Anda di halaman 1dari 11

BEKAYAT SASAK DI LOMBOK

ANTARA KELISANAN DAN KEBERAKSARAAN

BEKAYAT IN LOMBOK
ORAL AND LITERACY TRADITION

Made Suyasa
Tenaga Pengajar Universitas Muhammadiyah Mataram

Tanggal naskah masuk: 17 Juli 2012


Tanggal revisi terakhir: 22 November 2012

Abstract

Bekayat is a literary tradition of Sasak community in Lombok. This tradition is conducted through tale
or poem recitation followed by meaning interpretation which is done in turn by the reciter and
theinterpreter (bujangge). Bekayat is a way for Sasaknese to apreciate literary texts. Those texts
areorally translated, interpreted, and reviewed deeply, philosphically, and sufistically in order that
the text of Bekayat will be meaningfull to human life. The function of Bekayat is not only as medium of
religious teaching but aslo as tradition to build good relationship among other people. Oral and
literacy tradition are still growing within Indonesian people, both of them can not be separated each
other. This condition leads khirografik culture to have its good place as a stage of appreciation of
traditional texts. As a stage of appreciation, bekayat are presented fully during the performance. The
content of the text related to actually issues – social, politic, economy, culture and out of religious
teaching deeds – are elaborated during the performance. This approach of appreciation is focused on
how the text is used in religious life, social, and culture.

Keywords: bekayat, khirografik, oral tradition, and literacy tradition

Abstrak

Bekayat adalah tradisi sastra masyarakat Sasak di Lombok yang berupa pembacaan hikayat/syair
dengan cara menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran secara bergantian oleh
penembang dan pengarti (bujangge).Bekayat merupakan bentuk apresiasi masyarakat Sasak terhadap
teks-teks sastra, disitulah teks-teks tulis diterjemahkan, ditafsirkan, dan dikaji secara lisan oleh pelaku
bekayat secara lebih dalam, filosofis atau sufistik sehingga teks itu menjadi bermakna bagi kehidupan
manusia yang menghasilkan dan yang menggunakannya. Kehadiran bekayat bukan hanya sebagai
media dakwah, namun mampu menyatu dengan kehidupan ritual adat keagamaan masyarakat suku
Sasak dan membangun silaturrahmi dalam bentuk berkesenian. Kelisanan dan keberaksaraan masih
tetap berkembang dalam masyarakat Indonesia karena keduanya saling mendukung, hal ini
menjadikan kebudayaan khirografik mendapat tempat yang baik sebagai panggung apresiasi teks-teks
tradisional. Bekayat sebagai panggung apresiasi berlangsung sepanjang pertunjukan, mereka berusaha
mengangkat isu-isu aktual yang terkait dengan teks baik itu isu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan
juga praktik-praktik kehidupan yang melnyimpang dari ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik
apresiasi seperti dalam bekayat menekankan pada bagaimana teks digunakan dalam kehidupan
keagamaan, sosial, dan budaya.

Kata kunci : bekayat, khirografik, kelisanan, dan keberaksaraan

1. Pendahuluan berupa pembacaan hikayat/syair


Bekayat adalah tradisi sastra dengan cara menembangkan kemudian
masyarakat Sasak di Lombok yang diikuti terjemahan dan penafsiran
36
Bekayat Sasak di Lombok… (Made Suyasa) |37

