Anda di halaman 1dari 15

NILAI BUDAYA MASYARAKAT SUMBAWA DI PULAU LOMBOK

(TINJAUAN TERHADAP AMA SAMAWA)

THE CULTURAL VALUES OF SUMBAWA ETHNIC COMMUNITY IN


LOMBOK: A STUDY OF AMA SAMAWA (SAMAWA PROVERB)

Aditya Wardhani

Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat


Jalan dr.Sujono, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Mataram
adityawardhani20@gmail.com

Tanggal naskah masuk: 22 September 2012


Tanggal revisi terakhir: 20 Oktober 2012

Abstract
This is a study of cultural values of Sumbawa ethnic community in Lombok. The study is conducted
by studying Ama Samawa (Samawa proverb). The study is aimed at revealing a form and cultural
values in Ama Samawa among Sumbawa ethnic community in Lombok. In this study, Ethno
linguistics method is applied and data is collected through observation and interview withthe
primary informants from Rempung and Kuang Berora village. The analysis result shows that there is
a correlation between the content of Ama Samawa and the cultural values of its speakers. The
cultural values in Ama Samawa are classified based on their semantic meaning or information. As a
conclusion, the relationship between human being and life bearing on values ofwisdom,desire and
feeling.

Keyword: cultural values, ama Samawa

Abstrak
Tulisan ini mengkaji nilai budaya masyarakat Sumbawa di Pulau Lombok dengan mengamati ama
(peribahasa) samawa. Kajian ini bertujuan untuk menampilkan wujud dan nilai budaya yang terdapat
pada ama (peribahasa) samawa, pada masyarakat Sumbawa di Pulau Lombok. Metode yang
digunakan adalah etnolinguistik. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan
wawancara terhadap informan kunci di Desa Rempung dan Dusun Kuang Berora. Dari analisis
terhadap ama samawa yang ada, dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara wujud ama
samawa tersebut dengan nilai budaya masyarakat penuturnya. Nilai budaya yang terkandung dalam
ama samawa ini dikelompokan berdasarkan makna atau informasinya. Artinya, hakikat hubungan
manusia dengan hidup ini memuat tentang nilai yang mengacu pada kebijaksanaan, hasrat, dan
perasaan.

Kata Kunci: nilai budaya, ama samawa

1. Pendahuluan bahasa yang mampu menjembatani


Kedatangan etnis Sumbawa ke segala kepentingan mereka. Fenomena
Pulau Lombok yang bermula pada awal kontak bahasa tersebut masih
abad ke-18 tentu akan berimplikasi ditemukan pada masyarakat Sumbawa
pada terjadinya kontak bahasa dan sebagai masyarakat pendatang di Pulau
budaya sehingga menuntut hadirnya Lombok karena masyarakat Sumbawa
11
12| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
selalu berkomunikasi dengan etnis Sumbawa di Pulau Lombok? dan (2)
pribumi (etnis Sasak) dan etnis bagaimanakah orientasi nilai budaya
pendatang yang lain yang hidup yang terdapat pada ungkapan
berdampingan dengan mereka. tradisional, ama samawa, pada
Komunitas Sumbawa yang masyarakat Sumbawa di Pulau
terdapat di Pulau Lombok tersebar di Lombok?
wilayah Kodya Mataram, Kabupaten Kajian ini bertujuan untuk
Lombok Barat, Kabupaten Lombok menampilkan wujud dan nilai budaya
Tengah, dan Kabupaten Lombok yang terdapat pada ungkapan
Timur. Ama Samawa yang dikaji tradisional, ama samawa, pada
dalam tulisan ini ditemukan pada ini masyarakat Sumbawa di Pulau
komunitas Sumbawa yang terdapat di Lombok, yang masuk dalam kategori
Kabupaten Lombok Timur yaitu di nilai baik, nilai buruk, nilai netral, dan
Desa Kuang Beroradan Desa merujuk pada nilai budaya yang akan
Rempung. dipedomani atau tidak dalam
Budaya masyarakat Sumbawa di kehidupan masyarakatnya sehari-hari.
Pulau Lombok yang merujuk pada Malinowski (Hymes dalam
1
konsep-konsep abstrak yang hidup Masinambow) mengemukakan bahwa
dalam masyarakat, mengenai apa yang melalui etnolinguistik kita dapat
dianggap penting dan berharga, tetapi menelusuri bagaimanakah bentuk-
juga mengenai apa yang dianggap bentuk linguistik dipengaruhi oleh
remeh dan tidak berharga dalam hidup, aspek budaya, sosial, mental, dan
termasuk norma dan sikap yang psikologis; apakah hakikat sebenarnya
tercermin dalam cara berpikir dan pola dari bentuk dan makna, serta
perilaku masyarakat, tertanam kuat, bagaimanakah hubungan keduanya.
meresap, dan berakar dalam jiwa Sehubungan dengan adanya konsep
masyarakatnya sehingga sulit diganti tersebut, tulisan ini akan mengkaji
dan/atau diubah dalam waktu yang pertalian antara bahasa (kosakata) dan
singkat. Hal inilah yang turut nilai budaya masyarakat Sumbawa
mendasari kajian ini. Pemahaman melalui ungkapan tradisional (ama
tersebut dapat diamati melalui unsur samawa) dan mengungkapkan nilai
bahasa yang disebut ungkapan- budaya yang terkandung di dalamnya.
ungkapan tradisional masyarakat Hal ini dilakukan untuk memberikan
Sumbawa di Pulau Lombok yang asumsi dasar (pemahaman) tentang
berbentuk peribahasa (ama samawa). wujud dari nilai-nilai budaya secara
Masalah yang dibahas dalam universal, yang pada akhirnya dapat
kajian ini adalah (1) bagaimanakah memberikan informasi mengenai nilai-
wujud ungkapan tradisional, ama nilai budaya apa saja yang ada dalam
samawa, yang ada dalam masyarakat masyarakat Sumbawa dilihat dari
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|13

