Anda di halaman 1dari 34

STUDI DESKRIPTIF RITUAL BEKAYAT DI DESA SELAGALAS, KECAMATAN SANDUBAYA MATARAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, maka kebudayaan nasional yang merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah perlu digali, dilestarikan dan dikembangkan. Nilai-nilai luhur dan falsafah kehidupan yang terkandung di dalamnya sangat penting artinya untuk dijadikan sebagai bahan pembangunan bangsa dalam upaya menuju kearah kemajuan adab dan mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Menurut Budhisantoso (1997 : 3) bahwa puncak-puncak kebudayaan daerah harus diartikan sebagai berikut : Pertama, nilai kebudayaan itu harus universal atau paling luas persebarannya dalam kebudayaan daerah. Kedua, diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai acuan bagi pengembangan sikap dan pola tingkah laku sosial. Ketiga, mempunyai ciri khusus yang dapat membangkitkan kebanggaan dan dapat membedakan bangsa lain. Keempat, unsur-unsur kebudayaan itu memiliki kekuatan membangkitkan kreatifitas pembaharuan dan meningkatkan daya saing yang beradab. Setiap masyarakat di dunia memiliki kebudayaan, antara masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kebudayaan hanya ada dan berkembang pada masyarakat, tanpa eksistensi dari masyarakat tidak akan ada kebudayaan. Masyarakat tanpa kebudayaan akan merupakan manusia yang hidup tanpa aturan. Masyarakat merupakan sumber sekaligus pendukung budaya termasuk menciptakan, memperkuat, menyempurnakan, meneruskan dari generasi ke generasi bahkan melestarikan kebudayaan tersebut. Sumardjan (dalam Zaniar, 1986 :15) mengibaratkan hubungan antara masyarakat dan kebudayaan sebagai hubungan antara badan dan jiwa manusia. Masyarakat adalah badannya dan kebudayaan adalah jiwanya. Dari apa yang dituturkan oleh Sumardjan tersebut menunjukkan betapa eratnya hubungan antara masyarakat dan kebudayaan. Bagian yang paling penting di dalam kebudayaan yaitu Tradisi yang berarti suatu nilai kepercayaan atau kebiasaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya Dari pengertian tersebut bila dikaji lebih mendalam maka tradisi merupakan cermin dari wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan serta kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Dengan demikian akan dapat dikatakan tradisi merupakan wujud dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000 : 7 ) Tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental yang memiliki pengaruh kuat dalam sistem mereka untuk menilai apa yang benar atau salah, baik, buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Tradisi mengekspresikan suatu budaya, memberi anggota-anggotanya suatu rasa memiliki dan keunikan. Namun yang menjadi permasalahan adalah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai atau budaya-budaya lama yang semula menjadi acuan masyarakat menjadi goyah akibat masuknya nilai-nilai budaya baru dari luar. Orang cenderung bertindak rasional dan sepraktis mungkin, akibatnya nilai-nilai budaya lama yang terkandung dalam pranata social milik masyarakat yang semula tradisional menjadi pudar dan rusak (Roshayati,dkk.1995:17) Salah satu kebudayaan dan tradisi yang sekarang sulit ditemukan khususnya di Kota Mataram adalah Tradisi Bekayat pada masyarakat Sasak di pulau Lombok.Bekayat berasal dari kata Hikayat yaitu adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun

kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk membangkitkan semangat juang ( Abdullah, 1988 : 17 ) Tahap pertama pemakaian istilah Hikayat dalam sastra Arab ialah adanya pembawaan cerita untuk menambah daya tarik dalam kepentingan peragaan laku peniruan. Lama kelamaan, hanya kata-kata sajalah lagi yang tinggal, dan dibawakan secara berirama, lebih-lebih setelah cerita itu diturunkan ke dalam bentuk tulisan oleh pengarangnya yang khusus ditujukan untuk dibawakan oleh hakiya (imitator). Biasanya cerita yang dibawakan ini dipungut dari legenda, tetapi setelah mendapat pengaruh pandangan Aristoteles, seni sebagai tiruan kehidupan, maka dalam abad ke 11 mulai terdapat karangan yang melukiskan tiruan kehidupan nyata pada masa itu. Dalam banyak hal, pemakaian istilah hikayat dalam sastra melayu menunjuk pada pengertian yang dikemukakan oleh Wilkinson (dalam Abdullah, 1988:16) dengan mengecualikan syair, silsilah, sejarah, kitab , dan cerita yang dibawakan oleh tukang cerita. Ritual Bekayat adalah suatu seni sastra membaca syair atau tembang dimana syair atau tembang ini berisi atau menceritakan tentang hikayat atau kisah-kisah kehidupan teladan para Nabi-nabi dan Rasul yang nantinya dapat diteladani oleh umat manusia. Ritual Bekayat ini juga dapat dikatakan sebagai suatu seni sastra religi dan keagamaan. Hal ini dapat dilihat dari pengertian Seni menurut Dawson (dalam Maran,2000:104) yaitu seni merupakan salah satu elemen aktif-kreatif-dinamis yang mempunyai pengaruh langsung atas pembentukan kepribadian suatu masyarakat. Seni merupakan salah satu unsur spritual kebudayaan. Sebagai unsur spiritual seni merupakan suatu energi pendorong perkembangan masyarakat dan kebudayaannya, sedangkan menurut Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro,2007;326) kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyaran pada makna yang berbeda. Hal inilah yang menghubungkan antara Bekayat dengan Seni sastra islam karena inti dari Bekayat ini adalah terletak pada bacaan kitab yang dibacakan dengan cara berlogat nembang atau bersyair. Bekayat juga erat hubungannya dengan agama Islam. Selain kitab yang bertuliskan huruf Arab, Bekayat juga digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam waktu dulu, yang ketika itu masyarakat sasak masih menganut ajaran Wetu Telu (Waktu Tiga). Mubarak (dalam Rifai & Marii,2005;11) menguraikan pengertian dakwah adalah suatu aktivitas yang mengajak dan mengarahkan umat manusia untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulnya, mencegah mereka dari perbuatan tercela agar memperoleh kebahagiaan lahir bathin, didunia maupun diakhirat. Dengan demikian esensi dakwah adalah mengubah segala jenis kondisi sosial kearah kondisi kehidupan yang penuh dengan ketenangan bathin dan kesejahteraan lahir berdasarkan nilai-nilai Islam.Karena itu Bekayat digunakan sebagai media dakwah dalam mensyiarkan agama Islam Ritual Bekayat ini biasanya diperuntukkan bagi wanita-wanita yang merayakan tujuh bulanan kehamilan, Aqiqah (potong rambut) bayi dan sebagai penyelamat bagi perjalanan orang yang sudah meninggal dunia didalam menuju syurga atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sasak dengan sebutan Belayaran. Belayaran ini yaitu suatu istilah orang Sasak dimana si almarhum atau almarhumah diibaratkan sebagai seorang pelaut dimana dia akan berlayar hingga sampai ke alam yang abadi nan indah, yang kita sebut syurga. Belayaran ini dilakukan setelah memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang dan akan terus dilakukan hingga sampai

keseratus hari meninggalnya. Selain itu tradisi bekayat ini dilakukan setiap memperingati hari besar keagamaan seperti Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan juga IsraMiraj. Tradisi Bekayat ini diyakini oleh masyarakat sasak sebagai penyelamat di Dunia maupun di Akhirat. Adapun kitab yang digunakan dalam Bekayat ini bukanlah kitab suci Al-Quran. Ada dua kitab yang digunakan dalam tradisi Bekayat ini yaitu : (1) Kitab Qisasul Anbiya dan (2) Kitab Nur Muhammad. Kedua kitab ini bertuliskan huruf arab layaknya tulisan pada kitab suci Al-Quran namun yang membedakannya dengan kitab Al-Quran adalah kitab yang diperuntukkan Bekayat ini tidak Bersyakal ( Tidak berbaris atau tanpa tanda baca) atau yang lebih dikenal dengan huruf Gundul Kitab Qisasul Anbiya berisi tentang kisah hidup dan perjalanan para Nabi, mulai dari Nabi Adam a.s sampai Nabi Isa a.s. sedangkan kitab Nur Muhammad berisi tentang kisah hidup Nabi Muhammad SAW dari lahir hingga meninggal yang nantinya akan selalu diteladani oleh para umatnya. Pembacaan kitab ini nantinya tergantung dari permintaan orang yang punya hajatan atau acara, misalnya Bekayat diperuntukkan bagi orang yang meninggal maka nantinya akan dibacakan kitab Qisashul Anbiya bagian Nabi Nuh yang pergi berlayar dengan perahu atau Bekayat diperuntukkan pada acara IsraMiraj atau peringatan Maulid Nabi Muhammad maka kitab yang dibacakan yaitu kitab Nur Muhammad. Ritual Bekayat ini dilakukan secara berkelompok, terdiri dari tiga orang dengan tugas masingmasing. Ada yang sebagai pembaca (Orang yang membaca kitab), Nyaruf (orang yamg menyambut bacaan kitab) dan ada yang sebagai penterjemah arti dari tulisan-tulisan yang sudah dibacakan tadi ke dalam Bahasa Sasak yang dikenal dengan nama Pelogat. Cara pembacaan kitab tersebut adalah : Pertama, Pembaca kitab membaca satu kalimat didalam kitab tersebut, selanjutkan yang kedua bacaan kalimat tadi disambut dan diulangi lagi pembacaannya oleh orang yang bertugas menyambut bacaan kitab kemudian yang ketiga orang yang bertugas menterjemahkan langsung mengartikan bacaan kitab tersebut ke dalam Bahasa Sasak, selanjutnya dilakukan hingga semua bacaan dikitab habis terbaca. Sedangkan alur pelaksanaan tradisi Bekayat ini yaitu dimulai dengan pembacaan zikir dan doa, kemudian membaca sholawat (puji-pujian kepada Nabi atau Rasul), yang ketiga membaca surat Al-Fatihah kemudian pembaca hikayat menjelaskan tentang isi singkat cerita yang disebut rauhul. Dan pembaca hikayat langsung mulai membaca kayat, dan diakhiri dengan zikir serta membaca doa keselamatan bagi seluruh umat manusia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana latar belakang lahirnya ritual Bekayat di Desa Selagalas, Kec.Sandubaya Mataram ? 2. Bagaimana alur pelaksanaan ritual Bekayat di Desa Selagalas, Kec.Sandubaya Mataram ? 3. Bagaimana fungsi dan makna ritual Bekayat menurut keyakinan Masyarakat di Desa Selagalas, Kec.Sandubaya Mataram ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya ritual Bekayat di Desa Selagalas, Kec.Sandubaya Mataram. 2. Untuk mengetahui alur pelaksanaan ritual Bekayat di Desa Selagalas, Kec.Sandubaya Mataram. 3. Untuk mengetahui fungsi dan makna ritual Bekayat menurut keyakinan masyarakat Desa Selagalas, Kec.Sandubaya Mataram. D. Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi tentang ritual Bekayat yang masih dipertahankan oleh masyarakat Sasak di

Desa Selagalas,Kec.Sandubaya Mataram. 2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang sosial budaya. 3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah kota Mataram untuk membuat kebijakan yang tepat dalam mengembangkan dan melestarikan unsur-unsur budaya yang masih ada seperti ritual Bekayat. 4. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang sangat bermanfaat bagi penelitian yang lebih lanjut tentang ritual-ritual yang ada di pulau Lombok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebudayaan, Ritual dan Tradisi 1. Tinjauan tentang Kebudayaan a) Pengertian Kebudayaan Moh.Hatta (dalam Widagdho,2004:20) mengatakan bahwa kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa. Mangunsarkoso (dalam Widagdho,2004:20) mengatakan kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluasnya. Sidi Gazalba (dalam Widagdho,2004:20) mengatakan kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial dengan suatu ruang dan waktu. Secara Etimologis kata Budaya berasal dari kata Budhayah bentuk jamak dari Budi yang artinya akal. E.B.Taylor (dalam Harsoyo,1961:94) yang dipandang sebagai ahli pertama mengemukakan batasan yang jelas tentang kebudayaan. Merumuskan kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kesenian, moral, kebiasaan dan kepandaian lain yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat (1989:80) kebudayaan merupakan keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Djojodiguno (1958:29) mengatakan kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dimana Cipta yaitu kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya yang meliputi pengalaman lahir bathin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan. Karsa yaitu kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal-hal sangkan paran, darimana manusia sebelum lahir (sangkan) dan kemana manusia setelah mati (paran), hasilnya berupa norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Rasa yaitu kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan. Hasil dari

perkembangan rasa ini terwujud dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan macam kesenian. Walaupun berbeda-beda dalam rumusan namun terdapat persamaan tertentu yang merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri yaitu : a. Kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia. b. Kebudayaan dimiliki dengan dipelajari dan tidak diturunkan secara biologis dari generasi tua ke generasi berikutnya. c. Kebudayaan itu didukung, diperkuat dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. d. Kebudayaan itu merupakan manifestasi (pembuktian) pikiran dan perasaan manusia. Definisi-definisi diatas kelihatannya berbeda, namun semuanya berprinsip sama yaitu mengakui adanya ciptaan manusia, meliputi prilaku dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Jadi kesimpulan yang dapat kita tarik dari berbagai macam definisi tentang kebudayaan ini adalah kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan bermasayarakat. b) Wujud-wujud Kebudayaan Koentjaraningrat (2000:5) mengatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud ialah : 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada dalam kepala-kepala atau di dalam pikiran dari warga masyarakat, dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini dapat kita sebut adat tata kelakuan atau secara singkat adat dalam arti khusus atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya. Sebutan tata kelakuan ini maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ideal biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain yang selalu mengikuti pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat maka sistem sosial itu bersifat kongkret, terjadi di sekeliling kita seharihari, bisa diobservasi, difoto dan didokumentasi. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya kongkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto. Ada benda-benda yang amat besar misalnya pabrik, benda-benda yang besar dan indah misalnya candi. Benda-benda kecil seperti baju atau benda-benda yang lebih kecil lagi misalnya kancing baju. Ketiga wujud dari kebudayaan terurai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia, baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan

karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya bahkan juga mempengaruhi cara berpikirnya. c) Unsur-unsur Kebudayaan Dari batasan yang diberikan oleh Tylor tergambar secara jelas beberapa unsur kebudayaan yaitu (a) Ilmu Pengetahuan, (b) Kesenian, (c) Moral, (d) Kebiasaan, (e) Kepandaian lain. Unsur yang terakhir yang dikemukakan dalam definisi tersebut justru sangat fleksibel artinya masih memiliki cakupan yang sangat luas, karena kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat itu biasanya terdiri dari beberapa unsur lagi seperti terdiri dari beberapa unsur lagu seperti bahasa, Adat istiadat dan berbagai Keterampilan. Sehubungan dengan usaha memenuhi kebutuhan hidup (Zaniar,Rida dkk,1986 : 9) mengemukakan adanya tujuh unsur dari setiap sistem budaya yaitu sistem religi, organisasi sosial, bahasa, ilmu pengetahuan, kesenian, sistem teknologi dan sistem ekonomi. Masing- masing aspek dapat dipecah lagi menjadi beberapa unsur sistem religi misalnya meliputi sistem kepercayaan, kelompok keagamaan dan sistem ritual. 2. Tinjauan tentang Ritual a) Makna dan konsep Ritual Ritual merupakan transformasi simbolis dari pengalaman-pengalaman yang tidak dapat diungkapkan dengan tepat oleh media lain. Ritual mengungkapkan perasaan dalam arti logis ketimbang psikologis, dimana ritual menanamkan sikap kedalam kesadaran diri yang tinggi yang akan menjadi kuat. Ritual juga menunjkkan sistem formalisasi prilaku ketika berhadapan dengan objek suci (Odea Thomas,1987;77-78). Dalam rangka pemikiran sistematik, suatu sistem ritual dapat dilihat sebagai sistem religi, sedangkan sistem religi merupakan salah satu unsur kebudayaan universal (Koentjaraningrat, 1989;211). Ritual merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat, inilah agama dalam praktek (action). Tindakan agama terutama ditempatkan dalam upacara (ritual). Dapat dikatakan bahwa ritual merupakan agama dalam tindakan. Ritual memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobsesikan. Simbol-simbol ini mengungkapkan prilaku dan perasaan serta membentuk disposisi pribadi dari para pemuja mengikuti modelnya masing-masing. Ritual menjadi kenyataan bahwa dia berkaitan dengan pengertian-pengertian mistis, yang merupakan pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri adalah rasa. Gejala itu sendiri atau sebagian darinya tidak diperoleh lewat pengamatan atau tidak dapat disimpan secara logis dari pengamatan itu serta yang tidak dimiliki oleh pola-pola pikiran itu sendiri. Ritual dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam yakni : 1. Tindakan magis yang dikaitkan dengan menggunakan bahan-bahan yang bekerja karena dayadaya mistis. 2. Tindakan religious, kultur para leluhur juga bekerja dengan cara ini. 3. Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merusak pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara menjadi khas 4. Ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan atau pemurnian dan perlindungan atau dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok. Ritual faktitif berbeda dari ritual konstitutif karena tujuannya lebih sekedar pengungkapan atau perubahan hubungan sosial. Tidak saja mewujudkan korban untuk para leluhur dan melaksanakan magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang diwajibkan oleh anggota-anggota jemaah dalam konteks peranan sekedar mereka. Disini ritual faktitif bergabung juga dengan ritual konsitutif yang meliputi tindakan-tindakan seperti itu, tetapi tujuan material yang diluar

tidak dinyatakan. b) Fungsi Ritual Untuk mengungkapkan fungsi ritual maka dimanfaatkan teori fungsionalisme dan teori fungsionalisme-struktural (Prasetya, 2007;8). Diantara fungsi ritual yang patut dikemukakan adalah : 1. Ritual akan mampu mengintegrasikan dan menyatukan rakyat dengan memperkuat kunci dan nilai utama kebudayaan melampaui dan diatas individu dan kelompok (berarti ritual menjadi alat pemersatu atau integrasi). 2. Ritual juga menjadi sarana pendukung untuk mengungkapkan emosi, khususnya nafsu-nafsu negatif. 3. Ritual akan mampu melepaskan tekanan-tekanan sosial. Ritual memang memiliki arti fungsional yang sangat penting bagi kelompok, sebab dengan adanya berbagai bentuk pengungkapkan sikap didalam ritual yang dilakukan secara bersama-sama, menunjukkan bahwa manusia memiliki kebersamaan sikap dan secara otomatis telah mmperkuat sikap-sikap itu. Ritual menanamkan sikap kedalam kesadaran diri yang tinggi dan sangat memperkuat mereka dan melalui hal tersebut akan memperkuat komunitas moral (Odea Thomas,1987;78). Menurut Joachim (dalam Odea Thomas,1987;76) bahwa sebagai suatu bentuk penunjukkan sikap, ritual juga berkembang disekitar berbagai kejadian penting, krisis, dan transisi dalam kehidupan individu dan menderita sakit. Perubahan status dan kematian ditandai oleh upacara marjinal dalam kehidupan individu dan kolektif, sehingga dari penuturan ini dijelaskan bahwa fungsi dari serangkaian ritual adalah untuk menghadapi atau menghilangkan krisis, peralihan pola hidup (kelahiran, masa pubertas, perkawinan, menderita sakit, perubahan status dan kematian) individu dan kelompok. Dilihat dari segi pemikiran fungsional suatu unsur kebudayaan terbentuk dan disertai dengan fungsinya bagi warga masyarakat yang bersangkutan baik individu maupun sebagai kelompok sosial. Unsur kebudayaan tersebut akan terus dipertahankan sampai batas waktu dimana masyarakat menyadari bahwa unsur kebudayaan tersebut sudah tidak berfungsi lagi. Hal ini senada dengan diungkapkan oleh Geertz (1992;86) bahwa adanya ritual atau upacara merupakan suatu upaya manusia untuk mencari keselamatan, ketentaraman dan sekaligus menjaga kelestarian kosmos. 3. Tinjauan tentang Tradisi Soekanto (1997:18) mengemukakan bahwa tradisi adalah adat istilah dan kepercayaan yang secara turun temurun dipelihara. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memaparkan juga bahwa tradisi adalah : (1) Adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat, (2) Penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar. Mulyana (1982:112) mengatakan bahwa tradisi merupakan suatu aspek budaya yang sangat penting yang dapat diekspresikan dalam kebiasaankebiasaan tak tertulis, pantangan-pantangan dan sanksi-sanksi. Tradisi-tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental yang memiliki pengaruh kuat atas sistem moral mereka untuk menilai apa yang benar atau salah, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Tradisi-tradisi mengekspresikan suatu budaya memberi anggota-anggotanya suatu rasa memiliki dan keunikan. Peursen (1998:29) menegaskan bahwa kebudayaan juga termasuk tradisi, dan tradisi dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harga-harga tetapi tradisi tersebut bukanlah sesuatu yang dapat diubah, tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusia yang membuat tradisi itu sekaligus

menerimanya, menolaknya atau mengubahnya, itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita tentang perubahan-perubahan riwayat yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada. Sejalan dengan definisi diatas, Soebadjo (dalam Esten,1983:14) menegaskan tradisi adalah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan, di dalam tradisi diatas bagaimana manusia terhadap alam yang lain. Lebih jelas lagi, Bachtiar (dalam Esten,1982:15) mengatakan sebagai sistem budaya, tradisi merupakan suatu sistem yang menyeluruh yang terdiri dari cara aspek dan pemberian arti terhadap laku ujaran, laku ritual dan berbagai jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain, unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif yaitu yang berbentuk sebagai penilaian moral, dan simbol ekspresif atau simbol yang menyangkut ungkapan perasaan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi merupakan pewarisan atau penerusan kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Bila dikaitkan dengan Bekayat maka Bekayat merupakan suatu tradisi, karena Bekayat merupakan kebiasaan secara turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang. B. Tinjauan tentang Religi 1. Pengertian Religi Novi dan Mansyuri (2004:3) mengungkapkan setiap religi primitive atau modern pada dasarnya mengkaji tiga aspek yaitu dogma, ritual dan etika. Yang utama pada pembagian religi kedalam tiga aspek di atas yakni dogma, ritual dan etika adalah interaksi dari ketiganya. Sistem dogmatik dari religi menyangkut keyakinan-keyakinan dan konsep manusia tentang sifat manusia. Wujud alam gaib, roh dan adanya kekuatan supra natural. Ritual merupakan perwujudan dari religi yang dilakukan bersama-sama dan sungguh-sungguh dalam ritual diperlakukan tata aturan (etika). Perkembangan suatu dogma dipengaruhi oleh ritual dan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya. Religi adalah segala sistem perbuatan untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyadarkan diri pada kehendak dan kekuasaan mahluk halus (misalnya ruh, dewa dan sebagainya) yang menghuni alam semesta ini. Menurut Tylor, asal mula dari religi adalah kesadaran manusia akan konsep ruh.Teori Tylor mengenai asal mula dan inti dari suatu unsur universal seperti religi atau agama, tegasnya mengapa manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya, dan mengapa manusia melakukan berbagai macam cara untuk mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi. Ada bermacam-macam pendirian dan teori yang terpenting menyebutkan bahwa prilaku manusia yang bersifat religi itu terjadi karena : a. Manusia mulai sadar akan adanya konsep ruh. b. Manusia mengaku adanya berbagai gejala yang tak dapat diselesaikan dengan akal. c. Keinginan manusia untuk menghadapi krisis yang senantiasa dialami manusia dalam daur hidupnya. d. Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di alam sekelilingnya. e. Adanya getaran (yaitu emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia sebagai warga dari masyarakat. f. Manusia menerima suatu firman dari Tuhan. 2. Unsur-unsur Dasar Religi Untuk mendeskripsikan religi di antara ribuan kebudayaan di dunia, dan khususnya diantara

suku-suku bangsa di Indonesia yang jumlahnya melebihi 600 suku bangsa, sesuai dengan kelima sub-unsur pokok yang diajukan oleh E.Durkheim dalam antropologi, religi dibagi kedalam unsur-unsur tersebut dibawah ini : a. Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang menyebabkan bahwa manusia didorong untuk berprilaku keagamaan. b. Sistem kepercayaan atau bayang-bayang manusia tentang dunia, alam gaib, hidup, mati dan sebagainya. c. Sistem ritus dan upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut. d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut sistem upacara-upacara keagamaannya. e. Alat-alat fisik digunakan dalam ritual dan upacara keagamaan emosi keagamaan yang dalam bahasa inggris disebut religious emotion. Emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa pada suatu saat dapat menghinggapi seorang manusia. Getaran jiwa seperti ini ada kalanya berlangsung beberapa detik saja. Emosi keagamaan inilah yang mendorong orang berprilaku serba religi. Mengenai masalah apakah emosi itu disebabkan karena manusia sadar akan adanya mahluk halus yang menempati alam sekelilingnya tempat tinggalnya, dan berasal dari jiwa orang yang telah meninggal, karena manusia itu takut menghadapi berbagai krisis dalam hidupnya dan tak mampu menjelaskan berbagai emosi kekuatan sakti yang ada dalam alam. Emosi keagamaan yang mendasari setiap prilaku yang serba religi itu menyebabkan timbulnya sifat keramat dari prilaku itu, dan sifat itu pada ukurannya memperoleh nilai keramat. Dengan demikian segala hal yang bersangkutan dengan prilaku keagamaan menjadi keramat. Tempat dan saat-saat digunakan untuk melaksanakan prilaku keagamaan, benda-benda serta orang-orang yang terlibat menjadi keramat, walaupun hal-hal tersebut sebenarnya merupakan hal-hal yang sifatnya prota. Oleh Koentjaraningrat (1989:228) religi dibagi menjadi empat unsur yakni emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem ritual atau upacara dan kelompok keagamaan. Hal ini dapat digambarkan seagai berikut : a. Emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang suatu ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam jangka waktu hidupnya, walaupun getaran ini hanya berlangsung beberapa detik saja untuk kemudian menghilang lagi, emosi keagamaan inilah yang mendorong orang untuk berlaku serba religi yang mempunyai nilai keramat. b. Sistem kepercayaan semua manusia sadar akan adanya suatu dalam dunia yang tidak tampak diluar batas akalnya. Menurut kepercayaan dalam banyak kebudayaan di dunia, dunia gaib didiami oleh beberapa mahluk dan kekuatan yang tidak bisa dikuasai oleh manusia dengan caracara biasa. Mahluk dan kekuatan halus lainnya seperti ruh-ruh, hantu dan kekuatan sakti yang berguna maupun yang bisa menyebabkan bencana. c. Sistem ritual atau upacara, Koentjaraningrat (1980:241) membagi sistem ritual kedalam empat kumpulan yaitu : (a) tempat upacara,(b) saat upacara,(c) benda-benda atau alat-alat upacara dan (d) orang yang melakukan serta memimpin ritual. Karena ritual merupakan suatu yang keramat, maka tempat-tempat dimana ritual dilakukan saat upacara serta orang-orang yang menjalankan upacara dianggap sebagai hal-hal yang keramat. d. Kelompok keagamaan adalah kesatuan masyarakat yang mengkonsepkan dan mengaktifkan suatu religi beserta suatu sistem upacara keagamaan. Memahami konsep religi tersebut dapat disimpulkan ritual Bekayat merupakan salah satu contoh bentuk religi yang dimiliki masyarakat

