Anda di halaman 1dari 47

~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Penelusuran Naskah Kuno di


Minangkabau: Pergulatan Tradisi dan
Kemodernan
Apria Putra
IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat
(alfaqirpoetra@gmail.com)

Pendahuluan
Minangkabau merupakan salah satu lokus pernaskahan di
Nusantara (Fathurahman, 2010: 23-56). Daerah ini bukan hanya
sebagai “konsumen”, lebih dari itu juga sebagai produsen
karya-karya tulis dari intelektualisme ulama, cerdik pandai, dan
juru tulis. Tradisi tutur yang melekat dalam komunikasi sosial,
tidak menghambat kreatifitas cendikiawan di daerah ini untuk
menulis;1 yaitu menyalin dan menyusun teks secara manual.
Sebuah hal yang kontras, antara kelisanan dan keberaksaraan,
yang justru terjadi.
1
Mengenai budaya tutur, atau yang disebut kelisanan, di Minangkabau,
dapat dirujuk, salah satunya Sastri Sunarti, Kelisanan dan Keberaksaraan
dalam Surat Kabar Terbitan Awal di Minangkabau (1859-1940-an)
(Jakarta: KPG, 2013). Hasil budaya tutur tersebut terejawantah dalam
kaba, petatah-petitih, tambo, dan lainnya.

~ 137 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

Pernaskahan di Minangkabau, dari segi teks dan


konteks, telah menjadi topik bahasan yang menarik. Hal ini
ditandai dengan minat pengkaji yang sangat tinggi terhadap
manuskrip Minangkabau, bukan hanya terlihat pada kajian
skripsi, juga dalam bentuk tesis dan disertasi. Ini membuktikan
bahwa khazanah naskah Minangkabau mempunyai keunikan
tersendiri, yang membuat peneliti meliriknya sebagai bahan
kajian.
Beberapa keunikan naskah Minangkabau dapat dilihat
dari segi konten yang mencakup beberapa bidang, mulai
dari agama, budaya, dan tradisi. Dari naskah agama,
ditemukan teks-teks dalam berbagai keilmuan, seperti fiqih,
tauhid, tasawuf, tata bahasa Arab, ilmu logika, tafsir, hadits,
semantik bahasa Arab, dan lain-lainnya. Konten-konten ini
mencakup hampir semua cabang dari keilmuan Islam yang
ada. Dari bidang budaya ditemukan naskah, seperti tambo
Minangkabau dengan beberapa variasinya. Ada tambo adat,
tambo alam, silsilah, dan sebagainya. Sedangkan dari konteks
tradisi, terdapat naskah yang menguraikan tentang tata cara
mendirikan rumah gadang, masakan Minang, silat tradisional,
dan lain-lain.
Selain konten, ‘kekayaan’ dunia pernaskahan di
Minangkabau juga dapat dilihat dari penulis naskah itu
sendiri. Naskah-naskah salinan didominasi oleh ulama-ulama
dan cendikiawan Mekkah-Madinah (Haramaian) atau daerah-
daerah lain di kawasan Islam. Sedangkan naskah lokal, ditulis
oleh tokoh yang mempunyai reputasi di daerah masing-
masing, mulai dari tokoh adat, ulama, anaksiak (santri), atau
masyarakat umum sendiri. Ini semua menjadi daya tarik dari
naskah Minangkabau.
Sebagai daerah yang tercatat sebagai lumbung naskah,
Minangkabau memiliki keunikan yang membedakannya
dengan tradisi pernaskahan dengan daerah-daerah lainnya
di Nusantara. Mulai dari skriptorium pernaskahan, yaitu

~ 138 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

rumah gadang, surau, dan kutubkhannah, hingga karakteristik


pernaskahan, mencakup koleksi terbuka dan tertutup. Keadaan
ini, disatu sisi menjadi sebuah tantangan tersendiri ketika
penelusuran naskah-naskah kuno di lapangan, pada bagian
lain membuat tradisi pernaskahan tersebut tetap hidup dan
aktif di tengah modernitas saat ini.

Tradisi Pernaskahan di Minangkabau: dari Rumah


Gadang, Surau, hingga Kutubkhannah
Jauh sebelum membicarakan teks naskah, perlu diawali
dengan bahasan mencakup skriptorium manuskrip dan hal-
hal yang mengitarinya, apakah tradisi yang melingkupi atau
kekhasan yang ada pada masing-masing skriptorium. Ini juga
akan menjadi semacam peta awal dalam penelusuran naskah.
Setidaknya terdapat tiga skriptorium di Minangkabau,
yaitu (1) rumah gadang, (2) surau, dan (3) kutubkhannah. Tiga
skriptorium ini mempunyai irisan yang mengikat satu dengan
yang lainnya, meskipun masing-masing memiliki kekhasan
tersendiri. Irisan tersebut terdapat pada ikataan adat dan
agama dalam konteks masyarakat Minangkabau. Ikatan adat
dan agama tersebut membuat seseorang ulama sekaligus
sebagai ahli adat, selain itu surau sekaligus tempat pengajaran
adat.
Rumah gadang merupakan simbol ikatan adat yang
sangat penting dalam sosial masyarakat Minangkabau. Rumah
ini mempunyai banyak fungsi. Selain sebagai tempat tinggal
keluarga besar dalam satu suku, juga merupakan tempat
dimana acara-acara adat dilangsungkan. Acara-acara tersebut
di antaranya ialah kenduri pernikahan, batagak pangulu,
rapat dan pertemuan anggota keluarga dalam satu suku,
juga sebagai tempat niniak mamak (penghulu) mengajarkan
anak kemenakannya tentang adat dan sopan santun dalam
pergaulan (Navis, 1984: 171). Fungsi yang banyak ini, bisa jadi,

~ 139 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

menjadi alasan mengapa rumah gadang bentul-betul dibuat


besar. Dalam keluarga tertentu atau satu suku dibuat dengan
gonjong mencapai lima, lengkap dengan ruangan tengah yang
luas dan beberapa kamar utama. Sedangkan di depan rumah
gadang tersebut terdapat rangkiang, tempat penyimpanan
hasil pertanian termasuk padi, sebagai kas dalam keluarga
tersebut.
Dalam fungsinya sebagai tempat pengajaran adat dan tata
krama memungkinkan lahirnya teks-teks dari rumah gadang.
Apalagi bila rumah gadang tersebut juga berkedudukan
dengan kediaman penghulu dalam satu kaum, maka teks-
teks tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Di
awalnya, sebagaimana menjadi tradisi di Minangkabau, teks-
teks diciptakan secara lisan dan diturunkan dari satu generasi
ke generasi lainnya secara oral. Setelah sistem tulisan masuk
ke Minangkabau, dimana Islam masuk dan tersebar berikut
dengan aksara Arab, teks-teks adat yang awalnya sebagai
memori kolektif dalam rumah gadang kemudian di tulis dalam
lembaran-lembaran kertas secara manual.
Meskipun penelitian terhadap keberadaan naskah di
rumah gadang belum banyak dilakukan, setidaknya dari
penelusuran di lapangan diketahui bahwa beberapa rumah
gadang mempunyai koleksi naskah-naskah kuno. Lokasi
penyimpanannya, antara lain ialah pada pagu, istilah untuk
menyebut loteng di rumah gadang. Namun, naskah-naskah
lebih umum disimpan di dalam peti.
Pada beberapa tempat, rumah gadang juga sekaligus
berfungsi sebagai semacam istana pada kerajaan-kerajaan,
yang disebut dengan sapih belahan. Di rumah gadang itu, raja
yang diberi kewenangan secara adat menyimpan berbagai
benda-benda kerajaan, apakah baju kebesaran, tongkat, keris,
dan termasuk juga naskah-naskah tulisan tangan sebagai
arsip dari kerajaan tersebut. Biasanya naskah-naskah yang
disimpan mencakup silsilah dan tambo adat/alam.

~ 140 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Keberadaan naskah-naskah di rumah gadang, sesuai


dengan inventaris yang telah dilakukan, tidak begitu banyak
dijumpai. Bisa saja ini sebagai konsekwensi dari keberadaan
rumah gadang sebatas tempat “istirahat” atau musyawarah
dibandingkan sebagai tempat pengembangan intelektualisme.
Ini juga terlihat dari keberadaan naskah-naskah di rumah
gadang, sesuai pengamatan yang telah dilakukan, lebih
banyak sebagai konsumsi pribadi atau kaum, bukan sebagai
bacaan umum sebagaimana buku-buku pelajaran di surau.
Lokus kedua, dan yang mendominasi, dari skriptorium
Minangkabau ialah surau. Surau merupakan pusat intelektual
Islam yang memainkan peran penting sebagai penyebar
keilmuan Islam di Minangkabau (Azra, 2003: 7). Surau
mempunyai jaringan yang terbentuk dari pertalian guru dan
murid. Satu surau induk bisa menghasilkan surau-surau yang
lain di berbagai daerah, dengan karakter yang sama. Surau-
surau tersebut menjadi basis trasnmisi keilmuan Islam yang
di Minangkabau. Oleh sebab itu, produktifitas pernaskahan di
surau lebih mendominasi.
Naskah-naskah yang ditulis di surau bervariasi. Bukan
hanya naskah-naskah yang terkait ilmu-ilmu keagamaan,
di surau juga ditulis dan disalin naskah-naskah seperti adat
Minangkabau dan pengobatan tradisional. Selain itu, beberapa
ulama yang mempunyai produktifitas tinggi dalam menulis
bahkan meninggalkan hasil tulisan berupa otobiografi dan
catatan harian, yang jelas menjadi sumber penting dalam
merekonstruksi sejarah dan pemikiran tokoh tertentu.
Bentuk penulisan naskah di surau juga terbilang unik.
Naskah-naskah ditulis tidak hanya oleh tokoh ulama, yang
bisa saja sekaligus sebagai tokoh adat, namun juga ditulis
oleh anaksiak (santri) yang tengah belajar. Penulisan atau
penyalinan dilakukan adakalanya sebagai tuntunan terhadap
pelajaran yang diberikan oleh syaikh, ada juga yang dilakukan

~ 141 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

sebagai sangsi apabila


seorang anaksiak melanggar
kode etik atau kedisiplinan di
surau.
Penulisan naskah juga
dilakukan sebagai pemenuhan
tuntutan ekonomi, seperti
halnya di Limapuluh Kota
pada akhir abad 19. Di salah
satu surau yang populer
sebagai sentra keilmuan
Islam di Limapuluh Kota,
tepatnya di Surau Gadang
Padangjapang, beberapa Gambar 1. Teks Naskah syi‟ir Syaikh
Muhammad Sa‟ad al-Khalidi Mungka
anaksiak melaksanakan (w. 1920): bertahan di tengah
aktifitas menyalinan teks berputaran waktu (dokumentasi
Apria Putra, 2012)
dengan maksud sebagai
komoditi dagang. Naskah-naskah tersebut dijual, adakalanya
dengan harga 10 rupiah untuk satu naskah (Thahir, 1954: 1).
Informasi mengenai surau sebagai tempat penyalinan teks
sebagai komoditi ekonomi, semakin memapankan posisi
surau sebagai sentra sosial-ekonomi, di samping keagamaan.
Di surau tersebut anaksiak diajarkan menulis aksara Arab
serta membiasakan untuk mencatat informasi-informasi
terkait pelajaran yang diberikan. Oleh sebab itu di surau
juga terjadi produksi teks dalam bentuk lain yang menarik
untuk dibahas. Satu teks yang diperoleh dengan jalan jual-
beli, ketika ditangan anaksiak ia akan tulis lagi, tepatnya pada
bagian pinggir naskah (hamisy), atau halaman yang kosong.
Ini dikenal dengan istilah ta’liq. Ta’liq berisi penjelasan guru
mengenai sebuah teks, atau makna terjemahan dari kata-kata
sulit, dan yang bersifat informatif dari sebuah teks. Dapat
dipastikan, apabila sebuah teks dalam naskah mempunyai