bentuk-bentuk ama samawa secara maksud tertentu (dalam peribahasa


kolektif. termasuk juga bidal, ungkapan,
Koentjaraningrat2 mengemukakan perumpamaan). Selain itu, peribahasa
bahwa nilai budaya merupakan juga didefinisikan sebagai ungkapan
konsepsi yang hidup dalam alam atau kalimat ringkas padat, berisi
pikiran warga masyarakat mengenai perbandingan, perumpamaan, nasihat,
hal-hal yang dianggap paling bernilai prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
sehingga biasanya berfungsi sebagai Dananjaya4 memasukkan peribahasa
pedoman hidup. Menurut kerangka (disebut juga dengan ungkapan
Kluchohn, dalam Koentjaraningrat3 tradisional) sebagai salah satu contoh
terdapat lima masalah pokok dalam folklor lisan Indonesia.
kehidupan manusia, yaitu (1) hakikat Ama Samawa adalah ungkapan
hidup manusia; (2) hakikat dari karya tradisional etnis Sumbawa yang berisi
manusia; (3) hakikat dan kedudukan norma, nilai, nasihat, perbandingan,
manusia dalam ruang dan waktu; (4) perumpamaan, pedoman, larangan,
hakikat hubungan manusia dengan prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
alam; dan (5) hakikat hubungan Ama Samawa ini selalu menjadi
manusia dengan manusia lainnya. pedoman setiap warganya karena
Nilai-nilai budaya dalam kajian bermanfaat positif dalam menentukan
ini dipahami sebagai hasil aktivitas sikap hidup etnis Sumbawa. Ama
manusia yang digambarkan melalui Samawa banyak digunakan dalam
ungkapan-ungkapan tradisional, ama kehidupan keseharian orang pada masa
samawa, yang menjadi prinsip dulu dan diturunkan dari generasi ke
pedoman bertingkah laku dalam generasi karena dianggap sebagai jalan
melaksanakan kegiatan yang yang paling mudah bagi mereka untuk
berhubungan dengan orientasi nilai memberi nasihat, teguran atau sindiran.
budaya. Hal ini sekaligus akan dilihat Demikian sebaliknya, isinya mudah
apakah bentuk bahasa ama samawa itu ditangkap oleh pihak yang dinasehati.
masih dipertahankan seutuhnya dalam Bila dicermati, isi dan jiwa yang
bahasa Sumbawa atau malah telah terkandung dalam ama samawa,
terkontaminasi di tengah kontak bahasa berasal dari sejarah, sosial, dan makna
yang dialami di wilayah penutur bahasa kehidupan mereka pada masa itu.
pribumi (Sasak) yang dominan. Pengumpulan data dilakukan
Ama samawa dalam kajian ini dengan menggunakan metode
disepadankan dengan peribahasa observasi dan wawancara. Metode
dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus observasi digunakan untuk
Besar Bahasa Indonesia, peribahasa mendapatkan data bahasa dan unsur
didefinisikan sebagai kalimat yang kebudayaan masyarakatnya lainnya.
tetap susunannya, biasanya mengiaskan Sementara wawancara relatif tertutup
14| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
dilakukan untuk mendapatkan topik- 2. Pengidentifikasian Wujud Data
topik khusus atau umum mengenai Ama Samawa
ungkapan tradisional dan budayanya. 2.1 Ama Samawa di Desa Rempung
Wawancara terbuka dilakukan untuk Bentuk Ama Samawa yang ada di
memberikan kebebasan kepada Desa Rempung sudah mendapatkan
informan dan mendorongnya untuk pengaruh dari etnis pribumi (Sasak).
berbicara secara luas dan mendalam Hal ini terlihat pada beberapa kosakata
tentang hal-hal yang diinginkan yang sebagian berasal dari kosakata
(Sutopo)5. etnis Sasak, yakni /ndek/ ‘tidak’
Informan adalah etnis Sumbawa /berumbuk tarok/ ‘menambah (dan)
asli yang tinggal di Pulau Lombok. menaruh’ /betedeng lekok/ ‘ditutupi
Pemilihan informan tersebut, sesuai sirih’ /raos/ ‘omongan’ dan /lelah/
dengan syarat yang telah ditetapkan ‘lelah’ seperti terlihat pada data (3),
sebelumnya, yaitu (i) masyarakat (4), (12), (14) dan (15) berikut.
Sumbawa asli yang tinggal di Pulau
Lombok yang sehat jasmani dan (3) lamin ndek to be ilur ndek to
rohani, (ii) mengetahui bahasanya (ndek = Sasak)
secara mantap dalam pengertian bahwa ‘kalo tidak kita beri ludah tidak
mereka menguasai bahasanya yang dikerjakan’
lengkap, (iii) mengetahui latar ‘kalo tidak diberi perintah, tidak
belakang budayanya, dan (iv) dikerjakan’
mempunyai cukup waktu dalam ‘apabila tidak diminta berbuat
memberikan keterangan sesuai dengan sesuatu, dia tidak akan
apa yang diinginkan. melakukannya’
Metode analisis yang digunakan (4) ayam mate berumbuk tarok
adalah kualitatif dengan tahapan ‘ayam mati menambah menaruh
analisis sebagai berikut: (1) terjemahan (meletakan)’
harfiah dan bebas; (2) analisis ‘ayam mati (berusaha
klasifikasi-klasifikasi atau kategori- bangun/menambah kekuatan diri’
kategori; (3) analisis bentuk-bentuk ‘orang yang sudah kalah,
kebahasaan; (4) analisis konteks menambah kekalahannya lagi’
budaya (sesuai dengan faktor yang (12) betedeng lekok seselat
diteliti); dan (5) penafsiran yang ‘ditutupi jurang/tanah yang
kemudian penyimpulan makna ama berlubang selembar daun sirih’
Samawa yang menyangkut nilai-nilai ‘ditutupi (menyembunyikan
budaya. sesuatu yang besar) tanah yang
berlubang dengan selembar daun
sirih’
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|15

