada dua pendapat berbeda
yang menjelaskan makna kata wayang, yang 1
Seni Kriya secara umum adalah karya seni yang
pertama berasal dari kata “Ma Hyang” yang dihasilkan dari keterampilan tangan (hand skill) dan
mempunya segi fungsional (kebutuhan fisik) serta
berarti roh spiritual, dewa , atau Tuhan Yang
keindahan (kebutuhan emosional). Seni Kriya
Maha Esa. Sedangkan pendapat lainnya merupakan karya seni rupa terapan yang lebih
berasal dari bahasa jawa yang berarti menonjolkan rupa atau keindahan. Dalam
bayangan. Hal ini dikarenakan, dalam perkembangannya, seni kriya lebih identik dengan
seni kerajinan.
Jivan Pani, seorang budayawan Semakin lama Sangging Prabangkara pada
terkemuka disana, pernah mengeluarkan tahun 1301 M mengembangkan karakter
pendapat bahwa wayang berkembang dari wayang beber sesuai dengan adegannya.
dua jenis seni . Kesenian ini berasal dari
Odisha, India Timur, yaitu Ravana Chhaya Wayang kulit pada zaman kerajaan islam
yang merupakan sebuah teater boneka dan Tidak asing di telinga kita nama Sunan
tarian Chhau. Dari sini berkembang Kalijaga yang merupakan salah satu dari
hipotesis baru, bahwa akulturasi kebudayaan tokoh sembilan wali. Beliau bernama asli
India atau Tiongkok adalah hal yang Joko Said yang lahir pada 1450 M. Wayang
menciptakan kesenian wayang di indonesia. kulit yang ada pada saat ini adalah karya
Karena kedua negara ini memiliki tradisi inovasi dari Sunan Kalijaga. Wayang Beber
yang telah berjalan turun-temurun tentang Kuno yang menggambarkan wujud manusia
penggunaan bayangan boneka atau secara detail dibuat menjadi lebih samar.
pertunjukan teater secara keseluruhan. Karakter seperti Bagong, Petruk, dan
Wayang kulit di zaman kerajaan Gareng adalah lakon ciptaan Sunan
Kalijaga. Lakon-lakon tersebut dibuat
Bukti konkret pertama yang sedemikian rupa agar dapat membawa nafas
ditemukan membahas mengenai kesenian islam pada pertunjukan wayang kulit yang
wayang berbentuk sebuah catatan. Catatan saat itu masih di dominasi kebudayaan
ini mengacu pada sebuah prasasti yang bisa Hindu Budha.
dilacak berasal dari tahun 930. Prasasti
tersebut menyebutkan tentang si Galigi Dari zaman ini, tercipta beberapa istilah
mawayang. Galigi yang dimaksud disini perwayangan yang sebenarnya merupakan
adalah seorang dalang dalam pertunjukan serapan atau merujuk pada bahasa Arab
wayang kulit. Sesuai dengan isi kitab seperti:
“Kakawin Arjunawiwaha” buatan Empu 1. Dalang, berasal dari kata “Dalla”
Kanwa, pada tahun 1035. Dideskripsikan yang berarti menunjukkan. Sunan
bahwa sosok si Galigi adalah seorang yang Kalijaga memilih kata tersebut
cepat, dan hanya berjarak satu wayang dari dengan keinginan nantinya Dalang
Jagatkarana atau dalang terbesar hanyalah dapat menunjukkan kebenaran
berjarak satu layar dari kita. kepada para penonton wayang.

Dimulai dengan Wayang Purwa 2. Tokoh Semar, berasal dari kata


pertama kali dimiliki oleh Sri “Simaar” yang berarti paku. Sunan
Jayabaya (Raja Kediri tahun 939 Kalijaga memilih kata tersebut
dengan maksud tokoh Semar ini
M). Wayang Purwa kemudian
akan menginspirasi orang agar
dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala
memiliki karakter iman yang kuat
ditahun 1223 M. Pada tahun 1283 M Raden
dan kokoh seperti paku.
Jaka Susuruh menciptakan Wayang dari
kertas . Wayang hasil ciptaan Raden Jaka ini 3. Tokoh Petruk, berasal dari kata “Fat-
yang dikenal dengan “Wayang Beber“. ruuk” yang berarti tinggalkan. Sunan
Kalijaga memilih kata tersebut Nasional Pewayangan Indonesia) yang
dengan maksud tokoh Petruk ini mewakili masyarakat Pewayangan
memberitahu kita bahwa seseorang Indonesia. Wayang telah memiliki dampak
harus meninggalkan apa yang positif bagi citra bangsa Indonesia di mata
disembah selain Allah semata. dunia. Suatu prestasi budaya yang luar biasa,
4. Tokoh Gareng, berasal dari kata sekaligus sebagai tantangan apakah kita
“Qariin” yang berarti teman. Sunan mampu melestarikan dan mengembangkan
Kalijaga memilih kata tersebut wayang bagi semua kepentingan.
dengan maksud, seseorang muslim
harus pandai mencari teman untuk Sumber Artikel : Warda Laila, “Sejarah
Wayang Kulit dan Perkembangannya”.
diajak menuju jalan kebaikan.
Ilmuseni.com : 13 September 2016.
5. Tokoh Bagong, yang berasal dari (https://ilmuseni.com/seni-pertunjukan/sejarah-
kata “Baghaa” yang berarti berontak. wayang-kulit)
Sunan Kalijaga memilih kata
tersebut dengan maksud, seseorang Macam-macam wayang.
muslim harus memberontak ketika
Wayang kulit yang tumbuh dan
melihat kedzaliman di hadapannya.
berkembang di pulau Jawa sangatlah
beragam sesuai dengan daerah masing-
masing. Tetapi pada umumnya wayang kulit
Wayang di dunia Internasional
yang telah sering dilihat masyarakat kita
Hal ini terjadi tepat pada tanggal 7 ialah :
November 2003, Wayang Kulit dinobatkan
 Wayang Menak.
sebagai karya kebudayaan yang
mengagumkan dalam bidang cerita narasi  Wayang Golek.
dan warisan yang indah dan berharga
 Wayang Wahyu.
( Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity ). Wayang kulit juga  Wayang Orang.
turut di daftarkan sebagai daftar
 Wayang Suket.
representatif budaya tak benda warisan
manusia oleh UNESCO, sebuah lembaga  Wayang Kulit atau Purwa.
budaya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
 Wayang Madya.
Barulah pada tanggal 21 April 2004 di Paris-
Perancis berlangsung upacara penyerahan
penghargaannya.
a. Wayang Menak.
Hal ini tentulah sangat
Pada zaman kerajaan Demak,
membanggakan, Koichiro Matsuura
pertama kali agama Islam berkembang di
menyerahkan Piagam Penghargaan Wayang
Indonesia, wayang kulit sangat digemari
Indonesia kepada Drs. H. Solichin, Ketua
oleh masyarakat Jawa khususnya. Tetapi
Umum SENA WANGI (Sekretariat
fugnsi pertunjukan wayang kulit ini sangat
besar sekali peran untuk menyebarkan cerita dari Mahabarata yaitu lakon Simbok
agama Islam yang telah disebarkan oleh para Ilang Saka Anak Ilang, cerita ini
Wali. Sumber cerita dari Ramayana dan mengangkat ketokohan. 
Mahabarata.

Tokoh Populer Wayang Kulit dan


b. Wayang Golek. Penjelasannya

Di Jawa Barat wayang golek telah Wayang kulit dimainkan oleh


berkembang dan tumbuh, sumber cerita dari seorang dalang yang juga menjadi narator
Ramayana dan Mahabarata. Wayang golek dialog tokoh-tokoh Wayang, dengan diiringi
ini terbuat dari kayu yang telah dirancang dengan gamelan yang dimainkan oleh
berbentuk boneka atau golekan, dan dipahat sekelompok nayaga dan juga tembang yang
sesuai tokoh dalam pewayangan. dibawakan oleh para pesindhen.

Selain faktor-faktor tersebut, seni


Wayang juga tidak lepas dari banyaknya
c. Wayang Wahyu.
tokoh-tokoh dalam pewayangan. Berikut
Wayang wahyu ini bersumber cerita dari adalah sedikit ulasan mengenai tokoh
Kitab Injil, yang telah menjelaskan Yesus populer yang kulit, antara lain:
lahir hingga mati dan bangkit kembali.
1. Bathara Guru
Wayang Wahyu ini telah dipentaskan untuk
memperingati hari Natal yaitu hari kelahiran Tokoh populer wayang kulit yang
Yesus dan hari Paskah. pertama yaitu Bathara guru. Bathara guru
(Manikmaya, Dewa Siwa) merupakan
seorang dewa yang merajai kahyangan.
d. Wayang Orang. Tokoh inilah yang mengatur wahyu-wahyu,
hadiah, dan ilmu-ilmu bagi para wayang
Wayang orang telah diperankan oleh lainnya.
orang, yang memakai sumber cerita
Ramayana dan Mahabarata. Gedung wayang Bathara guru memiliki istri bernama
orang di Surakarta ialah RRI dan Sriwedari, DewiUma, dan memiliki beberapa anak.
tetapi walaupun keberadaan wayang orang Bathara guru diciptakan dari cahaya yang
hampir punah, tetapi gedung wayang orang gemerlapnya bersama oleh cahaya yang
itu sampai sekarang masih eksis hingga saat kehitam-hitaman (asal semar) oleh sang
ini. hyangtunggal.