secara bergantian oleh penembang dan ini kemudian membangun


pengarti (bujangge). Tradisi apresiasi peradabannya dalam rangka
sastra ini memiliki sejarah sastra yang mempertahankan kehidupannya.
panjang. Data yang ada menunjukkan Semua itu menjadi bagian dari budaya
tradisi bekayat sudah dimulai abad ke- hidup mereka. Kondisi tersebut telah
16 dan tradisi ini berlanjut sampai menjadikan Indonesia sebagai negara
sekarang. Peminat bekayat tidak yang mempunyai kebhinekaan
banyak, umumnya para orang tua di peradaban terbesar di wilayah Asia
pedesaan, yang masih taat pada adat Tenggara. Hal ini dilihat dari tradisi-
dan kebiasaan masa lalu. Bekayat hadir tradisi yang berkembang dalam
sebagai media dakwah dan upacara masyarakatnya, yakni keragaman
peringatan keagamaan, kemudian tradisi kelisanan dan keberaksaraan.
terkait dengan keperluan adat Era keberaksaraan sudah cukup
digunakan untuk upacara ngurisang lama berkembang dalam masyarakat
(potong rambut bayi), nyiwa’ (peringat Indonesia, namun kelisanan yang
sembilan hari kematian), perkawinan, seiring dengan kehidupan
dan sunatan. Sejalan dengan kemajuan masyarakatnya tetap terjaga. Dalam hal
teknologi,bekayatjuga disiarkan lewat ini, tidak semua kegiatan komunikasi
di radio, pengeras suara di Masjid, dapat tergantikan oleh keberaksaraan.
direkam, dan pernah dilombakan Kedua tradisi tersebut hidup
melalui RRI Mataram hingga lomba berdampingan dan saling menunjang
yang dilaksanakan di lapangan terbuka. dalam melayani kepentingan
Dari waktu ke waktu tradisi bekayat komunikasi pada masyarakatnya.
berubah dengan dinamika literasinya Sweeney menegaskan bahwa, kelisanan
tersendiri. dan keberaksaraan merupakan dua hal
Tradisi bekayat merupakan yang berkaitan: kita dapat melihat
resitasi,yang dalam praktiknya kelisanan dalam yang tertulis dan
melibatkan tradisi kelisanan dan keberaksaraan dalam yang lisan1.
keberaksaraan.Tradisi seperti ini masih Di Indonesia, kelisanan dan
ada pada beberapa masyarakat suku keberaksaraan mengalami empat tahap
bangsa di Indonesia.Sebagai negara sekaligus, yaitu (1) tahap kelisanan
kepulauan, Indonesia memiliki yang cukup murni masih terdapat di
berbagai suku bangsa yang hidup dan berbagai daerah, paling tidak di
berkembang sejak zaman dahulu. pelosok-pelosoknya; (2) tahap
Setiap sukubangsa membawa kebudayaan khirografik yang masih
bahasanya masing-masing, ada, dalam berbagai lingkungan di
diperkirakan sekitar 700-an bahasa mana pembacaan naskah sudah lazim
hidup tersebar di berbagai kepulauan di dan masih lazim; (3) tahap tipografik,
wilayah Indonesia. Suku-suku bangsa khususnya lewat pendidikan modern;
38|Mabasan, Vol. 6 No. 2, Juli—Desember 2012