‘bersembunyi pada tempat yang mereka berjumlah sekitar tujuh belas


mudah terlihat’ orang.
(14) len lelah, len mau upah (lelah = Ketika terjadi penyerangan oleh
Sasak; upah = Sasak) orang Bali ke Pringgasela, orang-orang
‘lain lelah, lain mau upah’ Sumbawa yang tinggal di Rempung ini
‘lain berlelah-lelah, lain yang terdesak ke wilayah Pancor. Akhirnya,
menerima’ mereka meminta bantuan Belanda
‘lain orang yang bekerja, lain untuk merebut kembali Pringgasela,
yang menikmati hasilnya’ dan berhasil. Setelah Pringgasela
(15) ndek bau tu intik raos (ndek = berhasil direbut, mereka kembali ke
Sasak) Pringgasela. Atas inisiatif sendiri,
‘tidak ada bisa PFK : pegang orang-orang Sumbawa yang tinggal di
kata-kata/omongan’ Pringgasela ini kemudian
‘tidak bisa dipegang kata- meninggalkan pemukimannya dan
katanya’ pindah (ke Rempung) untuk membuka
‘kata-katanya tidak dapat lahan garapan perladangan disebuah
dipercaya’ kawasan hutan yang bernama ‘Gawah
Peristiwa kontak antarbudaya Rempung Kesambik’. Nama Rempung
yang terjadi adalah peristiwa diambil dari nama pohon besar dan
akulturasi. Peristiwa atau proses kebanyakan tumbuh di sekitar itu, yaitu
akulturasi ini merupakan peristiwa rempung kesambik ‘rumpun kesambik’,
bertemunya dua kebudayaan yang yang dalam bahasa Sumbawanya
berbeda. Unsur-unsur budaya yang disebut ‘purang kesamik’. Pohon
berbeda itu saling bersentuhan dan kesambik merupakan sejenis pohon
saling meminjam, tetapi ciri khas yang agak rindang, dan mempunyai
masing-masing budaya yang berbeda buah. Kata Rempung berarti rumpun,
tidak hilang dan tetap dipertahankan selanjutnya diambil sebagai nama
keberadaannya. pemukiman mereka.
Berdasarkan informasi yang Di samping itu, orang-orang
diperoleh dari informan, kedatangan Sumbawa memilih daerah tersebut
etnis Sumbawa Taliwang ke Rempung sebagai pemukimannya yang baru
dimulai pada tahun 1700-an. Pada saat karena di wilayah tersebut ditemukan
itu Lombok berada di bawah kekuasaan tete tenaq ‘jalan titian’. Tete tenaq ini
Anak Agung Bali, dengan pusat adalah jalan yang melintasi pemukiman
pemerintahannya di Kota Cakranegara mereka, yang menghubungkan dengan
(Mataram). Pada awalnya orang-orang pemukiman-pemukiman lain di
6.
yang menetap di Rempung ini wilayah itu (Mahsun)
bermukim di Dusun Pringgasari Berbagai ekspresi metaforik
(sekarang menjadi Pringgasela) dan dalam ama samawa ternyata
16| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
memanfaatkan unit-unit kebudayaan ‘orang yang sudah kalah,
dan pengalaman hidup masyarakat menambah kekalahannya lagi’,
penuturnya, yang terkait dengan ranah (5) bau balangke pontet
tumbuhan, kehewanan, dan kemiripan ‘ada belalang di api membara’
sifat. ‘ada belalang di api membara’
Wujud ama samawa yang ‘tidak mempunyai simpanan’,
menggunakan bentuk dan sifat (6) yambotebau baling
tumbuhan sebanyak satu data, yaitu: ‘ibarat monyet ada belalang’
(12) betedeng lekok seselat ‘ibarat monyet menangkap
‘ditutupi jurang/tanah yang belalang’
berlubang selembar daun sirih’ ‘seseorang yang ingin
‘ditutupi (menyembunyikan mendapatkan semua yang
sesuatu yang besar) tanah yang diinginkannya, tetapi akhirnya
berlubang dengan selembar daun tidak memperoleh apa-apa’,
sirih’ (8) jaran kakan book
‘bersembunyi pada tempat yang ‘kuda makan bawaan sendiri’
mudah terlihat’; ‘kuda memakan bawaan sendiri’
Wujud ama samawa yang ‘orang yang makan
menggunakan bentuk dan sifat pemberiannya sendiri’
hewansebanyak delapan data, yaitu: (9) kakan salo bukal
(1) reskibukalnosi etlinggagak ‘makan sisa kekelawar’
‘reski kekelawar tidak diambil ‘makan sisa kekelawar’
oleh burung gagak’ ‘memakan makanan sisa orang
‘reski kekelawar tidak diambil lain’, dan
oleh burung gagak’ (13) alis-alistaijaran
‘Setiap orang memiliki rezeki ‘halus-halus kotoran kuda’
masing-masing’, ‘halus (bersih) berisi kotoran
(2) ajarbote ntekkayu kuda’
‘mengajar monyet PFK: panjat ‘di luar bagus, di dalam jelek’;
kayu’ Wujud ama samawa yang
‘mengajari monyet memanjat menggunakan bentuk dan kemiripan
kayu’ sifat sebanyak enam data, yaitu:
‘mengajari orang yang sudah (3) lamin ndek to be ilur ndek to
mahir’, (ndek = Sasak)
(4) ayam mate berumbuk tarok ‘kalo tidak kita beri ludah tidak
‘ayam mati menambah menaruh dikerjakan’
(meletakan)’ ‘kalo tidak diberi perintah, tidak
‘ayam mati (berusaha dikerjakan’
bangun/menambah kekuatan diri’
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|17

‘Apabila tidak diminta berbuat nilai budaya sebagai identitas suatu


sesuatu, dia tidak akan masyarakat tutur.
melakukannya’ Nilai budaya suatu masyarakat
(7) barari lantar tiang langke tutur dikemas sedemikian rupa dan
‘berusahatanpaperhitungan’ menghasilkan varian-varian yang
‘berusaha tanpa perhitungan’ mencerminkan kedinamisan dalam
‘berusaha tanpa perhitungan’ kehidupan bermasyarakat dan
(10) tampal pemongkah belaq menunjukkan cara pandangnya
‘menampal/menambal panik terhadap realita dunia. Sifat tumbuhan,
pecah’ hewan, dan kemiripan sifat, yang
‘menambal panci yang sudah terdapat pada data di atas merupakan
pecah’ proses pembelajaran masyarakat
‘memakan makanan sisa orang Sumbawa yang berlangsung secara
lain’, dan terus menerus dan diturunkan dari
(11) loge dilodaki generasi ke generasi sebagai alat
‘ada keringat ada daki/kotoran pendidikan.
tubuh’ Cara pandang anggota kelompok
‘Kalau mengeluarkan keringat, masyarakat Sumbawa akan selalu
pasti mengeluarkan kotoran’ tercermin pada sikap, kepercayaan, dan
‘Ada usaha, ada hasil’. nilai-nilai. Namun, dewasa ini mulai
Penamaan ama samawa yang terjadi pendangkalan nilai moral yang
menggunakan bentuk dan sifat, disertai krisis jati diri dan kepribadian.
tumbuhan, hewan, dan kemiripan sifat Krisis ini dikhawatirkan dapat
tersebut mencerminkan perilaku, sudut mengancam integrasi persatuan bangsa
pandang dan keyakinan yang dianut dan kokohnya ketahanan budaya lokal
penuturnya. Selain itu, bentuk-bentuk dan nasional. Krisis ini telah
yang digunakan juga selalu mengacu menyadarkan segenap komponen
pada objek, peristiwa, dan segala masyarakat akan pentingnya ketahanan
sesuatu yang bersifat simbolik dan budaya dalam kehidupan masyarakat.
metaforik. Bentuk dan makna yang Keinginan bersatu harus dikembangkan
dimiliki oleh suatu budaya masyarakat dengan dilandasi oleh pertimbangan
akan membentuk suatu worldview, untuk mewujudkan ketentraman,
sebagai suatu cara pandang suatu kesejahteraan, dan harapan hidup yang
masyarakat tutur dan sistem sesuai dengan nilai budaya untuk
kepercayaan yang terbentuk merupakan mewujudkan keharmonisan dalam
akibat pengaruh nilai budaya yang masyarakat. Perilaku budaya, seperti
dimiliki. Dengan demikian dapat kehalusan budi dalam pergaulan dan
dikatakan bahwa bahasa mencerminkan rasa keadilan serta keseimbangan
antara hak dan kewajiban merupakan
18| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
hakikat nilai-nilai penting yang harus masyarakat Sasak yang ada di
ada dalam interaksi manusia. Aturan sekitarnya cukup jauh, sehingga
mengenai hubungan yang harmonis bentuk-bentuk kerja sama antaretnis
antarmanusia itu sudah terkristal dalam yang melibatkan mereka relatif kecil.
ama samawa. Hal ini berarti bahwa Penduduk Dusun Kuang Berora
unsur bahasa dalam bentuk ama sebagian besar bermatapencaharian
samawa berfungsi sebagai penyampai sebagai tukang kayu untuk bangunan
nilai budaya. rumah. Selain itu, mata pencaharian
mereka adalah sebagai petani,
2.2 Ama Samawa di Dusun Kuang pedagang, dan buruh. Peluang interaksi
Berora dengan etnis Sasak sekitarnya
Kuang Berora merupakan salah dimungkinkan terjadi berkaitan dengan
satu dusun di Desa Sakra, Kecamatan adanya satu jalan yang
Sakra, Kabupaten Lombok Timur. menghubungkan Kuang Berora dengan
Letak Dusun Kuang Berora sangat pusat desa dan kecamatan, serta
strategis dari segi keamanan. Meskipun berkaitan dengan mata pencaharian
dusun ini termasuk wilayah Desa masyarakat Kuang Berora, baik sebagai
Sakra, penduduknya terpusat pada satu tukang kayu, pedagang, maupun buruh,
tempat, yang dipisahkan oleh batas- dalam upaya menawarkan jasa atau
batas yang tegas berupa areal barang, sehingga menuntut mereka
persawahan dan perbukitan. Lokasi untuk bersikap dinamis.
dusun ini membuat wilayah ini relatif Ama samawa yang ada di Dusun
aman karena hanya memiliki satu pintu Kuang Berora masih tetap
masuk yang menghubungkannya mempertahankan bentuk dan makna
dengan wilayah-wilayah sekitarnya, yang terkandung di dalamnya.
yaitu jalan yang menghubungkannya Wujud ekspresi metaforik dalam ama
dengan pusat desa dan kecamatan. samawa yang menggunakan bentuk
Secara geografis, masyarakat di dan sifat tumbuhan sebanyak satu data
Dusun Kuang Berora ini termasuk berikut.
masyarakat plural, yang hidup (16) orasairolapoto
berdampingan dengan beberapa etnis, ‘menggeret bambu dari
yakni etnis Sumbawa, Jawa, dan etnis ujungnya’
Sasak sebagai etnis pribumi. Sebagian ‘menggeret bambu dari
besar masyarakat di Dusun Kuang ujungnya’
Berora ini adalah etnis pendatang dari ‘mengajak bekerja orang yang
Pulau Sumbawa dan merupakan salah sangat malas’;
satu penutur bahasa Sumbawa Dialek Wujud ekspresi metaforik dalam ama
Jereweh di Lombok. Akan tetapi, jarak samawa yang menggunakan bentuk
komunitas Kuang Berora dengan
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|19

dan sifat hewan sebanyak lima data, (17) yam api oram
yaitu: ‘ibarat api sapu’
(18) ketuma dalam kerik ‘ibarat api (yang menyala) (lalu
‘kutu dalam sarung’ tiba-tiba) dibersihkan(sapu)’
‘kutu di dalam sarung’ ‘orang yang memiliki hasrat dan
‘musuh dalam selimut’, keinginan tinggi, tetapi sifatnya
(20) marabodok sumekkuku sementara’,
‘seperti kucing PFK: (19) bakarante no gita bungkak
sembunyikan kuku’ angkang
‘seperti kucing menyembunyikan ‘berbicara tidak melihat belakang
kuku’ depan’
‘seperti kucing menyembunyikan ‘berbicara tidak mau melihat
kukunya, padahal dia mempunyai belakang depan’
kemampuan’ ‘berbicara tanpa memikirkan
(21) kausipat mara temuan geti perasaan orang lain’,
‘kau sifat seperti tawon’ (25) notubeangilur, nobatisu
‘sifatnya seperti tawon’ ‘tidak kita beri ludah, tidak
‘orang yang tidak bisa diganggu meludah’
dan cepat marah’ ‘tidak kita beri ludah, dia tidak
(22) etesipat ayam ngaram akan meludah’
‘PFK: ambil sifat ayam ‘apabila tidak diminta berbuat
mengeram’ sesuatu, dia tidak akan
‘mengambil sifat ayam melakukannya’, dan
mengeram’ (27) ngaluguguntirbalit
‘orang yang tidak bisa diganggu ‘berkecamuk petir kemarau’
dan cepat marah’, dan ‘banyak petir dimusim kemarau’
(24) yammayungtarigawe ‘orang yang banyak bicara, tetapi
‘seperti menjangan PFK: tunggu miskin ilmu’;
pekerjaan’ Wujud ekspresi metaforik dalam ama
‘seperti rusa menunggu samawa yang menggunakan bentuk
pekerjaan’ dan sifat angota badan sebanyak dua
‘seperti orang yang tidak ada data, yaitu:
pekerjaan; sukanya bermalas- (23) ingotusatowemata
malasan’; ‘melihat kita sebelah mata’
Wujud ekspresi metaforik dalam ama ‘melihat dengan sebelah mata’
samawa yang menggunakan bentuk ‘orang yang kurang memedulikan
dan kemiripan sifat sebanyak empat orang lain’dan
data, yaitu:
20| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
(26) telaspangbaootakdengan Model-model budaya dapat
‘hidup diatas kepala teman’ dimunculkan secara eksplisit melalui
‘hidup diatas kepala teman’ wujud ama samawa. Model-model
‘orang yang hidup di atas budaya (dalam metafora) yang
penderitaan orang lain’ dimaksudkan di sini antara lain
Metafora adalah salah satu mencakup mentalitas kerja, persepsi
artefak budaya yang mengandung nilai- rasa solidaritas, sikap, perilaku, etika,
nilai dan melibatkan konseptualisasi dan moral.
dari suatu wilayah untuk
merepresentasikan sesuatu yang lain. 3. Nilai Budaya Etnis Samawa
Proses ini diberi istilah mapping. Oleh yang Tercermin dalam Ama
karena itu, metafora merupakan Samawa
penerapan dari sebuah satuan Nilai budaya yang terkandung
konseptual ke satuan konseptual yang dalam ama samawa ini dikelompokkan
lainnya. Dalam hal ini, penutur berdasarkan makna atau informasinya.
masyarakat Sumbawa Kuang Berora Artinya, hakikat hubungan manusia
memilih sendiri cara pandangnya dengan hidup dapat ditelusuri pada
terhadap nilai budaya lokal untuk korpus kajian ini.
dijadikan perisai, penangkis, dan Hakikat hubungan manusia
penyaring budaya global demi dengan hidup tercermin dalam enam
tercapainya keserasian hidup. data ama samawa ini memuat tentang
Penggalian tentang nilai-nilai budaya nilai yang mengacu pada
yang terdapat dalam ungkapan kebijaksanaan, hasrat, dan perasaan.
metafora tersebut dapat dijadikan dasar Kebijaksanaan. Nilai yang
dalam menggalang rasa mengacu pada kebijaksanaan manusia
kesetiakawanan, semangat itu terdapat satu data ama samawa,
bekerjasama, dan pengembangan yaitu seperti pada (1) berikut.
sumber daya manusia. (1) reskibukanosi etelinggagak
Penggunaan bentuk-bentuk ‘reski kekelawar tidak diambil
metafora pada data di atas merupakan oleh burung gagak’
pemahaman dari pengalaman (budaya) ‘reski kekelawar tidak diambil
masyarakat Sumbawa terhadap suatu oleh burung gagak’
hal yang dimaksudkan untuk perihal ‘Setiap orang memiliki rezeki
yang lain. Di samping itu, bahasa masing-masing’
mengategorikan realitas budaya— Berdasarkan data (1), masyarakat
bahasa menampilkan sistem klasifikasi Sumbawa memandang rezeki itu
yang dapat digunakan untuk berasal dari Allah dan setiap manusia
menelusuri praktik-praktik budaya memiliki rezeki masing-masing.
dalam suatu masyarakat. Penggunaan bentuk ‘bukal’ yang
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|21

berarti‘kekelawar’ dan ‘gagak’ yang ‘seseorang yang ingin


berarti ‘burung gagak’ secara mendapatkan semua yang
bersamaan menunjukkan bahwa diinginkannya, tetapi akhirnya
meskipun berangkat dari asumsi, kedua tidak memperoleh apa-apa’
binatang tersebut mempunyai (17) yamapi oram
kesamaan jenis, binatang malam, ‘ibarat api sapu’
mereka masih bisa eksis, melanjutkan ‘ibarat api (yang menyala) (lalu
kehidupannya, sendiri-sendiri. Realitas tiba-tiba) dibersihkan(sapu)’
kehidupan yang berakar pada ‘orang yang memiliki hasrat dan
kebenaran hakiki (percaya akan Tuhan) keinginan tinggi, tetapi sifatnya
menjadi konsep yang sangat diyakini sementara’
dan diwujudkan dalam sikap dan Ama Samawa yang terdapat pada
tindakan mereka. Hal ini tidaklah (6) dan (17) merupakan pedoman
mengherankan karena mayoritas masyarakat Sumbawa dalam
masyarakat Samawa saat ini memeluk memandang etika kehidupan, bahwa
agama Islam dan konsep kehidupan, orang harus memiliki hasrat/keinginan
baik pendidikan, etika pergaulan hidup, yang tinggi dalam mewujudkan cita-
perkawinan, maupun segala bentuk cita atau impian. Hasrat atau keinginan
tradisi dan adat istiadat disesuaikan tersebut juga harus diimbangi dengan
dengan ajaran Islam. usaha dan doa, kesabaran dan keuletan,
Mereka tidak takut untuk dan tidak tergesa-gesa.
menjalani berbagai corak kehidupan di Ama Samawa yang terdapat pada
dunia ini di mana pun keberadaannya. (17) ‘yam api oram’ merupakan bentuk
Mereka meyakini bahwa Tuhan-lah sindiran terhadap seseorang yang
atau Allah SWT menjadi tempat memiliki cita-cita dan semangat yang
mereka bergantung dan meminta. tinggi, tetapi cita-cita dan semangat
Mereka memandang hidup adalah tinggi tersebut hanya bersifat
tantangan yang harus diatasi dengan sementara, sehingga gagal untuk
kerja keras dan berdoa. mewujudkan impian. Selain digunakan
Hasrat. Nilai yang mengacu untuk menyatakan sindiran, ama
pada hasrat manusia itu terdapat dua samawa (17) tersebut mengandung
data, yaitu seperti pada (6) dan (17) nasehat, bahwa untuk dapat
berikut. mewujudkan cita-cita atau impian
harus bekerja keras, tanpa patah
(6) yambotebau balang semangat, sabar, dan tawakal.
‘ibarat monyet ada belalang’ Perasaan. Nilai yang mengacu
‘ibarat monyet menangkap pada perasaan manusia itu terdapat tiga
belalang’ data ama samawa, yaitu seperti pada
(8), (9), dan (10) berikut.
22| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
(8) jaran kakan boko Sumbawa dalam segala tindakan untuk
‘kuda makan bawaan sendiri’ mewujudkan setiap impiannya
‘kuda memakan bawaan sendiri’ (menjaga segala tindakan). Setiap segi
‘orang yang makan kehidupan harus mampu memberikan
pemberiannya sendiri’ dan mewujudkan sesuatu yang terbaik
Berdasarkan data (8), masyarakat untuk diri, keluarga, dan sanak saudara.
Sumbawa memiliki konsep bahwa jika Untuk menjadi baik dan benar itu
memberi sesuatu (hadiah) kepada orang merupakan sesuatu amanah yang tidak
lain, pantang ikut menikmati. Jika hal boleh dilanggar. Jika hal tersebut
tersebut dilanggar, akan menerima dilanggar, akan menerima malu, baik
malu, baik itu secara individu atau pun itu secara individu atau pun keluarga.
keluarga. Akan tetapi, nilai budaya Ama Samawa yang terdapat pada
yang sangat kental dengan pesan moral (9) ‘kakan salo bukal’ merupakan
tersebut mulai pudar. Hal ini bentuk sindiran terhadap seseorang
disebabkan situasi budaya modern. yang (dianggap oleh masyarakat)
Dengan asas kebersamaan dan kurang tepat dalam bersikap. Misal,
kekeluargaan, hadiah tersebut dapat penggunaan ‘kakan salo bukal’ ini
dinikmati bersama-sama, baik itu oleh merupakan bentuk sindiran. Dalam hal
pemberi maupun penerima. ini, misalnya, seorang perempuan
(9) kakan salo bukal berpacaran dengan si A. Akan tetapi, di
‘makan sisa kekelawar’ tengah perjalanan cintanya, perempuan
‘makan sisa kekelawar’ ini putus dan tidak jadi menikah
‘memakan makanan sisa orang dengan A. Lalu, perempuan ini
lain’ berpacaran dengan si B, dan pada
(10) tampal pemongkah belaq akhirnya perempuan ini menikah
‘menampal/menambal panik dengan B. Penggunaan ‘kakan salo
pecah’ bukal’ ini untuk menyindir keberadaan
‘menambal panci yang sudah atau kondisi si B karena B telah
pecah’ bersikap (mengambil keputusan) untuk
‘memakanmakanan sisa orang memperistri perempuan tersebut.
lain’ Masyarakat beranggapan bahwa B
Berdasarkandata (9) dan (10), telah memperistri bekas pacar A.
masyarakat Sumbawa memiliki konsep Meskipun perempuan ini masih
bahwa hidup itu bertujuan untuk menjaga kesuciannya, baik si
menjadi seseorang yang baik dan benar perempuan maupun si B tetap dilihat
(bahkan sempurna) untuk diri sendiri, sisi negatifnya karena perempuan
keluarga, sanak saudara, dan Tuhan. tersebut pernah berpacaran dengan si A
Konsep untuk menjadi baikdan benar (dalam hal ini B hanya mendapatkan
merupakan motivasi bagi masyarakat sisa dari A).
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|23

Data (10) ‘tampal pemongkah mengutamakan mencari pasangan dari


belaq’ merupakan bentuk sindiran kerabat sendiri yang sering pula
terhadap seseorang yang (dianggap dirumuskan dalam ungkapan ‘peko-
oleh masyarakat) kurang tepat dalam peko kebo dita’ atau ‘biar bengkok,
bersikap. Dalam hal ini, misalnya, tapi kerbau sendiri’, yang bermakna
seorang perempuan berpacaran dengan bangga terhadap kediriannya dan lebih
si A. Pada saat berpacaran dengan si A, mengutamakan milik sendiri.
perempuan ini hamil (memiliki anak), Dalam perkawinan adat Samawa
tetapi belum diikat tali perkawinan, dan juga terdapat pantangan yang
perempuan ini tidak jadi menikah dinamakan kawin sala basa atau
dengan si A. Lalu, perempuan ini perkawinan yang naif dilakukan karena
berpacaran dengan si B, dan pada dianggap tidak sejajar dalam garis
akhirnya perempuan ini menikah silsilah sehingga dianggap kurang
dengan B. Penggunaan ‘tampal santun dalam pandangan adat, seperti
pemongkah belaq’ ini untuk menyindir seorang paman mengawini anak
keberadaan atau kondisi si B karena B saudara sepupunya, walaupun dalam
telah bersikap (mengambil keputusan) syariat Islam diperbolehkan.
untuk memperistri perempuan tersebut.
Masyarakat beranggapan bahwa B 4. Simpulan dan Saran
telah memperistri bekas pacar A. 4.1 Simpulan
Jika seandainya si perempuan Bentuk ama samawa yang
pernah menikah dengan si A dan berhasil diinventariskan penulis, baik
mempunyai anak, lalu bercerai di Desa Rempung maupun Dusun
hidup/mati, dan di kemudian hari si Kuang Berora, memanfaatkan unit-unit
perempuan ini menikah dengan si B, kebudayaan dan pengalaman hidup
masyararakat tetap beranggapan bahwa masyarakat penuturnya, yang terkait
si B telah memperistri bekas istri dengan ranah tumbuhan, kehewanan,
orang. Sampai kapan pun, si B tetap dan kemiripan sifat. Penamaan ama
akan mendapatkan sindiran ‘tampal samawa yang menggunakan bentuk
pemongkah belaq’ dan masyarakat dan sifat, tumbuhan, hewan, dan
kurang dapat memaafkan atau kemiripan sifat tersebut mencerminkan
menerima kondisi si B. perilaku, sudut pandang dan keyakinan
Berdasarkan ilustasi di atas, satu yang dianut penuturnya.Selain itu,
hal menarik dalam sistem perkawinan bentuk-bentuk yang digunakan juga
masyarakat Samawa, yang dianggap selalu mengacu pada objek, peristiwa,
ideal adalah perkawinan antarsaudara dan segala sesuatu yang bersifat
sepupu. Hal ini mengindikasikan simbolik dan metaforik.
bahwa adat-istiadat perkawinan dalam Ama samawa yang ada di Desa
masyarakat Samawa adalah Rempung bentuknya sudah
24| Mabasan, Vol. 6 No. 1, Januari—Juni 2012
mendapatkan pengaruh dari etnis dan hegemoni hidup masyarakat Sasak.
pribumi (Sasak). Hal ini terlihat pada Apabila hal ini tidak dijalankan, akan
beberapa kosakata-kosakatanya yang terjadi pergeseran makna kebersamaan
sebagian berasal dari kosakata etnis dan dapat menjadi konflik di antara
Sasak, yakni ‘ndek’ berati ‘tidak’; mereka, terutama antara etnis
‘berumbuk tarok’ berarti ‘menambah pendatang dengan etnis pribumi.
(dan) menaruh’; ‘betedeng lekok’
berarti ‘ditutupi sirih’; ‘raos’ berarti 4.2 Saran
‘omongan’ dan ‘lelah’ berarti ‘lelah’. Kajian ini dapat menjadi
Peristiwa kontak antarbudaya yang masukan yang sangat berarti bagi
terjadi adalah peristiwa akulturasi. pemerintah agar dalam pengembangan,
Lain halnya, ungkapan-ungkapan pemberdayaan, dan peningkatan taraf
tradisional yang ada di Dusun Kuang kesejahteraan sesuai dengan
Berora, khususnya ama (peribahasa) karakteristik sistem pengetahuan dan
samawa, masih tetap mempertahankan nilai budaya masyarakatnya sehingga
bentuk dan makna yang terkandung di pelaksanaan program pemerintah itu
dalamnya. dapat diterima oleh masyarakatnya di
Nilai budaya yang terkandung mana pun mereka berada.
dalam ama samawa ini dikelompokkan
berdasarkan makna atau informasinya.
Hakikat hubungan manusia dengan
hidup tercermin dalam enam data ama
samawa ini memuat tentang nilai yang
mengacu pada kebijaksanaan, hasrat,
dan perasaan.
Kemunculan secara kolektivitas
nilai budaya pada masyarakat
Sumbawa itu didasarkan pada
pentingnya hidup manusia dan
hubungan dengan sesama. Pentingnya
hidup ini merupakan sesuatu yang
mendasar dan harus dipenuhi oleh
masyarakat Sumbawa, sebagai etnis
pendatang di Pulau Lombok,
mengingat keberadaan dan eksistensi
dirinya harus bertahan hidup di wilayah
Nilai Budaya Masyarakat… (Aditya Wardhani)|25

DAFTAR PUSTAKA
1
Masinambow. 1998. “Hubungan Timbal Balik antara Bahasa dan Kebudayaan”.
Makalah pada Pertemuan Pra-kuliah Program Studi Masalah Linguistik
dan Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar”. Tahun Akademik
1998/1999, 20—24 Juli.
2
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
3
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
4
Danandjaya, James. 1984. Foklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.
Jakarta: Rineka Cipta.
5
Sutopo, H.B. 1996. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: Sebelas Maret University
Press.
6
Mahsun. 2006. Bahasa dan Relasi Sosial.Yogyakarta: Gama Media.

Anda mungkin juga menyukai