Sasak di Desa Selagalas karena percaya kepada hal-hal gaib, percaya akan adanya kekuatan supranatural, kepercayaan demikian diaktualisasikan dengan melaksanakan ritual. C. Tinjauan Tentang Sastra 1. Sejarah Sastra di Masa Islam Sastra dalam bahasa Inggris dikenal sebagai literature. Menurut Oxford English Dictionary, sastra berasal dari kata littera yang artinya tulisan yang bersifat pribadi. Sedangkan dalam bahasa Arab, sastra disebut Adab yang berasal dari sebuah kata yang berarti Mengajak seseorang untuk makan dan menyiratkan kesopanan, budaya, dan pengayaan.Sastra menempati posisi yang terbilang penting dalam sejarah peradaban Islam. Sejarah sastra Islam dan sastra Islami tak lepas dari perkembangan sastra Arab. Sebab, bahasa Arab merupakan bahasa suci Islam dan Alquran. Bahasa Arab dalam bentuk klasiknya atau bentuk Qurani mampu memenuhi kebutuhan religius, sastra, artistik dan bentuk formal lainnya. Sastra Arab atau Al- Adab AlArabi tampil dalam beragam bentuk prosa, fiksi, drama, dan puisi. Sejarah mencatat, sastra sangat berkembang pesat di era keemasan Islam. Di masa kekhalifahan Islam berjaya, sastra mendapat perhatian yang amat besar dari para penguasa Muslim. Tak heran, bila di zaman itu muncul sastrawan Islam yang terkemuka dan berpengaruh. Di era kekuasaan Dinasti Umayyah (661 M - 750 M), gaya hidup orang Arab yang berpindah-pindah mulai berubah menjadi budaya hidup menetap dan bergaya kota. Pada era itu, masyarakat Muslim sudah gemar membacakan puisi dengan diiringi musik. Pada zaman itu, puisi masih sederhana. Puisi Arab yang kompleks dan panjang disederhanakan menjadi lebih pendek dan dapat disesuaikan dengan musik. Sehingga puisi dan musik pada masa itu seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Sastra makin berkilau dan tumbuh menjadi primadona di era kekuasaan Daulah Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad pada abad ke-8 M. Masa keemasan kebudayaan Islam serta perniagaan terjadi pada saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan puteranya Al-Mamun berkuasa. Pada era itu, prosa Arab mulai menempati tempat yang terhormat dan berdampingan dengan puisi. Puisi sekuler dan puisi keagamaan juga tumbuh beriringan 2. Sastra Melayu Klasik Sastra melayu klasik adalah sastra yang hidup dan berkembang di daerah Melayu pada masa sebelum dan sesudah Islam hingga mendekati tahun 1920an. Masa sesudah Islam merupakan zaman dimana sastra melayu berkembang begitu pesat karena pada masa itu banyak tokoh Islam yang mengembangkan sastra melayu. Perkembangan sastra melayu sesudah kedatangan Islam ditandai dengan pengunaan huruf Arab yang kemudian disebut tulisan Jawi atau Huruf Jawi. Menurut Sulastin Sutrisno (dalam http : Melayu Online.com,11April 2009) awal sejarah sastra tulis melayu di nusantara bisa dirunut sejak abas ke-7 sebelum masehi. Berdasarkan penemuan huruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijaya di kedudukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686 M) dan Karang Berahi (686 M). Dalam perjalanan sejarah, perkembangan sastra tulis ini jauh lebih beragam seiring dengan masuknya Islam di nusantara. Media yang digunakan adalah huruf Arab dengan bahasa melayu yang kemudian dikenal dengan huruf Arab melayu. Teks sastra Islam melayu dituliskan dalam bahasa melayu, yang kemudian menggunakan huruf Arab ini merupakan dokumentasi kehidupan spritual nenek moyang bangsa Indonesia serta memberikan gambaran yang memadai tentang alam, pikiran dan lingkungan hidupnya. Naskah sastra Islam melayu sebagai wujud dari sastra Islam melayu ini memiliki fungsi sosial dalam proses penyebaran dan sosialisasi dasar-dasar

agama Islam pada waktu itu. Salah satu sastra Islam melayu yang ada di nusantara adalah hikayat. Hikayat berasal dari bahasa Arab yaitu hikayah, yang artinya kisah, cerita, dongeng. Pengertian mengenai hikayat ini bisa ditelusuri dalam tradisi sastra Arab, dan sastra melayu lama. Dalam sastra melayu lama hikayat diartikan sebagai cerita rekaan berbentuk prosa panjang berbahasa melayu yang isinya menceritakan tentang kehebatan dan kepahlawanan orang ternama dengan segala kesaktian, keanehan yang dimiliki. Hikayat ini berisi dakwah kepada masyarakat supaya memperkuat imannya dan hikayat ini dimamfaatkan sebagai media hiburan, pendidikan dan penambah semangat juang. Salah satu contoh hikayat islam melayu adalah hikayat Nabi Muhammad SAW dan hikayat para Nabi-Nabi lainnya. D. Tinjauan Tentang Seni Kayat (Bekayat) Masuk dan berkembangnya seni Bekayat sehingga menjadi milik dari suku Sasak, tidak terlepas dari masuk dan berkembangnya Islam ke Lombok. Islam masuk ke Lombok dengan melalui proses pemantapan. Ada periode pemantapan pertama dan ada periode pemantapan kedua. Untuk periode pemantapan pertama menyebarkan agama Islam masuk dari arah timur (Lombok timur), sedang pada pemantapan kedua masuk dari arah barat, melalui Pelabuhan Ampenan. Selanjutnya dalam periode pemantapan pertama lahirlah kelompok Masyarakat Sasak yang disebut Tau Lime (waktu lima) yang disebarkan oleh para muballiq yang datang dari pulau Sumatera bagian selatan terutama dari Palembang, oleh Van deer menyatakan bahwa disebut Waktu Lima karena ada penduduk yang takluk dan kemudian memeluk agama Islam. Penduduk Waktu Lima inilah yang diajarkan membaca, menulis terutama huruf yang lebih dikenal dengan sebutan Huruf Jawi. (dalam kutipan Naskah Lama ,1991:8). Pada awalnya oleh para muballiq memperkenalkan Huruf Jawi (Arab Melayu) yang menggunakan Baris (Tanda baca di atas/ di bawah), kemudian diajarkan Huruf Jawi (Arab Melayu) tanpa Baris, yang dkenal dengan Huruf Gundul (dalam makalah Jaluluddin,2004:2). Untuk lebih memantapkan ajaran Islam, kelompok Islam Waktu Lima dimana dibiasakan menbaca kitab Melayu yang disesuaikan dengan kitab Hikayat dan syair Melayu. Kemampuan kelompok masyarakat Sasak Waktu Lima apabila sudah dapat membaca dan menulis Huruf Jawi (Arab Melayu) berarti sudah dianggap seni. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Koenjaraningrat yang menyatakan bahwa seni adalah ciptaan dari segala pikiran dan prilaku yang fungsional,estetis, dan indah sehingga dapat dinikmati oleh pancaindera termasuk oleh kesusasteraan (Koentjaraningrat, 1989:19). Apa yang telah dikemukakan oleh Koentrajaraningrat terkait dengan masyarakat Sasak Lombok menunjukkan bahwa masyarakat Islam Waktu Lima sudah dianggap mampu dalam seni kesusasteraan membaca dan menulis Huruf Jawi (Arab Melayu) yang menggunakan Huruf Gundul/ Tanpa Tanda Baca, sebagai suatu ungkapan atas pemikiran dan perilaku atau tindakan yang dijalankan. Dengan kemampuan dan semakin mantapnya pembacaan, penulisan Huruf Jawi (Arab Melayu), masyarakat Waktu Lima semakin mencintai seni yang bernuansa Islam sebagai hasil perkembangan dakwah, baik dari Mubaliq Melayu Palembang maupun yang datang dari negeri Arab dalam hal ini seni mambaca hikayat yang pada akhirnya dijadikan sebagai tradisi. Hikayat dalam Bahasa Sasak dikenal dengan istilah Bekayat yang disertai dengan lagu Sasak/Kayat yang membutuhkan juga penterjemah dan pendukung. Dalam pelaksanaannya Hikayat selalu disertai dengan pembacaan dalam bentuk syair. Syair dalam Bahasa Sasak diistilahkan dngan sebutan Saer. Jadi dapat dinyatakan bahwa seni kesusasteraan hikayat yang disebut Bekayat inilah yang dikembangkan dan disebarluaskan oleh Masyarakat Sasak yang ada

di pulau Lombok. Jadi dari tinjauan di atas, menunjukkan bahwa kepercayaan atau keyakinan akan adanya seni yang bernafaskan Islam dalam hal ini Bekayat pada masyarakat Sasak Waktu Lime masa kini yang berkembang pada masyarakat Islam Sasak Lombok akan terus dijalankan dan dianggap masih menyimpan nilai kerohanian yang akan diterapkan sebagai kegiatan yang erat sekali dengan upacara adat dan keagamaan yang dalam kesusasteraan lama Indonesia disebut Hikayat. Pelaksanaan seni Bekayat tidak dilaksanakan setiap hari atau malam tetapi pada peristiwaperistiwa tertentu,yang menyatakan bahwa Bekayat itu merupakan peristiwa yang sakral bagi masyarakat Islam Sasak Lombok karena di dalamnya terkandung syiar-syiar Islam yang patut untuk ditradisikan dan dipertahankan untuk generasi yang akan datang sehingga tidak punah oleh masuknya seni modern atau yang bernuansa kebarat-kebaratan pada saat ini. Bekayat adalah suatu kegiatan seni dalam hal ini membaca hikayat yang isinya cerita, peristiwa, kejadian, kisah, sejarah dari para nabi dan rasul Allah SWT sabagai salah satu cara untuk mengenang apa yang sudah dialami oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT pada zaman dahulu dengan menggunakan Bahasa Sasak yang diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. Seni Bekayat ini tidak terlepas dari syair karena membaca kayat harus diikuti nyair atau saer artinya harus ada lagu-lagunya atau nada-nada tertentu untuk menunjukkan cirri khas dari pembacaan kayat tersebut. Jadi saer itu sebagai nada-nada dalam melantunkannya. Pembacaan kayat seperti yang disebutkan di atas yaitu membaca kitab-kitab hikayat dengan kitab berbeda-beda sesuai peristiwa yang dialami oleh para Nabi dan Rasul Allah SWT. Pembacaan kayat ini sebagian besar biasanya dilakukan di rumah, walaupun ada juga yang melaksanakan di masjid,. Hal ini disesuaikan dengan keinginan dari masyarakat setempat. Pembacaan kayat ini biasanya dilakukan secara berkelompok dengan jumlah pembacanya bervariasi bisa jumlahnya 4 orang, 3 orang ataupun 2 orang baik sebagai pembaca maupun sebagai penerjemah. Hal ini dilakukan karena di masing-masing tempat masih dilaksanakannya seni Bekayat ini,. Menuntut kepada masyarakat harus dilakukan secara berkelompok untuk menunjukkan bahwa mereka tidak hidup sendiri tetapi secara berkelompok untuk menunjukkan bahwa mereka tidak hidup sendiri tetapi secara berkelompok. Pembacaan kayat ini biasa dilakukan pada hari-hari besar Islam, pada hari Aqiqah, Upacara tujuh bulanan dan upacara peringatan Sembilan hari orang meninggal (Belayaran). Alasan bahwa pada hari-hari tersebut diadakan adalah karena bisa dikatakan sebagai suatu hal yang wajar bagi masyarakat untuk menjunjung nilai-nilai budaya yang ada terutama di kalangan masyarakat Islam untuk mewujudkan syiar agama yang tercermin dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa dalam pelaksanaannya pembacaan kayat ini tidak dilakukan dengan sendiri-sendiri tetapi secara berkelompok dengan mengumpulkan masyarakat mulai dari remaja dan orang tua dengan terlebih dahulu mengadakan pemberitahuan atau dalam Bahasa Sasak dikanal dengan istilah Pesilaq, baik melalui pengeras suara maupun melalui informasi langsung datang ke rumah masing-masing orang. Hal ini menunjukkan bahwasanya apa yang dilakukan itu selalu dengan kebersamaan bahwa satu atau dua orang tidak bisa melakukannya tanpa ada bantuan dari yang lain. Pembacaan seni bekayat ini tidak hanya sekedar membaca saja secara langsung dan memperdengarkannya dengan alunan-alunan suara yang indah, tetapi ternyata isi yang di baca dalam kayat itu ada fungsi-fungsi untuk menjalankannya. Adapun fungsi-fungsinya antara lain : 1. Sebagai syiar yang dimanifestasikan melalui penyelanggaraan hari-hari besar islam yaitu : a. Mengetahui sejarah Nabi dan Rasul dengan para sahabat. b. Mengenang kembali kisah para Nabi dan tokoh-tokoh agama Islam.

