BEKAYAT IN LOMBOK
ORAL AND LITERACY TRADITION
Made Suyasa
Tenaga Pengajar Universitas Muhammadiyah Mataram
Abstract
Bekayat is a literary tradition of Sasak community in Lombok. This tradition is conducted through tale
or poem recitation followed by meaning interpretation which is done in turn by the reciter and
theinterpreter (bujangge). Bekayat is a way for Sasaknese to apreciate literary texts. Those texts
areorally translated, interpreted, and reviewed deeply, philosphically, and sufistically in order that
the text of Bekayat will be meaningfull to human life. The function of Bekayat is not only as medium of
religious teaching but aslo as tradition to build good relationship among other people. Oral and
literacy tradition are still growing within Indonesian people, both of them can not be separated each
other. This condition leads khirografik culture to have its good place as a stage of appreciation of
traditional texts. As a stage of appreciation, bekayat are presented fully during the performance. The
content of the text related to actually issues – social, politic, economy, culture and out of religious
teaching deeds – are elaborated during the performance. This approach of appreciation is focused on
how the text is used in religious life, social, and culture.
Abstrak
Bekayat adalah tradisi sastra masyarakat Sasak di Lombok yang berupa pembacaan hikayat/syair
dengan cara menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran secara bergantian oleh
penembang dan pengarti (bujangge).Bekayat merupakan bentuk apresiasi masyarakat Sasak terhadap
teks-teks sastra, disitulah teks-teks tulis diterjemahkan, ditafsirkan, dan dikaji secara lisan oleh pelaku
bekayat secara lebih dalam, filosofis atau sufistik sehingga teks itu menjadi bermakna bagi kehidupan
manusia yang menghasilkan dan yang menggunakannya. Kehadiran bekayat bukan hanya sebagai
media dakwah, namun mampu menyatu dengan kehidupan ritual adat keagamaan masyarakat suku
Sasak dan membangun silaturrahmi dalam bentuk berkesenian. Kelisanan dan keberaksaraan masih
tetap berkembang dalam masyarakat Indonesia karena keduanya saling mendukung, hal ini
menjadikan kebudayaan khirografik mendapat tempat yang baik sebagai panggung apresiasi teks-teks
tradisional. Bekayat sebagai panggung apresiasi berlangsung sepanjang pertunjukan, mereka berusaha
mengangkat isu-isu aktual yang terkait dengan teks baik itu isu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan
juga praktik-praktik kehidupan yang melnyimpang dari ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik
apresiasi seperti dalam bekayat menekankan pada bagaimana teks digunakan dalam kehidupan
keagamaan, sosial, dan budaya.
membuat tradisi ini menjadi semakin berguna bagi ahli sejarah, linguistik,
terpuruk. antropologi atau mahasiswa teologia
Gambaran di atas menyiratkan (Robson)7.
bahwa bekayat sebagai produk budaya Sikap dan pandangan kita
masyarakat Sasak dan cermin berpikir (masyarakat Indonesia) terhadap
serta berperilaku masyarakatnya perlu warisan budaya berupa teks, sering
mendapat perhatian semua pihak. dianggap sebagai barang pusaka yang
Bekayat perlu ditelusuri dari berbagai ‘pelestariannya’ dilakukan dengan
aspek mulai dari sejarah berbagai cara menurut tradisi daerah.
perkembangannya, struktur teks, Pelestarian teks dalam masyarakat
transformasi, serta pergeseran fungsi Sasak tidak jauh beda dengan
dan makna dalam masyarakat Sasak. masyarakat di Jawa dan Bali yakni
Melalui penelusuran dan pengajian tradisi pembacaan teks dengan cara
akan memungkinkan untuk melihatnya menembangkan yang dikuti terjemahan
sebagai produk dari sebuah tradisi lisan dan penafsiran dalam bahasa Sasak.
yang utuh dalam kehidupan masyarakat Tradisi ini adalah sebuah kegiatan
Sasak. bersastra yang melibatkan kelompok
pencinta sastra yang terdiri ataspemaca
3. Refleksi Kelisanan dan (pembaca), bujangge atau tukang cerite
Keberaksaraan (penerjemah), penyarup (pengikut
Masyarakat Sasak adalah tembang), dan penonton/pendengar.
masyarakat yang berbudaya, karena Kegiatan ini menjadi panggung
banyak warisan budaya yang kita apresiasi masyarakat pencinta sastra
saksikan dalam bentuk artefak, tradisional dari tingkat pemahaman
pengetahuan, dan perilaku tata hingga penikmatan. Di panggung inilah
kehidupan. Generasi muda sebagai teks dibahas, diulas, dimaknai, dan
pewaris budaya tidak cukup dengan tentu diteladani semua hasil pergulatan
menjaga dan menghormati warisan mereka terhadap makna yang
tersebut, namun sudah seharusnya diperoleh.
untuk mempelajari dan Berangkat dari tradisi yang
mengungkapkan hal-hal yang ada di dilakukan oleh masyarakat Sasak
dalamnya. Semua ituakan sangat dalam bentuk bekayat sebagaimana
berguna dalam menyingkap kehidupan dijelaskan di atas, maka upaya
masa lalu dan untuk menata kehidupan sesungguhnya yang dilakukan dalam
ke depan yang lebih baik. Hasil-hasil konteks ini adalah membaca dan
karya sastra lisan dan tulis menurut mengaji teks. Kita memang cukup lama
pandangan sarjana barat menekankan tenggelam dalam kelisanan sehinga
bahwa teks Indonesia berguna mungkin tradisi membaca menjadi periode baru
dalam teks terdapat informasi yang dalam sejarah pemikiran manusia.
42|Mabasan, Vol. 6 No. 2, Juli—Desember 2012
Sebagian besar masyarakat kita masih beberapa faktor, 1) kehadiran Islam
lebih senang memperoleh informasi sebagai sebuah ajaran agama dan
lisan daripada harus membaca, budaya yang tidak ditrasformasikan
kebiasaan ini akan lebih hanya dengan tradisi lisan; 2) adanya
mengkhawatirkan apabila telah dukungan yang kuat dari kalangan
menjangkiti kaum intelektual. istana kepada para intelektual muslim
Kemajuan teknologi komunikasi telah untuk menulis, sehingga dihasilkannya
memberi ruang terhadap menurunnya beberapa penulisan seperti babad serta
minat baca, sebab banyak ilmu karya-karya sastra; 3) faktor budaya
pengetahuan dan informasi memegang peranan penting terhadap
disampaikan melalui media elektronik banyaknya karya intelektual muslim
sebagai bentuk kelisanan kedua karena berkembangnya tradisi
(secondery orality). pembacaan naskah pada masyarakat
Tradisi membaca memang tidak Sasak.
dapat dilepaskan dengan tradisi Tradisi pembacaan naskah seperti
penulisan, keduanya dapat terjadi hikayat dan syair, ketika penyebaran
secara bersamaan. Masyarakat Sasak Islam di Lombok dilakukan oleh para
dalam perjalanan sejarah penulisan teks mubaliq dan hingga memasuki
sudah cukup lama, sejak masuknya pesantren-pesantren sebagai salah satu
pengaruh Majapahit masyarakat mulai metode dalam pembelajaran Islam.
bersentuhan dengan peradaban baru Pembacaan naskah pada masyarakat
dalam tradisi keberaksaraan. Sasak sekarang ini hanya dilakukan di
Berkembangnya tradisi ini terbukti dari bulan Mi’raj dan Maulid, dan
hasil penulisan naskah yang dilakukan masyarakat juga biasanya
oleh para pujangga Sasak, dan merangkaikan dengan melaksanakan
mencapai puncaknya antara tahun upacara adat seperti khitan dan
1700-1800-an. Masuknya Islam ke ngurisang (potong rambut) anak-anak
pulau Lombok telah diikuti oleh mereka, karena di bulan itu diyakini
masuknya perdaban-peradaban baru sebagai bulan yang penuh berkah.
yang mengajarkan dan mengarahkan Naskah yang dibaca pada saat
pada tradisi membaca, mulailah peringatan keagamaan dan adat
naskah-naskah sastra Jawa-Islam dan biasanya hikayat Nabi-nabi (Qisas al-
naskah keagamaan yang dibawa oleh Ambiya), Qamar al-Zaman, Jafar
para mubaliq dari Jawa dan Sadiq, Nabi Bercukur, Ali Hanafiyah,
Semenanjung Melayu memasuki tanah dan Nabi Yusuf. Naskah Sasak ada juga
Sasak. yang dibacakan untuk keperluan
Menurut Jamaluddin8 membayar kaul dan pengobatan
berkembangnya budaya tulis dalam (sympatetic-megic), seperti naskah
masyarakat Sasak dipengaruhi oleh Selandir untuk anak yang belum dapat
Bekayat Sasak di Lombok… (Made Suyasa) |43
DAFTAR PUSTAKA
1Sweeney, Amin. 1999. “Kajian Tradisi Lisan dan Pembentukan Wacana
Kebudayaan”. Makalah dalam Seminar Internasional Tradisi Lisan di
Jakarta.
2
Teeuw, A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
3
Pudentia, M.P.S.S. 1990. Transpormasi Sastra Analisis Atas Cerita Rakyat Lutung
Kasarung. Jakarta: Balai Pustaka.
4
Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa.
5
Hamid, Ismail. 1989. Kesusastraan Indonesia Lama Bercorak Islam. Jakarta:
Pustaka Al-Husna.
6
Acim, Subhan Abdullah dan Ahyar. 2011. “Tradisi Nyaer Kitab Kifayat Al-Muhtaj
sebagai Media Dakwah di Lombok” (dalam Jurnal Penelitian Keislaman
No. 2, Vol.7, Juni 2011, hlm. 421-436).
7
Robson, S.O.1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa bekerja sama dengan Universitas Leiden.