Anda di halaman 1dari 2

LAPORAN HASIL WAWANCARA

Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan bersama bapak Sahri Ramadhan di dusun
Medas, kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat. Beliau adalah seorang pembaca hikayat atau
dalam bahasa sasak disebut bekayat yang sudah dijalankan selama 9 tahun dan merupakan
warisan turun temurun. Hikayat atau Bekayat merupakan tradisi sastra masyarakat suku Sasak di
Lombok menggunakan bahasa Melayu yang berupa pembacaan cerita atau syair dengan cara
menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran secara bergantian oleh penembang
dan penerjemah. Hikayat atau Bekayat merupakan salah satu bentuk apresiasi suku Sasak
terhadap karya sastra, dimana teks itu diterjemahkan lalu ditafsirkan dan dikaji secara lisan oleh
seorang bekayat secara filosofis sehingga teks itu menjadi bermakna bagi kehidupan manusia
yang menghasilkan dan yang menggunakannya.

Menurut narasumber kehadiran bekayat ini selain menjadi media dakwah, yaitu juga harus
mampu menyatukan kehidupan ritual dan adat keagamaan masyarakat suku Sasak dan mampu
membangun silaturrahmi dalam bentuk kesenian. Hikayat atau Bekayat sebagai panggung
apresiasi berlangsung sepanjang pertunjukannya, yaitu mereka harus mampu berusaha
mengangkat isu-isu aktual yang terkait dengan teks baik itu isu sosial, politik, ekonomi, budaya,
dan juga praktik-praktik kehidupan yang melnyimpang dari ajaran Islam. Pendekatan dalam
praktik bekayat ini menekankan bagaimana teks digunakan dalam kehidupan keagamaan, sosial,
dan budaya.

Menurut Penataran narasumber peminat bekayat di zaman sekarang tidak banyak, umumnya para
orang tua di pedesaan, yang masih taat pada adat dan kebiasaan masa lalu. Bekayat hadir sebagai
media dakwah dan upacara peringatan keagamaan, kemudian terkait dengan keperluan adat
digunakan untuk upacara ngurisang (potong rambut bayi), nyiwa’ (peringat sembilan hari
kematian), perkawinan, dan sunatan. Bekayat ini dibaca selama sekitar 2 jam tergantung panjang
pendeknya isi dari kitabnya, karean setiap acara berbeda-beda durasi pembacaan. Sejalan dengan
kemajuan teknologi,bekayat juga disiarkan lewat di radio, pengeras suara di Masjid, direkam,
dan pernah dilombakan melalui RRI Mataram hingga lomba yang dilaksanakan di lapangan
terbuka. Dari waktu ke waktu tradisi bekayat berubah dengan dinamika literasinya tersendiri.
Tradisi ini adalah sebuah kegiatan bersastra yang melibatkan kelompok pencinta sastra. Adapun
sturuktur dari bekayat itu sendiri terdiri atas pemaca yaitu orang yang sebagai pembacanya,
bujangge yaitu seseorang yang menerjemahkan yang dibaca oleh pembaca, penyarup atau
pengikut tembang, dan penonton atau pendengar yaitu orang yang terlibat dalam menyaksikan
bekayat.

Anda mungkin juga menyukai