c. Mengingat, menghayati dan mengamalkan contoh-contoh teladan yang dilakukan para Nabi. d. Agar bisa lebih paham tentang kisah-kisah Nabi dengan menggunakan bahasa Arab yang kemudian diartikan ke dalam Bahasa Sasak dan Bahasa Indonesia. e. Mengingatkan kaum muslimin akan perjuangan Nabi dan Rasul 2. Sebagai peningkat keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa a. Supaya masyarakat sadar dan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya. b. Sebagai peringatan bagi kaum muslim untuk tetap menjunjung tinggi nilai keislaman dan tetap ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Menjunjung tinggi rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa a. Untuk mendoakan agar tetap ada keselamatan bagi yang masih hidup dan yang akan menjalani hidup untuk selanjutnya. b. Sebagai upacara ritual; yang dianggap suci terutama pada saat Aqiqahnya anak yang baru lahir ke muka bumi sebagai rasa syukur pada Allah SWT c. Sebagai upacara ritual pengobatan bagi perempuan hamil tujuh bulanan yang dipercaya dapat memberi keselamatan bagi sang ibu dan buah hatinya pada proses persalinan nantinya. 4. Sebagai hiburan dan tradisi yang berarti : a. Sebagai penghibur bagi masyarakat setempat. b. Sebagai pengembang bakat dan minat serta kemampuan c. Agar apa yang sudah dilakukan oleh nenek moyang tetap diingat kembali sebagai hubungan silaturahmi. d. Melestarikan tradisi nenek moyang terdahulu. Dalam pembacaan seni Bekayat bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi artinya membaca isi yang ada dalam kitabnya sesuai dengan peristiwa apa yang diperingati. Contohnya kalau peristiwa tentang Maulid Nabi, maka akan dibaca kisah tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW dan seterusnya. Selain itu juga isi kitab kayat ini tentang sejarah Al-quran, tentang Mukjizat Nabi dan Rasul, tentang kisah-kisah Nabi dan Rasul dan tentang cerita perjuangan Nabi dan Rasul. Dalam pembacaan kayat ini biasa dibutuhkan waktu bervariasi ada yang membaca selama 3-4 jam, ada yang 5 jam dan ada yang sampai 6 jam atau 7 jam yang semuanya dimulai setelah sholat Isya. Sebagai alasan pembacaan kayat ini dilakukan setelah solat Isya karena waktu sholat Isya lebih panjang bila dibandingkan dengan sholat Magrib yang waktunya begitu pendek selain itu juga bisa dilakukan lebih lama sampai dengan mendekati sholat Subuh. Selain itu juga pada malam hari dipercaya agar yang membaca dan mendengarkan pembacaan kayat ini hatinya bisa lebih tenang sehingga terbuka hidayah bagi setiap orang agar segera bertobat dan memohon ampuh kepada Sang Pencipta. Bekayat ini dalam pelaksanaannya sebagai kegiatan yang masih dianggap sebagai pemupuk dan pemersatu dalam masyarakat. Hal ini diungkapkan bahwa ngayat adalah (1) Membaca Hikayat (kayat:sasak) yang berisi sejarah atau kisah-kisah orang-orang terdahulu dengan menggunakan Bahasa Melayu yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Sasak, (2) Kayat itu tentang hiburan pelipur lara dan pembangkit semangat juang, isi dari kisah-kisah, tembang/lagu yang menggunakan Bahasa Sasak yang diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. (3) Pembacaan kitab yang di dalamnya tulisannya menggunakan Huruf Gundul yang isinya tentang Nabi dan Rasul. Pelaksanaannya dianggap sebagai kegiatan pemupuk dan pemersatu dalam masyarakat karena dalam membacanya tidak secara individu tetapi dilakukan secara berkelompok yang dimaknakan bahwa setiap individu tidak bisa bekerja sendiri tanpa ada dukungan dari yang lain, begitu juga dalam pembacaan kayat ini dibaca terlebih dahulu oleh satu orang tetapi disambut oleh yang lainnya agar lebih menunjukkan keindahan dalam konteks secara berjamaah atau bersama-sama

dengan jumlah mereka bervariasi baik sebagai pembaca maupun yang mengartikan ada yang 3 orang, 4 orang maupun yang 2 orang tetapi secara bergiliran, tetapi tetap dalam dalam satu kelompok yang saling mengisi satu sama lain. Adapun tahap-tahap pelaksanaan dari pembacaan seni Bekayat ini sebagai acara puncaknya adalah : a. Zikir yang disertai doa Sebelum kayat dibaca terlebih dahulu dengan membaca zikir dan berdoa. Isi zikir itu sebagai pembuka dan tanda untuk mendekatkan diri kepada yang maha kuasa sebagai pemberi rahmat, karena dialah satu-satunya yang patut untuk dipuja dan manusia hanya sebagai pengabdi kepadanya. Mereka membaca tahmid, tahlil dan membaca ayat-ayat Al-quran. b. Membaca Sholawat Sholawat dibaca sebagai perintah agar mencintai daripada Rasul, karena dialah satu-satunya sebagai utusan dari Allah SWT yang patut untuk disyafaat. Sholawat ini juga sebagai ungkapan untuk mencintai Rasul sebelum dibaca dari kayat. c. Membaca Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah adalah merupakan salah satu surat dalam Al-quran. Alasan dibaca surat AlFatihah terlebih dahulu sebelum baca kayat karena surat Al-Fatihah ini sebagai induk dari semua surat yang ada dalam Al-quran yang makna-maknanya melingkupi semua surat-surat dalam Alquran. d. Membaca Rauhul Rauhul ini adalah sebagai pembuka dimulai baca kayat. Rauhul ini adalah bacaan yang berisi tentang isi kisah-kisah yang semuanya menceritakan tentang Nabi-Nabi dan Rasul untuk mengingatnya kembali. e. Mulai membaca kayat Setelah semua yang disebutkan diatas, barulah dimulai membaca kayat sebagai acara yang dianggap puncak dari apa yang akan dilakukan. Dalam acara pembacaan kayat ini tidak lepas dengan disediakannya makanan dan minuman yang dianggap sebagai sedekah atas apa yang sudah mereka lakukan.

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif dengan Metode Deskriptif. Pendekatan penelitian ini dianggap tepat karena penelitian ini akan melukiskan dan menggambarkan makna dan fungsi Bekayat. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bersifat atau memiliki karakteristik data yang dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural seting) dengan tidak diubahnya dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan sedangkan metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian (seorang lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi,1991:62-63) B. Subyek dan Informan Penelitian 1. Subyek Penelitian Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah Masyarakat Desa Selagalas yang melaksanakan ritual Bekayat. Pengambilan subyek penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang apa latar belakang, alur, fungsi serta makna dari ritual Bekayat yang mereka laksanakan. Penentuan subyek penelitian ini bersifat internal, bahwa sebelumnya tidak ditentukan berapa jumlah subyek terteliti yang akan diwawancarai, tetapi diambil secara Purvosive Sampling, dalam pengetian untuk menjaring informasi, peneliti memilih subyek terteliti yaitu masyarakat yang melaksanakan ritual Bekayat. 2. Informan Penelitian Dalam rangka mengkaji tentang bagaimana latar belakang, alur, fungsi serta makna dari ritual Bekayat, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dipandang mengetahui persis tentang masalah yang dikaji, seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat. Penentuan informan dilakukan dengan tehnik Snowball Sampling yaitu suatu proses menyebarnya sampel penelitian secara beranting dari informan awal ke informan selanjutnya (sampai titik jenuh). C. Sumber Data 1. Data sekunder (Kepustakaan) yaitu data yang bersumber dari bahan bacaan, yang mencakup buku-buku dan dokumen-dokumen mengenai masalah yang diteliti. 2. Data primer yaitu data yang ditulis langsung dari lapangan baik dari informan maupun subyek penelitian (Nasution, 2003 : 56).

D. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan maka peneliti menggunakan beberapa tehnik dalam pengumpulan data. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dokumentasi Dokumen diambil ketika peneliti berada dalam lapangan penelitian. Peneliti mengambil dokumen foto ketika di lapangan sedang diadakan ritual Bekayat pada peringatan tujuh bulanan kehamilan seseorang, sedangkan dokumen salinan kitab beserta terjemahannya didapat dari tokoh agama Dokumentasi yang didapat dalam penelitian ini adalah berupa foto-foto kegiatan Bekayat di Desa

Selagalas serta salinan kitab-kitab yang digunakan dalam Bekayat ini. 2. Wawancara Untuk mendapat data yang valid, peneliti wawancara kepada subyek terteliti (pelaku) dan informan, dalam wawancara ini dilakukan melalui wawancara yang mendalam dalam artian wawancara dilakukan bersifat luwea, dimana pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara dan disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi serta kemampuan dari peneliti sendiri. Pelaksanaan wawancara ini dilakukan selama 1 minggu yakni mulai dari tanggal 6 sampai 12 Mei 2009, dan peneliti memperpanjang penelitian selama 2 hari dari tanggal 02-03 Agustus 2009 karena masih dirasa kurang memuaskan. Dalam pelaksanaan wawancara peneliti tidak menemukan masalah karena semua subyek dan informan bersedia untuk diwawancara. Wawancara dilakukan secara perorangan antar subyek dan informan lainnya. Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu mewawancarai informan terteliti yakni masingmasing satu orang tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat. Hal tersebut dilakukan oleh peneliti dengan cara mendatangi rumah mereka secara langsung. Setelah memperoleh data dari informan maka wawancara selanjutnya ditujukan kepada subyek terteliti. Hal tersebut dilakukan oleh peneliti dengan mendatangi rumah mereka. Dalam wawancara tersebut peneliti menerima informasi tanpa sanggahan ataupun tidak setuju dengan pendapat yang diberikan subyek, karena tujuan peneliti adalah menemukan prinsip yang obyektif. 3. Observasi Pengumpulan data secara observasi ini peneliti melakukannya secara langsung, kerana dalam hal ini peneliti hidup dan dibesarkan dalam wilayah penelitian, sehingga secara otomatis peneliti juga mengetahui secara langsung tentang ritual Bekayat ini. Dengan demikian teknik observasi langsung ini memiliki keabsahan data yang valid, kerana peneliti melihat dan mengamati sendiri ritual yang dikaji. Selain melakukan pengamatan peneliti juga melakukan wawancara dengan menanyakan subyek terteliti atau yang menjadi pelaku dari masalah yang diangkat. Hal ini dilakukan untuk menambah keyakinan dari data yang diperoleh peneliti E. Tehnik Analisa Data Untuk memberikan pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan selama melakukan penelitian, maka diadakan pengolahan data tersebut yang disebut dengan analisis data. Tehnik analisis data yang dipakai adalah tehnik analisis data kualitatif, dengan proses analisisnya berupa Reduksi data, Penyajian data, dan Menarik kesimpulan. 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis penajaman, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. 2. Penyajian Data Penyajian data adalah membatasi penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Menarik Kesimpulan Setelah melakukan reduksi data penyajian data analisis ketiga yang penting adalah pengambilan kesimpulan atau verifikasi. Data dilakukan dalam rangka membuat kesimpulan hasil penelitian yang dituangkan dalam bentuk pembahasan (Miles,1992:19).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Sejarah Singkat Berdirinya Desa Selagalas Desa Selagalas berdiri pertama kali pada tahun 1800, dimana ketika itu masih ada penjajahan Belanda di Indonesia. Desa ini didirikan pertama kali oleh masyarakat Desa Wanasaba, Lombok Timur yang ketika itu menjadi masyarakat yang mendiami Desa Selagalas sebelum pindah ke Lombok Timur. Nama Desa Selagalas ini berasal dari dua kata yaitu kata Selak di dalam Bahasa sasak yang berarti Diantara dan kata Alas dalam Bahasa Kawi yang berarti Hutan. Dinamakan Desa Selagalas karena sebelum menjadi sebuah desa, wilayah itu dikelilingi oleh hutan belantara dan wilayah desa ini berada tepat diantara hutan. Seiring perkembangan zaman Desa Selakalas yang dulu berubah menjadi Desa Selagalas. b. Keadaan Geografi Desa Selagalas merupakan salah satu desa dengan struktur pemerintahan formal berada di wilayah kecamatan Sandubaya Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas Desa Selagalas 93,360 Km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Sayang-sayang Sebelah Selatan : Mayura Sebelah Barat : Cakra utara Sebelah Timur : Kecamatan Lingsar Dari luas wilayah desa Selagalas tersebut diperuntukkan sebagai tanah pemukinan dengan luas 184,275 km2, tanah kuburan dengan luas 3.500 km2, tanah pekarangan dengan luas 98,260 km2 dan perkantoran dengan luas 22 Are. c. Keadaan Demografi Melalui hasil pendataan yang dilakukan oleh staf desa Selagalas jumlah penduduk desa Selagalas secara keseluruhan adalah 10021 jiwa dengan perincian penduduk berjenis kelamin laki-laki 5008 jiwa dan perempuan berjumlah 5013 jiwa dengan tingkat perbedaan usia seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini : Tabel 01 : Usia Penduduk NO USIA JUMLAH 1 0-12 bulan 358 orang 2 1-5 tahun 1474 orang 3 6-10 tahun 1291 orang 4 11-20 tahun 2112 o rang 5 21-30 tahun 1245 orang 6 31-50 tahun 2459 orang 7 50-58 tahun 751 orang 8 Lebih dari 59 tahun 331 orang Total 10021 orang Sumber : Data Monografi Desa Mengenai mata pencaharian desa Selagalas sebagian besar adalah sebagai buruh/swasta sebanyak 336 orang, disusul sebagai pedagang sebanyak 135 orang, tukang kayu sebanyak 80 orang dan hanya sebagian kecil sebanyak 75 orang yang bermata pencaharian sebagaian penjahit. Untuk lebih jelasnya tentang mata pencaharian pencaharian penduduk desa Selagalas dapat