~ 142 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

catatan pinggir berarti teks tersebut telah dibahas dalam


halaqah di surau.
Dalam konteks naskah keagamaan, teks yang tersimpan
di surau, memiliki kekhasan dari isi. Beberapa teks merupakan
naskah yang cukup langka, seperti teks-teks al-Burhanpuri
(Tuhfatul Mursalah) serta syarah-nya yang merupakan
pendalaman terhadap konsep tasawuf martabat tujuh
(Hidayat, tt). Teks ini tidak dimiliki oleh semua surau, sebab
terkonsentrasi pada surau-surau yang memposisikan diri
sebagai sentra tasawuf.2 ada juga surau-surau yang memiliki
salinan Al-Qur’an yang banyak, yang memberi kesan bahwa
dahulu surau tersebut merupakan tempat mendalami Al-
Qur’an dan menghafalnya.
Dari penelusuran naskah yang ada, jumlah naskah-naskah
surau lebih mendominasi dari pada skriptorium lainnya. Hasil
penelusuran naskah yang dilakukan oleh tim IAIN Imam
Bonjol (sekarang UIN Imam Bonjol) Padang di awal 1980-an,
Tim Kajian Puitika Unand (2006, dan berlanjut hingga saat
ini), beberapa mahasiswa Fakultas Adab IAIN Padang (2009
hingga 2012), dan lain-lainnya, lebih menekankan bahwa
surau sebagai skriptorium aktif hingga saat ini. Pembelajaran
dan penyalinan teks masih berlangsung di surau, meskipun
tidak banyak seperti masa-masa lampau.
Skriptorium lainnya ialah kutubkhannah. Istilah
kutubkhannah muncul pada awal abad 20 dari bahasa
Persia yang bermakna perpustakaan. Ulama-ulama, selain
beraktifitas di surau, juga mempunyai perpustakaan sendiri
yang adakalanya merupakan bangunan berbeda dari surau
tersebut. Salah seorang ulama yang mempunyai kutubkhannah
ialah Haji Rasul (1875-1945). Ia belajar di Mekkah selama dua
periode. Ketika ia menyelesaikan pendidikan di Mekkah, ia
2
Teks-teks ini ditemui di beberapa surau di Ulakan, yang merupakan basis
Tarikat Syattariyah yang mempunyai jalinan keilmuan dengan ulama-
ulama Aceh. Teks al-Burhanpuri dan yang serupa dengannya banyak juga
ditemukan di Aceh.

~ 143 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

pulang dengan membawa kitab-kitab yang cukup banyak.3


Uniknya ia tidak aktif di surau sebagaimana ulama-ulama
lainnya di masa itu. Ia memilih mendirikan bangunan yang
dinamainya sendiri dengan kutubkhannah. Selain berfungsi
sebagai perpustakaan, bangunan ini juga merupakan tempat
mengarang baginya. Tercatat puluhan karya Haji Rasul
diselesaikan di kutubkhannah-nya ini.
Beberapa ulama lazim mempunyai perpustakaan khusus
untuk menyimpan kitab-kitab dan mengarang. Umumnya
ruangan untuk penyimpan kitab tersebut terdapat pada
ruangan khusus berupa kamar pribadi di dalam surau.
Ruangan ini tidak mencolok, sehingga ulama tersebut dapat
dengan tenang menulis.
Keberadaan kutubkhannah tidak banyak tercatat, sebab
beberapa perpustakaan ulama tersebut berada di dalam
surau. Perpustakaan ini umumnya tidak bertahan lama,
karena setelah ulama-ulama tersebut wafat, kitab-kitabnya
tidak terawat, di antaranya juga dibawa keluar ruangan,
entah oleh ahli waris atau murid-muridnya. Salah satu dari
kutubkhannah yang masih terawat, disokong oleh pemerintah
dengan memasukkannya dalam daftar situs cagar budaya,
ialah kutubkhannah Haji Rasul di Sungai Batang, Maninjau.
Naskah-naskah dalam kutubkhannah tersebut diidentifikasi
dan didigitalisasi pada 2010.
Tiga skriptorium yang dipaparkan pada bagian ini
merupakan hasil observasi penulis sepanjang perjalanan
menelusuri naskah-naskah Minangkabau. Di antara tiga
tempat ini, surau dapat dikatakan sebagai pusat aktifitas
penulisan dan penyalinan manuskrip. Alasan kuat dapat
dikemukakan apabila muncul pertanyaan kenapa surau
menjadi sentra, karena surau berperan melahirkan intelektual
yang lekat dengan aktifitas tulis menulis.
3
Haji Rasul (Abdul Karim Amrullah), [Naskah Catatan Harian Haji Rasul).
Manuskrip

~ 144 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Karakteristik Naskah Kuno di Minangkabau:


Koleksi Terbuka dan Tertutup
Dilihat dari karakteristik koleksi, naskah-naskah di
Minangkabau dibedakan kepada dua macam. Pertama, koleksi
terbuka, dan kedua, koleksi tertutup. Selama penelusuran
di lapangan, dua model karakteristik ini hampir selalu ada.
Keduanya mempunyai faktor-faktor yang berbeda.
Koleksi terbuka ialah naskah-naskah yang dengan mudah
dapat diakses. Siapapun dapat melihat koleksi, bahkan
mendokumentasikannya. Tidak ada peraturan ketat terkait
observasi naskah tersebut. Sebaliknya, koleksi tertutup ialah
naskah-naskah yang tidak dapat diakses secara umum.
Keberadaannya ditutupi, dan hanya dapat dilihat oleh
sementara kalangan yang mempunyai syarat-syarat tertentu.
Kedua bentuk koleksi ini dapat diperhatikan pada tiga hal:
(1) sifat lembaga/ lokasi penyimpanan, (2) pemilik/ ahli waris
naskah, dan (3) konten isi dari naskah tersebut. Dari tiga hal ini,
seorang peneliti atau pengkaji dapat memperkirakan keadaan
koleksi apabila sedang berada di lapangan.
Pertama, dari segi sifat lembaga atau tempat penyimpanan,
naskah-naskah koleksi terbuka disimpan di lokasi yang
memungkinkan akses mudah terhadap naskah tersebut.
Di antaranya Perpustakaan Daerah Sumatera Barat yang
menyimpan koleksi naskah dalam bentuk naskah asli atau
hasil digitalisasi. Museum Adityawarman juga menyimpan
naskah-naskah. Beberapa naskah dari dua lembaga ini bahkan
sudah dikaji, alihaksara, dan diterbitkan kembali.
Lembaga pendidikan Islam, seperti surau dan madrasah
(pesantren) juga memiliki akses terbuka, terutama bagi
yang ingin membahas dalam kajian-kajian serius. Bahkan
pemangku naskah di beberapa surau dan madrasah tersebut
mempermudah peneliti untuk mencarikan keberadaan
naskah-naskah lain yang berada di luar lembaga mereka.

~ 145 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

Mereka juga bersedia memberikan informasi lengkap terkait


naskah ditanyakan. Sikap terbuka tersebut dimungkinkan
karena di surau atau madrasah, secara agama, diajarkan untuk
tidak menyembunyikan ilmu, termasuk dalam konteks ini ialah
literatur-literatur yang ada.
Sebagai surau memang mempunyai akses tertutup
terhadap koleksi mereka. Ini dapat disebabkan oleh sifat
pewarisan yang memposisikan naskah tadi sebagai benda
sakral yang dihormati lebih dari sekedar memeliharanya.
Naskah-naskah juga ada yang diwariskan dengan beberapa
petuah, seperti bahwa seseorang hanya bisa mengakses
apabila melakukan ritual-ritual tertentu. Biasanya ritual itu
ialah dengan membaca tahlil dengan bilangan tertentu dan
diniatkan pahalanya untuk syaikh yang memiliki naskah
tersebut.
Keterbukaan juga dimiliki oleh pemilik yang memiliki
wawasan luas. Mereka tidak menganggap teks-teks tertentu
sebagai benda sakral, yang keberadaannya harus ditutup
dari peneliti dan peminat kajian naskah. Naskah-naskah yang
dimiliki oleh keturunan syaikh dan disimpan di rumah-rumah
penduduk biasanya memiliki akses terbuka. Malah diantaranya
sangat senang apabila dikunjungi dan naskah-naskah yang
mereka warisi dikaji dan dicetak dalam format berbeda.
Sementara pemilik memang memiliki keyakinan bahwa
naskah-naskah ini tidak boleh sembarangan dibuka. Bisa jadi
karena dipengaruhi tingkat pengetahuan, juga karena rasa
takut bahwa naskah tersebut akan hilang dikemudian hari.
Kenyataan bahwa dalam beberapa kasus naskah tersebut raib,
atau dijual, oleh anggota keluarga dan orang yang awalnya
dipercayai, membuat beberapa pemilik naskah sangat hati-
hati untuk membuka akses, terutama kepada orang yang baru
dikenal.
Hal selanjutnya yang mesti menjadi perhatian ialah
konten naskah. Naskah-naskah yang sifatnya umum, seperti

~ 146 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

pembahasan mengenai pelajaran tata bahasa Arab, fiqih,


akidah, tafsir, akidah, dan hadits, biasanya mempunyai akses
terbuka. Naskah-naskah seputar tema yang disebutkan ini
sudah lazim menjadi pelajaran di beberapa madrasah, dimana
teksnya sudah dicetak oleh penerbit di Mesir, Beirut, atau
Indonesia, sehingga tidak ada ketakutan berlebih bahwa
naskah-naskah tersebut akan hilang. Namun apabila konten
naskah sudah dalam bahasan tasawuf atau ilmu hikmah,
kebanyakan teks-teks tersebut dirahasiakan keberadaannya.
Bahkan beberapa ulama tidak mewariskannya secara resmi
apabila tidak menemukan orang yang dianggap tepat
dalam memelihara atau memahaminya.4 Ada anggapan dari
beberapa ulama tersebut, apabila naskah tersebut jatuh ke
tangan yang tidak tepat, dapat berakibat negatif; terhadap
jiwa atau pemahamannya. Oleh sebab itu naskah-naskah ini
masuk kategori koleksi tertutup.
Secara umum, akses terhadap naskah berkaitan dengan
koneksi yang baik antara peneliti dan pemilik. Koneksi tersebut
dapat memungkinkan naskah-naskah yang awalnya masuk
kategori tertutup menjadi terbuka. Membangun koneksi
dengan pemilik merupakan hal yang mesti dilakukan sebelum
penelusuran terhadap naskah lebih lanjut. Dan hal ini, kadang
kala tidak mudah.

Kondisi Terkini dari Tradisi Pernaskahan di


Minangkabau
Beberapa tempat yang awalnya menjadi skriptorium
tidak lagi menjadi lokus penulisan naskah, bahkan tidak aktif
sama sekali. Ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:
(1) tidak ada lagi tokoh intelektual di lokasi tersebut, (2)
kemampuan penulis atau keilmuan yang sudah menurun, dan
4
Pada beberapa daerah, ditemukan perlakuan yang sama terhadap naskah
tambo adat/alam, dimana tambo tersebut hanya bisa diperlihatkan
kepada orang-orang tertentu saja.