e. Wayang Suket. Karena ia merasa paling sempurna


maka sang hyang tunggal menghukumnya
Wayang suket yang pertama kali dengan memberikan cacat pada kakinya,
pentas di kampus STSI yang dimohon oleh
Ki Slamet Gundono, yang telah mengambil
belang di leher, bercaling dan berlengan Mahabharata yang dikenal sebagai putra
empat. Bimasena atau Wrekodaradari keluarga
Pandawa.
2. Hanoman
Ibunya yang bernama arimbiberasal
Tokoh populer sejarah wayang dari bangsa raksasa sehingga ia pun
kulit yang kedua yaitu Hanoman. Nama dikisahkan memiliki kekuatan yang luar
lainnya yaitu Anoman yaitu salah satu dewa biasa. Dalam perang besar di kurushetra, ia
dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus banyak menewaskan Sekutu kurawasebelum
tokoh protagonis dalam cerita Ramayana akhirnya gugur di tangan karna.
yang paling terkenal. Ia adalah seorang kera
putih yang merupakan puteraBatharaBayu Sumber Artikel : Suharyanto, “Tokoh Populer
dan Anjani, saudara dari Subali dan Wayang Kulit dan Penjelasannya”.
Sugriwa. Ilmuseni.com : 17 Februari 2019.
(https://ilmuseni.com/seni-budaya/tokoh-
Menurut kitab pedhalangan, tokoh populer-wayang-kulit)
Hanomansebenarnya memang asli dari cerita
Ramayana. Namun dalam perkembangan
tokoh ini juga kadang kala muncul dalam
serial Mahabharata. Sehingga menjadi tokoh
antar zaman. Sejarah Wayang Golek dari Sunda, Jawa
Barat
3. Semar
Ketika mendengar mengenai wayang
Tokoh populer wayang kulit yang golek, secara langsung kita sepakat
ketiga adalah semar. Kyai lurah semar menamainya sebagai salah satu
badranayaadalah sebuah nama dari salah warisan kebudayaan sunda. Seni
satu tokoh utama dalam punakawan yang pertunjukan  wayang trimarta atau tiga
ada dalam pewayangan Jawa dan Sunda. dimensi ini sangat banyak dijumpai di
Tokoh ini di kisahkan sebagai wilayah jawa barat, mulai dari
pengasuh sekaligus penasehat para Ksatria daerah Banten sampai Cirebon, atau bahkan
dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata daerah perbatasan dengan Jawa Tengah
dan Ramayana. Tentu saja nama semar tidak masih sering dipertunjukan kesenian ini.
ditemukan dalam naskah asli kedua cerita Wayang golek sendiri merupakan
tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena sebuah tokoh pewayangan yang terbuat dari
tokoh ini asli ciptaan pujangga Jawa. boneka kayu yang dicat sedemikian rupa,
4. Gatotkaca pertunjukan wayang golek biasanya
digunakan sebagai media untuk bercerita,
Tokoh populer wayang kulit yang edukasi, ataupun sarana dakwah melalui
keempat yaitu gatotkaca. Gatotkaca adalah kisah sejarah jawa, tentang islam,
seorang tokoh dalam wiracarita mahabharata, dan lain-lain. Pada masa
sekarang ini, wayang golek sudah mulai menggunakan wayang golek  dengan dialog
termakan oleh modernisasi, tapi tidak bisa bahasa jawa sebagai media untuk
dipungkiri bahwa wayang golek merupakan menyebarkan islam dimasyarakat.
seni rakyat yang sangat penting dan
memiliki nilai sejarah. Untuk mencintai 3. Perkembangan Wayang Golek di
budaya wayang golek kita perlu mengenal Tanah Pasundan
lebih jauh kesenian ini melalui sejarahnya. perkembangan wayang golek melaju
1. Sejarah Asal-Usul Wayang Golek pesat, kesenian wayang golek berbahasa
jawa mulai digeser ketenaranya dengan
Kehadiran wayang golek tidak dapat kesenian wayang golek berbahasa sunda,
dipisahkan dari keberadaan wayang kulit, bisa dibuktikan dominasi wayang golek
Sejalan dengan itu berkenaan penyebaran berbahasa sunda pada abad ke-17 pada masa
wayang di Jawa Barat adalah pada masa ekspansi Kesultanan Mataram.
pemerintahan Raden Patah dari kerajaan
Demak, kemudian disebarluaskan para Wali Pertunjukan seni wayang golek yang
Sanga. Termasuk Sunan Gunung Jati yang kala itu masih bertahan mewarisi beberapa
pada tahun 1568 memegang kendali pengaruh Hindu sebagai bekas wilayah
pemerintahan di kasultanan Cirebon. Beliau kerajaan Sunda Pajajaran. Pakem dan ajalan
memanfaatkan pagelaran wayang kulit ceritanya sesuai dengan versi jawa meskipun
sebagai media dakwah untuk memperluas terdapat beberapa perbedaan nama tokoh,
penyebaran agama Islam yang kedian dalam pertunjukan wayang
golek berbahas sunda dikenal pula  sebagai
2. Perkembangan Wayang golek wayang golek purwa.
Berbahasa Jawa
Pada waktu kabupaten-kabupaten di
Seriring kehadiran wayang golek di Jawa Barat ada dibawah pemerintahan
babad jawa pada sekitar 1548 Sunan Kudus Mataram, ketika masa pemerintahan Sultan
memperkenalkan budaya wayang yang Agung (1601-1635), penggemar seni
terbuat dari kayu, yang kemudian disebut pewayang meningkat, bukan hanya dari
sebagai wayang golek. karena wayang golek kalangan biasa bahkan banyak bangsawan
sendiri adalah hasil dari perkembangan sunda yang datang ke Mataram untuk
wayang kulit. Sunan kudus membuat mepelajari bahasa jawa dalam konteks
wayang dari material kayu yang kemudian kepentingan pemerintahan, dalam
dipentaskan pada saat siang hari. pendapat penyebaranya wayang golek tumbuh dengan
tersebut diyakini sebagai awal munculnya membebaskan pemakaian bahasa masing-
kesenian wayang kayu yang lahir dan masing. Hasilnya seni pewayangan
berkembang di wilayah pesisir utara Pulau berkembang dan menjangakau seluruh
Jawa pada awal abad ke-17 dimana kerajaan daerah Jawa Barat.
Islam tertua di Pulau Jawa yaitu kesultanan
Demak tumbuh disana. Menurut legenda Menurut penjelasan Dr. Th. Pigeaud,
yang berkembang disinilah Sultan Kudus bahwa seorang bupati Sumedang mendapat
gagasan untuk membuat wayang golek yang Pertunjukan yang bersifat ritual sudah jarang
bentuknya menyerupai wayang kulit dalam dipentaskan, misalnya saja pada upacara
lakon Ramayana dan mahabharata. sedkah laut atau sedekah bumi, yang
Perubahan dari bentuk wayang kulit menjadi biasanya hanya diadakab setahun sekali.
golek terjadi secara berangsur-angsur, hal ini
terjadi sekitar abad 18-19. hal ini diamini pementasan yang masih bertahan
dengan adanya berita bahwa pada abad ke- sampai sekarang adalah pertunjukan seni
18 atau sekitar tahun 1794-1829 Dalem wayang golek untuk hiburan, bisanya
bupati Bandung (Karanganyar), menugaskan diselenggarakan untuk memriahkan acara
Ki Darman seorang pegiat wayang kulit asal peringatan kabupaten, hari kemerdekan
Tegal Jawa tengah yang berdomisili di Indonesia, Syukura, hajatan, dan lainnya.
Cibiru, Jawa Barat untuk membuat wayang Walaupun demikian, tak berarti esensi yang
golek purwa. mengandung nilai tuntunan sudah hilang,
dalam penuturan lakon setiap tokoh
Kemudian pada abad ke-20 pewayangan nilai-nilai pembelajaran selalu
berubahan-perubahan bentuk wayang golek ada.
menjadi semakin baik dan sempurna.
Hasilnya dapat dilihat pada perkembangan 3. Perkembangan Wayang Golek
wayang golek yang sering kita jumpai pada Modern
masa sekarang ini, wayang golek yang akrab Dalam perkembangan wayang golek,
kita temui tersebut adalah penyempurnaan pada awal tahun 70-an seni pertunjukan ini
bentuk dari wayang golek purwa sunda. mulai menghadirkan bintang pesinden yang
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, terkenal yang bahkan ketenaranya melebihi
pagelaran wayang golek mula-mula ekslusif seorang dalang.  Pesinden pada saat ini
dilaksanakan oleh kaum bangsawan, menjadi wajib dalam pagelaran wayang
terutama para penguasa seperti bupati di sebagai pelengkapan percakapan dalang
Jawa Barat mempunyai cukup andil dalam melalui para lakon wayang.
perkebangan kesenian wayang golek di Jawa
Barat. bagi seniman wayang yang masih
tetap mempertahankan nilai tuntunan,
Pada awalnya pertunjukan wayang mereka tetap berupaya mengembangan daya
golek didelenggaran oleh para kaum priyayi kreatifitasnya melalui keseimbangan antara
(kaum bangsawan sunda) dilingkungan penggarapan segi tontonan yang menuntun
Istana atau Kabupaten baik untuk penikmatnya. Wadah, perangkat kasar,
kepentingan pribadi ataupun keperluan meliputi penggarapan unsur-unsur
umum. Fungsi pertujukan pada kala itu pedalangan (penggarapan tokoh, lakon, alur,
masih bergantung pada permintaan para sastra pedalangan, sabet, iringan, dan lain-
bangsawan. pagelaran seni wayang golek lain). Isi dari pementasan wayang golek
memiliki tujuan bermacam-macam, dari sejatinya wajib sampai kepada penikmatnya
mulai yang sifatnya ritual, ataupun dalam melalui esensi atau rohani serta pesan moral.
rangka tontonan atau hiburan semata.
Kini selain sebagai seni pertunjukan gaya pedalangan yang sangat populer di
wayang, kerajinan seni wayang golek juga masyarakat pendukung pewayangan adalah
dikonversasi sebagai cindra mata oleh para gaya pedalangan Surakarta dan gaya
wisatawan tokoh-tokoh seperti Rama, Sinta, pedalangan Ngayogyakarta. Kiranya
Arjuna, Srikandi serta tokoh punakawan disadari bahwa perkembangan jagad
seperti Semar dan Cepot bisa dibawa pulang pedalangan berlangsung seiring dengan
sebagai hiasan atau benda pajangan interior. perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di