dilihat dalam tabel berikut Tabel 02 Mata Pencaharian Penduduk Desa Selagalas No Mata Pencaharian Jumlah 1 Buruh/ Swasta 336 orang 2 Pedagang 195 orang 3 PNS 135 orang 4 Tukang Kayu 80 oang 5 Penjahit 75 orang 6 Tukang Batu 47 orang 7 Pengusaha 35 orang 8 Sopir 15 orang 9 Pengrajin 14 orang 10 Peternak 12 orang 11 TNI/Polri 10 orang 12 Montir 5 orang 13 Dokter 2 orang Jumlah 961 orang Sumber: Data Monografi Desa Mengenai pendidikan masyarakat Desa Selagalas bervariasi. Dari data yang diperoleh terdapat 1962 orang yang belum pernah sekolah, 485 orang yang pernah sekolah SD tapi tidak tamat, 1535 orang tamat SD/Sederajat, tamat SLTP/Sederajat 1318 orang, tamat SLTA/Sederajat 1367 orang. Untuk lebih jelasnya tentang pendidikan masyarakat desa Selagalas dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 03 Pendidikan Masyarakat Desa Selagalas No Pendidikan Jumlah 1 Belum Sekolah 1962 orang 2 Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 485 orang 3 Tamat SD/Sederajat 1535 orang 4 SLTP/Sederajat 1318 orang 5 SLTA/Sederajat 1367 orang 6 D-1 12 orang 7 D-2 9 orang 8 D-3 55 orang 9 S-1 76 orang 10 S-2 11 orang 11 S-3 3 orang Jumlah 4871 orang Sumber : Monografi Desa Selagalas Mengenai agama Masyarakat Desa Selagalas sebagian besar memeluk agama Islam yaitu sebanyak 9024 orang, agama Kristen sebanyak 50 orang, Hindu sebanyak 565 orang dan Budha 76 orang. Penduduk Desa Selagalas terdiri dari beberapa suku bangsa atau etnis yaitu Suku Sasak yang ada di Desa Selagalas sebanyak 8985 orang, Suku Bali sebanyak 873 orang, Suku Jawa sebanyak 154 orang dan Suku Arab sebanyak 9 orang d. Keadaan Sarana Prasarana Desa Selagalas mempunyai 8 (Delapan) dusun atau lingkungan. Wilayahnya menyebar sehingga

untuk memperlancar interaksi sosial antara masing-masing warga masyarakat sangat diperlukan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah sarana dan prasarana transportasi, ekonomi, kesehatan, keagamaan dan pendidikan. 1) Sarana Prasarana transportasi Desa Selagalas mempunyai sarana transportasi darat berupa Cidomo, Ojek dan Bemo sedangkan prasarana transportasi Desa Selagalas mempunyai jalan aspal yang dalam keadaan baik, jalan gang yang terbuat dari batako dalam keadaan baik serta ada beberapa jembatan yang terbuat dari besi dan beton yang dalam keadaan baik pula. 2) Sarana Prasarana Ekonomi Desa Selagalas mempunyai sarana prasarana ekonomi berupa 1 unit koperasi unit desa yang berlokasi di lingkungan Nyangget dan 1 unit koperasi simpan pinjam yang berlokasi di lingkungan Selagalas Laeq. 8 unit industri makanan, 1 unit industri kerajinan dan mebel yang berlokasi di lingkungan Selagalas Baru, 6 unit warung makan,4 unit toko dan 77 unit kios klontong, serta 1 pasar hewan yang berlokasi di lingkungan Selagalas Baru. 3) Sarana Prasarana kesehatan Sarana prasarana kesehatan di Desa selagalas yaitu terdapat 1 unit pustu (puskesmas pembantu) yang berlokasi di lingkungan Selagalas Baru, 1 unit polindes yang berlokasi di lingkungan Selagalas Baru, serta posyandu yang terdapat pada setiap dusun atau lingkungan dan 1 unit Rumah sakit Jiwa yang berlokasi di lingkungan Dasan Jangkuk 4) Sarana prasarana keagamaan Desa Selagalas mempunyai sarana prasarana keagamaan berupa 7 unit masjid yang terdapat di setiap dusun atau lingkungan serta beberapa unit mushalla. 5) Sarana prasarana pendidikan Desa selagalas mempunyai sarana prasarana pendidikan berupa 4 unit Sekolah Dasar (SD) yaitu SDN 6 Cakranegara yang berlokasi di lingkungan Selagalas Laeq, SDN 31 Cakranegara yang berlokasi di lingkungan Kebon Duren, SDN 30 Cakranegara yang berlokasi di lingkungan Dasan Jangkrik dan SDN 43 Cakranegara yang berlokasi di lingkungan Tegal. Desa Selagalas juga mempunyai 1 unit Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu SMPN 12 Mataram yang berlokasi di lingkungan Selagalas Laeq, mempunyai 1 unit Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu SMAN 6 Mataram yang berlokasi dilingkungan Selagalas Baru, mempunyai 2 unit Taman Kanak-kanak (TK) yaitu TK Seruni Mataram yang berlokasi dilingkungan Selagalas Lama dan TK Daarul Aman yang berlokasi dilingkungan Tegal., 2 unit Pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Daarul Aman yang berlokasi diligkungan Tegal dan Pondok Pesantern Tarbiyatul Qurro yang berlokasi dilingkungan Tegal juga dan 1 unit sekolah luar biasa (SLB) yaitu SLB YPTN Tuna Netra yang berlokasi dilingkungan Kebon Duren. e. Keadaan Sistem Sosial Sistem Sosial dalam Masyarakat Desa Selagalas yaitu terdiri dari Strata, Bahasa dan Etnis (Suku) yang ada di lingkup warga Masyarakat Desa Selagalas. Strata Sosial yaitu ada bebarapa penduduk yang masih memiliki darah biru atau Bangsawan. Pada Masyarakat Desa Selagalas ada tiga keluarga yang masih menyandang strata bangsawan yaitu sebanyak 13 orang di lingkungan Selagalas Laeq, 2 keluarga yaitu sebanyak 10 orang di lingkungan Kebon Duren dan 1 keluarga yaitu sebanyak 3 orang di lingkungan Selagalas Baru. Adapun bahasa yang digunakan oleh Masyarakat Desa Selagalas adalah Bahasa Sasak karena sebagian besar Masyarakat Desa Selagalas adalah asli penduduk pulau Lombok, namun ada juga warga Desa Selagalas yang menggunakan Bahasa Bali yaitu mereka yang memang menganut agama Hindu dan berasal dari Suku Bali. Adapun Etnis (Suku) Masyarakat Desa Selagalas yaitu

Suku Sasak sebanyak 8985 orang, Suku Bali sebanyak 873 orang, Suku Jawa sebanyak 154 orang dan Suku Arab sebanyak 9 orang. f. Keadaan Pemerintahan Desa Selagalas mempunyai jumlah aparat pemerintahan sebanyak 9 orang yaitu terdiri dari Lurah, Sekretaris Lurah, Jabatan fungsional PLKB, 1 orang Kasi Umum, 1 orang Kasi Pemerintahan,1 orang Kasi Tramtib, 1 orang Kasi Kesos beserta stafnya dan 1 orang Kasi Pembangunan. Jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 6 RW dan Rukun tetangga (RT) sebanyak 38 RT yaitu RT 01 04 yaitu berada di Lingkungan Kebon Duren, RT 05 10 berada di Lingkungan Selagalas Laeq, RT 11 sampai 15 berada di Lingkungan Selagalas Baru, RT 16 19 berada diLingkungan Dasan Jangkrik, RT 20 23 berada di Lingkungan Dasan Jangkuk, RT 24 28 berada di Lingkungan Dasan Taman, RT 29 33 berada di Lingkungan Nyangget dan RT 34 38 berada di Lingkungan Tegal yang tersebar di 8 lingkungan yang ada di Kelurahan Desa Selagalas. Sedangkan RW (Rukun Warga) sebanyak 6 RW yaitu RW 01 berada di Lingkungan Kebon Duren. Lingkungan Selagalas Laeq,dan Lingkungan Selagalas Baru menjadi RW 02, Lingkungan Dasan Jangkrik dan Dasan Jangkuk menjadi 1 RW juga yaitu RW 03. RW 04 berada di Lingkungan Dasan Taman, RW 05 berada di Lingkungan Nyangget dan RW 06 berada di Lingkungan Tegal. g. Keadaan Sosial Budaya 1) Lembaga Kemasyarakatan Desa Selagalas mempunyai banyak organisasi-oganisasi seperti organisasi perempuan sebanyak 1 unit dengan jumlah anggota sebanyak 27 orang, PKK sebanyak 1 unit, Karang Taruna sebanyak 1 unit, Majelis Taklim sebanyak 1 unit dengan jumlah anggota sebanyak 26 orang, LKMD sebanyak 1 unit dengan jumlah pengurus sebanyak 15 orang dan Kelompok Petani yang disebut Pengaseh sebanyak 30 orang. Desa Selagalas juga mempunyai beberapa perkumpulan kesenian seperti kesenian Qasidahan yang merupakan perkumpulan para remaja Masjid AlIkhlas yang berlokasi di Lingkungan Selagalas Laeq. Qasidah ini biasanya ditampilkan pada saat peringatan hari besar agama Islam saja, sama seperti Bekayat. Sedangkan Bekayat ini yang dijadikan ritual juga terdapat perkumpulannya yaitu bertempat di Lingkungan Dasan Jangkrik dan Dasan Jangkuk. Latihan Bekayat ini diadakannya seminggu sekali yaitu pada malam Jumat saja dan diikuti oleh para remaja Masjid dan anak-anak yang memang belajar mengaji di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Selagalas juga mempunyai kesenian Gendang Beleq yaitu yang berlokasi di Lingkungan Tegal. 2) Lembaga Pendidikan Agama Desa Selagalas mempunyai 2 yayasan yang bergerak di bidang pendidikan agama yaitu pondok pesantren Daarul Aman yang berlokasi dilingkunga Tegal dan Pondok pesantren Tarbiyatul Qurro yang berlokasi dilingkungan Tegal juga. 2. Gambaran Diri Subyek Penelitian a. Subyek Penelitian Ada beberapa hal yang dapat memberikan gambaran tentang subyek dan informan dalam penelitian ini. Dua hal tersebut paling tidak akan memberikan ambaran tentang ritual Bekayat. Gambaran dari subyek ini diliha dari aspek umur dan pendidikan serta pemahaman mereka tentang agama yang dianutnya. Dalam penelitian ini menggunakan 4 (empat orang) subyek penelitian yang telah diwawancara dalam penelitian ini, dengan tingkatan umur mereka (subyek penelitian) yaitu 1 orang berumur antara 45 tahun, 1 orang berumur dan 50 tahun dan 1 orang lagi berumur 28 tahun. Maka di lihat aspek umur, bahwa dari sejumlah subyek terteliti yang diwawancarai mereka semua sudah

menjalankan ritual Bekayat, akan tetapi pemahaman mereka tentang Bekayat sedikit berbeda. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa semakin muda umur seseorang maka pemahaman tentang Bekayat bisa dikatakan rendah, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pemahaman mereka tentang Bekayat bisa dikatakan lebih banyak. Sedangkan mengenai tingkat pendidikan mereka (subyek penelitian) yaitu 1 orang berpendidikan SD, 1 orang berpendidikan Tsanawiyah, dan 1 orang lagi berpendidikan Sarjana. Akan tetapi pendidikantidak berpengaruh dengan pemahaman mereka mengenai Bekayat. Selanjutnya mengenai pemahaman mereka tentang agama yang dianutnya memperlihatkan bahwa 80% dari mereka paham tentang ajaran-ajaran agama, ini bisa dilihat dari penjelasanpenjelasan mereka tentang Bekayat yang mengkaitkan dengan ajaran-ajaran Islam, baik itu lahirnya Bekayat itu sendiri, alur ritual Bekayat maupun Fungsi dan Makna dari ritual Bekayat ini. b. Informan Penelitian Dalam rangka mengkaji tentang ritual Bekayat, pengembilan informan dilakukan dengan cara memilih siapa saja yang pantas untuk diwwancarai yakni orang-orang yang dipandang paling mengetahui masalah yangdikaji, seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat. 3. Pemahaman Informan dan Subyek Penelitian Tentang Bekayat a. Pemahaman Informan Penelitian 1) Informan 1 (Tokoh Adat) Menurut informan ini mengatakan, kata Bekayat diambil dari kata Hikayat yang artinya cerita. Bekayat ini berarti bercerita. Tapi isi cerita yang dibacakan adalah cerita-cerita Nabi dan Rasul yang ditulis dalam kitab Melayu. Ritual ini pertama kali ada sejak datangnya agama Islam ke Pulau Lombok. Bekayat ini dipakai pertama kali untuk media dakwah atau mensyiarkan agama Islam pada waktu dulu. Seiring perkembangan zaman ritual ini masih dilestarikan. Ritual ini dilakukan setiap memperingati hari tujuh bulanan perempuan yang mengandung, dilakukan juga pada saat memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang dan pada saat aqiqah (Cukur rambut) anak yang masih kecil. Pembacaan kayat ini menggunakan kitab-kitab Melayu. Ada dua jenis kitab yang digunakan yaitu kitab Qisashul Anbiya yang merupakan kitab yang berisi tentang perjalanan hidup 25 Nabi dan ada juga kitab Nur Muhammad yang isinya menceritakan tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad dari mulai lahir hingga meninggal dunia. Pembacaan kitab ini tergantung dari yang punya acara atau hajatan. Ngaji kayat itu pertama kali ada sejak masuknya Islam ke Lombok, yang ketika itu kita masih banyak yang menganut Islam Wetu Telu, kemudian ada lagi para Wali yang membawa Islam dengan Ajaran Wetu Lime yang mengajarkan kita menulis dan membaca kitab Melayu. Bekayat ini kan bercerita namun ceritanya bukan cerita sembarangan, isi ceritanya tentag Nabi dan Rasul dengan menggunakan kitab bertuliskan huruf Melayu. Bekayat ini diadakan pada saat memperingati hari tujuh bulanan perempuan yang mengandung, dilakukan juga pada saat memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang dan pada saat aqiqah (Cukur rambut) anak yang masih kecil. (wawancara, 6 Mei 2009) 2) Informan 2 (Tokoh Masyarakat) Menurut informan ini, mengatakan Bekayat merupakan sebuah ritual yang sudah turun menurun dari zaman nenek moyang. Ritual ini menceritakan tentang perjalan hidup orang-orang yang kuat dan punya mukjizat. Ritual ini dibacakan dengan syair Melayu dengan tulisan bertuliskan huruf