~ 147 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

(3) motivasi menulis yang tidak lagi tinggi.5 Meskipun begitu,


pemanfaatan naskah sebagai sumber kajian di surau masih
ditemukan, di antaranya diketahui dari kegiatan Dreamsea di
Surau Simauang, Sijunjung, dimana santri-santri yang tinggal
di surau masih menggunakan naskah sebagai buku darasnya.
Tradisi pernaskah masih lestari di surau-surau Tarekat
di Darek. Ini dapat dilihat dari tradisi penyalinan manuskrip
kaifiyat Tarekat yang dilakukan oleh murid berdasarkan
perintah dari syaikh. Tradisi ini dijumpai, misalnya, di Surau
Simabua, di Taram. Surau ini merupakan zawiyah Tarekat
Naqsyabandiyah Khalidiyah yang masih aktif sampai saat
ini. Pimpinannya ialah Tuanku Mudo Jainasri, syaikh mursyid
yang jalinan intelektualnya bersambung dengan Syaikh Mudo
Abdul Qadim Belubus (w. 1957), sufi terkemuka yang produktif
menulis di Payakumbuh.
Dalam tradisinya, seorang yang telah dinyatakan berhasil
dalam suluk (perjalanan spritualnya) dan diberi ijazah irsyad,
ia diizinkan dan diperintahkan untuk menyalin tata cara
mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah oleh Tuanku
Mudo Jainasri. Proses penyalinan dilakukan dengan sangat
hati-hati di mihrab surau. Proses ini menunjukkan bahwa teks
tersebut termasuk sakral. Setelah penyalinan selesai, selain
ijazah, syaikh mursyid akan memberikan stempel pada salinan,
menunjukkan bahwa teks tersebut telah disalin sesuai asalnya.
Tradisi penulisan/penyalinan juga tetap lestari dalam
konteks ilmu hikmah. Mantera-matera disalin dengan huruf
Arab berdasarkan teks asal yang dimiliki oleh seorang guru
hikmah. Termasuk dalamnya ialah teks-teks pengobatan
tradisional. Aktifitas ilmu hikmah masih mendapatkan posisi di
tengah masyarakat hingga hari ini, membuat tradisi penyalinan
teks ilmu hikmah tetap berlanjut.
5
Penulis naskah, khususnya ulama, menulis dengan motivasi banyak hal,
diantaranya ialah tuntutan mengajar, menjawab pertanyaan, atau dalam
konteks polemik. Lihat Apria Putra, dkk. Bibliografi Ulama Minangkabau
(Padang: Komunitas Suluah, 2011)

~ 148 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Keberlanjutan penulisan dan penyalinan naskah, meskipun


tidak semasif dulu, menunjukkan bahwa kebertahanan tradisi
di Minangkabau. Meskipun teknologi sudah memudahkan
manusia untuk mengabadikan pemikirannya lewat rekaman
atau penulisan pada alat-alat modern, namun tradisionalisme
tetap dipelihara.

Tantangan dan Harapan dari Penelusuran Naskah


Kuno di Minangkabau: Berdamai dengan Tradisi di
Tengah Modernitas
Penelusuran naskah-naskah di Minangkabau baru
mememukan momentum beberapa dasawarsa terakhir.
Diawali oleh penelitian yang dilakukan oleh Sanusi Latief,
Yulizal Yunus,6 dan Rusydi Ramli,7 di awal 1980-an. Sanusi
Latief menyelesaikan disertasi berjudul Gerakan Kaum Tua
di Minangkabau (1988) berdasarkan kepada teks-teks karya
ulama Minangkabau. Disertasi dengan bervolume 600
halaman lebih itu banyak mengilhami peneliti setelahnya
untuk melakukan kajian yang sama, yaitu fokus pada naskah
dan teks-teks klasik di surau-surau Minangkabau.
Pada awal 2000-an kelompok Kajian Puitika Universitas
Andalas bekerjasama dengan Tokyo University of Foreign
Studies melakukan inventaris tehadap naskah-naskah di
beberapa wilayah, mencakup naskah-naskah surau, koleksi
istana, dan milik masyarakat. Hasil inventaris dan digitalisasi
menghasilkan Katalogus Manuskrip dan Skriptorium
Minangkabau (2006) (Fathurahman, 2010: 247). Dapat
dikatakan bahwa katalog ini merupakan catatan pertama
mengenai anotasi naskah-naskah Minangkabau.
Mahasiswa-mahasiswa IAIN Padang mulai 2009 melakukan
beberapa inventaris naskah di Surau Tuanku Mudik Tampang
6
Berdasarkan wawancara dengan Dr. Yulizal Yunus Dt. Rajo Penghulu.
7
Rusydi Ramli menulis katalog secara stensilan terhadap naskah-naskah
yang ada di Gadut, Lima Puluh Kota, di awal 1980-an tersebut.

~ 149 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

– Rao, Mesjid Syaikh Sa’id Bonjol, Surau Lubuk Landur, dan


lain-lain, menghasilkan Katalog Naskah Surau Lubuk Landur
dan Mesjid Syaikh Sa’id Bonjol (2011). Katalog ini semakin
memapankan Minangkabau sebagai salah satu daerah yang
mempunyai koleksi naskah yang cukup banyak di Nusantara.
Ditambahkan lagi dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
setelah itu.
Namun, selama penelusuran naskah di lapangan, terdapat
beberapa tantangan bagi sementara peneliti. Di antaranya
keadaan naskah yang masuk kategori naskah tertutup. Bisa
saja peneliti menunggu masa yang cukup panjang untuk
membangun hubungan dengan pemilik naskah hingga ia
mau memperlihatkan naskah yang disimpannya tersebut.
Sikap sangat tradisionalis itu bagi sementara kalangan masih
melekat, yang menyebabkan naskah-naskah tersebut tidak
bisa diakses, dipreservasi, dan dikonservasi.
Problematika lain yang ditemukan di lapangan yaitu sikap
abai pemilik naskah terhadap pemeliharaan naskah-naskah
yang ada di tangannya. Sikap abai tersebut membuat naskah
tidak terpelihara dengan baik, bahkan naskah-naskah yang
dianggap sakral di tempat pada lokasi yang tidak begitu baik
untuk ketahanan alas naskah, dengan alasan memeliharanya.
Sikap abai terhadap naskah juga disebabkan oleh tingkat
kelisanan yang masih kuat pada beberapa kalangan. Informasi
diterima dengan lisan, dan disebarkan kembali dengan
perantara oral. Dokumentasi hampir tidak disentuh, sehingga
arsip-arsip, termasuk di dalamnya ialah naskah semakin
terasing, dan akhirnya hancur dimakan usia.
Kecakapan membaca Arab, baik itu Arab-Melayu-
Minangkabau atau Arab itu sendiri, yang masih langka di tengah
masyarakat. Hal ini menyebabkan sebagian tidak memahami
isi teks, dan betapa pentingnya informasi yang terkandung
dalam naskah tersebut. Naskah-naskah bisa saja dianggap
sebagai mushaf, yang dipandang tercecer. Untuk menghindari

~ 150 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

dosa andai teks itu tercecer di lantai dan tanah, kemudian


naskah-naskah itu dibakar. Kasus ini banyak ditemukan di
lapangan. Selain itu, masalah lain ialah pendataan terhadap
naskah-naskah yang ada belum menyeluruh. Hanya sebagian
dari naskah-naskah yang ada dikatalogkan. Diperkirakan
jumlah naskah yang lebih banyak belum diidentifikasi oleh
peneliti.
Namun masih eksisnya lembaga surau, terutama di
Pedalaman Minangkabau, patut menjadi harapan terhadap
keberlangsungan tradisi pernaskahan di Minangkabau. Surau-
surau tersebut tepat mempertahankan pengajian kitab dan
penyalinan beberapa manuskrip secara manual, sehingga
naskah dan karya klasik dari ulama Minangkabau tetap hidup
di tengah masyarakat, dibandingkan hanya sebagai benda
sejarah yang tidak tersentuh.

Penutup
Minangkabau ialah salah satu “lumbung” naskah di
Nusantara. Catatan dan penelusuran yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa keberadaan naskah di tangan
masyarakat masih tersimpan banyak. Ratusan naskah yang
sudah didigitalisasi dan dikatalogkan hanya merupakan data
awal dari keberadaannya yang sebenarnya. Oleh karenanya
diperlukan intensifitas dari peneliti dan peminat pernaskahan
untuk lebih aktif dalam inventaris, presenvasi, dan konservasi
naskah, termasuk dalamnya alih aksara dan pengkajian
terhadap naskah yang sudah ada agar khasanah naskah
tersebut dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.

Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi. 2003. Surau: Pendidikan Islam Tradisional
dalam Transisi dan Modernisasi. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.

~ 151 ~
~ PENELUSURAN NASKAH KUNO DI MINANGKABAU ~

Fathurahman, Oman. 2010. Filologi dan Islam Indonesia. Jakarta:


Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan.
Hidayat, Ahmad Taufik. tt. Katalog Naskah Pusaka Syaikh
Burhanuddin Ulakan. Padang: Imam Bonjol Press.
Navis, AA. 1984. Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Budaya
Minangkabau. Jakarta: Grafiti Press.
Putra, Apria. 2011. Bibliografi Ulama Minangkabau. Padang:
Komunitas Suluah.
Rasul, Haji (Abdul Karim Amrullah), Naskah Catatan Harian
Haji Rasul, Manuskrip.
Sunarti, Sastri. 2013. Kelisanan dan Keberaksaraan dalam
Surat Kabar Terbitan Awal di Minangkabau (1859-1940-
an), Jakarta: KPG.
Thahir, Sjarif. 1954. Sjech Abdullah Padangdjapang, Stensilan.

~ 152 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Dari Digitalisasi Naskah ke Pelestarian


Tradisi Tulis Hingga Pemetaan Keilmuan
di Nusantara
Asep Saefullah
Balai Litbang Agama Jakarta
(aseplektur02@gmail.com)

Pendahuluan
Bedasarkan Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan, manuskrip atau naskah kuno,
kadang disebut naskah klasik, merupakan salah satu objek
pemajuan kebudayaan, di samping tradisi lisan, adat istiadat,
ritus, seni, bahasa, pengetahuan tradisional, permainan
rakyat, dan olah raga tradisional (Pasal 5). Dalam UU No.
11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, naskah kuno atau
benda budaya lainnya, baik material (tangible) maupun non
material (intangible) yang sudah berusia 50 tahun, memiliki
arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya
bagi penguatan kepribadian bangsa, termasuk dalam kriteria
sebagai cagar budaya, yang keberadaannya harus dilindungi.
Oleh karena itu, keberadaan naskah kuno sangat penting
sebagai khazanah peradaban dan warisan budaya bangsa. Di
samping itu, dalam naskah kuno juga terkandung berbagai
informasi, pelajaran, dan nilai luhur bangsa Indonesia yang
sangat berharga, misalnya tentang adat istiadat, perundang-
udangan, sejarah, sosial, politik, dan kesusastraan, serta
agama, mulai dari persoalan akidah (keimanan), akhlak atau
etika, tasawuf atau spiritualisme, Al-Qur’an dan tafsirnya,
hadis dan syarahnya (penjelsannya), dan fikih hingga tentang
hubungan sosial-kemasyarakatan atau mu’amalah (Chambert-
Loir dan Fathurahman, 1999: 8-9).

~ 153 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Naskah kuno Nusantara yang terkait dengan kesusastraan


mendapat perhatian serius dari ahli kesusastraan Nusantara
asal Rusia, yakni Vladimir I. Braginsky. Ia menguraikan dengan
cukup baik mengenai seluk beluk kesusastraan Nusantara
dalam bukunya Yang Indah, Berfaedah dan Kamal, Sejarah Sastra
Melayu dalam Abad 7-19 (Jakarta: INIS, 1998). Penulis lain, Liaw
Yock Fang, dari Singapura, menulis buku Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2001).
Kedua karya ini, meskipun membahas kesusastraan tetapi
sangat erat kaitannya dengan “pernaskahan”, seperti Hikayat
Sri Rama, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Hikayat
Amir Hamzah, dan Hikayat Muhammad Hanifiyah. Braginsky
dan Liaw Yock Fang menyebut naskah keagamaan sebagai
sastra kitab. Di antara isinya adalah tentang tafsir, hadis, fikih,
kalam atau usuluddin (pokok-pokok agama), tasawuf, juga
tentang sastra sufi dan bahasa Arab. Mereka menyebut tema-
tema keagamaan sebagai “lingkup kesempurnaan rohani”
(Braginsky, 1998; Liaw Yock Fang, 2001). Karya-karya para
ilmuan dan ulama Nusantara pada masa lalu yang diuraikan
di dalam kedua buku tersebut antara lain karya-karya Hamzah
Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Syamsuddin as-Sumatrani,
Abdur Rauf Singkel, Abdus Samad al-Palimbani, dan lain-lain
(Braginsky, 1998: 274-282; Liaw York Fang, 2011: 380-432).
Selain kedua buku di atas ada juga bunga rampai yang
dihimpun dan disunting oleh Chamber-Loir, yakni Sadur, Sejarah
Terjemahan di Indonesia dan Malaysia (terbitan Kepustakaan
Populer Gramedia, bekerja sama dengan EFEO, Forum Jakarta-
Paris, Pusat Bahasa, dan Universitas Padjadjaran, 2009). Buku
ini juga menyajikan berbagai informasi yang terkait dengan
pernaskahan, misalnya tentang Alf Lailah wa Lailah, Tāj al-
Salāṭīn, Hikayat Robinson Kroesoe, Hikayat Sinbad, Hikayat
Abdullah, dan Hikayat Iskandar Zulkarnain, hingga persoalan
terjemah gantung (gantung lugat atau jenggot) dan penyerapan
bahasa (Chamber-Loir, 2009: 12-17).

~ 154 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Sedangkan buku yang terkait khusus dengan informasi


naskah adalah katalog naskah atau daftar dan direktori naskah.
Berbagai katalog, daftar dan direktori naskah yang dijumpai
telah mencapai puluhan hingga ratusan, dan keberadaannya
terkadang tidak mudah diskses. Dari segi uraian isinya, buku-
buku tersebut ada yang hanya mendaftar dan mencatat, hingga
memerikan dan mendeskripsikan naskah, dan sebagian juga
dilengkapi dengan ringkasan isi naskah. Dalam setiap katalog,
dapat berisi ratusan hingga ribuan, bahkan bisa mencapai
ratusan ribu naskah (Fathurahman, 2015: 146). Keberadaannya
pun tidak selalu di satu tempat, dan tidak juga hanya pada
lembaga, tetapi tersebar di hampir seluruh wilayah Nusantara
dan tersimpan di lembaga maupun perorangan. Karenanya
dibutuhkan katalog dari katalog atau katalog bibliografi
tentang naskah Nusantara, seperti karya Henri Chambert-loir
dan Oman Fathurahman, Khazanah Naskah, Panduan Koleksi
Naskah-Naskah Indonesia Sedunia, (Jakarta: EFEO-YOI, 1999).
Katalog didefinisikan sebagai “salah satu jenis metadata,
yaitu data yang mengandung informasi tentang data lain.
Katalog merupakan kumpulan satuan informasi yang mewakili
seluruh naskah yang ada dalam suatu koleksi naskah. Setiap
naskah diwakili oleh sebuah entri katalog yang memuat
seluruh informasi tentang naskah yang diwakilinya. Katalog
naskah koleksi Perpustakaan Nasional merupakan kumpulan
entri yang memuat informasi tentang naskah yang ada pada
koleksi naskah”. (Tim Penyusun, Dina Isyanti, dkk., 2013: 42).
Chambert-Loir dan Fathurahman (1999: 8) mengatakan, “...
Katalog merupakan alat bibliografis yang bertujuan memberi
akses pada naskah, namun katalog pun sudah berjumlah
ratusan dan tidak diketahui umum...”. Perlunya katalog dari
katalog bukan saja untuk memudahkan menemukan naskah
tetapi juga untuk menghimpun karya-karya berupa katalog,
daftar atau direktori naskah dan sejenisnya yang sudah sangat
banyak jumlahnya tersebut di dalam sebuah buku.

~ 155 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Lebih dari itu, penyusunan katalog dan penghimpunan


katalog, daftar, dan direktori naskah tersebut sekaligus juga
sebagai upaya pemeliharaan warisan budaya, khususnya
naskah kuno. Sebagaimana disebutkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
2024, bahwa salah satu Agenda Pembangunan Nasional
adalah “Membangun Kebudayaan dan Karakter Bangsa”. Hal
ini antara lain dilakukan dengan pelestarian budaya. Naskah
kuno sebagai salah satu warisan budaya, dengan demikian,
pelestariannya merupakan upaya mendukung pencapaian
agenda nasional tersebut. Hasil pelestarian tersebut dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan revitalisasi dan
aktualisasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Adapun
tujuannya adalah untuk membangun peradaban bangsa dan
memperkuat karakter serta jati dii bangsa (Bappenas, 2019:
121). Dalam konteks keagamaan, revitalisasi dan aktualisasi
nilai-nilai keagamaan khususnya atau menuskrip keagamaan
secara umum juga terkait dengan salah satu sasaran strategis
Kementerian Agama 2020-2024, yaitu penyelarasan agama
dan budaya, sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA)
No. 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian
Agama Tahun 2020-2024. Dalam Renstra tersebut, dinyatakan
secara eksplisit bahwa penyelarasan agama dan budaya antara
lain dengan “pengembangan literasi khazanah budaya bernafas
agama” (Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, 2020).
Naskah kuno keagamaan adalah bagian dari khazanah budaya
bernafas agama. Oleh karena itu, nakah kuno keagamaan
memiliki posisi penting dalam pemajuan kebudayaan dan
pembentukan karakter bangsa, dan pada saat yang sama
juga penting untuk dikembangkan dalam rangka mencapai
keselarasan agama dan budaya tersebut.

~ 156 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Inventarisasi dan Digitalisasi Naskah


Tradisi tulis masa lalu yang melahirkan manuskrip,
kini bermetamorfosa menjadi data digital melalui apa
yang disebut digitalisasi. Ini sesungguhnya merupakan
upaya pelestarian tradisi tulis tersebut melalui alih media.
Biasanya, kegiatan tersebut di awali dengan penelusuran
atau inventarisasi, dan juga langkah-langkah lanjutannya. Di
lingkungan Kementerian Agama, khususnya di Badan Litbang
dan Diklat, (Balitbangdiklat) telah dilakukan berbagai upaya
pelestarian dan pengkajian terhadap naskah kuno keagamaan
tersebut, antara lain inventarisasi, digitalisasi, dan katalogisasi
naskah. Di samping itu, dilakukan pula kajian teks dan konteks
untuk sebagian naskah tersebut. Misalnya, Puslitbang Lekur,
Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LK2MO)—
yang namanya berevolusi dari Lembaga Lektur, Puslitbang
Lektur Agama, Puslitbang Lektur Keagamaan, dan Puslitbang
Lekur dan Khazanah Keagamaan—telah melakukan pendataan,
pengkajian, dan pemeliharaan naskah kuno setidaknya sejak
1994 ketika bernama Puslitbang Lektur Agama, yang dikepalai
oleh Hafizh Dazsuki. Ia mengatakan, “Puslitbang Lektur, Badan
Litbang Agama, Departemen Agama, sejak 1994 telah merintis
suatu usaha untuk menginventarisasikan, mendokumentasikan,
dan mengklasifikasikan naskah-naskah kuno yang bernafaskan
Islam yang tersebar di seluruh Nusantara untuk disusun menjadi
sebuah katalog…” (“Kata Pengantar” dalam Musda Mulia, dkk
[Eds.], 1997/1998: iii). Hasil kegiatan ini terbit tahun 1997/1998
dengan judul Katalog Naskah Kuno yang Bernafaskan Islam di
Indonesia I (Musda Mulia, dkk. [Eds.]), yang memuat nomor
1-368 judul naskah. Pada tahun 1998/1999, diterbitkan Katalog
Jilid II, yang memaut nomor judul naskah 369-759. Jadi, kedua
katalog ini memuat sekitar 759 judul naskah, yang sebagian
besar merupakan naskah Melayu Islam. Bahasanya meliputi
Arab, Arab-Melayu atau Jawi, dan bahasa lokal, seperti bahasa

~ 157 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Jawa, Bugis-Makassar, Bima, dan Ambon. Sedangkan isinya,


kebanyakan masalah akidah. Tema lainnya adalah sejarah
kerajaan-kerajaan Islam dan silsilah raja-raja setempat, serta
peraturan tata hidup sosial budaya dan pemerintahan (Musda
Mulia, dkk [Eds.], 1997/1998: iii).
Pada awal tahun 2000-an, ketika bernama Perlitbang
Lektur Keagamaan di masa kepemimpinan Drs. H. Fadhal AR
Bafadal, dilakukan kegiatan penelitian naskah keagamaan,
antara lain bekerja sama dengan Oman Fathurahman yang
saat itu baru menyelesaikan program doktoralnya di bidang
filologi, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI)—
saat ini Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengampu
Ngariksa, dan Staf Ahli Menteri Agama. Hasil penelitian
tersebut diterbitkan dalam bentuk bunga rampai pada 2005
dengan judul Naskah Klasik Keagamaan Nusantara, Cerminan
Budaya Bangsa I (Bafadal dan Saefullah [Eds.], 2005), dan pada
2006 diterbitkan jilid II (Bafadal dan Saefullah [Eds.], 2006).
Selanjutnya, sejak 2008, program pelestarian, dalam hal
ini inventarisasi, eksplorasi dan digitalisasi, serta pengkajian
naskah kuno atau naskah klasik keagamaan di lingkungan
Kementerian Agama semakin semarak, ketika Puslitbang Lektur
Keagamaan dipimpin oleh Prof. Dr. H. Maidir Harun. Program
ini diawali dengan Diklat Penelitian Naskah Keagamaan
(Filologi) pada tahun 2007-2008 (Saefullah, 2016: 129-130).
Program ini kemudian dilakukan bersama-sama dengan tiga
Balai Litbang Agama (BLA) di lingkungan Balitbangdiklat, yakni
BLA Jakarta, BLA Semarang, dan BLA Makassar, dan bahkan
beberapa dosen dari kalangan Perguruan Tinggi Agama. Salah
satu kegiatannya yang cukup masif adalah inventarisasi dan
digitalisasi naskah. Digitalisasi naskah di Puslitbang LK2MO,
pada periode 2008-2017 telah menghasilnya sekitar 2.248
naskah digital (Firmanto, 2018: 14; Lihat juga Saefullah, 2015:
51). Hasil digitalisasi tahun 2013-2017 dapat diakses di https://