Jawa. Keraton sebagai pusat kekuasaan dan
Pada tahun 2015 perkembangan pusat pemerintahan pada waktu itu memiliki
wayang golek sudah semakin pesat, sejauh andil dan peran yang sangat besar terhadap
ini banyak seniman-seniman yang berani pembinaan dan perkembangan seni
bereksperimen agar dapat keluar dari pakem pertujukan wayang. Munculnya gaya-gaya
cerita pewayangan yang sudah ada saat pedalangan juga tidak lepas dari kehidupan
ini dan mulai menggunakan instrumen keraton Jawa yaitu kerajaan Mataram yang
musik modern dalam pertunjukan seni terbagi ke dalam dua kerajaan yaitu kerajaan
wayang golek. Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta
Sekian penjelasan mengenai sejarah Hadiningrat membawa perkembangan dua
seni wayang golek di Indonesia, semoga gaya pedalangan yaitu gaya pedalangan
pemaparan mengenai sejarah wayang golek Surakarta dan gaya pedalangan
dapat menambah wawasan kita mengenai Ngayogyakarta atau Mataram, di samping
budaya pewayangan dan lebih mencintai itu terdapat gaya pedalangan kerakyatan
kekayaan budaya lokal. yang masih hidup di desa-desa[ CITATION
soe11 \l 1057 ].
Sumber Artikel :Yaya Badriya, “Sejarah
Wayang Golek dari Sunda, Jawa Barat”.
Ilmuseni.com : 8 Oktober 2016.
(https://ilmuseni.com/seni-budaya/sejarah-
Munculnya tradisi pedalangan
wayang-golek) Surakarta menurut tradisi oral (lisan) dan
pedalangan Ngayogyakarta tidak lepas dari
peran Kyai Panjang Mas dan Nyi Panjang
Mas, yang merupakan tokoh legendaris
Gaya Pedalangan Wayang dalang. Mereka adalah abdi dalem dalang
Kulit Purwa Jawa Serta pada zaman Mataram pada masa
pemerintahan Sultan Agung (1613-1645)
Perubahannya yang nama aslinya adalah Kyai Mulya
Dunia Pewayangan Indonesia Lebda Jiwa. Pada suatu hari diundang oleh
dikenal adanya berbagai gaya, atau gagrag Kanjeng Ratu Kidul untuk pentas wayang di
atau tradisi pedalangan seperti gaya istananya Laut Selatan. Setelah selesai
Surakarta, gaya Ngayogyakarta atau pentas dirinya diberi sangu (bekal) yang
Mataram, gaya Jawa Timuran, gaya berupa kunir, dan setibanya di rumah kunir
Pesisiran, dan sebagainya. Di antara gaya- tersebut berubah menjadi emas. Peristiwa itu
segera dilaporkan kepada sang raja dan masa itu juga banyak dihasilkan sastra
selanjutnya diberinya pangkat dengan nama pewayangan antara lain Serat
Panjang Mas. Kyai Panjang Mas dan Nyai Arjunawiwaha, Ramayana, Baratayuda,
Panjang Mas keduanya menjadi abdi dalem Arjunasasra, Lokapala, Bimasuci, dan
dalang dan sangat mahir dan berwibawa sebagainya, yang ditulis oleh pujangga
dalam pedalangan pada zaman itu. keraton yakni Yasadipura I dan Yasadipura
Selanjutnya gaya pedalangan Nyai Panjang II. Di keraton Ngayogyakarta pada masa
Mas berpengaruh terhadap tradisi pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana
pedalangan kerakyatan. Sedangkan gaya I (1755-1792), dunia pedalangan juga
pedalangan Kyai Panjang Mas pengaruhnya mendapat banyak perhatian bahkan banyak
terhadap tradisi pedalangan keraton jasa Sri Sultan dalam pengembangan
(Soetrisno. 1972), Pengetahuan pewayangan antara lain pada zaman itu
Pedalangan, Surakarta, ASKI Surakarta, diciptakan beberapa wanda wayang. Figur
Surakarta. hlm.18). Demikianlah tradisi oral wayang kulit ciptaan Sri Sultan Hamengku
yang beredar di masyarakat pendukung Buwana I antara lain Arjuna Wanda Kinanti,
pewayangan maupun di kalangan para Darma Kusuma, Wanda Panuksma,
dalang di daerah Surakarta maupun Gatutkaca Wanda Kilat, Suyudana Wanda
Yogyakarta. Bahkan para dalang dalam Punggung, Baladewa Wanda Geger, dan
pergaulan sesama dalang tidak jarang sebagainya (Ensiklopedi Wayang Indonesia
menyatakan bahwa mereka masih 2000).
bersaudara karena sama-sama keturunan
dalang Panjang Mas. Para raja-raja di Surakarta dan Sultan
di Yogyakarta dalam usaha membina dan
Perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan mengembangkan dunia pewayangan selain
di Jawa telah disadari bahwa para raja atau membuat figur wayang dan perangkat
Sultan sangat besar perhatiannya terhadap gamelan serta sumber cerita wayang, juga
pembinaan jagad pedalangan. Hal itu mulai memikirkan adanya pendidikan
ditunjukan dengan dibuatnya figur-figur formal dalang yang dikelola secara
wayang baru serta karya-karya sastra profesional. Atas prakarsa raja Paku Buwana
pewayangan yang ditulis oleh para pujangga X di Surakarta (1893-1939) didirikan
keraton. Sebagai contoh pada masa pendidikan dalang yang pertama kali yang
pemerintahan Amangkurat I (1680-1703) di dinamakan Pasinaon Dhalang Ing
Kartasura dibuat figur wayang raksasa Buta Surakarta disingkat Padhasuka yang berdiri
Terong dengan sengkalan marga sirna tahun 1923, dan mengambil tempat di
wayanging jalma (1605 Jw). Pemerintahan Museum Radya Pustaka. Pendidikan dalang
Paku Buwana I dibuat figur wayang raksasa Padhasuka diasuh oleh para guru dalang
perempuan dengan nama Kenya Wandu. seperti Dutadilaga, Dipawiyata, dan
Zaman Paku Buwana IV (1788-1820) di Atmacendana atau Nayawirangka,
Surakarta dibuat berbagai perangkat wayang sedangkan karawitan digarap oleh
kulit antara lain wayang Kyai Jimat, wayang Warsapradangga. Berkat kerja keras para
Kyai Kadung, dan Kyai Dewakatong. Pada pengasuh Padhasuka terutama
Nayawirangka dan Warsapradangga atau mengenal Ki Timbul Hadiprayitno, yang
Warsadiningrat disusunlah buku pedoman dalam pementasan pakelirannya selalu
pedalangan yang berjudul Caking Pakeliran respek terhadap kaidah-kaidah pedalangan
Lakon Irawan Rabi (1954) dengan gaya Ngayogyakarta atau Mataram sehingga
pedalangan Keraton Surakarta. wujud pakelirannya memberikan warna
tersendiri dan mengutamakan nilai estetis.
Keberadaan pendidikan formal
dalang di Surakarta memacu Keraton Para dalang tersebut merupakan
Ngayogyakarta mendirikan pendidikan dalang yang populer (tenar) dan bermutu
dalang, maka atas perintah Sri Sultan dalam penyajian pakelirannya, oleh karena
Hamengku Buwana VIII (1912-1939), tahun mereka dapat me- nyampaikan isi lakon
1925 didirikan pendidikan dalang dengan serta memiliki konsep estetik yang matang.
tradisi Keraton Ngayogyakarta yang Tradisi pedalangan Keraton Surakarta atau
dinamakan Hambiwarakake Rancangan Padhasuka, bahwa dalang yang baik harus
Andhalang yang disingkat Habirandha. memenuhi kompetensi seperti: regu, greget,
Kedua lembaga pendidikan dalang dibawah sem, nges, renggep, cucut, unggah-ungguh,
naungan keraton itu merupaka pendidikan tutug, trampil, dan sebagainya. Misalnya
formal dalang yang pertama kali ada di dalam manipulasi wayang (sabet)
Indonesia. Berkat lulusan kedua lembaga kompetensi yang harus dikuasai yaitu greget
pendidikan dalang tersebut maka gaya (hidup), sabet (rapi), cancut (trampil),
pedalangan Keraton Surakarta maupun gaya runtut (menurut kaidah), tangguh (serba
pedalangan Ngayogyakarta disebarluaskan pantas), saguh (tetap bersemangat), dan
oleh para alumnusnya di masyarakat luas. nalar (dapat mengatasi kesulitan). Perihal
Misalnya gaya pedalangan Keraton berceritera kompetensi yang harus dikuasai
Surakarta (Padhasuka) dikenal oleh yaitu tutug (awal, mula, akhir harus
masyarakat luas berkat Ki Pujasumarta dari menyatu), tanduk (ucapan harus enak
Klaten (lulusan Pandhasuka th 1933) yang didengar dan benar dan mudah dipahami),
dalam pementasannya selalu menghormati nuksma (mengekspresikan emosi secara
kaidah- kaidah pedalangan Keraton mantap), sabda (ucapan tidak diulang-
Surakarta, dan sajian pakelirannya selalu ulang), lebda (cakap memakai bahasa),
mengutamakan nilai estetis. Oleh kerena itu wicara (ucapannya jelas), weweka
(1940-1960) di masyarakat pendukung (menguasai seluk beluk lakon). Dialog atau
pewayangan pada waktu itu memberikan ginem, kompetensi yang harus dikuasai
julukan kepada Pujasumarta sebagai meliputi: mungguh (sesuai dengan wanda),
dhalang apik (artinya ia mumpuni dalam lungguh (mapan sesuai status sosialnya),
sanggit, catur, iringan, sabet), sebagai langgut (mengekspresikan emosi secara
dalang kesayangan Presiden Republik tepat), cucut (dapat membuat humor tetapi
Indonesia yang pertama yakni Bung Karno, tidak porno), laras (tidak menyimpang dari
bahkan sering dipanggil untuk pentas kaidah), tatas (urut tidak tumpang tindih),
wayang di Istana Negara Jakarta. Demikian dan micara (pandai menggunakan bahasa
pula di Ngayogyakarta masyarakat dan menyusun kata) [ CITATION riy54 \l
1057 ]. Tradisi pedalangan Ngayogyakarta dari Ngawi, dan Mantep Soedarsono dari
kompetensi yang harus dikuasai yaitu greget Karanganyar.
(semangat dalam berkesenian), sengguh
Bentuk pakeliran wayang tradisi
(selalu mengaktualisasikan diri), nyawiji
keraton mengutamakan nilai estetis
(menyatu dan njerum), bebles (terus
meminjam istilah Robert Redfield seperti
mendalami profesinya sampai dalam), nora
dikutip Umar Kayam adalah tradisi
mingkuh (konsisten dan respek terhadap
agung[ CITATION Uma18 \l 1057 ] yaitu pola