Arab tanpa baris. Ritual ini bisa dikatakan wajib, meskipun dalam ajaran Islam tidak ada yang mengatakan hal tersebut, meskipun tidak ada larangan untuk tidak melaksanakan ritual ini , oleh masyarakat Desa Selagalas khususnya meskipun miskin ataupun kaya tetap akan melaksanakannya. Dalam adat juga tidak ada yang mewajibkan hal tersebut, akan tetapi karena sudah membudaya di masyarakat sehingga masih tetap di laksanakan sampai sekarang. Bekayat ini dilakukan setiap acara tujuh bulanan kehamilan, acara sembilan hari kematian seseorang (Nyiwaq) dan Bercukur anak kecil. Maknanya agar kita hidup di dunia diberikan keselamatan dan ketenangan lahir dan bathin. Bekayat ini dilakukan pada malam hari setelah solat Isya hingga menjelang solat Subuh. Kemudian fungsi dari ritual ini seperti yang dikatakan oleh informan. Beliau mengatakan : Fungsi agama menjalankan perintah Allah, fungsi sosial agar hubungan silaturahmi tetap terjalin antar masyarakat dan fungsi budaya memperkenalkan tradisi ini kepada lembaga pemerintah. Fungsi pendidikan supaya dijadikan contoh untuk mengikuti perbuatan-perbuatan baik Nabi. Bekayat ini juga dijadikan sebagai pelipur lara atau hiburan dalam masyarakat. (wawancara tanggal 6 Mei 2009) Selanjutnya mengapa ritual ini dilaksanakan pada malam hari, informan ini mengatakan bahwa : Dilakukan pada malam hari setelah solat Isya karena waktu setelah Isya lebih panjang ketimbang Magrib dan bisa dilakukan hingga mendekati solat Subuh, tapi dilakukan pada malam hari karena dipercaya bisa membawa kedamaian bagi semua orang yang membaca dan mendengarkan alunan syairnya. (wawancara, 6 Mei 2009) 3) Informan 3 (Tokoh Agama) Menurut informan ini, Bekayat adalah cerita zaman dahulu yang dipakai untuk menceritakan sejarah Nabi dan Rasul yang akan diteladani oleh umat manusia sampai kapanpun. Cerita dari Bekayat ini ditulis dalam kitab Melayu, bertuliskan huruf Arab dan nantinya diterjemahkan kedalam Bahasa Sasak. Pembacaan kayat ini secara berkelompok, ada yang membaca, yang menyambut dan yang mengartikan ke dalam Bahasa Sasak. Makna dari Bekayat ini seperti yang dituturkan informan ini. Beliau mengatakan : Agen saq selamet manusia leq dunia kance akhirat. mun dengan mate agen saq lurus perjalanan menuju alam barzah. Mun dengan saq mituq bulanan agen saq selamet jingken nganaq jemaq (Supaya selamat manusia di dunia dan akhirat. kalau orang yang meninggal biar lancar perjalanannya sampai alam barzah, sedangkan orang yang tujuh bulanan supaya selamat saat melahirkan anaknya kelak.) (wawancara, 8 Mei 2009). Kemudian informan ini mengatakan tentang fungsi dari Bekayat ini., seperti yang dikutip di bawah ini : Fungsi agama jari jalanan printah Allah, fungsi Sosial agen tetap terjalin silaturahim ite kance masyarakat, fungsi budaya agen dengan pade tetep lestarian Bekayat nike, fungsi pendidikan agen tejarian contoh teladan perintah Nabi dait Rasul. (Fungsi agama menjalankan perintah Allah, fungsi sosial agar hubungan silaturahmi tetap terjalin antar masyarakat dan fungsi budaya memperkenalkan tradisi ini kepada lembaga pemerintah. Fungsi pendidikan supaya dijadikan contoh untuk mengikuti perbuatan-perbuatan Nabi) (wawancara, 8 Mei 2009). b. Pemahaman Subyek (Pelaku) Penelitian 1) Subyek 1

Pelaku ini mengatakan sudah sering sekali ikut dalam Bekayat. Dia laksanakan pada saat kedua orang tuanya meninggal dunia. Menurut pengakuan pelaku ini terakhir dia melaksanakan ritual ini sekitar satu tahun yang lalu pada saat kematian ayahnya sendiri. Dia mengatakan Bekayat ini dilaksanakan pada saat peringatan sembilan hari meninggalnya seseorang, acara peringatan tujuh bulanan perempuan yang hamil dan acara aqiqahan (Bercukur) bayi. Selanjutnya pelaku ini mengatakan bahwa makna dari Bekayat ini yaitu jika diadakan untuk peringatan sembilan hari meninggalnya seseorang maka maknanya adalah agar arwah orang yang sudah meninggal itu diberikan keselamatan dari api neraka, di ampuni dosa-dosanya dan tenang hingga cepat sampai ke alam yang disebut surga. Sebagaimana yang dikatakan pelaku. Beliau menuturkan : Makna Bekayat ini jika diperuntukkan untuk orang yang sudah meninggal maka nantinya dapat dipercaya memberikan keselamatan dari api neraka, diberikan ketenangan dalam berlayar ke alam Barzah sehingga cepat sampai surga (wawancara tanggal 9 Mei 2009) Selanjutnya pelaku ini mengatakan fungsi dari Bekayat ini yaitu sebagai media menjalin silaturahmi dengan masyarakat karena Bekayat ini dilakukan secara berkelompok. Fungsi yang lain adalah sebagai media pendekat dengan Allah SWT. 2) Subyek 2 Pelaku ini mengadakan Bekayat sudah 2 tahun yang lalu pada saat peringatan tujuh bulanan kehamilan istrinya. Pelaku ini mengatakan Bekayat berarti Bercerita. Menurut pelaku ini Bekayat bertujuan melestarikan adat budaya masyarakat yang sudah turun temurun dilakukan dan masih dipertahankan sampai sekarang oleh masyarakat Desa Selagalas. Selanjutnya menurut pelaku 2 ini memberikan penjelasan tentang makna Bekayat ini jika diadakan ketika peringatan tujuh bulanan kehamilan yaitu sebagai media pengobatan ketika menghadapi hari persalinan nantinya. Bekayat ini dipercaya bahwa si ibu dan bayinya akan diberikan keselamatan ketika proses melahirkan. Pelaku ini menuturkan sebagai berikut : Maknanya yaitu kita percaya jika pada saat peringatan tujuh bulanan kehamilan diadakan Kayat maka Allah SWT akan memberikan keselamatan bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan. (wawancara tanggal 9 Mei 2009). Adapun fungsi dari Bekayat ini menurut pelaku 2 yaitu fungsi dari segi agama yaitu sebagai media pendekat dengan Allah SWT karena Allah adalah paling tinggi di atas segalanya. Kalau kita sebagai manusia dekat dengan Allah maka Allah juga akan selalu dekat dengan kita. (wawancara tanggal 9 Mei 2009). 3) Subyek 3 Pelaku ini mengartikan Bekayat juga tidak jauh beda dengan pelaku-pelaku yang lainnya yakni Bekayat adalah bercerita tentang kisah hidup para Nabi dan Rasul. Pelaku ini mengadakan ritual Bekayat ini sekitar 8 bulan yang lalu pada saat peringatan aqiqah putranya. Selnjutnya pelaku ini menuturkan makna dari Bekayat ini jika diperuntukkan buat aqiqah adalah supaya si anak diberikan keselamatan, kebahagiaan dan kelak menjadi anak yang berbakti. Seperti yang di ungkapkan oleh pelaku : Makna dari Ngaji Bekayat ini yaitu merupakan suatu pengharapan yang disertai dengan doa agar anak saya menjadi anak yang berbakti, baik dalam segala hal, selalu diberikan keselamatan dan kebahagian lahir dan bathin (wawancara tanggal 10 Mei 2009). Sedangkan fungsi dari Bekayat menurut pelaku 3 ini yaitu dilihat dari segi sosial yaitu media komunikasi dalam menjalin tali silaturahmi antar masyarakat sekitarnya. Seperti penuturannya di

bawah ini : Menurut saya fungsi Bekayat ini lebih cenderung ke dalam segi sosial karena Bekayat ini kan dilakukan secara berkelompok. Dalam masyarakat hidup berkelompok itu suda menjadi ciri khas karena kita hidup tidak bisa tanpa bantuan orang lain (wawancara, tanggal 9 Mei 2009). B. PEMBAHASAN 1. Latar belakang munculnya Ritual Bekayat Seperti yang diketahui Bekayat yaitu suatu kegiatan seni membaca syair atau tembang dimana syair atau tembang ini berisi cerita tentang hikayat atau kisah-kisah kehidupan teladan para Nabinabi dan Rasul yang dapat ditelani oleh umat manusia. Ritual Bekayat ini sudah dilaksanakan dari zaman dahulu dan ritual ini terus berlanjut hingga sekarang. Adapun latar belakang lahirnya ritual ini tidak terlepas dari masuk dan berkembangnya Islam di Pulau Lombok. Islam pada zaman dahulu sangatlah berbeda dengan Islam pada zaman sekarang. Islam pada zaman dahulu terkenal dengan sebutan Islam Wetu Telu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni Sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah Bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitabkitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan Syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam Bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para Pemangku adat atau Kyai saja. Perkembangan Islam di Lombok ditandai dengan berubahnya Islam Wetu Telu ke Islam Wetu Lime yang disebarkan oleh para Muballiq yang datang dari pulau Sumatera bagian Selatan terutama dari daerah Palembang. Para Muballiq ini menyebarkan agama Islam masuk pertama kali ke Pulau Lombok dari arah Timur (Lombok Timur). Para Muballiq ini menyebarkan agama Islam dengan cara mengajar penduduk Lombok membaca dan menulis terutama huruf yang dikenal dengan sebutan Huruf Jawi. Pada awalnya oleh para Muballiq memperkenalkan Huruf Jawi (Arab Melayu) yang menggunakan Baris (Tanda Baca di atas / di bawah), kemudian selanjutnya diajarkan Huruf Jawi (Arab Melayu) tanpa Baris atau yang dikenal dengan Huruf Gundul. Untuk lebih memantapkan ajaran Islam, selanjutnya penduduk Lombok dibiasakan membaca kitab Melayu yang disesuaikan dengan Kitab Hikayat dan Syair Melayu. Dengan kemampuan dan semakin mantapnya pembacaan, penulisan Huruf Jawi (Arab Melayu), masyarakat Islam Wetu Lime semakin mencintai seni yang bernuansa Islam sebagai hasil perkembangan dakwah. Karena itu lama-kelamaan membaca Hikayat ini dijadikan suatu Tradisi oleh masyarakat Islam hingga sekarang. Adapun proses Bekayat ini masuk ke Desa Selagalas yaitu karena pada waktu itu Tokoh agama pertama atau orang yang paling dituakan dalam bidang agama (Tuan Guru) pernah mendapat didikan pondok pesantren yang mengajar akan ilmu menulis dan membaca huruf Arab Melayu ini. Tuan guru pertama waktu itu pernah belajar di Desa Pejeruk, kecamatan Ampenan dan para Muballiq yang membawa agama Islam pertama kali datang melalui pelabuhan Ampenan. Jadi konteks Bekayat di Desa Selagalas dan Desa Pejeruk dapat dikatakan sama persis. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penuturan tokoh Adat : Ngaji kayat itu pertama kali ada sejak masuknya Islam ke Lombok, yang ketika itu kita masih banyak yang menganut Islam Wetu Telu, kemudian ada lagi para Wali yang membawa Islam

dengan Ajaran Wetu Lime yang mengajarkan kita menulis dan membaca kitab Melayu. Kalau Bekayat masuk di Selagalas karena dahulu tuan guru pertama pernah belajar di Desa Pejeruk dimana di Pejeruk juga masih ada ritual Bekayat ini.

Hal senada juga di ungkapkan oleh Tokoh Masyarakat : Bekayat ini ada sudah zaman dahulu sekali, sejak masuknya Islam ke Lombok ini. Bekayat ini dijadikan sebagai media dakwah yang ketika itu masih Wetu Telu. 2. Fungsi Ritual Bekayat a. Fungsi Bekayat dari Segi kepercayaan Pelaksanaan ritual Bekayat ini memiliki fungsi-fungsi khususnya dari segi kepercayaan. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh agama : Fungsi kepercayaan yaitu jari alat agen ite jari deket kance Allah saq paling tinggi sekaligus agen ite selapuq nurut perintah Allah. Ite kan pade percaye mun ite rajin nurut perintah Allah, Allah endah deket kance ite pade.(Alat untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT., sekaligus untuk selalu menjalankan perintah Allah. Kita percaya jika kita selalu mendekatkan diri kepada Allah maka Allah akan selalu melindungi kita dari segala macam bahaya baik itu di dunia maupun di akhirat) Seperti yang disampaikan tokoh agama di atas bahwa fungsi Bekayat di lihat dari sudut pandang kepercayaan adalah sebagai media bagi warga untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berharap akan mendapat perlindungan sekaligus keselamatan dari Allah SWT. Hal senada juga di ungkapkan oleh subyek terteliti, beliau mengatakan Fungsi Bekayat ini dilihat dari segi kepercayaan yaitu dipercaya sebagai penyelamat manusia dari bahaya baik itu dari bahaya di dunia maupun di akhirat. Cara kita agar diselamatkan dunia dan akhirat yaitu kita sebagai manusia harus patuh terhadap perintah Allah dan menjauhi larangannya. Jika itu sudah dilaksanakan Allah akan selalu sayang dan melindungi kita dimanapun dan dalam keadaan apapun. b. Fungsi Sosial Fungsi dan peranan sosial dari ritual Bekayat ini adalah sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama umat muslim. Bekayat mengutamakan keteraturan dalam masyarakat, sebab Bekayat ini dilakukan dengan pedoman-pedoman dalam kebudayaan, sedangkan fungsi kebudayaan adalah sebagai pegangan bagi mewujudkan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat (Dyson dkk, 1980 : 31). Seperti yang diungkapkan tokoh masyarakat tentang fungsi Bekayat dari segi social. Beliau mengatakan : Fungsi social dari Bekayat ini yaitu untuk menjaga hubungan silaturahmi agar tetap terjalin antar masyarakat, antar sesama karena Bekayat ini merupakan symbol kekerabatan dan tolong menolong. Fungsi social dari Bekayat ini juga di ungkapkan oleh Tokoh adat, Fungsi dari Bekayat ini dari sudut pandang social yaitu sebagai alat untuk mempererat tali silaturahmi antar umat muslim, saling tolong menolong karena kita hidup butuh bantuan orang lain.