~ 158 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

lektur.kemenag.go.id/manuskrip/. Berikut ini jumlah naskah


digital Puslitbang LK2MO tahun 2017.
Tabel 1
Jumlah Naskah Digital Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan
Manajemen Organisasi (LK2MO) Tahun 2017
Jumlah Jumlah
No. Lokasi No. Lokasi
Naskah Naskah
1. Aceh 72 14. Lombok 149
2. Ambon 18 15. Madura 41
3. Bali 85 16. Makassar 93
4. Bandung 45 17. Palembang 61
5. Bangka Belitung 9 18. Pontianak 213
6. Banten 124 19. Riau 8
7. Buton 48 20. Semarang 24
8. Ciamis 33 21. Sukabumi 15
9. Cirebon 413 22. Sumatera Barat 264
10. Garut 47 23. Surakarta 99
11. Jakarta 87 24. Tangerang 57
12. Kerinci 26 25. Wonosobo 38
13. Kudus 34 26. Yogyakarta 148
Total Naskah 2.248
(Sumber: Firmanto, 2018: 14; lihat juga Saefullah, 2015: 51)

Dalam buku Pedoman Pengelolaan Naskah Nusantara


yang terbitkan oleh Perpustakaan Nasional RI, disebutkan
bahwa digitalisasi, termasuk juga konservasi, merupakan
bagian dari preservasi, yang bertujuan untuk “menyelamatkan
nilai informasi dokumen; menyelamatkan fisik dokumen;
mengatasi kendala kekurangan ruang; mempercepat
perolehan informasi.” (Dina Isyanti, dkk., 2013: 6 dan 20).
Preservasi sendiri terdiri atas dua kategori, yaitu reproduksi,
yang terdiri atas pembuatan bentuk mikrografi dan digitalisasi.
Sedangkan konservasi dimaksudkan untuk pencegahan
(preventif), pemulihan (remedial), dan perbaikan (restoratif)
dalam rangka melindungi naskah sebagai warisan budaya
material, apalagi jika naskah tersebut sudah menjadi benda

~ 159 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

cagar budaya. Upaya ini bukan saja untuk melestarikan naskah


tetapijuga untuk memperluas jangkauan informasi dan akses
naskah, baik bagi generasi saat ini maupun yang akan datang
(Dina Isyanti, dkk., 2013: 28-29).
Metode lain dalam hal konservasi naskah adalah mikrografi,
yaitu “Pembuatan mikrofilm merupakan proses reproduksi
dokumen atau citra (image) secara fotografis dari dokumen
asli ke bentuk mikro dengan perbandingan ukuran antara 1:8
sampai dengan 1:50, umumnya menggunakan film 16 mm
atau 25 mm.” (Dina Isyanti, dkk., 2013: 21)
Adapun konservasi naskah
yang dilakukan di lingkungan
Balitbangdiklat Kemenag adalah
melalui fotografi digital dengan
memanfaatkan teknologi
informasi (IT), yaitu komputer
dan kamera digital (Firmanto,
2015: 10), serta media daring
(dalam jaringan) atau online,
dengan mengunggah naskah digital ke situs internet, seperti
https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/ milik Puslitbang
PLK2MO. Kegiatan ini akrab dengan sebutan “digitalisasi”
naskah. Pada mulanya, digitalisasi lebih merupakan upaya
preservasi atau penyelamatan dari segi isi teks naskah. Akan
tetapi, dalam perkembangan lebih lanjut, khususnya karena
semakin mudahnya akses internet, kegiatan digitalisasi
ditujukan pula untuk kemudahan akses bagi masyarakat umum
secara daring melalui internet, di samping untuk memelihara
kondisi fisik naskah itu sendiri agar tidak bersentuhan langsung
dengan para penggunanya (Dina Isyanti, dkk., 2013: 22-23).
Kegiatan rintisan digitalisasi naskah kuno di lingkungan
Kementerian Agama, melalui Puslitbang LK2MO dimulai pada
2008, dengan kegiatan “Penelitian Naskah Klasik Keagamaan”,
setelah mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk

~ 160 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

hal tersebut dengan Diklat Penelitian Naskah Keagamaan


(Filologi) tahun 2007-2008 seperti disebut di atas. Pada masa
rintisan ini, kamera yang digunakan adalah Pro Sumer merek
Sony Cyber Shot, dengan resolusi 8,1 Mega Pixel (MP), dan
lensa Vario Tessar dari Carl Zeis dengan ukuran f/3,5-4,4,
yang dapat diperbesar (zoom) lensa sampai dengan 10 kali
(Firmanto, 2015: 9; Saefullah, 2015: 50).
Kegiatan rintisan tersebut dilakukan di enam lokasi, yaitu:
1) Aceh, oleh Dr. Ahmad Rahman dan Dr. Fakhriati, dengan foto
naskah bagian awal, tengah, dan akhir (Ahmad Rahman dan
Fakhriati, 2008); 2) Bangka Belitung, oleh H. Andi Bahruddin
(alm.) dan Masmedia Pinem, mendigitalkan sembilan naskah;
3) Cirebon, oleh Nurman Kholis dan Imas Emalia mendigitalkan
dua naskah; 4) Bali, oleh Asep Saefullah dan M. Adib Misbachul
Islam, mendigitalkan 15 naskah berbahan kertas, 12 naskah
lontar, dan 14 Mushaf Al-Qur’an kuno (Saefullah, 2015: 49-
50; Saefullah dan Misbachul Islam, 2009: 58); 5) Ambon, oleh
Ridwan Bustamam dan Agus Permana, mendigitalkan 18
naskah; dan 6) Buton, oleh H. Harisun Arsyad (alm.) dan H.
D. Zainuddin, mendigitalkan 48 naskah (Saefullah, 2016:
132; Firmanto, 2015: 10). Pada tahun 2008 juga ada kegiatan
khusus digitalisasi nakah di tiga lokasi, yakni Makassar dengan
hasil 31 naskah, Mataram dengan 27 naskah, dan Riau dengan
delapan naskah (Firmanto, 2015: 10; Saefullah, 2015: 51).
Sejak 2009 sampai sekarang, kegiatan digitalisasi naskah
mengalami peningkatan dan dilakukan oleh Puslitbang LK2MO
dengan ketiga BLA. Puslitbang LK2MO sendiri sampai tahun
2017 telah mendigitalkan 2.248, dan dari 2018-2020 bisa
bertambah ratusan naskah lebih. Kamera yang digunakan
pada periode ini adalah kamera digital SLR, dengan merek
Canon type 1000 D. Ukuran lensa yang dapat digunakan
untuk zoom (pembesaran) adalah 18-55 mm. dan resolusinya
maksimal sampai 10 MP (Mega Pixel). Adapun format image
atau foto digitalnya menggunakan file RAW, dengan 350 DPL

~ 161 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

dan 24 bit RGB, serta mega


pixel-nya maksimal, yaitu 10
MP. Perlengkapan lain adalah
tripod yang fleksibel pada
bagian lehernya yang dapat
diarahkan hingga ke kaki-kaki
di bawahnya, yaitu Manfrotto
type CX 190.75 cm. Hal ini
dimaksudkan agar pengambilan
foto naskah dapat diletakkan di
bawah tripod, dan mengatur
jarak pengambilan foto, serta
posisinya tetap sehingga
petugas atau fotografer tidak
perlu memindah-mindahkan objek atau naskahnya tetapi
cukup dengan membuka halaman demi halaman jika naskahnya
memiliki banyak halaman (Firmanto, 2015: 9-10).
Ada catatan penting terkait dengan digitalisasi naskah,
yakni perlunya menghindari duplikasi atau pengulangan. Hal
ini bukan saja menjadi kontra produktif atau bahkan mubazir
tetapi juga dapat mempercepat kerusakan fisik naskah jika
sering disentuh secara langsung. Lebih dari itu, pengulangan
dan duplikasi tersebut jika benar terjadi, bisa saja terjadi double
pembiayaan untuk satu kegiatan, apalagi jika dilaksanaan oleh
orang yang sama dan pada waktu yang bersamaan pula.
Tahun 2009-2010, pada saat semangat awal digitalisasi di
Puslitbang LK2MO, ada kegiatan yang mirip atau sama, yakni
penyelamatan warisan budaya yang nyaris punah, termasuk
naskah kuno, oleh British Library, dengan dukungan dana
antara lain dari Arkadia, dalam program Endangered Archives
Programme (EAP)—masih berlangsung hingga sekarang.
Pada saat itu, proyek digitalisasi naskah EAP British Library
dilakukan di empat lokasi, yakni: 1) Cirebon, proyek Digitising
Cirebon Manuscripts (EAP211), oleh Mr Andi Bahruddin (alm.);

~ 162 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

host institution-nya adalah State Islamic University Jakarta


(UIN Syarif Hidayatullah) (https://eap.bl.uk/project/EAP211);
2) Ambon, dengan proyek Documentation and Preservation
of Ambon Manuscripts (EAP276), oleh Dr Titik Pudjiastuti,
dari Universitas Indonesia (UI) (https://eap.bl.uk/project/
EAP276); 3) Garut dan Cirebon, Jawa Barat, proyek Retrieving
Heritage: Rare Old Javanese and Old Sundanese Manuscripts
from West Java (Stage One) (EAP280), oleh Mr Andrea Acri,
dan host institution-nya adalah Leiden University (https://eap.
bl.uk/project/EAP280); dan 4) Aceh, proyek Digitising Private
Collections of Acehnese Manuscripts Located in Pidie and
Aceh Besar Regencies (EAP329), oleh Dr. Fakhriati M. Thahir;
host institution: Lembaga Pengembangan Kehidupan Beragama
(https://eap.bl.uk/project/EAP329). Proyek-proyek tersebut
dimulai sekitar Mei-Juli 2009 sampai 2010; berakhir sekitar
awal, pertengahan atau akhir tahun 2010.
Pada saat bersamaan, tahun
2009-2010, Puslitbang LK2MO
(saat itu Puslitbang Lektur
Keagamaan) dan BLA-BLA juga
melakukan kegiatan digitalisasi
naskah, dan lokasi yang sama
adalah Cirebon dan Aceh.
Sementara itu, kedua holder
Proyek EAP British Library,
yakni Mr Andi Bahruddin untuk
Cirebon dan Dr. Fakhriati M Thahir
untuk Aceh, merupakan pegawai Puslitbang Lektur Keagamaan,
yang juga sedang mempunyai kegiatan digitalisasi naskah di
dua lokasi tersebut. Hasil digitalisasi naskah di Cirebon oleh
Tim Lektur pada 2009 sebanyak 28 naskah, dan tahun 2010
sebanyak 35, total 63 naskah. Sedangkan hasil digitalisasi
naksah Aceh oleh Tim Lektur, salah satunya Dr. Fakhriati, pada
2010 sebanyak 26 naskah. Hasil digitalisasi EAP di Cirebon

~ 163 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

pada 2009-2010 sebanyak 174 naskah (https://eap.bl.uk/project/


EAP211), dan di Aceh sekitar 405 naskah (https://eap.bl.uk/
project/EAP329). Terkait dengan naskah-naskah dari Aceh
pada 2009, Fakhriati (2009: 29-30) menulis;
Sejauh ini, penulis sudah mengidentifikasi lebih dari 400
manuskrip yang terdapat di Aceh Besar dan Pidie. Penulis
bersama team peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan,
Balitbang dan Diklat Departemen Agama juga telah
berhasil mengidentifikasi 49 manuskrip yang terdapat di
Dayah Awe Geutah, Aceh Utara, dan masih banyak lagi
manuskrip yang belum tersusun rapi dan teridentifikasi
khususnya di dayah ini.
Berikut ini beberapa contoh naskah kuno hasil digitalisasi
Puslitbang LK2MO dan BLA-BLA di lingkungan Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama, serta EAP British Library.

Naskah Digital Puslitbang LK2MO dan BLA-BLA


Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

~ 164 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Naskah Digital EAP British Library dari Cirebon


(2009-2010) dan Aceh (2008-2010)

~ 165 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Dari sebagian contoh di atas, naskah “Siti Islam” proyek


EAP juga terdapat dalam daftar naskah digital Puslitbang
Lektur Keagamaan seperti tercantum dalam “Kodikologi
Naskah Puslitbang Lektur Keagamaan 2010”. Naskah “Siti
Islam” di Puslitbang Lektur Keagamaan, dengan nomor: 10/
PUSLEKTUR/10/TQ/Pidie ACEH dan 12/PUSLEKTUR/10/TS/
Pidie ACEH. Dalam koleksi EAP British Library, naskah “Siti
Islam” no: 1) EAP229-1-1, awalnya koleksi Ampon Hasballah
(https://eap.bl.uk/archive-file/EAP229-1-1); 2) EAP329-10-34,
koleksi Teungku Ainal Mardhiah (dikatakan dari Ampon[?])
(https://eap.bl.uk/archive-file/EAP329-10-34); dan 3) EAP329-
7-25, milik Ampon Hasballah (https://eap.bl.uk/archive-file/
EAP329-7-25), yang tampaknya lanjutan dari naskah Siti Islam
EAP229/1/1, yang dikatakan sudah diberikan kepada Teungku
Ainal Mardhiah (?).

~ 166 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Naskah “Siti Islam” telah dikaji oleh Fakhriati dalam


“Perempuan dalam Manuskrip Aceh: Kajian Teks dan Konteks”
(Jumantara, Vol. 3 No.1, 2012: 44-76). Dalam artikel ini
disebutkan, “... Naskah ini kemudian didigitalkan oleh

Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang


dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2010” (Fakhriati,
2012: 52). Sedangkan menurut EAP British Library, naskah Siti
Islam merupakan hasil digitalisasi yang bersangkutan yang
diserahkan kepada EAP sehingga menimbulkan dugaan adanya
duplikasi atau bisa jadi karena ada kegiatan digitalisasi naskah
di Aceh dengan sumber dana dari dua institusi tersebut, yakni
EAP dan Puslitbang Lektur Keagamaan pada waktu yang sama
dan juga oleh orang yang sama.

Katalogisasi, Pelestarian Tradisi Tulis, dan


Pemetaan Keilmuan
Sejauh ini, hasil digitalisasi naskah di Puslitbang LK2MO
tersebut belum terhimpun dalam satu daftar atau katalog
naskah yang terintegrasi tetapi masih dalam bentuk laporan

~ 167 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

kegiatan tahunan. Katalog tahunan juga belum ada, terutama


sejak 2009, kecuali untuk sebagian naskah digital tahun 2008
sudah disusun katalognya yang baru terbit tahun 2015, yaitu
Katalog Naskah Klasik Keagamaan (Choirul Fuad Yusuf, dkk.
[Eds.], 2015). Disayangkan katalog ini mengandung beberapa
kesalahan fatal, baik judul, foto, maupun deskripsinya, dan
bahkan beberapa mushaf Al-Qur’an kuno, dari Bali khususnya,
dimasukkan ke dalam katalog tersebut meskipun untuk saat
ini masih difokuskan pada naskah-naskah keagamaan selain
mushaf Al-Qur’an. Beberapa kesalahan dimaksud, misalnya
sebagai berikut:
Tabel 2
Koreksi Katalog Naskah Klasik Keagamaan
Terbitan Puslitbang LK2MO
No. Hlm. Tertulis Seharusnya Keterangan
Aksara Arab Aksara Kesalahan
1. 171
Jawi Arab/Bugis penyebutan aksara
Naskah ini berupa
manuskrip Al-Qur’an
LKK_BALI2008_ milik Burhanuddin,
LKK_BALI2008_
2. 172 MAJ22 Serangan, bukan
BHN22
koleksi MAJ (Masjid
Agung Jamik)
Singaraja
Naskah ini juga
bukan koleksi MAJ
(Masjid Agung Jamik)
Singaraja, tetapi
milik Masjid Suwung
LKK_BALI2008_ LKK_BALI2008_ Kampung Bugis. Lebih
3. 173
MAJ23 SWG23 dari itu, naskah ini
sebatas dicatat ulang
tahun 2008, karena
sudah diteliti oleh Drs.
H. E. Badri Yunardi,
M.Pd. (2007: 18).

Kondisi naskah digital Puslitbang LKM2MO yang belum


tersusun dalam daftar atau katalog naskah yang diterbitkan,
baik dalam bentuk cetak maupun e-book (biasanya dalam

~ 168 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

bentuk pdf), berbeda dengan hasil eksplorasi atau inventarisasi


dan digitalisasi naskah kuno keagamaan yang dilakukan
oleh BLA-BLA. Sejak tahun 2009, BLA Jakarta bahkan sudah
menerbitkan hasil pemetaan naskah keagamaan di masyarakat.
Kemudian disusul oleh BLA Semarang dan BLA Makassar.
Berikut ini beberapa terbitan katalog dan atau daftar naskah
klasik keagamaan dari BLA-BLA tersebut:
1. Penelusuran Naskah-Naskah
Kuno Keagamaan di Cirebon
dan Indramayu; Penulis: Tim
Peneliti BLA Jakarta (Agus
Iswanto, dkk.); Penerbit: BLA
Jakarta, 2016.
2. Koleksi dan Katalogisasi
Naskah Klasik Keagamaan
Bidang Tasawuf; Penulis: Tim
Peneliti Balai Litbang Agama
Jakarta (Saeful Bahri, dkk.);
Penerbit: BLA Jakarta, 2013.
3. Koleksi Naskah-Naskah Fikih di Perpustakaan dan Museum
Daerah; Penulis: Tim Peneliti BLA Jakarta; Penerbit: BLA
Jakarta, 2011.
4. Pemetaan dan Investigasi Naskah Klasik Keagamaan di
Masyarakat; Penulis: Muhammad Rosadi, dkk.; Penerbit:
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Jakarta, 2009.
5. Inventarisasi dan Digitalisasi Naskah Keagamaan Islam di
Provinsi Bali; Penulis: Tim Lektur, Khazanah Keagamaan,
dan Manajemen Organisasi BLAS; Penerbit: Balai Litbang
Agama Semarang, 2019.
6. Katalog Naskah Keagamaan Madura (Volume 01:
Sumenep); Penulis: Bisri Ruchani, dkk.; Penerbit: Balai
Litbang Agama Semarang, 2017

~ 169 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

7. Katalog Naskah Keagamaan


Madura (Volume 2: Pamekasan,
Sampang, Bangkalan);
Penulis: Umi Masfiah, dkk.;
Penerbit: Balai Litbang Agama
Semarang, 2017.
8. Katalog Naskah Keagamaan;
Idham (Editor); Penerbit:
Kerjasama Bidang Lektur,
Khazanah Keagamaan, dan
Manajemen Organisasi BLAM
dengan Litbangdiklat Press,
2018.
9. Katalog Naskah Keagamaan Maluku Utara, Sulawesi
Selatan, Maluku, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Papua
Barat, Gorontalo; Penulis:
Idham, dkk.; Penerbit: BLA
Makassar, 2017.
10. Katalog I Naskah Keagamaan
Kawasan Timur Indonesia;
Penulis: Tim BLA Makassar;
Penerbit: BLA Makassar, 2015.
11. Inventarisasi, Pemetaan
dan Digitalisasi Naskah
Keagamaan di Kawasan Timur
Indonesia; Penulis: Idham,
dkk.; Penerbit: BLA Makassar,
2015.
Sementara itu, sampai saat ini, Puslitbang LK2MO, sebagai
unit litbang pusat belum menerbitkan kembali daftar atau
katalog naskah digitalnya yang berjumlah lebih dari 2.200-
an tersebut, selain Katalog Naskah Klasik Keagamaan 2015.
Hasil kegiatan digitalisasi, dengan berbagai macam namanya,
seperti eksplorasi, inventarisasi, atau pemetaan naskah, akan

~ 170 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

lebih berguna jika tidak semata berupa laporan hasil kegiatan


tetapi dalam bentuk katalog naskah digital, atau sejenisnya,
yang berisi data naskah digital dengan isi ringkasnya dan
bidang ilmu atau bidang kajiannya, baik dalam bentuk cetak
maupun e-book (buku elektronik), dan lebih baik dalam bentuk
dua-duanya.
Dalam konteks konservasi, digitalisasi naskah sesungguhnya
merupakan upaya penyelamatan naskah dan sekaligus
pelestarian tradisi tulis masa lalu ke dalam media baru, yakni
foto digital, yang dapat diwariskan kepada generasi yang akan
datang. Akan tetapi, dugaan duplikasi di atas seharusnya dapat
dihindari seandainya data naskah-naskah digital tersebut
telah tersedia, baik bentuk daftar naskah (handlist) atau dalam
bentuk katalog. Katalog inilah yang dapat memandu bukan
saja bagi pengkaji naskah tetapi juga untuk upaya digitalisasi
naskah-naskah yang masih belum tertangani di masyarakat
supaya terhindar dari duplikasi, dan tentu juga double
anggaran.
Dalam konteks yang lebih luas, data hasil digitalisasi
tersebut ternyata juga sangat berharga untuk melihat dinamika
dan pergulatan intelektual di Nusantara. Teh Gallop (2020:
100-101) misalnya, berdasarkan manuskrip-manuskrip digital
proyek EAP, khususnya di Asia Tenggara telah mengajukan
upaya remapping, yakni pemetaan kembali mengenai
perkembangan intelektual dan keilmuan di Asia Tenggara. Ia
begitu takjub—jika bias dikatakan demikian—ketika melihat
kenyataan bahwa hampir 90% manuskrip digital dari Asia
Tenggara dari proyek EAP British Library berisi masalah agama
dan keagamaan, terutama Islam, dan manuskrip berbahasa
Arab, seperti tafsir, tajwid, hadis, akidah, fikih, tasawuf, tata
bahasa Arab (nahwu dan sharaf), dan juga hagiografi, kisah-
kisah luar biasa, baik tentang nabi maupun orang-orang suci,
serta sejarah Islam. Ia menjelaskan sebagai berikut:

~ 171 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

“Probably over ninety percent of manuscripts digitised by


EAP in Indonesia are Islamic in content, encompassing a
wide variety of texts. These include copies of the Qur’an,
with commentaries (tafsir) and guides on recitation (tajwid);
hadith collections of prophetic traditions; texts on aspects of
theology (kalam) such the Oneness of God (tauhid) and His
attributes (sifat), and faith (aqidah); multiple works on fiqh,
with practical guidance for the observance of Islamic law
(ibadat); Sufism and mystical aspects of Islam (tasawuf);
prayers and supplications (doa), and poems in praise of the
prophet (kitab mawlid); sermons (khutbah); and manuals
for the learning of Arabic and its grammar (nahu). There
are also many works on astronomy and divination (ilmu
falak, ketika, primbon) based on prayers or using Qur’anic
surahs (faal Qur’an); amulets (azimat, jimat) and mantras
for protection based on Arabic words and letters, and
magical diagrams (rajah); and works on medicine including
efficacious prayers (kitab tib). Literary works are most
commonly hagiographical stories of the prophets and other
Islamic figures.” (Teh Gallop, 2020: 100)
EAP British Library, yang mendapat dukungan dana dari
Arkadia, sudah berhasil mendigitalkan naskah Nusantara di
berbagai wilayah, mulai dari Aceh sampai Ambon, seperti
disebutkan beberapa contoh di atas. Setidaknya ada 18
lokasi di Indonesia yang mendapatkan proyek EAP tersebut—
dengan sedikit koreksi, yakni Bima dan Lombok dimasukkan
ke Nusa Tenggara—, rinciannya menjadi Sumatera delapan
lokasi, Jawa Bali dan Nusa Tenggara tujuh lokasi, dan Sulawesi
dan Maluku tiga lokasi (Teh Gallop, 2020: 98-99).
Dengan demikian, begitu berharganya “data awal” dari
naskah-naskah digital tersebut untuk membuka cakrawala
pemikiran dan keilmuwan leluhur bangsa ini, dan khususnya
wacana keislaman. Selain itu, bahwa naskah-naskah keislaman
khususnya, dimasukkan ke dalam “kesusastraan”, yang disebut
oleh Braginsky (1998) sebagai sastra kitab. Sesungguhnya,
naskah-naskah keislaman tersebut berbeda dengan sastra
dan karenanya kajian lebih lanjut sangat diperlukan. Hal ini

~ 172 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

juga ditambahkan oleh Teh Gallop (2020:101-102), bahwa


anggapan terhadap Islam sebagai pinggiran (peripheral) di
Asia Tenggara, khususnya di dunia Melayu-Indonesia perlu
dikaji ulang, terlebih lagi bahwa banyak manuskrip tersebut
yang menggunakan bahasa Arab, yang disebutkan sebagai
bahasa sakral dalam Islam, yang selama ini hampir jarang
dikaji. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Teh Gallop
memberi judul artikelnya memilih kalimat “Shifting Landscapes:
Remapping the Writing Traditions of Islamic Southeast Asia
through Digitisation” (2020), pergeseran leankap, pemetaan
kembali tradisi tulis Islam di Asia Tenggara, khususnya di
dunia Melayu-Indonesia. Melacak akar pemikiran dan warisan
budaya Islam Nusantara pada pusat-pusat Islam, baik Arab,
Persia, maupun Turki pernah juga dilakukan oleh Ali Akbar
melalui penelusuran gaya kaligrafi dan Mushaf Al-Qur’an
Kuno dalam dua artikelnya, yaitu “Tradisi Lokal, Tradisi Timur
Tengah, dan Tradisi Persia-
India: Mushaf-Mushaf Kuno
dari Jawa Timur” (2006)
dan “Tracing Individual
Styles Islamic Calligraphy
from Nusantara” (2007),
dan artikel Fuad Jabali,
“Manuskrip dan Orisinalitas
Penelitian” (2010). Oleh
karena itu, katalog, baik cetak maupun e-book, sangat membantu
untuk pementaan, kajian lebih mendalam, penelusuran
pengaruh dan hubungan timbal balik antara Islam di Nusantara
dengan Dunia Islam lainnya. Katalog juga merupakan salah
satu bentuk tanggung jawab dan bukti konkret atas apa yang
sudah dilakukan terkait dengan digitalisasi naskah.

~ 173 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Edisi Teks dan Kajian Teks dan Konteks


Setelah eksplorasi dan digitalisasi naskah serta pemetaan
dari berbagai aspeknya, pekerjaan selanjutnya adalah
penelitian atau pengkajian naskah-naskah tersebut. Beberapa
naskah memang telah dikaji meskipun masih perlu terus
ditingkatkan, misalnya dalam bentuk pembuatan edisi teks
atau taḥqīq. Edisi teks disebut juga suntingan teks, yaitu
menyiapkan atau menampilkan teks yang siap dibaca dan
mudah dipahami oleh pembaca. Edisi teks dapat berwujud;
a) Edisi faksimile (facsimile edition), yaitu menampilkan
kembali teks melalui penciptakaan kembali (recreation) atau
duplikasi, antara lain dengan cara mencetak dari microfilm
atau mencetak dari foto digital naskah, baik hasil scanner
maupun fotografi digital, dengan menampilkan apa adanya;
b) Edisi diplomatik (diplomatic edition), yaitu menghadirkan
teks melalui transkripsi apa adanya sesuai dengan teks aslinya;
c) Edisi campuran (eclectic edition), yaitu menyajikan teks
dengan cara menggabungkan bacaan dari beberapa naskah
yang seversi, jika lebih dari satu naskah; d) Edisi kritis (critical
edition), yaitu menghasilkan teks dengan cara dipilih oleh
penyunting untuk menghasilkan “bacaan yang terbaik” atau
“best reading” (Fathurahman, 2015: 88-91).
Taḥqīq, dalam beberapa hal, dapat disamakan dengan edisi
teks, misalnya dalam hal menghadirkan hasil suntingan teks
yang mendekati aslinya seperti dimaksudkan oleh pengarang,
dan menghasilkan bacaan terbaik, yang dalam edisi teks lebih
dekat pada edisi kritis. Akan tetapi, terkadang dalam taḥqīq
ada penggabungan beberapa teks yang seversi menjadi
satu edisi dengan tujuan yang sama, yakni menghadirkan
bacaan terbaik, atau best reading. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa dalam taḥqīqi ada penggabungan antara
edisi kritis dengan edisi campuran. Secara teknis, taḥqīq atau
taḥqīq al-naṣṣ, kadang disebut juga taḥqīq al-turāṡ, adalah

~ 174 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

“qirā’atuhu ‘alā al-wajh al-lażī arādahu ‘alaihi mu’allifuhu, au


‘alā wajhin yaqrubu min aṣlihi al-lażī katabahu bihi hāżā al-
mu’allif” (pembacaan teks sesuai dengan yang dikehendaki
oleh pengarangnya, atau sesuai dengan teks yang mendekati
aslinya sebagaimana ditulis oleh pengarang ini.“ (‘Abd al-
Tawāb, 1986: 5; Lubis, 2007: 18). Sedangkan makna turāṡ dalam
konteks taḥqīq al-naṣṣ atau taḥqīq al-nuṣūṣ adalah “kullu mā
waṣala ilainā maktūban, fī ayyi ‘ilmin min al-‘ulum au fannin
min al-funūn...” (“segala sesuatu yang sampai kepada kita
dalam bentuk tulisan, dalam bidang ilmu dan bidang kajian
apapun...”) (‘Abd al-Tawāb, 1986: 8).
Adapun perbedaan taḥqīq al-nuṣūṣ dengan edisi atau
suntingan teks antara lain bahwa taḥqīq merupakan suatu
“penelitian yang cermat terhadap suatu karya”, yang mencakup
hal-hal berikut: a) Meneliti keaslian karya yang diteliti/ditaḥqīq
sebagai karangan dari pengarang yang disebut pada naskah
tersebut; b) Mengamati ketepatan atau kesesuaian isinya
dengan mazhab yang dianut pengarangnya; c) Mengkaji tingkat
kebenaran materi yang disajikannya; kemudian d) mentaḥqīq
dan mentakhrij ayat Al-Qur’an dan hadis dengan menyebutkan
sumbernya pada catatan kaki; dan e) memberikan keterangan
mengenai hal-hal yang kurang jelas, seperti nama orang, nama
tempat, tanggal atau waktu yang diragukan, dan kejadian-
kejadian tertentu yang dipandang penting (Lubis, 2007: 19).
Sejauh ini sudah ada hasil kajian teks atau isi naskah.
Beberapa buku yang diterbitkan oleh Puslitbang LK2MO dan
BLA-BLA sebagai kajian atas naskah patut mendapat apresiasi
dan perlu terus dikembangkan. Dalam senarai beberapa buku
hasil kajian teks dan konteks berikut ini disertakan juga buku
Filologi, Metode Kajian Teks, dan Panduan Konservasi dan
Digitalisasi Naskah, yaitu:
1. Transilterasi dan Terjemahan Naskah Allibinenganna
Orowane Makkunraiyye dan Naskah Akkalebineng; Penulis:
Syarifuddin, dkk.; Penerbit: Bidang Lektur, Khazanah

~ 175 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Keagamaan dan Manajemen


Organisasi Balai Litbang Agama
Makassar, 2019.
2. Kajian Naskah Klasik Keagamaan
Bidang Tasawuf: Menyibak
Ajaran Tasawuf dalam Naskah
Klasik; Penulis: Harapandi Dahri,
dkk.; Penerbit: Balai Litbang
Agama Jakarta & Penamadina,
2010.
3. Bunga Rampai Suntingan Naskah
Klasik Keagamaan (Volume
1); Penulis: Dahri. Harapandi dan Muhammad Rosadi;
Penerbit: Balai Litbang Agama Jakarta & Penamadina,
2010.
4. Bunga Rampai Suntingan Naskah Klasik Keagamaan,
Penulis: Agus Iswanto, dkk.; Penerbit: Balai Litbang Agama
Jakarta & Penamadina, 2010.
5. Naskah Klasik Keagamaan: Edisi Bahasa Bugis, Bali, Sunda;
Penulis: Nurkhalis A. Ghaffar, dkk.; Penerbit: Puslitbang
Lektur Keagamaan, Departemen Agama RI, 2009.
6. Naskah Klasik Keagamaan: Edisi
Bahasa Melayu; Penulis: Khairil
Anwar; Penerbit: Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2009
7. Untaian Mutiara dalam
Khasanah Naskah Nusantara:
Studi Filologis; Penulis: Harapandi
Dahri, dkk.; Penerbit: Balai
Penelitian dan pengembangan
Agama, 2009.
8. Filologi dan Islam Indonesia;
Penulis: Oman Fathurahman,
dkk.; Penerbit: Puslitbang Lektur

~ 176 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,


2010.
9. Metode Kajian Teks: Menurut Ulama Klasik dan Kontemporer,
karya Muhammad Abd at-Tawwab; Penerjemah: Harapandi
Dahri; Editor: Agus Iswanto;
Penetbit: Balai Penelitain dan
Pengembangan Agama Jakarta,
2015.
10. Panduan Konservasi dan
Digitalisasi Naskah Keagamaan;
Penulis: Tim Peneliti Bidang
Lektur dan Khazanah Keagamaan
BLAJ (Asep Saefullah, dkk.);
Penerbit: BLA Jakarta, 2016.