kaidah-kaidah pedalangan), dan mungguh
(apa yang disajikan harus mantap). kebudayaan dari peradaban agung dan
tradisi pedalangan kerakyatan yang terdapat
Kompetensi itu merupakan kaidah- di daerah-daerah seperti di Klaten, Sragen,
kaidah pedala- ngan atau konsep estetik Wonogiri, dan sebagainya adalah tradisi
pedalangan yang pada waktu itu (1940- kecil yaitu pola kebudayaan dari masyarakat
1950) penghayat atau penonton dijadikan pertanian atau komunitas kecil. Seiring
dasar ekspresi pakeliran.Waktu dengan perubahan sosial dan perkembangan
itumuncullah dalang- dalang yang berbobot teknologi komunikasi ternyata membawa
dan tenar/populer di kalangan masyarakat implikasi terhadap kehidupan kesenian
seperti: Pujasumarta, Wignyasutarna, termasuk pertunjukan wayang. Kehidupan
Arjacarita, dan Nyatacarita untuk gaya pewayangan terjadi dialog atau komunikasi
Surakarta. Sedangkan di Yogyakarta seperti: tradisi kecil dengan tradisi agung (gaya
Gandamargana, Timbul Hadiprayitno, dan pedalangan keraton).
sebagainya. Berdasarkan kemampuan dan
kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing Keterpaduan antara budaya keraton
individu dalang maka terdapat klasifikasi dan budaya rakyat yang terekspresi dalam
dalang yaitu dalang apik, dalang wasis, pertunjukan wayang kulit sebenarnya telah
dalang pinter, dan dalang sabet. Dalang dimulai sejak munculnya dalang Nartasabda
apik adalah wujud pakelirannya (1960), mulai memadukan gaya pedalangan
mengutamakan nilai estetis dan keraton dengan tradisi pedalangan
menyampaikan isi lakon secara mantap, kerakyatan. Bahkan Nartasabda memadukan
misalnya dalang Pujasumarta dari Klaten kedua gaya pedalangan yaitu gaya
(1935-1970) dan Timbul Hadiprayitno dari pedalangan Surakarta dengan gaya
Yogyakarta. Dalang wasis, wujud pedalangan Ngayogyakarta.
pakelirannya menonjolkan garap sanggit
catur (dramatik) contohnya dalang
Wignyasutarna dari Surakarta, yang (1940- Keterpaduan antara gaya pedalangan
1960), dan Nartasabda dari Semarang (1960- Surakarta dan Ngayogyakarta dapat
1986). Dalang pinter wujud pakelirannya dicermati dalam adegan gara- gara.
menonjolkan ajaran mistik, contoh dalang Nartasabda dalam sajian pakelirannya selalu
Tiknasudarsa dari Jombor Klaten. Dalang memunculkan adegan gara-gara gagrag
sabet lebih menonjolkan gerak wayang yang Mataram lengkap, yang dimulai dari
berlebihan, contohnya dalang Gandabuwana Pathetan Sanga Wetah (wantah) cengkok
Ngayogyakarta, dilanjutkan pocapan gara- masyarakat pewayangan dan dapat
gara yang diteruskan Ayak-ayakan mempengaruhi pakeliran gaya Surakarta.
Jalumampang dan Srepeg Metaraman. Sabet gaya wetanan itu kini menjadi trend
Demikian pula tradisi pedalangan bagi setiap sajian wayang kulit Purwa Jawa
kerakyatan secara berangsur- angsur masa kini. Demikian pula sulukan gaya
diselipkan dalam sajian wayang, misalnya rakyat (pedesaan) juga ditampilkan pada
sulukan pedesaan, gendhing-gendhing pertunjukan wayang gaya Surakarta maupun
Banyumasan, pesisiran (Semarangan), dan gaya Ngayogyakarta. Dengan demikian
lagu-lagu etnis seperti Banyuwangi, dapat dikatakan bahwa bentuk pertunjukan
Priangan, dan Jawa Timuran ditampilkan wayang kulit yang semula mengutamakan
dalam pertunjukan wayang khususnya dalam nilai estetis dan respek terhadap tradisi
adegan gara-gara. Sistem pertunjukan pedalangan masing-masing, serta tumbuh
kesenian rakyat yang bersifat spontan, berkembang dalam lingkungan sendiri,
interaktif dan humor juga disajikan dalam sekarang bercampur aduk saling pengaruh
pertunjukan wayang, misalnya dialog dalang mempengaruhi. Hal itu dikarenakan
dengan pesinden yang dilakukan pertama pengaruh dari kebudayaan industri yang
kali oleh Nartasabda dalam adegan gara- progresif berdasarkan kemajuan ilmu,
gara ternyata sekarang ditiru oleh hampir teknologi, dan ekonomi.
semua dalang dalam pertunjukan wayang.
Kondisi pewayangan seperti
Pakeliran wayang pada tahun 1950- sekarang ini akibat perubahan teknologi
1960, misalnya dalam adegan Jejer, masih komunikasi, perubahan sosial dan perubahan
tampak serius, regu dan mrabu (wibawa), nilai, dunia pedalangan berada dalam krisis.
tetapi semenjak munculnya Nartasabda Oleh karena bertemu, bercampur aduk
(1960) adegan lucu sering terselip pada antara tradisi keraton dan tradisi kerakyatan
adegan jejer yang seharusnya serius. serta bentuk kesenian yang lain. Dengan
Penggunaan bahasa yang prosaik, lugas kata lain keterpaduan antara budaya keraton
dalam janturan, pocapan, dan ginem juga dengan budaya kerakyatan muncul suatu
mewarnai dalam pertunjukan wayang. Hal permasalahan. Kedudukan seni pewayangan
itu memberikan indikasi bahwa dalam dunia dalam tradisi keraton adalah sebagai
pewayangan telah terjadi tular menular dan ekspresi estetis, sedangkan dalam tradisi
tukar menukar atau komunikasi kebudayaan pedalangan kerakyatan pertunjukan wayang
antara tradisi agung (pedalangan keraton) kulit sebagai kesenian disajikan untuk
dengan tradisi kecil (pakeliran kerakyatan). memenuhi kebutuhan praktis. Di sisi lain
Sebagai contoh sabet wayang gaya wetanan karena pengaruh kebudayaan modern,
atau gaya Sragen atau Ngawi yang pada pertunjukan wayang seperti barang-barang
tahun 1960 oleh para pendukung wayang lain yang diperlukan dan diciptakan sebagai
gaya Surakarta dianggap bermutu pasaran komoditi yang tunduk kepada hukum
(rendah), tetapi sejak tahun 1980 sabet gaya permintaan dan penawaran di pasar. Para
wetanan yang dikembangan oleh Mantep seniman dalang sering memakai hasil ilmu
Soedarsono mulai diterima di tengah jiwa yang dinyatakan bahwa dorongan yang
terkuat dalam jiwa manusia adalah dorongan seperti: keyboard, symbal, bass drum, snar
seks dan dorongan drum, dan sebagainya dalam sajian wayang.
Bentuk pertunjukan wayang gaya baru itu
agresi kekerasan. Dewasa ini dapat ditemui hampir setiap sajian wayang
pertunjukan wayang kulit yang disajikan kulit gaya Surakarta maupun wayang kulit
oleh para dalang banyak yang menonjolkan gaya Ngayogyakarta masa kini.
adegan peperangan (sabet) yang bertele-tele,
serta humor (dhagelan) yang vulgar dan Perlu diperhatikan bahwa garap wayang
bahkan porno, sedangkan penggarapan yang menonjolkan penyajian gendhing-
lakon kurang dijamah dan nilai-nilai gendhing dolanan atau pilihan pendengar,
kemanusiaan yang universal jarang ditemui sabet yang berlebihan serta dagelan yang
dalam sajian wayang. Dimaklumi bahwa kadang-kadang vulgar atau porno,
para dalang mempunyai hak untuk hidup, hendaknya tidak menggeser esensi lakon
tetapi di samping itu mereka perlu yang ditampilkan atau tidak mengabaikan
mengembangkan wawasan yang positif nilai estetik. Hal itu juga dinyatakan oleh
tentang seni, dalam arti bahwa seni Kayam, bahwa kesenian massa termasuk
merupakan bagian dari kehidupan manusia. wayang kulit dewasa ini harus dikemas
Dengan demikian diharapkan para seniman sebagai dagangan massa dan dijajakan serta
dalang dapat hidup dengan karya- karya disalurkan lewat pasaran massa itu tidak
yang etis dan estetis mereka. selalu harus muncul sebagai kesenian yang
cethek, tetapi kesenian massa yang muncul
Dialog tradisi agung dengan tradisi sebagai kesenian yang dapat diterima oleh
kecil dalam pertunjukan wayang akan dapat mereka secara “serius”[ CITATION Uma18 \l
berkembang dengan baik bilamana terdapat 1057 ]. Sekularisasi, dan demokratisasi
komunikasi yang memuaskan dengan unsur-
dalam pertunjukan wayang dewasa ini akan
unsur tradisi. Dialog kedua tradisi itu
membuat manusia mendangkal materealistik
tampaknya belum efektif dan kurang
bahkan hedonistik, yaitu semata-mata
berhasil. Hal itu disebabkan keraton-keraton
mengejar kenikmatan panca indra dan
di Jawa sebagai pusat kebudayaan mulai
menjadikan bentuk pertunjukan wayang
memudar pamornya. Seiring dengan itu
terputus hubungannya dengan masalah
pergeseran masyarakat agraris-mistik
kejiwaan, dan kandas dalam pakeliran yang
menjadi masyarakat yang lebih bersifat kota
berupa permainan bentuk hura-hura, dan
(urban) mendorong munculnya bentuk
dikhawatirkan akan menghilangkan makna
pertunjukan wayang (idiom seni
hidup yang lebih dalam. Perkembangan
pewayangan) yang dapat dimengerti oleh
pewayangan yang demikian itu bilamana
lingkungan kultur yang lebih luas. Dewasa
terus-menerus disajikan di tengah-tengah
ini muncul eksperimen pertunjukan wayang
masyarakat, maka seniman dalang akan
misalnya wayang layar lebar, wayang layar
kehilangan arah dan hanya menghasilkan
panjang, wayang dua kelir, wayang gaya
karya pedalangan/pakeliran yang tiada
baru dengan memasukkan penyanyi,
berjiwa. Dengan demikian akan terjadi
pelawak serta instrumen musik non gamelan
dehumanisasi, yaitu kelenyapan sifat
kemanusiaan dari pertunjukan wayang dan dibuat tokoh lebih realistik. Demikian pula
akan menurunkan derajat sang dalang yang dalam sajian wayang, suasana sakral, magis,
kedudukannya tinggi sebagai pencipta, dan mistik lenyap bersamaan dengan
menjadi hanya sebagai homo ludens yaitu masuknya lawak, penyanyi, bintang tamu,
seorang pemain belaka (tukang). dan penonton ke panggung sehingga dalam
pertunjukan wayang aspek komunikatif yang
Memang disadari bahwa antara lebih diutamakan daripada interaksi
dalang, karyanya dan masyarakat terdapat simbolis. Dengan demikian dunia wayang
hubungan timbal balik, artinya pertunjukan kulit menjadi lebih dekat dengan penonton
wayang yang disajikan dalang tidak lepas karena pembicaraan hal-hal yang sehari-hari
dengan lingkungan sosial budayanya. tidak hanya terbatas pada adegan gara-gara,
Kondisi masyarakat pendukung wayang dan adegan Cangik- Limbuk saja, kapan saja
seperti sekarang ini disikapi oleh para dan adegan manapun yang dikehendaki
dalang dengan menciptakan produk sang dalang. Proses modernisasi yang
pakeliran massa (pop) atau bentuk pakeliran sedang dilakukan di seluruh penjuru wilayah
kemasan seperti yang dapat dilihat dewasa
ini. Dengan kata lain wayang kemasan .Indonesia, menyebabkan terjadinya
adalah suatu sajian wayang yang dikemas, perubahan masyarakat agraris/feodal
dipackage untuk keperluan pasar. menjadi masyarakat yang lebih bersifat kota.
Berdasarkan pengamatan pertunjukan Kondisi demikian mendorong lahirnya
wayang kemasan mempunyai ciri- ciri pertunjukan wayang kemasan (gaya baru).
yaitu 1) garapan lakon yang disajikan Dalang dan pemerhati pewayangan dewasa
kurang mampu memasukkan unsur nilai ini menghadapi suatu tantangan yakni
budaya yang berisi nilai moral yang berhadapan dengan unsur-unsur
universal; 2) penyajian wayang lebih pembaharuan.
ditekankan kepada estetika resepsi daripada
estetika kreasi; 3) pakelirannya tidak lain Pertunjukan wayang kulit semula
daripada kemampuan untuk memenuhi mempunyai fungsi tidak terpisahkan dari
selera, memadai permintaan penonton akan kesatuan kosmos, sekarang terkoyak-koyak
kepuasan lahiriah; dan 4) bentuk pakeliran dalam unsur baru. Dengan kata lain
yang disajikan tidak berdasarkan kriteria pertunjukan wayang bukan lagi sebagai seni
formal para kritikus pedalangan melainkan masyarakat, akan tetapi menjadi bentuk
berdasarkan kebutuhan nyata publik pakeliran wayang yang dipasarkan
(Soetarno. 2000, “ Dampak Perubahan (dijajakan). Walaupun demikian sajian
Sistem Nilai terhadap Pertunjukan Wayang wayang kulit menampilkan nilai- nilai baru
Kulit” Laporan penelitian STSI Surakarta, hendaknya masih mencerminkan seni
Surakarta.:hlm 92). fungsional, yakni fungsinya sebagai
tuntunan yang mempunyai arti luas.
Garapan tokoh-tokoh yang Pemahaman wayang sebagai tuntunan dapat
ditampilkan tidak hanya demokratisasi disajikan atau dihayati lewat garapan unsur-
tokoh saja, tetapi dalam narasi atau ginem unsur pedalangan/pakeliran. Konsep-konsep
budaya Jawa atau nilai-nilai dalam tradisi kesayangan masyarakat pada waktu itu,
agung (besar) tidak jarang diejawantahkan tidak jarang mereka diundang oleh Presiden
dalam perilaku tokoh wayang dan secara RI pertama Sukarno untuk mementaskan
tidak disengaja diresapi serta dijadikan wayang kulit di Istana Negara. Para dalang
pedoman dalam menjalankan hidup dan tampil di Istana Negara yakni Pujasumarta,
kehidupan oleh sebagian masyarakat Wignyasutarna dan Arjacarita. Semenjak
pendukung pewayangan. Nilai-nilai tahun 1957 kepopuleran Pujasumarta,
instrinsik yang tersirat dalam pewayangan Wignyasutarna, Arjacarita dan Nyatacarita
digunakan untuk mempertahankan hidup mulai menurun oleh karena munculnya
yang selaras, serasi, dan seimbang dalam dalang Nartasabda yang tampil
hubungannya dengan lingkungan, sesama mementaskan wayang kulit di RRI Jakarta
manusia dan hubunganya dengan Tuhan. dengan lakon Kresna Duta. Sajian
pakelirannya membuat terperangah dan
Untuk menjawab tuntutan terkejut bagi para dalang dan para
masyarakat dan tantangan zaman, seniman penggemar pewayangan. Mereka para
dalang dituntut sikap dan kreativitas yang penonton terbiasa melihat pertunjukan
konstruktif yaitu adaptability dari nilai-nilai wayang dengan kaidah-kaidah pakeliran
tradisi agung untuk pengembangan wayang gaya keraton, namun kali ini mereka melihat
baru. Seberapa jauh nilai estetik pedalangan pertunjukan wayang berbeda dengan para
tradisi keraton (agung) dapat mengilhami dalang lain. Gaya pakeliran Nartasabda
garapan wayang masa kini. Demikian pula meramu dari gaya pakeliran dalang terkenal
para penonton/pendukung pewayangan sebagi contoh: humor meniru Nyatacarita,
hendaknya lebih meningkatkan daya sabet meniru Arjacarita, sedangkan catur
apresiasinya terhadap garapan dan dramatik meniru Pujasumarta dan
pakeliran/wayang. Dengan cara itu Wignyasutarna yang juga guru
diharapkan pertunjukan wayang adalah pedalangannya, karena Nartasabda sebelum
sebagai medium penerjemah ide-ide baru, tampil sebagai dalang ia nyantrik pada
dan seniman dalang dapat terus-menerus Pujasumarta dan Wignyasutarna.
melakukan pembaharuan wayang tanpa
mengorbankan nilai estetis. Nartasabda lahir tahun 1925 di Desa
Wedi Klaten, sejak kecil berada di
Gaya Pekeliran Nartasabda lingkungan keluarga yang serba kekurangan.
Daerah Surakarta antara tahun 1945 Namun dengan tekadnya ia mengabdi dan
sampai dengan 1956 muncul dalang - dalang nyantrik kepada dalang Pujasumarta.
terkenal yang popu- laritasnya sampai Nyantrik dan ngenger adalah cara yang
tingkat nasional, diantaranya ialah digunakan oleh para calon dalang atau
Pujasumarta dari Klaten, Nyatacarita dari penari agar ia dapat tampil seperti
Kartasuro, Sukoharjo, Wignyasutarno dari kemampuan yang dimiliki oleh gurunya.
Surakarta, Arjacarita dari Nglaban Maka dengan jalan mengikuti kemana saja
Sukoharjo, Warsina Gunasukasna dari Pujasumarta pentas, dengan harapan ia dapat
Wonogiri. Mereka merupakan dalang mengamati, meresapi dan menghayati
pakelirannya, yang pada gilirannya ia dapat lebih dekat dengan kita karena bukan hanya
melakukan seperti yang dikerjakan oleh gara-gara yang membicarakan hal-hal
gurunya itu. Hal itu dilakukan oleh para sehari-hari, kapan saja dan pada adegan
dalang seperti Ganda Darman dan juga manapun dikehendaki oleh dalang.
Nartasabda yang pada waktu itu bersama-
sama nyantrik pada Pujasumarta. Ia nyantrik Hadirnya Nartasabda dalam dunia
kepada Arjasuganda, Nyatacarita, pedalangan menimbulkan pro dan kontra
Gitacarita dengan cara mengikuti dikalangan para dalang, ia dapat
pementasan wayang dan ikut memainkan mendekatkan dunia mitos dengan realitas
ricikan gamelan tertentu. Dengan cara itu menjadi kegiatan akrab, dan secara revo-
lama-kelamaan mendapat pengetahuan lusioner menggarap pakeliran wayang
maupun keterampilan teknis pakeliran. Kira- menjadi segar dan mampu menciptakan
kira tahun 1946 Nartasabda merasa sudah wayang seolah dunia sejarah. Popularitas
cukup nyantrik dengan Pujasumarta, Nartasabda walaupun telah almarhum,
mencari pengalaman lain dengan ternyata masih memiliki penggemar dalam
menggabungkan diri dengan grup Wayang acara siaran radio wayang kulit semalam
Orang Ngesti Pandawa di bawah pimpinan suntuk yg disiarkan oleh radio amatir di
Sastrasabda, sebagai pemain kendang. wilayah ex- Karesidenan Surakarta.
Kehadiran Nartasabda dalam jagad Berdasarkan angket Koran Masa Kini
pedalangan memberi warna tersendiri pada tentang tingkat popularitas dan besarnya
wujud pakeliran, gaya permainannya yang opini publik terhadap dalang yang mereka
mencakup: janturan, ginem, pocapan, senangi dalam mendengarkan siaran radio,
banyol, gendhing, sulukan dan sanggit dari 118 jawaban yang masuk bahwa 73
berbeda dengan pekeliran pada umumnya, jawaban (62%) menyatakan dalang Anom
walaupun ia pernah nyantrik/ngenger pada Suroto dalang yg berkenan di hati mereka,
Pujasumarta. sedangkan 34 jawaban (29 %) menyatakan
Nartasabda. Dengan demikian walaupun
Sardono tokoh tari yang terkenal dari Nartasabda telah tiada tetapi karya
Solo mengatakan bahwa pembaharuan yang pakelirannya masih menarik perhatian para
hebat dalam jagad pedalangan dirintis oleh pendukung pewayangan maupun para
Nartasabda, memulai gaya lucu untuk narasi sarjana seni untuk mengkaji dan
bahkan pada awal pertunjukan sudah mendokumentasinya karya–karyanya baik
dimasukan humor. Pendapat yang sama berupa gending–gending maupun sajian
disampaikan oleh Bakdi Sumanto, bahwa lakon wayang kulit purwa.
pakeliran Nartasabda agaknya tidak hanya
melangkah ke arah demoktratisasi tokoh Tahun 1976 Sena Wangi dan Pepadi
saja, tetapi membuat tokoh lebih realistik. Pusat mengambil prakarsa untuk menilai
Suasana mistik lenyap bersamaan dengan pakeliran Nartasabda secara objektif.
masuknya parfum, gelas minuman keras, Prakarsa ini dilaksanakan di Gedung
tinju, sapu tangan ke dalam panggung Kebangkitan Nasional pada bulan Mei 1976,
wayang kulit. Jagad wayang kulit menjadi dan pada waktu itu gedung dipenuhi para
penonton. Penilaian dilakukan oleh 17 orang pakelirannya. Pakeliran Pak Nartasabda
juri yang terdiri dari para budayawan, ahli adalah garapan sastra dapat menumbuhkan
wayang dan orang–orang yang kontra greget-greget baru tanpa mengurangi
terhadap pakeliran Nartasabda, dan juri luhuring budaya. Penggarapanya sungguh-
dipimpin oleh Pandam Guritna. Hasil rapat sungguh, cepat, keras, wijang, dan tidak
tim juri menyatakan bahwa Nartasabda cewet/salah serta dapat membuat suasana.
adalah seorang dalang yang terbaik. Bahasa dan sastra yang digunakan dalam
Kemudian dari angket penilaian yang sajian pakeliran cukup mempesona
diselenggarakan oleh Yayasan Nawangi penonton, menarik, bervariasi dan bermutu,
bersama Mingguan Buana Minggu pada kadang-kadang diselingi dengan humor
tahun 1978, dinyatakan bahwa Nartasabda dalam suasana yang serius. Hal ini memang
memenangkan gelar “Dalang Kesayangan”. menjadi ciri pakeliran Nartasabda dan
Pakeliran Nartasabda memadukan gaya mengundang tanggapan pro dan kontra bagi
pakeliran Surakarta dan gaya pakeliran masyarakat pendukung pewayangan. Dialog
Yogyakarta, yang sebelumnya belum pernah yang penting kadang-kadang disisipi humor
terjadi bahkan kedua daerah itu saling namun isi yang disampaikan dapat
mencela. Berkat kemampuan Nartasabda ditangkap oleh penonton sehingga terjadi
kedua gaya dapat diramu dalam pakeliran komunikasi artistik. Hal itu terjadi oleh
sehingga wujud pakeliran wayang yang karena kematangan dan kemampuan
disajikan terasa segar dan semangat (greget). kesenimanan Nartasabda dalam jagad
Bahkan unsur-unsur karawitan dari daerah pedalangan.
lain seperti dari Bayumas, Sunda, Jawa
Timur digunakan dalam menyusun gending Menyadari fungsi pertunjukan
untuk keperluan mengiringi adegan tertentu wayang kulit semalam, harus
dalam lakon wayang yang ditampilkan. Hal menyampaikan isi lakon disamping harus
ini menunjukan bahwa Nartasabda dalam bertindak sebagai juru penerang, penghibur,
menggarap pakeliran berwawasan pendidik dsb, dapat dilakukan dalam
Nusantara/ Nasional maka pakelirannya oleh pakeliran sehingga menjadikan gaya
Nartasabda dinamakan Pakeliran Gaya Baru. pakelirannya memiliki warna tersendiri.
Dalang kesayangan pada tahun 1982 Nartasabda dalam hal banyol meniru
menerima hadiah Seni dari Pemerintah Nyatacarita, sabet meniru Arjacarita, dan
Republik Indonesia, dan pada tahun 1993 catur meniru Pujasumarta dan
menerima Bintang Maha Putra dari Presiden Wignyasutarna, tetapi pada kenyataannya
RI selaku Kepala Negara atas jasa- jasanya berbeda jauh oleh karena telah
dalam bidang seni pedalangan Indonesia. dikembangkan sesuai dengan
kedewasaannya Nartasabda. Sadar dengan
Gaya pakeliran Nartasabda ciri yang kondisi masyarakat yang terus berubah
menonjol adalah garapan catur dan selalu berusaha menggarap pakeliran agar
karawitan pakeliran. Hal ini dapat disimak dapat diterima oleh seluruh lapisan
dari komentar para pendukung wayang masyarakat tanpa mengabaikan nilai
maupun para dalang yang menghayati estetisnya. Dengan cara menggarap dramatik
setiap lakon yang disajikan di samping gending yang ditulis oleh Nayawirangka,
menggarap karawitan pakeliran dengan karawitan pakeliran kadang-kadang dibuat
menyusun gending-gending baru untuk khusus. Bentuk karya gendingnya lengkap
mengiringi adegan khusus. Suasana dan kemampuan menggarap hebat. Seniman
pakeliran selalu hidup, tidak kendor dalang yang menjadi jembatan pedalangan
(kemba), selalu dinamik (grengseng) dan gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta, yaitu
renggep, segar membuat para penonton tetap memasukan gending gaya Yogyakarta ke
tinggal di tempat sampai adegan tancep dalam pakeliran wayang gaya Surakarta.
kayon Cengkok-cengkoknya berak untuk iringan
adegan tertentu dibuatkan gending gending
Ciri pakeliran Nartasabda berikutnya khusus.
adalah garap karawitan pakeliran terutama
unsur gending yang sangat menonjol. Hal itu Nartasabda selain menggarap
dilakukan karena ia seorang dalang yang gending klasik juga mencipta lagu-lagu
mampu menguasai gending dan seorang dolanan yang disajikan dalam pakeliran
pengrawit sekaligus komponis gending wayang, dan gending-gending dolanan
Jawa, serta memiliki suara bagus. Hampir sangat populer di kalangan masyarakat
semua garapan karawitan pakelirannya maupun para pengrawit/musisi. Lagu lagu
selalu dengan vokal pesindhen maupun dolanan yang sangat populer yaitu Turi-turi
vokal penggerong, walaupun menggunakan Putih, Sarung Jagung, Swara Suling, Praon,
gending tradisi, yang diaransemen Lesung Jumengglung, Santimulya,
gerongnya terasa segar dan gembira serta Saputangan, Sapangira, Ayo Ngguyu dan
indah untuk diresapi. Sebagai contoh sebagainya. Gending-gending karya
penggunaan gending tradisi digarap gerong Nartasabda sampai sekarang masih
bedhayan atau gerong khusus dapat dimainkan oleh para musisi baik dalam
dicermati pada sajian lakon Karna Tanding acara klenengan atau campur sari maupun
pada adegan ketiga di Hupalawiya dengan dalam pertunjukan wayang kulit dewasa ini.
gending Glondhongpring, pelog nem dengan
garap gerong bedhayan; pada adegan Bima Dalam pertunjukan wayang seorang
dan Drupadi waktu melaksanakan jamas dalang bertindak sebagai komunikator,
dengan gending Eling-eling ,garap gerong dinamisator, inovator, fasilitator, dan
khusus. Adegan di Astina iringan gending emansipator, namun paling tidak ada tiga
Logondhang, pelog nem dengan gerong fungsi sosial yang harus dilakukan oleh
bedhayan, dan Ladrang Clunthang, slendro dalang yaitu 1) sebagai komunikator, artinya
sanga untuk mengiringi Abimanyu turun dalam pertunjukan wayang, dalang punya
dari Saptarga dengan garap gerongan tugas untuk menyampaikan pesan-pesan
khusus karya Nartasabda. Berdasarkan garap pembangunan lewat garapan pakelirannya,
karawitan pakelirannya maka Mujaka serta pesan tersebut diolah ke dalam bahasa
Jakasuharja (dalang tenar yang juga sebagai pedalangan . Misalnya pesan tentang
gending-gending Nartasabda dalam lingkungan hidup, keluarga berencana,
pakeliran tidak terikat dengan gending- diolah dengan bahasa pedalangan dan
ditempatkan pada adegan tertentu atau Pesan yang disampaikan dalam
empan-papan seperti pada adegan perang pakeliran bukan rumusan ilmiah, melainkan
ampyak atau gara-gara; 2) sebagai marupakan pesan yang menghimbau yang
innovator, artinya dalam menyajikan dapat mempengaruhi perilaku manusia. Oleh
pakeliran seorang dalang harus dapat karena itu seorang dalang harus memiliki
menempatkan diri pada suatu posisi yang keterampilan teknis serta kemampuan yang
tidak memihak kepada salah satu norma lain, agar hasil kegiatannya
tertentu. Dalam hal ini karya-karya mengekspresikan nilai keindahan. Rasa
pedalangan yang dihasilkan harus imaginasi maupun kreativitas saja tidak
berorientasi ke masa depan , dan karya seni cukup, tetapi harus dibekali kemampuan
yang ditampilkan ada relevansinya dengan dasar seperti janturan, ginem, pocapan,
zaman sekarang, serta dapat menjadi banyol, pathetan, sendhon, ada-ada,
motivasi terjadinya proses perubahan sosial; tembang, dhodhogan, gendhing, keprakan,
dan 3) sebagai emansipator, artinya seniman cepengan,tancepan, entas- entasan,
dalang dapat membantu mengantarkan para bedholan, sabetan, repertoar lakon dan
penonton secara kelompok atau individu ke sebagainya. Disamping itu seorang dalang
tingkat perkembangan kepribadian yang juga dituntut memiliki pengetahuan
lebih tinggi, dengan cara peningkatan daya pedalangan, yang menyangkut teknis
apresiatif seni, kepekaan rasa keindahan, pakeliran maupun pengetahuan yang
yang pada gilirannya akan memperluas menunjang pakeliran wayang, dan
persepsi dan memperkaya pengalaman jiwa diharapkan seorang dalang dapat mengolah
para penghayat (penonton). atau menggarap isi lakon lewat unsur-unsur
pakeliran menjadi satu kesatuan yang utuh
Suatu pertunjukan wayang, sajiannya dan manunggal, sehingga komponen-
diharapkan sebagai motivasi bagi timbulnya komponen pakeliran tampak adanya suatu
pengalaman estetis yang memuaskan, keutuhan.
disamping tujuan-tujuan yang lain seperti
penerangan, pendidikan, propaganda, Bagi seorang dalang sejati, sajian
politik, hiburan dan sebagainya. Dewasa ini wayang yang ditampilkan akan selalu
banyak seniman dalang pada sajian wayang berusaha menyampaikan pesan (message)
sering dibebani berbagai titipan dari para kepada penonton, dan pesan-pesan itu dapat
penguasa, namun demikian titipan-titipan itu menyangkut nilai religius, nilai moral, nilai-
hendaknya tidak menggeser tugas pokok nilai kemanusiaan, patriotisme, keadilan,
seorang dalang yaitu meyampaikan isi lakon kesetiaan, kesetiakawanan sosial, yang
wayang. Suatu sajian wayang kulit yang semuaya disampaikan lewat garapan tokoh
bermutu, selalu bermaksud menyampaikan yang ditampilkan. Dengan demikian seorang
suatu pesan kepada penonton, apakah pesan dalang juga dituntut kepekaan terhadap
itu bersifat estetis, moral, spiritual, politis, masalah sosial, karena seorang dalang pada
gagasan pikiran, keagamaan dan sebagainya. hakikatnya adalah makhluk sosial dan
manusia etis. Hanya manusialah yang dapat
menghayati norma- norma dan nilai-nilai
dalam hidupnya, sehingga ia dapat memilih mereka yang orientasi berpikirnya mengarah
mana tingkah laku yang bersifat susila dan pada masa kini, dan bertujuan untuk
tidak susila, maka sorang dalang sejati tentu memperoleh keuntungan, kemanfatan, dan
akan berusaha semaksimal mungkin untuk profit komersial. Bentuk pertunjukan
menyajikan karya pedalangannya yang etis- wayangnya dimodifikasi sesuai tuntutan
estetis pula. pasar, sehingga berkesan kurang memiliki
prinsip yang kuat serta lebih mengutamakan
Menurut Jazuli (2001: 331-332), porsi hiburan.
mengemukakan tentang varian ideologi
dalang, pembentukan dan pengungkapan Berdasarkan kenyataan di lapangan,
ideologi, dan posisi ideologi dalang dalam serta perkembangan seni pedalangan
perspektif hubungan negara dan masyarakat, dewasa ini yang terjadi ditengah-tengah
yang dibedakan menjadi tiga tipologi yaitu masyarakat, maka peran dalang dalam
dalang berideologi konservatif, dalang proses modernisasi dapat dikelompokan
berideologi progesif, dan dalang berideologi menjadi beberapa tipe sebagai berikut:
pragmatis. Tipe dalang yang berideologi
konservatif, adalah mereka yang cara
berpikirnya masih berorientasi masa lampau, 1. Dalang sebagai seniman komoditi atau
dan mempunyai tujuan melestarikan status pemasaran, adalah mereka dalam
quo, serta memitoskan pertunjukan wayang berkarya pakeliran selalu dengan
yang penuh dengan nilai tuntunan (ritual- pertimbangan bagai- mana
sakral, pencerahan). Orientasi dalang lebih pemasarannya, dan karya
mengarah pada motif sosial dari pada motif pedalangannya dipandang sebagai
ekonomi. Bentuk pertunjukannya cenderung barang komoditi. Dalang seperti ini
mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, mudah terperosok ke dalam karya-
memberikan pengalaman jiwa serta hiburan karya estetisisme, artinya karyanya
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia tidak etis, cabul, murahan.
[CITATION Jaz03 \l 1057 ] 2. Dalang sebagai seniman destroyer,
adalah mereka dalam berkarya selalu
Tipe dalang berideologi progesif,
mencela kenyataan yang ada, tanpa
adalah mereka yang berorientasi dan
memberikan suatu konsep pemecahan
berwawasan masa kini dan masa depan. dan pembaharuan. Sifatnya agresif,
Mereka dalam berkarya pedalangan destorsif, destruktif kurang mendukung
mengadakan pembaharuan atau perubahan pembangunan masyarakat, sebab
guna memunculkan nilai-nilai baru dan nampak kedangkalan karya-karyanya.
menyesuaikan tuntutan zaman. Karya
3. Dalang sebagai seniman autis, adalah
pakelirannya bersifat rekontruksi,
mereka dalam berkarya seni
reaktualisasi maupn radikal, serta misi
pedalangan menutup mata, tidak mau
pertunjukannya mencari keseimbangan
tahu akan kenyataan yang ada di
antara tontonan dan tuntunan. Sedangkan sekitarnya. Mereka mengingkari
dalang yang bertipe pragmatis, adalah kenyataan di sekitarnya, introvers,
melankolis. Karya- karyanya dinikmati selalu peka terhadap penderitaan
sendiri, neurosis. rakyat, dan tidak hanya
mempersoalkan perihal bangsanya
4. Dalang sebagai seniman nostalgia,
tetapi masalah manusia individual dan
adalah semua karya seninya untuk
personal.
mengungkapkan kerinduan dan
kebesaran masa lampau, biasanya 9. Dalang sebagai seniman pendidik,
mendetail dan lengkap. Karyanya adalah yang karya seninya selalu
dipersembahkan untuk masyarakat menyampaikan pesan- pesan kepada
masa kini dan masyarakat masa depan, para penghayat, apakah pesan bersifat
untuk dinikmati dan memberi moral, estetik, politik, religi, sosial dan
kepuasan, kebanggaan bagi dalangnya. sebagainya. Pesan itu berupa himbauan
disampaikan kepada penonton yang
5. Dalang sebagai seniman masa depan,
dapat mempengaruhi perilakunya.
dalang tipe ini berusaha mewujudkan
ide-idenya tentang masa depan, akibat 10. Dalang sebagai seniman patriot, adalah
dari ketidakpuasan terhadap keadaan mereka yang karya seninya
masa sekarang. Karya pakelirannya mengandung nilai-nilai kepahlawanan,
imajiner, sehingga tidak realistis, tidak cinta bangsa dan tanah air.
logis, trans empiris, dan mungkin
11. Dalang sebagai seniman religiwan,
sekali utopis.
adalah mereka yang karya seninya
6. Dalang sebagai seniman konstruktif, terkandung nilai- nilai religi, dan lewat
adalah dalang yang mau menjawab karya-karya seni itu, dalang dapat
tuntutan dan kebutuhan manusia lewat membawa penonton menghayati
karya seninya yang etis. Ia berperan Hadirat Tuhan.
positif dalam membangun bangsanya
12. Dalang sebagai seniman penyelamat
lewat pesan-pesan yang berupa nilai-
seni, adalah mereka dalam berkarya
nilai. Karya pedalangannya tidak
sebagai pengubah seni yang etis,
dangkal dan bukan konvensi
karya-karyanya indah yang etis,
pemasaran, bukan destroyer dan
keharuan yang etis, ketegangan yang
utopis.
etis, dan karyanya memperkaya nilai-
7. Dalang sebagai seniman pembebas, nilai kemanusiaan serta dapat
bahwa hakikat seni adalah kebebasan mengangkat harkat dan martabat
dan imajinasi seniman adalah bebas. manusia.
Karya yang dihasilkan menganut
Dengan demikian tugas seorang dalang
prinsip kebebasan yang bertanggung
jawab, dan menurut mereka bahwa dalam sajian wayang kulit, hendaknya tidak
dalam pembangunan bangsa, seniman hanya menekankan pada hal-hal yang teknis
sebagai barometer kebebasan suatu belaka, tetapi isi lakon hendaknya mendapat
bangsa. porsi garapan yang mantap. Isi lakon yang
dimaksud dalam pakeliran, adalah
8. Dalang sebagai seniman humanis, menyangkut nilai kehidupan, entah itu nilai
adalah mereka dalam berkarya seni
religius atau nilai moral, nilai kemanusiaan Kalijaga. Wayang Beber Kuno yang
dan sebagainya. menggambarkan wujud manusia secara
detail dibuat menjadi lebih samar. Karakter
Tugas seorang dalang yang sedang seperti Bagong, Petruk, dan Gareng adalah
menyajikan wayang kaitannya dengan lakon ciptaan Sunan Kalijaga.
kehidupan manusia, merupakan wahana
yang ampuh dalam menyebarkan ide-ide Kehadiran wayang golek tidak dapat
atau gagasan baru maupun penyampaian dipisahkan dari keberadaan wayang kulit,
nilai-nilai. Sehubungan dengan itu ada dua Sejalan dengan itu berkenaan penyebaran
aspek yang perlu diperhatikan oleh pelaku wayang di Jawa Barat adalah pada masa
wayang (dalang), yaitu konteks estetika atau pemerintahan Raden Patah dari kerajaan
penyajiannya yang mencakup bentuk dan Demak, kemudian disebarluaskan para Wali
keahlian yang melahirkan gaya, dan kedua Sanga. Termasuk Sunan Gunung Jati yang
konteks makna (meanings) yang mencakup pada tahun 1568 memegang kendali
pesan (message), serta kaitan lambang- pemerintahan di kasultanan Cirebon. Beliau
lambangnya (symbolic value). Orang memanfaatkan pagelaran wayang kulit
menghayati pakeliran wayang tidak sebagai media dakwah untuk memperluas
mungkin tanpa memperhatikan bentuk penyebaran agama Islam.
wujud pakeliran dan gayanya, begitu pula
tidak mungkin orang melihat pertunjukan Dunia Pewayangan Indonesia
wayang tanpa memperhatikan pesan- pesan dikenal adanya berbagai gaya, atau gagrag
yang terkandung secara simbolis, disamping atau tradisi pedalangan seperti gaya
kegiatan pertunjukan wayang itu sendiri Surakarta, gaya Ngayogyakarta atau
merupakan perwujudan fungsionalisasinya Mataram, gaya Jawa Timuran, gaya
dari subsistem kebudayaan. Pesisiran, dan sebagainya. Munculnya
tradisi pedalangan Surakarta menurut tradisi
Kesimpulan oral (lisan) dan pedalangan Ngayogyakarta
tidak lepas dari peran Kyai Panjang Mas dan
Wayang kulit merupakan salah satu
Nyi Panjang Mas, yang merupakan tokoh
seni pertunjukan yang berasal
legendaris dalang. Mereka adalah abdi
dari kebudayaan jawa dan sangat terkenal.
dalem dalang pada zaman Mataram pada
pertunjukan wayang kulit mampu
masa pemerintahan Sultan Agung (1613-
menggabungkan berbagai macam kesenian
1645) yang nama aslinya adalah Kyai Mulya
seperti seni sastra, seni musik, dan seni rupa.
Lebda Jiwa.
Seni sastra dari pupuh yang diucapkan oleh
dalang , Seni musik dari lantunan Dengan demikian tugas seorang
berbagai nama alat musik tradisional, dan seni dalang dalam sajian wayang kulit,
rupa dari visualisasi wayng kulit yang unik hendaknya tidak hanya menekankan pada
dan khas budaya Indonesia. hal-hal yang teknis belaka, tetapi isi lakon
hendaknya mendapat porsi garapan yang
Wayang kulit yang ada pada saat ini
mantap. Isi lakon yang dimaksud dalam
adalah karya inovasi dari Sunan
pakeliran, adalah menyangkut nilai
kehidupan, entah itu nilai religius atau nilai
moral, nilai kemanusiaan dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA
Jazuli., M. (2003). Dalang Negara Masyarakat: Sosiologi Pedalangan. Semarang: Limpad.

Kayam, U. (1918). seni tradisi dan masyarakat . jakarta : gramedia.

riyosudibyaprana. (1954). gegebengan. panjangmas.

Soetarno. (2011). Gaya Pedalangan Wayang Kulit Purwa Jawa Serta Perubahannya. MUDRA Jurnal Seni
Budaya, Vol. 26, No. 1, 1-16.

soetarno. (2011). gaya pedalangan wayang kulit purwa jawa serta perubahannya . MUDRA jurnal seni
budaya .

publik (Soetarno. 2000, “ Dampak Perubahan Sistem Nilai terhadap Pertunjukan Wayang
Kulit” Laporan penelitian STSI Surakarta, Surakarta.:hlm 92).

(Ensiklopedi Wayang Indonesia 2000).

(Soetrisno. 1972), Pengetahuan Pedalangan, Surakarta, ASKI Surakarta, Surakarta. hlm.18)


(Soetarno. (2011). Gaya Pedalangan Wayang Kulit Purwa Jawa Serta Perubahannya. MUDRA
Jurnal Seni Budaya, Vol. 26, No. 1, 1-16.)

Sumber Artikel :Yaya Badriya, “Sejarah Wayang Golek dari Sunda, Jawa Barat”. Ilmuseni.com : 8
Oktober 2016. (https://ilmuseni.com/seni-budaya/sejarah-wayang-golek)

Sumber Artikel : Suharyanto, “Tokoh Populer Wayang Kulit dan Penjelasannya”. Ilmuseni.com : 17
Februari 2019. (https://ilmuseni.com/seni-budaya/tokoh-populer-wayang-kulit)

Anda mungkin juga menyukai