Sedangkan salah satu subyek menuturkan : Bekayat berfungsi sebagai sarana menjalin sekaligus mempererat silaturahmi di kalangan masyarakat Sasak Desa Selagalas Dari apa yang disampaikan informan dan subyek di atas tentang fungsi dari ritual Bekayat dari sudut pandang social sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dyson bahwa fungsi kebudayaan adalah sebagai pegangan bagi mewujudkan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat (Dyson, 1980 : 31). Hal ini sesuai dengan fungsi Bekayat dari segi social yang merupakan bentuk kepedulian hubungan manusia dengan yang lain yang saling membutuhkan dan harus terjalin hubungan yang baik sehingga tercapai kehidupan yang harmonis antar umat manusia. Dengan tercapainya kehidupan yang harmonis anta umat manusia maka kehidupan di dunia akan tentram dan damai. c. Fungsi Budaya Fungsi budaya dari Bekayat ini yaitu sebagai pelestarian budaya-budaya Islam yang masih banyak dan perlu untuk dilestarikan sebagai kebudayaan daerah, sehingga nantinya dapat terwujud kebudayaan nasional yang merupakan kebanggaan bangsa Indonesia. Hal ini berlandaskan pada BAB XIII pasal 32 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Seperti yang di ungkapkan tokoh masyarakat tentang fungsi Bekayat dari segi budaya. Beliau mengatakan : Fungsi Bekayat dari segi budaya adalah memperkenalkan ritual ini kepada lembaga pemerintah dan kepada masyarakat yang tidak tahu tentang Bekayat karena di Kota Mataram sudah jarang ada kegiatan Bekayat ini. Fungsi budaya dari Bekayat ini juga di ungkapkan oleh tokoh adat. Berikut penuturannya : Fungsi Bekayat dari segi budaya adalah alat untuk memperkenalkan budaya-budaya Islam yang masih sangat perlu dijaga dan dilestarikan hingga generasi-generasi seterusnya. d. Fungsi Pendidikan dan Hiburan Fungsi Bekayat dari segi pendidikan merupakan media untuk belajar dan menteladani kisah hidup seseorang. Cerita tentang Tokoh Nabi dan Rasul yang diceritakan dapat dijadikan panutan bagi semua manusia untuk berprilaku seperti Nabi dan Rasul, sehingga perbuatan-perbuatannya dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan fungsi Bekayat dari segi hiburan yaitu hanya sebagai pelipur lara, karena Bekayat ini yaitu bercerita dengan bersyair atau nembang melayu. Jadi lantunan-lantunan syair dan lagunya dapat menghibur hati orang yang melakukan sekaligus yang mendengarkan. Seperti yang di ungkapkan tokoh Adat. Beliau mengatakan : Fungsi Bekayat dari segi Pendidikan yaitu agar dijadikan contoh untuk mengikuti perbuatanperbuatan baik Nabi yang patut diteladani oleh semua umatnya. Sedangkan fungsi Bekayat dijadikan hiburan atau pelipur lara yaitu sebagai penyejuk hati bagi yang melantunkan sekaligus mendengarkan alunan merdu dari ngaji kayat ini. Hal senada juga di ungkapkan oleh tokoh agama. Beliau menuturkan :

Fungsi Bekayat jari siq berajah ilmu Nabi, agen ite pade nurut semangat beliau (Nabi) saq berjuang leq jalan Allah, agen ite pade milu nurut saq siq gaweq Nabi zaman laeq, nane ite tinggal amalan doing ajaran para Nabi no.(Fungsi dari Bekayat ini yaitu kita di ajarkan ilmu Nabi, supaya kita mengikuti semangat Nabi yang berjuang di jalan Allah. Supaya kita mengikuti perbuatan Nabi zaman dulu, tinggal sekarang bagaimana kita mengamalkan ajarannya. e. Fungsi pengobatan Adapun fungsi pengobatan dari Bekayat yaitu hanya sebagai kepercayaan masyarakat saja dimana Bekayat ini bisa dijadikan sarana pengobatan bagi seseorang perempuan yang sedang memperingati tujuh bulanan kehamilannya. Seperti yang dituturkan oleh tokoh adapt. Beliau mengatakan : Fungsinya sebagai obat bagi perempuan yang mau melahirkan. Bekayat ini dibacakan setelah mengadakan tujuh bulanan. Bekayat ini dipercaya sebagai penyelamat sang ibu ketika proses persalinan sedang berlangsung. Hal senada juga diungkapkan oleh tokoh masyarakat : Penyelamat persalinan perempuan hamil ketika melahirkan nanti. Ini kan kita percaya jika barang siapa yang ketika hamil tidak mengadakan kayat maka kelak pada proses lahiran akan celaka. f. Makna ritual Bekayat 1. Makna proses Bekayat Bekayat ini dilaksanakan pada prosesi memperingati tujuh bulanan perempuan yang hamil, pada saat acara sembilan hari meninggalnya seseorang dan diadakan juga pada saat memperingati aqiqah bayi. Makna yang terkandung di dalamnya tergantung dari upacara yang dilaksanakan. Jika Bekayat ini dilaksanakan pada saat merayakan tujuh bulanan maka maknanya adalah agar sang ibu dan bayinya diberikan keselamatan pada saat proses persalinan nantinya. Jika Bekayat diadakan pada upacara peringatan sembilan hari meninggalnya seseorang (Nyiwaq) maka maknanya yaitu dipercaya arwahnya akan tenang dan dipercaya dapat menyelamatkan orang tersebut dari api neraka dan cepat menuju surga. Sedangkan makna dalam upacara aqiqah yaitu agar si anak kelak ketika dewasa menjadi anak yang baik dan berbakti. Seperti yang di ungkapkan oleh Tokoh adat berikut : Makna tradisi bekayat ini sebagai penyelamat umat manusia di dunia maupun akhirat. Ini kepercayaan masyarakat sasak. Jika Bekayat dibacakan pada saat memperingati sembilan hari meninggalnya seseorang maknanya agar seseorang yang sudah meninggal itu cepat sampai di alam syurga dan di ampuni dosa-dosanya sedangkan makna bagi seseorang yang tujuh bulanan bekayat ini dipercaya sebagai penyelamat saat malahirkan nanti dan si anak yang dilahirkan menjadi anak yang baik dan berbakti. Hal senada juga di ungkapkan oleh tokoh agama. Beliau menuturkan Agen saq selamet manusia leq dunia kance akhirat. mun dengan mate agen saq lurus perjalanan menuju alam barzah. Mun dengan saq mituq bulanan agen saq selamet jingken nganaq jemaq.( supaya selamat manusia di dunia dan akhirat. kalau orang yang meninggal biar lancar perjalanannya sampai alam barzah, sedangkan orang yang tujuh bulanan supaya selamat saat melahirkan anaknya kelak.)

2. Makna Waktu Bekayat Bekayat ini selalu dilakukan pada malam hari sehabis solat Isya. Maknanya yaitu karena setelah solat Isya waktunya sangat panjang dibandingkan solat Magrib. Selain itu Bekayat ini dilakukan pada malam hari karena dipercaya dapat membawa ketenangan bagi orang yang membaca dan mendengarkan sehingga dipercaya dapat membuka pintu hati dan hidayah untuk mereka agar segera bertobat dan memohon ampun kepada sang pencipta. Seperti yang dituturkan oleh tokoh agama berikut : Makna waktu malam hari pelaksanaan tradisi Bekayat ini agar lebih tenang dan khusyuk bagi siapa saja yang membaca dan mendengarkan dan supaya orang-orang yang mendengarkan pembacaan kayat ini dapat dibukakan pintu hidayah agar segera mengingat Allah taala.. Hal senada juga di ungkapkan tokoh Masyarakat. Beliau mengungkapkan : Dilakukan pada malam hari setelah solat Isya karena waktu setelah Isya lebih panjang ketimbang Magrib dan bisa dilakukan hingga mendekati solat Subuh, tapi dilakukan pada malam hari karena dipercaya bisa membawa kedamaian bagi semua orang yang membaca dan mendengarkan alunan syairnya. 3. Makna Tempat Bekayat Tempat dilakukannya ritual Bekayat ini yaitu diadakan sesuai acara. Jika Bekayat diadakan bagi perempuan yang memperingati tujuh bulanan, meninggalnya seseorang ataupun aqiqahan maka biasanya diadakan dirumah yang punya hajatan. Maknanya dipercaya agar di dalam rumah selalu diberikan kebahagian, di berikan barokah bagi si penghuni rumah dan bagi seseorang yang diniatkan mendapat keselamatan dari proses Bekayat ini. Sedangkan jika Bekayat ini dilaksanakan pada peringatan hari-hari besar umat Islam seperti IsraMiraj dan Maulid Nabi maka diadakannya di Masjid. Dilakukan di masjid karena masjid merupakan rumah Allah sekaligus tempat ibadah umat Islam. Seperti yang di ungkapkan tokoh adapt. Beliau menuturkan: Makna tempat dilakukan tergantung dari yang punya acara dan tergantung acara itu diperuntukkan untuk siapa. Jika diperuntukkan untuk memperingati Sembilan hari meninggalnya seseorang, tujuh bulanan perempuan hamil dan aqiqahan maka dilakukan dirumah. Jika memperingati hari besar umat Islam maka dilakukan di Masjid saja. Pernyataan yang sama juga di ungkapkan oleh tokoh masyarakat : Tergantung dari yang punya hajatan, jika niatnya untuk seseorang maka dilakukan dirumah orang itu, tapi jika niatnya untuk kemaslahatan umat muslim maka dilakukan di Masjid ketika peringatan Isra Miraj dan Maulid Nabi. g. Gambaran Pelaksanaan Ritual Bekayat 1. Peralatan yang digunakan dalam ritual Bekayat Peralatan yang digunakan dalam ritual Bekayat ini yaitu beberapa jenis kitab seperti : (a) Kitab Qisashul Anbiya yaitu yang berisi perjalanan hidup Nabi-nabi. Kitab ini banyak bagiannya yaitu misalnya bagian kisah hidup Nabi Nuh as yang ketika itu sedang berlayar menggunakan perahunya, hal ini dipercaya bahwa orang yang sudah meninggal hingga sampai menuju syurga sedang berlayar layaknya mengendarai perahu. Kitab pada bagian ini dibacakan ketika

memperingati sembilan hari orang yang meninggal dunia (Belayaran) atau yang disebut Bekayat Qisbul Gaibah. Banyak lagi bagian sejarah Nabi yang ditulis dalam kitab ini tapi ketika membacanya disesuaikan dengan hajatan atau acara. Jika memperingati tujuh bulanan perempuan yang hamil maka dibacakan kitab Qisashul Anbiya bagian Nabi Ibrahim dan Siti Zubaidah, sedangkan jika memperingati aqiqahan maka dibacakan kitab Qisashul Anbiya bagian Nabi Muhammad ketika masih kecil atau yang disebut Hikayat Nabi bercukur. (b) Kitab Nur Muhammad yaitu berisi perjalanan hidup nabi Muhammad SAW saja yang terdiri dari tiga bagian yaitu sejarah kelahiran Nabi, Mukjizat Nabi dan pengangkatan Nabi hingga meninggal dunia.Kitab ini dibaca ketika memperingati hari-hari besar umat Islam seperti Maulid Nabi dan Isramiraj. Seperti yang di ungkapkan tokoh adat. Beliau menuturkan : Peralatan yang digunakan dalam tradisi ini adalah kitab. Ada dua jenis kitab yang digunakan yaitu kitab Qisashul Anbiya, dan kitab Nur Muhammad. Selain kitab yang digunakan sebagai peralatan untuk Bekayat adalah pengeras suara tetapi jika ada, jika tidak ada juga tidak apa-apa. Penuturan yang sama juga di ungkapkan oleh tokoh masyarakat. Beliau menuturkan : Peralatan yang digunakan adalah kitab sesuai dengan permintaan yang punya hajatan atau yang punya acara. Kitab adalah peralatan yang paling utama dalam ritual Bekayat ini 2. Alur / Urutan Ritual Bekayat Alur atau urutan Ritual Bekayat dalam pelaksanaannya pembacaan kayat ini tidak dilakukan dengan sendiri-sendiri tetapi secara berkelompok dengan mengumpulkan masyarakat mulai dari remaja dan orang tua dengan terlebih dahulu mengadakan pemberitahuan atau dalam Bahasa Sasak dikenal dengan istilah Pesilaq, baik melalui pengeras suara maupun melalui informasi langsung datang ke rumah masing-masing orang. Hal ini menunjukkan bahwasanya apa yang dilakukan itu selalu dengan kebersamaan bahwa satu atau dua orang tidak bisa melakukannya. Tema masing-masing Bekayat yang dituturkan di atas sesuai dengan jenis peristiwa atau acara yang terjadi. Sebelum penuturan Bekayat terlebih dahulu Tukang Bekayat di undang beberapa hari sebelumnya. Tukang Bekayat menanyakan acara apa yang dilaksanakan oleh pengundang, maksudnya agar dapat mempersiapkan materi Bekayat yang akan disampaikan, dan disesuaikan dengan yang akan direncanakan. Adapun proses dari ritual Bekayat itu sendiri yaitu Bekayat ini dilakukan setelah acara atau hajatan selesai di gelar. Jadi Bekayat ini merupakan puncak akhir acara dari hajatan itu. Jika hendak mengadakan tujuh bulanan, sembilan hari meninggalnya seseorang atau aqiqahan maka Bekayat ini di gelar setelah acara inti dari peringatan acara dan dilakukan pada malam hari Adapun tahap-tahap pelaksanaan dari pembacaan seni Bekayat ini sebagai acara puncaknya adalah : 1) Zikir yang disertai doa Sebelum kayat dibaca terlebih dahulu dengan membaca zikir dan berdoa. Isi zikir itu sebagai pembuka dan tanda untuk mendekatkan diri kepada yang maha kuasa sebagai pemberi rahmat, karena dialah satu-satunya yang patut untuk dipuja dan manusia hanya sebagai pengabdi kepadanya. Mereka membaca tahmid, tahlil dan membaca ayat-ayat Al-quran. 2) Membaca Sholawat Sholawat dibaca sebagai perintah agar mencintai daripada Rasul, karena dialah satu-satunya sebagai utusan dari Allah SWT yang patut untuk disyafaat. Sholawat ini juga sebagai ungkapan untuk mencintai Rasul sebelum dibaca dari kayat.