(4) tahap elektronik, dengan kelisanan Sumantri dalam Esten4menyatakan
sekunder adalah golongan yang cukup bahwa modernitas itu sendiri adalah
besar masuk tahap ini sebagai golongan suatu konsepsi kebudayaan yang
terdidik atau sekaligus juga menghayati tumbuh dalam peradaban manusia
kebudayaan tipografik (Teeuw)2. Dari sebagai akibat kemajuan manusia.
keempat tahap tersebut kelisanan masih Karena itulah, kemajuan manusia
dominan dalam kehidupan masyarakat hendaknya menjadikan modernisasi
Indonesia. Pada masyarakat niraksara, sebagai nilai dasar yang dalam
kelisanan akan menanggung beban penerapannya agar sesuai dengan
dalam pewarisan kebudayaan. Akan pandangan hidup suatu bangsa atau
tetapi, pada masyarakat keberaksaraan, masyarakat.
kelisanan akan tetap menjadi bagian Bekayat sebagai media
dari aktivitas komunikasi. pelestarian dan apresiasi masyarakat
Tradisi kelisanan diartikan Sasak terhadap karya sastra lokal
sebagai segala wacana yang diucapkan belum sepenuhnya mendapat sambutan
meliputi yang lisan dan yang beraksara positif dari masyarakat pemiliknya,
atau dikatakan juga sebagai “sistem pemerintah, dan para peneliti
wacana yang bukan aksara” sastra.Tradisi ini kini hidup
3
(Pudentia) . Bertahannya sebuah tradisi terpinggirkan di tengah hiruk-pikuknya
lisan—khususnya cerita dan puisi— kemajuan teknologi komunikasi,
karena kesanggupan tradisi tersebut sentuhan teknologi sebatas mik
menyediakan kebutuhan masyarakat pengeras suara masjid ketika
pendukungnya terutama dalam hal pertunjukan bekayat yang menjangkau
nilai-nilai yang terkandung di rumah-rumah penduduk sekitarnya di
dalamnya dan ketersediaannya media malam hari. Media seperti radio,
sebagai wadah pelestarian. Nilai-nilai televisi, VCD/DVD belum maksimal
yang ada dirasakan masih relevan untuk berpartisipasi dalam
dengan kehidupan saat ini. Namun, menumbuhkembangkan tradisi ini.
dalam proses modernisasi masyarakat Warisan budaya yang berupa
Indonesia, nilai-nilai dalam tradisi lisan teks-teks sastra, sejarah, hukum, agama
itu akan terus mendapat tantangan. dalam masyarakat Sasak cukup banyak.
Modernisasi telah membuka keran Museum Negeri NTB yang kini telah
masuknya ilmu pengetahuan, mengoleksi takepan (naskah lontar)
teknologi, dan peradaban budaya dari lebih dari 1200 buah merupakan
masyarakat yang lebih maju melalui peninggalan yang tak ternilai harganya.
berbagai wahana komunikasi. Nilai- Sementara naskah dan kitab lainnya
nilai tradisional yang dulunya hidup masih banyak tersimpan di rumah-
dan berlaku dalam masyarakat akan rumah penduduk, inilah yang kemudian
terdesak dan tergeser oleh modernisasi. mereka apresiasi dalam bentuk bekayat
Bekayat Sasak di Lombok… (Made Suyasa) |39

dan pepaosan (pembacaan naskah yang Melayu melalui Goa.Pembacaan


ditembangkan disertai terjemahan dan hikayat dijadikan sebagai media
penafsiran, yang serupa geguritan di dakwah oleh para mubaliq dalam
Bali dan macapatan di Jawa). Tradisi penyebaran agama Islam.Sejak kapan
penulisan naskah pada masyarakat bekayat ini dilaksanakan sebagai
Sasak tidak jauh beda dengan bagian dari ritual adat keagamaan pada
masyarakat Jawa dan Bali baik dari masyarakat suku Sasak di Lombok
segi huruf yang digunakan dan tradisi perlu ditelusuri lebih jauh
penulisan yang dikembangkan. Era kesejarahannya.
keberaksaraan pada masyarakat Sasak Tradisi pembacaan hikayat pada
merupakan awal peradaban suku Sasak di Lombok berbeda dengan
pengembangan ilmu pengetahuan baik di daerah lain seperti di Semenanjung
di bidang hukum, agama, sastra, dan Melayu, dimana hikayat yang
filsafat. dibacakan atau dilisankan dengan
Masyarakat sering terlena irama tertentu tanpa ada terjemahan
terhadap kandungan isi atau plot yang dan penafsiran isi. Besar kemungkinan,
ada dalam teks baik lisan maupun tulis, bekayat adalah produk budaya suku
namun mereka tak sampai pada Sasak yang merupakan bentuk peniruan
pertanyaan-pertanyaan “ada apa di dari pepaosan yang sudah berkembang
balik teks”, mengapa teks itu jauh sebelum hikayat Melayu masuk ke
diciptakan, untuk apa, dan berbagai Lombok.
pertanyaan lainnya. Pertanyaan- Kehadiran bekayat bukan hanya
pertanyaan tersebut sebagai bentuk sebagai media dakwah, namun mampu
apresiasi penikmatnya, dalam menyatu dengan kehidupan ritual adat
masyarakat Sasak apresiasi tersebut keagamaan masyarakat suku Sasak dan
terwadahi dalam bekayat. Disitulah membangun silaturahmi dalam bentuk
teks-teks tulis diterjemahkan, berkesenian. Bekayat menjadi bagian
ditafsirkan, dan dikaji secara lisan oleh yang tak terpisahkan dalam berbagai
pelaku bekayat secara lebih dalam, ritual adat keagamaan dan diyakini
filosofis atau sufistik sehingga teks itu pula bahwa setiap pembacaan hikayat
menjadi bermakna bagi kehidupan membawa berkah dan keselamatan bagi
manusia yang menghasilkan dan yang yang melaksanakan dan yang
menggunakannya. mendengarkannya. Sejalan dengan
kemajuan masyarakat di bidang
2. Perkembangan Bekayat pendidikan, masuknya pengaruh
Bekayat diperkirakan mulai modernitas, dan berbagai paham Islam
berkembang ketika penyebaran agama puritan, menjadikan bekayat dipandang
Islam tahap kedua yang dibawa oleh terkebelakang, bid’ah, dan khurafat.
para mubaliq dari daerah Semenanjung Sejalan dengan itu, Hamid5
40|Mabasan, Vol. 6 No. 2, Juli—Desember 2012
menyatakan bahwa karya kesusastraan masyarakatnya, sehingga hanya
Indonesia memiliki pengaruh Islam berkembang pada komunitas tertentu
karena dianggap bid’ah karena banyak saja dan dipertunjukkan pada
didapati unsur-unsur rekaan yang kesempatan tertentu saja. Hal ini tentu
digambarkannya sebagai suatu sangat memprihatinkan. Untuk itu,
pemikiran Islam yang sejati. Tradisi- perlu pula ditelusuri vitalitas (daya
tradisi lisan yang dikaitkan dengan hidupnya) serta sikap masyarakatnya
agama adalah warisan dari masa lalu terhadap keberadaan bekayat dalam
yang dianggap mengandung sinkretis. masyarakat suku Sasak di Lombok
Arus modernisasi di bidang sekarang ini.
teknologi komunikasi telah menggeser Gelombang modernisasi dalam
beberapa tradisi yang sebelumnya teknologi komunikasi seperti radio,
sebagai pelengkap ritual dan juga televisi yang melanda kehidupan
sebagai media hiburan. Hiburan masyarakat termasuk masyarakat Sasak
masyarakat kini sudah banyak belum mampu untuk dimanfaatkan
tergantikan oleh berbagai bentuk baik sebagai panggung dalam mengangkat
modern maupun tradisional yang dan memajukan sastra Sasak.
tersedia dalam bentuk rekaman seperti Kemajuan teknologi berupa alat
kaset dan VCD/DVD. Hal ini tentu komunikasi modern saat ini hanya
mendatangkan keuntungan dan menjadi ancaman bagi perkembangan
kerugian.Kaset dan VCD/DVD dapat tradisi kelisanan seperti bekayat. RRI
memberikan keuntungan karena Mataram sebagai stasiun radio
menyebar keberbagai tempat dan pemerintah hanya menyiarkan hasil-
dikenal banyak orang. Namun semua hasil rekaman yang dibuat beberapa
itu telah meniadakan berbagai puluh tahun yang lalu karena
pertunjukan yang biasanya juga terbatasnya anggaran tidak mampu
dijadikan media hiburan untuk untuk mendokumentasikan hasil-hasil
dinikmati secara bersama-sama. budaya dalam bentuk kelisanan. Pada
Fenomena di atas telah tradisi kelisanan akan lebih cepat
berdampak pada perkembangan mengalami kepunahan sejalan dengan
bekayat dimana masyarakat yang ketiadaan pelaku tradisi
menekuni profesi ini semakin hari tersebut.Pemerintah daerah di pulau
semakin berkurang. Sekarang hanya Lombok hampir tidak mempunyai
dilakukan oleh sebagian kecil program tetap dalam pembinaan dan
masyarakat yang hanya terdiri atas lomba-lomba untuk tradisi-tradisi
golongan orang tua sebagai tokoh kelisanan. Miskinnya perhatian
agama atau tokoh masyarakat (Acim berbagai pihak terhadap perkembangan
dan Ahyar)6. Di samping itu, bekayat tradisi lisan seperti bekayat hanya akan
berangsur-angsur ditinggalkan oleh
Bekayat Sasak di Lombok… (Made Suyasa) |41

membuat tradisi ini menjadi semakin berguna bagi ahli sejarah, linguistik,
terpuruk. antropologi atau mahasiswa teologia
Gambaran di atas menyiratkan (Robson)7.
bahwa bekayat sebagai produk budaya Sikap dan pandangan kita
masyarakat Sasak dan cermin berpikir (masyarakat Indonesia) terhadap
serta berperilaku masyarakatnya perlu warisan budaya berupa teks, sering
mendapat perhatian semua pihak. dianggap sebagai barang pusaka yang
Bekayat perlu ditelusuri dari berbagai ‘pelestariannya’ dilakukan dengan
aspek mulai dari sejarah berbagai cara menurut tradisi daerah.
perkembangannya, struktur teks, Pelestarian teks dalam masyarakat
transformasi, serta pergeseran fungsi Sasak tidak jauh beda dengan
dan makna dalam masyarakat Sasak. masyarakat di Jawa dan Bali yakni
Melalui penelusuran dan pengajian tradisi pembacaan teks dengan cara
akan memungkinkan untuk melihatnya menembangkan yang dikuti terjemahan
sebagai produk dari sebuah tradisi lisan dan penafsiran dalam bahasa Sasak.
yang utuh dalam kehidupan masyarakat Tradisi ini adalah sebuah kegiatan
Sasak. bersastra yang melibatkan kelompok
pencinta sastra yang terdiri ataspemaca
3. Refleksi Kelisanan dan (pembaca), bujangge atau tukang cerite
Keberaksaraan (penerjemah), penyarup (pengikut
Masyarakat Sasak adalah tembang), dan penonton/pendengar.
masyarakat yang berbudaya, karena Kegiatan ini menjadi panggung
banyak warisan budaya yang kita apresiasi masyarakat pencinta sastra
saksikan dalam bentuk artefak, tradisional dari tingkat pemahaman
pengetahuan, dan perilaku tata hingga penikmatan. Di panggung inilah
kehidupan. Generasi muda sebagai teks dibahas, diulas, dimaknai, dan
pewaris budaya tidak cukup dengan tentu diteladani semua hasil pergulatan
menjaga dan menghormati warisan mereka terhadap makna yang
tersebut, namun sudah seharusnya diperoleh.
untuk mempelajari dan Berangkat dari tradisi yang
mengungkapkan hal-hal yang ada di dilakukan oleh masyarakat Sasak
dalamnya. Semua ituakan sangat dalam bentuk bekayat sebagaimana
berguna dalam menyingkap kehidupan dijelaskan di atas, maka upaya
masa lalu dan untuk menata kehidupan sesungguhnya yang dilakukan dalam
ke depan yang lebih baik. Hasil-hasil konteks ini adalah membaca dan
karya sastra lisan dan tulis menurut mengaji teks. Kita memang cukup lama
pandangan sarjana barat menekankan tenggelam dalam kelisanan sehinga
bahwa teks Indonesia berguna mungkin tradisi membaca menjadi periode baru
dalam teks terdapat informasi yang dalam sejarah pemikiran manusia.
42|Mabasan, Vol. 6 No. 2, Juli—Desember 2012
Sebagian besar masyarakat kita masih beberapa faktor, 1) kehadiran Islam
lebih senang memperoleh informasi sebagai sebuah ajaran agama dan
lisan daripada harus membaca, budaya yang tidak ditrasformasikan
kebiasaan ini akan lebih hanya dengan tradisi lisan; 2) adanya
mengkhawatirkan apabila telah dukungan yang kuat dari kalangan
menjangkiti kaum intelektual. istana kepada para intelektual muslim
Kemajuan teknologi komunikasi telah untuk menulis, sehingga dihasilkannya
memberi ruang terhadap menurunnya beberapa penulisan seperti babad serta
minat baca, sebab banyak ilmu karya-karya sastra; 3) faktor budaya
pengetahuan dan informasi memegang peranan penting terhadap
disampaikan melalui media elektronik banyaknya karya intelektual muslim
sebagai bentuk kelisanan kedua karena berkembangnya tradisi
(secondery orality). pembacaan naskah pada masyarakat
Tradisi membaca memang tidak Sasak.
dapat dilepaskan dengan tradisi Tradisi pembacaan naskah seperti
penulisan, keduanya dapat terjadi hikayat dan syair, ketika penyebaran
secara bersamaan. Masyarakat Sasak Islam di Lombok dilakukan oleh para
dalam perjalanan sejarah penulisan teks mubaliq dan hingga memasuki
sudah cukup lama, sejak masuknya pesantren-pesantren sebagai salah satu
pengaruh Majapahit masyarakat mulai metode dalam pembelajaran Islam.
bersentuhan dengan peradaban baru Pembacaan naskah pada masyarakat
dalam tradisi keberaksaraan. Sasak sekarang ini hanya dilakukan di
Berkembangnya tradisi ini terbukti dari bulan Mi’raj dan Maulid, dan
hasil penulisan naskah yang dilakukan masyarakat juga biasanya
oleh para pujangga Sasak, dan merangkaikan dengan melaksanakan
mencapai puncaknya antara tahun upacara adat seperti khitan dan
1700-1800-an. Masuknya Islam ke ngurisang (potong rambut) anak-anak
pulau Lombok telah diikuti oleh mereka, karena di bulan itu diyakini
masuknya perdaban-peradaban baru sebagai bulan yang penuh berkah.
yang mengajarkan dan mengarahkan Naskah yang dibaca pada saat
pada tradisi membaca, mulailah peringatan keagamaan dan adat
naskah-naskah sastra Jawa-Islam dan biasanya hikayat Nabi-nabi (Qisas al-
naskah keagamaan yang dibawa oleh Ambiya), Qamar al-Zaman, Jafar
para mubaliq dari Jawa dan Sadiq, Nabi Bercukur, Ali Hanafiyah,
Semenanjung Melayu memasuki tanah dan Nabi Yusuf. Naskah Sasak ada juga
Sasak. yang dibacakan untuk keperluan
Menurut Jamaluddin8 membayar kaul dan pengobatan
berkembangnya budaya tulis dalam (sympatetic-megic), seperti naskah
masyarakat Sasak dipengaruhi oleh Selandir untuk anak yang belum dapat
Bekayat Sasak di Lombok… (Made Suyasa) |43

berjalan, naskah Indar Jaya, dibacakan 4. Bekayat sebagai Panggung


untuk anak yang sulit berbicara, dan Apresiasi
naskah Indrabangsawan, untuk anak Perkembangan bekayat beberapa
yang dungu. Naskah-naskah yang akan dekade terakhir memang mengalami
dibaca sebelumnya diawali dengan masa suram, data yang ada
prosesi tertentu secara adat dan juga menunjukkan penurunan minat
pada akhir pembacaan. Pembacaan penekun/pelaku bekayat di kampung-
naskah selalu dilakukan pada malam kampung yang dulunya terkenal
hari setelah Isa’ dan berakhir sebelum sebagai gudangnya pelaku-pelaku yang
subuh. cukup terkenal, seperti di Desa Mapak,
Naskah yang dibaca dalam Lombok Barat jumlah penekun sudah
bekayat merupakan naskah keagamaan tinggal lima orang yang sebelum ada
yang bertuliskan Arab Melayu dan ada puluhan orang penekun. Proses
yang bertuliskan huruf Jejawan (huruf regenerasi tampaknya tidak berhasil
Sasak), tradisi ini dilakukan sebagai menarik minat generasi muda untuk
bentuk apresiasi masyarakat terhadap menekuni tradisi ini sehingga pelaku
teks di samping penyebaran isi teks bekayat sekarang ini rata-rata berusia
pada masyarakat karena nilai-nilai yang di atas 50 tahun. Di samping itu, gejala
terkandung di dalamnya lebih bersifat umum menunjukkan bahwa masyarakat
religius. Tradisi bekayat sebagai tahap tidak lagi menjadikan bekayat sebagai
kebudayaan khirografik, di mana bagian dari upacara adat yang mereka
berkembang bersamaan dengan laksanakan. Mereka lebih tertarik
berkembangnya tradisi penulisan menghadirkan hiburan modern seperti
naskah atau kebudayaan manuskrip. pertunjukan musik dangdut. Fenomena
Ong seperti yang dikutip Teeuw9 lain juga terjadi pada minat
mengatakan khirografik merupakan penikmat/penonton yang tidak lagi
tahap kebudayaan manuskrip, tertarik menyaksikan tradisi ini,
khususnya dengan fungsi aural yang pertunjukan semalam suntuk praktis
masih kuat. Kedua tradisi tersebut hanya dihadiri oleh para tukang
masih tetap berkembang dalam bekayat dan penanggap (tuan rumah).
masyarakat Indonesia karena keduanya Para tukang bekayat tetap semangat
saling mendukung, hal ini menjadikan karena mereka beranggapan yang
kebudayaan khirografik mendapat dipertunjukkan malam itu didengar
tempat yang baik sebagai panggung oleh masyarakat sekitarnya melalui
apresiasi teks-teks tradisional. corong pengeras suara. Membaca
naskah hikayat bagi mereka merupakan
amalan dan sebuah perintah dari Allah
SWT. Gejala terakhir inilah yang
tampaknya masih menguatkan
44|Mabasan, Vol. 6 No. 2, Juli—Desember 2012
semangat mereka untuk tetap teks sastra Sasak dan tradisi ikutannya.
memelihara tradisi ini sampai sekarang. Lewat ruang itulah nantinya kita dapat
Di sisi lain, secara akademis mengungkap berbagai hal mulai dari
kehadiran bekayat dapat merupakan teks sebagai sumber sejarah, teks
sebuah panggung apresiasi yang akan sebagai gambaran sosial budaya
membuka wawasan di antara mereka, masyarakat, dan teks sebagai alat
bukan sekedar menjadikannya sebagai untuk melegitimasi kekuasaan atau alat
hiburan tetapi media pengajian sastra untuk memperjuangkan ideologi
secara serius. Kupasan yang mereka tertentu. Berbagai pengetahuan bisa
lakukan mulai dari struktur cerita, kita dapatkan melalui teks terutama
kandungan nilai, unsur semantik teks sastra. Itulah sebabnya tiada
hingga implementasinya dalam pernah selesainya teks sastra itu
kehidupan nyata. Apresiasi seperti ini dibahas karena ia tetap aktual dalam
memang tidak didasari oleh teori dalam tinjauan kaca mata yang berbeda-beda.
ilmu sastra. Namun kajian mereka jauh
lebih menyentuh pada perbandingan 5. Simpulan
praktik-praktik kehidupan dalam cerita Tulisan ini dari awal telah
dengan yang ada di alam nyata. mengajak untuk menimbang
Bekayat sebagai panggung keberadaan pengalaman manusia dalam
apresiasi berlangsung sepanjang perjalanannya, yakni dalam kelisanan
pertunjukan. Mereka berusaha dan keberaksaraan. Masyarakat
mengangkat isu-isu aktual yang terkait Indonesia dengan setia telah
dengan teks baik itu isu sosial, politik, memelihara keduanya dan dipraktikkan
ekonomi, budaya, dan juga praktik- dalam kehidupan berkesenian seperti
praktik kehidupan yang melanggar bekayat dalam masyarakat Sasak.
ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik Tradisi ini masih bertahan sampai saat
apresiasi seperti dalam ini terutama dalam peringatan Mi’raj
bekayatmenekankan pada bagaimana dan Maulid serta upacara adat
teks digunakan dalam kehidupan lainnya.Namun proses regerasi tradisi
keagamaan, sosial, dan budaya. Tradisi ini sangat lambat dan kini sudah pada
bekayat dalam konteks ini tidak saja kondisi mengkhawatirkan karena
berarti penting dalam kehidupan adat terbatasnya orang yang mau
keagamaan masyarakat Sasak, tetapi menekuninya, gejala ini disebabkan
dapat memberikan kontribusi yang oleh kemajuan pendidikan, arus
cukup penting dalam proses produksi teknologi komunikasi yang membawa
pengetahuan sosial budaya dan informasi yang jauh lebih menarik
humaniora. Oleh karena itu tugas para untuk ditekuni. Dalam masyarakat
akademisi untuk masuk ke dalamnya modern yang pragmatisme global
melakukan penelitian terhadap teks- menurut Darma Putra10 ditandai dengan
Bekayat Sasak di Lombok… (Made Suyasa) |45

prioritas pada pemenuhan kebutuhan menekankan pada penggunaan teks


materi dan kegandrungan pada hal-hal dalam kehidupan keagamaan, sosial,
yang modern. dan budaya. Tradisi bekayat dalam
Bekayat dalam masyarakat konteks ini tidak saja berarti penting
Sasak selain sebagai media dakwah dan dalam kehidupan adat keagamaan
pelengkap kegiatan adat keagamaan, masyarakat Sasak, tetapi dapat
kini sebagai panggung apresiasi dalam memberikan kontribusi yang cukup
mengaji teks-teks klasik dalam rangka penting dalam proses produksi
mendalami kandungan yang ada dalam pengetahuan sosial budaya dan
teks. Pendekatan dalam praktik humaniora.
apresiasi seperti dalam bekayat lebih

DAFTAR PUSTAKA
1Sweeney, Amin. 1999. “Kajian Tradisi Lisan dan Pembentukan Wacana
Kebudayaan”. Makalah dalam Seminar Internasional Tradisi Lisan di
Jakarta.
2
Teeuw, A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
3
Pudentia, M.P.S.S. 1990. Transpormasi Sastra Analisis Atas Cerita Rakyat Lutung
Kasarung. Jakarta: Balai Pustaka.
4
Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa.
5
Hamid, Ismail. 1989. Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Husna.
6
Acim, Subhan Abdullah dan Ahyar. 2011. “Tradisi Nyaer Kitab Kifayat Al-Muhtaj
sebagai Media Dakwah di Lombok” (dalam Jurnal Penelitian Keislaman
No. 2, Vol.7, Juni 2011, hlm. 421-436).
7
Robson, S.O.1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa bekerja sama dengan Universitas Leiden.

Jamaluddin. 2011. “Islam Sasak: Sejarah Sosial Keagamaan Di Lombok (Abad


8

XVI-XIX)” (dalam Jurnal INDO-ISLAMIKA, Volume 1, Nomor 1,


2011/1432 H (hal 63—88).
9
Teeuw, A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
46|Mabasan, Vol. 6 No. 2, Juli—Desember 2012
Putra, Darma I Nyoman. 2011. “Mungkinkah Menganggap Akhir Abad ke-20
10

Sastra Bali Memasuki Sebuah Era Keemasan?” (dalam Jurnal Kajian


Bali, Volume 01, Nomor 02, Oktober 2011, Halaman 159—185).

Anda mungkin juga menyukai