Penutup
Perkembangan teknologi informasi dan era globalisasi
menjadikan dunia saat ini seperti tanpa batas. Peristiwa apapun
hampir dapat selalu diikuti pada saat kejadiannya tanpa harus
hadir di tempat tersebut. Mengandaikan masa lalu di dalam
kehidupan masa kini barangkali bukan hal mustahil, yakni
dengan menghadirkan rekaman-rekaman masa lalu di masa
kini. Manuskrip atau naskah kuno adalah rekaman masa lalu,
dan dengan adanya perkembangkan teknologi tersebut dapat
dihadirkan ke mana saja dikehendaki. Salah satu caranya
adalah dengan mengalihmediakannya ke dalam bentuk yang
bisa dijangkau dari mana saja. Usaha alih media tersebut
adalah apa yang disebut dengan digitalisasi dan onlinisasi.
Digitalisasi naskah sebagaimana dijelaskan di muka
adalah mengalihmediakan naskah ke dalam bentuk foto
digital. Adapun onlinisasi adalah mengunggah hasil
digitalisasi tersebut ke situs internet. Dengan demikian, siapa
pun yang membutuhkannya dapat menjangkaunya kapan

~ 177 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

saja dan di mana saja sepanjang ada jaringan internet. Upaya


ini bukan saja memberikan kemudahan untuk menjangkau
dan memperolehnya tetapi juga sekaligus sebagai upaya
penyelamatan dan pelestarian warisan budaya bangsa, dan
juga dapat diwariskan kepada anak cucu dan generasi yang
akan datang. Untuk masa sekarang, juga sangat bermanfaat
bagi generasi muda, kaum milenial atau generasi Y dan Z
yang barangkali menghendaki kecepatan dan kemudahan
memperolehnya, di samping tidak harus bertungkus lumus
dan berdebu-debu dengan manuskrip-manuskrip, yang bisa
saja sudah lapuk, dimakan rayap, dan berdebu.
Untuk melengkapi “kerja awal” ini agar berdaya guna lebih
banyak lagi, tradisi tulis harus tetap dilanjutkan, bukan semata
menyalin kembali naskah kuno tersebut tetapi melengkapi
data digital dengan uraian atau penjelasan seluk beluknya
dan isinya, atau membuat deskripsi tentang naskah tersebut
berdarkan ilmu yang dikenal dengan kodikologi. Hasilnya
adalah bentuk katalog naskah, baik digital maupun cetak.
Dalam rangka menyempurnakan langkah-langkah tersebut
di atas, selanjutnya dilakukan kajian atas teksnya, isinya,
antara lain dengan ilmu pernaskahan yang dikenal folologi;
baik dalam pengertian tradisional, yakni menghadirkan teks
agar mudah dibaca, maupun dalam pengertian modern, yaitu
mengkajinya dari berbagai sisi, sosial, budaya, sastra, dan
juga agama, atau kajian teks dan konteks. Selain itu, untuk
menghadirkan teks yang enak dibaca dan mudah dipahami
dapat pula dengan menggunakan ilmu taḥqīq sebagaimana
dijelaskan di atas. Di samping itu, mengenai berbagai aspek
fisik naskahnya, seperti tempat penyalinannya, bahan atau
alas naskah, tinta, jenis huruf, dan sejenisnya, dapat pula dikaji
dengan ilmu yang dikenal kodikologi, yang juga bisa ditinjau
dari berbagai disiplin ilmu, sejarah, sosiologi, antropologi,
atau bahkan ekonomi. Dari serangkaian pengkajian tersebut,
hasilnya antara lain dapat berwujud: 1) Edisi faksimile, yakni

~ 178 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

reproduksi fotografis atas teks aslinya disertai deskripsi


ringkas baik aspek fisik maupun isinya; 2) Hasil transliterasi
atau alih aksara dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia—
jika teks aslinya berbahasa asing atau berbahasa daerah; 3)
Hasil kajian atau analisis teks dan konteks; dan 4) Hasil kajian
kodikologi. Semua langkah dan hasilnya, termasuk penerbitan
katalog naskah, adalah wujud pelestarian warisan budaya
dan peningkatan budaya literasi yang merupakan salah satu
agenda dalam Rentra Kementerian Agama 2020-204. Hal
ini juga sebagai upaya mewujudkan pemajuan kebudayaan
sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan, dan sekaligus mendukung
pencapaian salah satu Agenda Pembangunan Nasional dalam
RPJMN 2020-2024, yakni “Membangun Kebudayaan dan
Karakter Bangsa”. Selanjutnya adalah melakukan revitalisasi
dan aktualisasi nilai-nilai luhur warisan budaya bangsa tersebut
untuk kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di masa
kini dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
wallāhu a‘lam, sahhalallāh wa hadānallāh.

Daftar Pustaka
Buku dan Artikel
‘Abd al-Tawwāb, Ramaḍān. (1986/1406). Manāhij Taḥqīq al-
Turāṡ, bain al-Qudāmā wa al-Muḥdaṡīn, Kairo: Maktabah
al-Khānijī. Cet. I.
Akbar, Ali. (2006). “Tradisi Lokal, Tradisi Timur Tengah, dan
Tradisi Persia-India: Mushaf-Mushaf Kuno dari Jawa Timur”,
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 4, No. 2: 242–261.

~ 179 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

-----. (2007). “Tracing Individual Styles Islamic Calligraphy


from Nusantara”, dalam Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 5,
No. 2: 244–255.
Bafadal, Fadhal AR dan Saefullah, Asep. (2005). Naskah Klasik
Keagamaan Nusantara, Cerminan Budaya Bangsa I.
Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan.
-----. (2006). Naskah Klasik Keagamaan Nusantara, Cerminan
Budaya Bangsa II. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan.
Bappenas. (2019). Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Jakarta: Bappenas.
Braginsky, Vladimir I. (1998). Yang Indah, Berfaedah dan Kamal,
Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19. Jakarta: INIS.
Yusuf, Choirul Fuad, dkk. [Eds.] (2015). Katalog Naskah Klasik
Keagamaan. Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanan
Keagamaan.
Chambert-loir, Henri dan Fathurahman, Oman. (1999).
Khazanah Naskah, Panduan Koleksi Naskah-Naskah
Indonesia Sedunia. Jakarta: EFEO-YOI.
Chamber-Loir, Henri (Ed.). (2009). Sadur, Sejarah Terjemahan
di Indonesia dan Malaysia. Jakarta-Bandung: Keustakaan
Populer Gramedia, EFEO, Forum Jakarta-Paris, Pusat
Bahasa, dan Universitas Padjadjaran.
Fakhriati. (2009). “Perang dan Damai di Aceh: Kajian atas
Manuskrip Aceh tenang Konflik dan Solusinya”. Jurnal
Lektur Keagamaan, Vol. 7, No. 1: 2 –52.
-----. (2012). “Perempuan dalam Manuskrip Aceh: Kajian Teks
dan Konteks”. Jumantara, Vol. 3 No.1: 44-76.
Fathurahman, Oman. (2015). Filologi Indonesia, Teori dan Metode.
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Edisi Pertama.
Firmanto, Alfan. (2015). “Digitalisasi Naskah Klasik Keagamaan
(Pengalaman Puslitbang Lektur Keagamaan)”, Makalah
disajikan pada Temu Nasional Peneliti Keagamaan,
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Hotel Sofyan
Betawi, jakarta, 18-21 November 2015.
-----. (2018). “Peta Manuskrip Keagamaan Nusantara”. Majalah
Litbangdiklat. No. 12: 13-17.

~ 180 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Isyanti, Dina, dkk. (2013). Pedoman Pengelolaan Naskah


Nusantara. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Jabali, Fuad. (2010). “Manuskrip dan Orisinalitas Penelitian”.
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 8, No. 1: 1–30.
Liaw Yock Fang. (2011). Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lubis, Nabilah. (2007). Naskah, Teks, dan Metode Penelitian
Filologi. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan
Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI.
Mulia, Musda, dkk. (Eds.). (1997/1998). Katalog Naskah Kuno
yang Bernafaskan Islam di Indonesia I. Jakarta: Puslitbang
Lektur Agama.
-----. (Eds.). (1998/1999). Katalog Naskah Kuno yang
Bernafaskan Islam di Indonesia II. Jakarta: Puslitbang
Lektur Agama.
Saefullah, Asep dan Misbachul Islam, M. Adib. (2009).
“Beberapa Aspek Kodikologi Naskah Keagamaan Islam di
Bali: Sebuah Penelusuran Awal”. Jurnal Lektur Keagamaan,
Vol. 7, No. 1: 53-90.
Saefullah, Asep. (2015). “Digitalisasi Naskah: Upaya Pemeliharaan
Khazanah Bangsa”. Majalah Litbangdiklat. No. 3: 48-51.
-----. (2016). “Dari Penelitian Naskah Amatir sampai Digitalisasi
Berbasis IT”, dalam Marzani Anwar, dkk., Cerita Meneliti,
Kisah-Kisah Unik Penelitian Keagmaaan. Jakarta: Gaung
Persada [GP] Press. h. 121-139.
Teh Gallop, Annabel. (2005). “Seni Naskah Islam di Asia Tenggara”,
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 3, No. 1, 2005: h. 1-29.
-----. (2020). “Shifting Landscapes: Remapping the Writing
Traditions of Islamic Southeast Asia through Digitisation”
HUMANIORA. Vol. 32, No. 2: 97-109. https://doi.
org/10.22146/jh.v32i2.55487
Yunardi, Badri. (2007). “Beberapa Mushaf Kuno dari Provinsi
Bali”. Jurnal Lektur Keagamaan. Vol. 5. No. 1: 1-18.

~ 181 ~
~ DARI DIGITALISASI NASKAH KE PELESTARIAN TRADISI TULIS ~

Peraturan Perundang-Undangan dan Laporan Teknis


Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan
Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 18 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024
Rahman, Ahmad dan Fakhriati. 2008. Laporan Penelitian: Pendataan
Naskah-Naskah Koleksi Teuku Mukhsin di Dayah Awe Geutah.
Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan (tidak terbit).
“Kodikologi Naskah Puslitbang Lektur Keagamaan” Tahun
2010. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan (tidak terbit).

Website
https://eap.bl.uk/project/EAP211; DOI: https://doi.org/10.15130/
EAP211 (diakses 29 Okt. 2020)
https://eap.bl.uk/project/EAP276; DOI: https://doi.
org/10.15130/EAP276 (diakses 29 Okt. 2020)
https://eap.bl.uk/project/EAP280; DOI: https://doi.
org/10.15130/EAP280 (diakses 29 Okt. 2020)
https://eap.bl.uk/project/EAP329; DOI: https://doi.
org/10.15130/EAP329 (diakses 29 Okt. 2020)
https://eap.bl.uk/project/EAP229, DOI: https://doi.
org/10.15130/EAP229 (diakses 29 Okt. 2020)
https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi/23/jawa-
barat.html (diakses 30 Okt. 2020)
https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi-detail/
lkk-aceh2015-mkr01.html (diakses 30 Okt. 2020)
https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi-detail/
lkk-ygy2016-isl01.html#ad-image-0 (diakses 30 Okt. 2020)
https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi-detail/
lkk-jkt2017-haj001.html#ad-image-0 (diakses 30 Okt.
2020)

~ 182 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

https://blasemarang.web.id/index.php/repo/catalog/
book/188 (diakses 30 Okt. 2020)
https://blamakassar.co.id/wp-content/uploads/2019/07/008-
NASKAH-PAPUA-BARAT-709-728.pdf https://blamakassar.
co.id/category/perpustakaan/lab-manuskrip/ (diakses 30
Okt. 2020)
https://blajakarta.kemenag.go.id/halaman/e-book (diakses 30
Okt. 2020).
https://fliphtml5.com/bookcase/bnbge (diakses 30 Okt. 2020).

~ 183 ~

Anda mungkin juga menyukai