3) Membaca Surat Al-Fatihah Surat Al-Fatihah adalah merupakan salah satu surat dalam Al-quran. Alasan dibaca surat AlFatihah terlebih dahulu sebelum baca kayat karena surat Al-Fatihah ini sebagai induk dari semua surat yang ada dalam Al-quran yang makna-maknanya melingkupi semua surat-surat dalam Alquran. 4) Membaca Rauhul Rauhul ini adalah sebagai pembuka dimulai baca kayat. Rauhul ini adalah bacaan yang berisi tentang isi kisah-kisah yang semuanya menceritakan tentang Nabi-Nabi dan Rasul untuk mengingatnya kembali. 5) Mulai membaca kayat Setelah semua yang disebutkan diatas, barulah dimulai membaca kayat sebagai acara yang dianggap puncak dari apa yang akan dilakukan. Dalam acara pembacaan kayat ini tidak lepas dengan disediakannya makanan dan minuman yang dianggap sebagai sedekah atas apa yang sudah mereka lakukan. Seperti yang di ungkapkan oleh tokoh adapt. Beliau mengungkapkan : Sebelum memulai membaca, terlebih dahulu pembaca hikayat berzikir dan berdoa, membaca tahmid, tahlil dan ayat-ayat Al-Quran. Alasannya sebagai pembuka dan tanda untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kemudian yang kedua membaca sholawat Nabi dan Rasul, yang ketiga pembaca hikayat membaca isi singkat cerita (Rauhul) dan pembaca hikayat mulai membaca kayat hingga selesai dan ditutup dengan membaca doa keselamatan bagi semua umat manusia. Sama seperti pernyataan tokoh adat di atas, pernyataan tokoh agama juga menuturkan : Saq endeqman mulai ngayat, saq perlu te bace juluq no pade bezikir juluq, saq engkah ne bezikir te lanjut siq membace solawat joq baginda Nabi Muhammad, baruq saq engkahan no ngelanjut siq te pace rohul, baruq mulai mace jangke tutuq isi kitab no. engkah bace berdoa maliq agen pade tebeng selamet. ( Sebelum mulai membaca kayat, yang perlu dibaca terlebih dahulu adalah berzikir, setelah berzikir kita harus membaca sholawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Selanjutnya setekah itu membaca isi singkat kitab (Rauhul), kemudian barulah mulai membaca isi kitab secara keseluruhan hingga selesai. Setelah selesai dilanjutkan dengan membaca doa keselamatan untuk semua umat manusia. h. Bentuk Lagu/ Nada Bekayat Analisis Bekayat memang tidak dapat dipisahkan dari kerangka sastra, bahasa, kepercayaan dan sosial budaya, sebab Bekayat selalu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di luar teks yang menjadi rangkaian kegiatan seperti acara adat dan acara agama. Begitu juga dengan bentuk lagu atau nada dari Bekayat ini (Sapiin, 2000 : 62). Pembaca melantunkan syair Bekayat dengan nada (intonasi) dan lagu tertentu. Ada empat macam lagu syair Bekayat ini yaitu : 1). Sorong Jukung. 2). Gundiq Ciko 3). Timbang Branyut 4). Pengiring Onta Keempat macam lagu ini disesuikan dengan tema kalimat atau judul Bekayat yang dituturkan. Misalnya penuturan Bekayat Qisbul Gaibah yang berlangsung pada saat Belayaran. Para penonton atau pendukung hanya mendengarkan dengan penuh kehusyukan dan tidak ada dialog. Lagu yang dibacakan pun yaitu Sorong Jukung, Gundiq Ciko, Timbang Berayun dan Pengiring Onta. Kegiatan Bekayat ini dianggap Ngaji, yaitu sama artinya dengan kegiatan mendengarkan ceramah dakwah yang merupakan ibadah. Para pendukung Bekayat larut dan terbawa oleh kesyahduan lagu dan intonasi atau nada tukang Bekayat. Suasana malam yang larut akan

menambah kenikmatan tersendiri bagi para penonton dalam mendengarkan baris demi baris syair Bekayat sehingga membuat suasana rumah sekitar berlangsungnya penuturan Bekayat terasa damai dan tentram. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ritual Bekayat merupakan ritual yang turun temurun dari nenek moyang masyarakat Desa Selagalas terdahulu yang ada pertama kali pada saat agama Islam mulai tumbuh dan berkembang di Pulau Lombok. Agama Islam dibawa oleh para Wali dan diteruskan oleh para Muballiq yang berasal dari Palembang, dimana para Muballiq itulah yang mengajarkan penduduk Lombok membaca dan menulis Huruf Jawi (Arab Melayu) yang dijadikan Kitab Bekayat oleh masyarakat Sasak. 2. Lahirnya ritual Bekayat ini sebenarnya ketika zaman dahulu sebagai siar agama islam yang pada waktu dulu masih menganut islam waktu telu (waktu tiga) sehingga bekayat ini dijadikan sebagai media dakwah dalam melanjutkan perjuangan nabi besar Muhammad saw dalam mensyiarkan agama islam. 3. Makna ritual Bekayat ini yaitu menurut kepercayaan sebagai penyelamat manusia di dunia maupun di akhirat. Makna Bekayat ini dilakukan ketika memperingati meninggalnya seseorang adalah agar seseorang yang sudah meninggal ini selamat, sampai ditempat yang mulia yaitu syurga, sedangkan makna Bekayat dilakukan ketika memperingati tujuh bulanan wanita hamil adalah agar proses persalinan berjalan dengan lancar, memberikan keselamatan kepada ibu dan bayinya serta agar anak yang dilahirkan ketika besar menjadi anak yang baik dan taat kepada orang tua, agama, bangsa dan Negara. Makna Bekayat dilakukan pada malam hari setelah Solat Isya agar lebih khusyuk dan menentramkan hati dan pikiran ketika membaca dan mendengarkan sehingga dipercaya dapat membuka pintu hati agar segera bertobat dan selalu mengingat sang pencipta. 4. Ada tiga fungsi kegunaan dari Bekayat ini yaitu (1) fungsi kepercayaan yaitu agar kita sebagai manusia selalu mengingat Allah SWT, yang menciptakan seluruh isi didunia ini, dan (2) fungsi sosial yaitu sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi antar umat muslim, (3) fungsi budaya yaitu sebagai pelestarian budaya-budaya Islam yang masih banyak dan perlu untuk dilestarikan, (4) fungsi pendidikan yaitu cerita Nabi dan Rasul di dalam Bekayat ini dijadikan panutan bagi semua umat manusia, (5) fungsi hiburan yaitu hanya sebagai pelipur lara, karena Bekayat ini bercerita atau bersyair dengan mendendangkan tembang Melayu, dan (6) fungsi pengobatan yaitu dipercaya sebagai sarana pengobatan bagi perempuan yang sedang hamil. 5. Gambaran pelaksanaan ritual Bekayat ini dimulai terlebih dahulu yaitu dimulai dengan pembacaan zikir dan doa, kemudian membaca sholawat (puji-pujian kepada Nabi atau Rasul), yang ketiga membaca surat Al-Fatihah kemudian pembaca hikayat menjelaskan tentang isi singkat cerita yang disebut Rauhul. Dan pembaca hikayat langsung mulai membaca kayat, dan diakhiri dengan zikir serta membaca doa keselamatan bagi seluruh umat manusia 6. Kajian Bekayat secara agama yaitu (1) menunjukkan unsur pengingat dan pembelajaran kepada yang masih hidup, juga sebagai langkah untuk meningkatan man dan takwa karena di dalamnya tentang kisah-kisah para Nabi, Rasul serta Perjuangannya. (2) Tentang peringatan pada umat Islam supaya menjalankan perintah dan menjauhi larangannya sesuai dengan apa yang

diteladani oleh para Nabi dan Rasul. (3) Tentang suri tauladan Nabi dan Rasul yang harus dicontoh oleh semua manusia,(4) Kegiatan budaya Islami yang isinya tentang kisah Nabi dan ajarannya dan (5) Berisi dakwah melalui bacaan atau cerita yang berisi tentang sejarah Nabi, Mukjizat Nabi dan kisah-kisah para Nabi dan Rasul. B. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi pemerintah atau pembuat kebijakan di kota Mataram mulai dari tingkat Desa, Kecamatan dan sampai tingkat Provinsi agar lebih memperhatikan pentingnya pelestarian tradisi-tradisi atau budaya-budaya serta adat istiadat lokal karena hal itu akan menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan lokal maupun kebudayaan nasional. 2. Bagi tokoh-tokoh non formal dalam hal ini tokoh adat Desa Selagalas agar selalu saling memacu dalam melestarikan ritual Bekayat pada khususnya dan budaya-budaya lokal pada umumnya sepanjang budaya-budaya lokal tersebut memiliki kontribusi yang baik bagi masyarakat Desa Selagalas karena ritual Bekayat ini merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh Masyarakat Desa Selagalas pada khususnya dan Lombok pada umumnya yang berfungsi sebagai wadah dalam mendidik generasi muda Sasak agar lebih peka terhadap pelestarian budaya lokal. 3. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian lanjutan dengan lebih mendalam sehingga nantinya bisa membuka mata masyarakat tentang budaya-budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang sehingga masyarakat tergerak untuk mempertahankan dan melestarikan budaya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Imran Teuku; 1988, Hikayat Meukuta Alam. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi; 2002, Prosedur Penelitian,Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta. Atmosuwito, Subijantoro; 1989, Perihal Sastra Dan Religiusitas Dalam Sastra. PT Sinar Baru :

Bandung. Dyson dkk; 1980, Upacara Kematian Pada Masyarakat Dayak Nganju di Kalimantan Tengah. Depdikbud: RI Esten, Mursal; 1992, Tradisi dan Modernitas dalam Sandiwara. Rineka Cipta: Jakarta. Geertz, Clifford; 1992, Tafsir Kebudayaan. PT Kanisius : Yogyakarta. Hairil ,Wadi S.Pd; 2007, Seni Ngayat dan Nyaer Dalam Budaya Sasak di Lombok NTB. FKIP University Mataram: Mataram http : // Melayu Online.com,11April 2009. Koentjaraningrat; 1989, Pengantar Antropologi II. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Koentjaraningrat; 2000, Kebudayaan Sebuah Mentalitas Dan Pembangunan. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Meleong, Lexy J; 2002, Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada Universitiy Press : Yogyakarta. Miles, Matherwa dkk; 1992, Analisa Data Kualitatif. Indonesia University Press: Jakarta. Nasution; 2000, Metode Research. Gahlia Indonesia: Jakarta Nawawi; 1993, Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Novi & Mansyuri; 2004, Pola Interaksi Sosial Antara Masyarakat Bali Dan Masyarakat Sasak Dalam Upacara Perang Topat Dan Upacara Pujawali Pura Lingsar Di Desa LingsarKec.Narmada Lobar Prov.NTB. FKIP Mataram University: Mataram Nurgiyantoro, Burhan; 2007, Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. ODea, Thomas; 1987, Sosiologi Agama (Suatu Pengantar Awal). CV Rajawali : Jakarta. Peursen, Van; 1998, Strategi Kebudayaan. PT Kanisius : Yogyakarta Prasetya; 2007, Postmodernisme Budaya Politik & Kebijakan Budaya (Religi&Ritual). Rineka Cipta : Jakarta. Ragamaran, Rafael; 2000, Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Rineka Cipta : Jakarta. Rida, Zaniar dkk; 1986, Materi Pokok Sejarah Kebudayaan. Depdikbud : Jakarta.

Rifai, Rofii & Marii; 2005, Dakwah Tuan Guru Kiai H.M.Zainuddin Abdul Madjid Dalam Rangka Pembaharuan Islam di Lombok NTB Rosady, Ruslan; 2006, Public Relation Dan Komunikasi. PT Raja Grapindo Persada: Jakarta. Roshayati, Ani dkk; 1995, Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya. Depdikbud : Yogyakarta. Saifuddin, Achmad Fedyani; 2005, Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Prenada Media : Jakarta. Sapiin; 2000, Tradisi Bekayat Dalam Masyarakat Sasak Kajian Bentuk, Fungsi Dan Makna (Studi Kasus di Desa Montong Betok Lotim). Udayana University : Denpasar Soekanto, Soerjono; 1986, Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Beru Ketiga 1987. Rajawali Press : Jakarta. Sugiyono; 2007, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. PT Alfabeta: Bandung. Spredly, James; 1997, Metode Etnografi. Tiara Wacana : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai