Dosen Pengampu:
Dr. H. Sudirman, M. Ag.
Hilman Taufiq Abdillah, M. Pd.
Disusun Oleh :
Kelompok : 7 Kelas : 5B
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang Polemik Tentang Halal dan Haram Musik Dalam Islam ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan penulis mengenai musik menurut pandangan islam.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Inilah solusi terhadap kondisi kehidupan
yang sangat rusak dan buruk sekarang ini, sebagai akibat penerapan paham
sekulerisme yang kufur. Namun demikian, di tengah perjuangan kita
mewujudkan kembali masyarakat Islami tersebut, bukan berarti kita saat ini
tidak berbuat apa-apa dan hanya berpangku tangan menunggu perubahan. Tidak
demikian. Kita tetap wajib melakukan Islamisasi pada hal-hal yang dapat kita
jangkau dan dapat kita lakukan, seperti halnya bermain musik dan bernyanyi
sesuai ketentuan Islam dalam ruang lingkup kampus kita atau lingkungan kita.
Tulisan ini bertujuan menjelaskan secara ringkas hukum musik dan
menyanyi dalam pandangan fiqih Islam. Diharapkan, norma-norma Islami yang
disampaikan dalam makalah ini tidak hanya menjadi bahan perdebatan
akademis atau menjadi wacana semata, tetapi juga menjadi acuan dasar untuk
merumuskan bagaimana bermusik dan bernyanyi dalam perspektif Islam.
Selain itu, tentu saja perumusan tersebut diharapkan akan bermuara pada
pengamalan konkret di lapangan, berupa perilaku Islami yang nyata dalam
aktivitas bermain musik atau melantunkan lagu, minimal di kampus atau
lingkungan kita berada.
2.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Musik sudah ada sejak zaman purbakala dan dipergunakan sebagai alat
untuk mengiringi upacara-upacara kepercayaan. Perubahan sejarah musik
terbesar terjadi pada abad pertengahan disebabkan terjadinya perubahan
keadaan dunia yang makin meningkat. Musik tidak hanya dipergunakan untuk
keperluan keagamaan, tetapi dipergunakan juga untuk urusan duniawi
4
c. Zaman Barok dan Rokoko
Kemajuan musik pada zaman pertengahan ditandai dengan munculnya
aliran-aliran musik baru, diantaranya adalah aliran Barok dan Rokoko. Kedua
aliran ini hampir sama sifatnya, yaitu adanya pemakaian Ornamentik (Hiasan
Musik). Perbedaannya adalah bahwa musik Barok memakai Ornamentik yang
diserahkan pada Improvisasi spontan oleh pemain, sedangkan pada musik
Rokoko semua hiasan Ornamentik dicatat.
5
2.2.2. Sejarah Musik Secara Khusus (Islam)
Menilik sejarahnya, seni musik Islam sangat dipengaruhi musik Arab
yang telah ada sebelum era Rasulullah SAW. Dalam bahasa Arab, musik berasal
dari kata “ma'azif” dari akar kata “azafa” yang artinya berpaling. Ma'azif
merupakan kata plural dari mi'zaf, yakni sejenis alat musik pukul yang terbuat
dari kayu dan dimainkan oleh masyarakat Yaman dan sekitarnya.
6
musik dimainkan. Hal itu karena bangsa Arab menggunakannya sebagai ajakan
untuk melakukan ritual berhala.
Secara bahasa, kata musik dalam tradisi hadis Nabi SAW seringkali
disejajarkan dengan kata Al-Ma’azif. Imam Ibnu Hajar berpendapat bahwa Al-
Ma’azif berarti alat-alat musik. Sementara dalam Al-Qamus, kata Al-Ma’azif
berarti alat musik sejenis rebab dan gitar. Berbeda dengan Ibnu Hajar, Al-
Qurtuby, mengutip Al-Jauhari, memaknai lafadz Al-Ma’azif dengan nyanyian.
Senada dengan Ibn Hajar, Al-Zahabi berpendapat bahwa Al-Ma’azif adalah
nama bagi setiap alat musik yang dimainkan seperti seruling, rebeb atau gitar,
terompet, simbal atau kecrekan. Secara umum, musik sudah dikenal oleh bang
Arab sebelum kedatangan Islam. Bangsa Arab sendiri konon adalah bangsa
yang mahir dalam bersyair, bernyanyi dan berpidato. Bahkan, bernyanyi dan
bermain musik saat itu tidak hanya dilakukan kaum laki-laki saja, tetapi juga
kaum wanita yang mahir memainkan musik rumah seperti duff (tamborin)
qussaba dan muzma (alat-alat musik sejenis seruling). Musik barangkali
menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Nabi SAW. Nabi
sendiri dalam beberapa kesempatan seperti melarang, sementara dalam
kesempatan lain Nabi membolehkan. Musik sebagai tradisi Arab tidak serta
merta dihapus oleh Nabi SAW. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW
melarang musik karena musik menjadi salah satu misalnya kaum Muslim lalai
terhadap kewajibannya. Dengan kata lain, pelarangan atas musik selalu identik
dengan sebab-sebab lain yang bertentangan dengan nilai-nilai universalisme
ajaran Islam seperti kelalaian.
7
Di dalam Q.S. Lukman ayat 19 misalnya, dikatakan “Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara Keledai. Mengomentari ayat tersebut Al-
Ghazali dengan mengambil mafhum mukhalafah berpendapat bahwa Allah
SWT memuji suara yang baik, atau dengan kata lain Allah SWT membolehkan
mendengarkan nyanyian yang baik. Indikasi lain dari narasi Alquran adalah
tertuang dalam Q.S. Lukman ayat 6. Dalam ayat tersebut dikatakan “Dan di
antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal hadis untuk menyesatkan
orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya ejekan. Bagi mereka siksa
yang menghinakan”.
Nabi SAW sendiri kini sudah tidak dapat dijumpai lagi, hanya konon
segelintir saja yang dapat menemuinya, melalui mimpi. Tentang pribadi dan
ajaran-ajaranya kini hanya bisa dinikmati melalui teks-teks warisan para ulama,
sebagian, atau bahkan mayoritas kaum Muslim menyebutnya dengan hadis,
landasan otoritatif pertama kaum Muslim setelah Alquran. Tradisi Arab tempat
di mana Nabi SAW menghabiskan seluruh masa hidupnya adalah satu-satunya
pahatan tentang bagaimana hukum-hukum Tuhan dibentuk dan menjadi cermin
bagi kaum Muslim saat ini. Di dunia modern, musik barangkali sesuatu yang
kehadirannya telah dulu ada sejak sebelum misalnya, bayi dilahirkan. Musik di
dunia modern ini telah memenuhi dan menemani keseharian kaum Muslim.
Tradisi bermusik telah menjadi tradisi manusia modern dalam menemani segala
aktivitas kesehariannya. Bahkan di kalangan tertentu, musik merupakan sesuatu
yang dapat menjadi alternatif pelepas penat, stres, dan sebagainya. Dengan kata
lain, musik merupakan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Meskipun di
tempat-tempat tertentu, musik menjadi bagian sesuatu yang tidak
diperkenankan agama.
8
Dengan menimbang aspek ajaran universalisme Islam,yang lebih
menekankan pada tatanan moral, ketimbang hukum, melalui pembacaan atas
hadis-hadis Nabi SAW musik di dunia modern ini, tidak serta merta dilarang.
Musik yang telah menjadi bagian dari kehidupan dunia modern, merupakan hal
yang justru meski dimanfaatkan dan dapat mendatangkan kebaikan.
9
Sedemikian komprehensifnya buku tersebut sehingga Ilmuwan Muslim
terkenal saat itu, yaitu Ibn Khaldun, menyebutnya sebagai “biang musik”
(Hosein, 1979:38). Pada akhir masa Ummayah, elemen-elemen yang berbeda
dari musik Arab dan musik bangsa bangsa non-Muslim yang kemudian
memeluk Islam, tergabung ke dalam gaya musik Islamis klasik. Dengan
berdirinya kekalifahan Abbasiyah pada tahun 750 Baghdad menjadi pusat
musikal terdepan saat itu. Masa kekalifahan Abbasiyah merupakan periode
keemasan (Golden Age) untuk musik Islamis. Pada saat itu penguasaan musik,
yang seakan-akan merupakan keharusan bagi setiap orang yang terpelajar, di
antaranya berkaitan dengan virtuositas, teori estetika, sasaran-sasaran etis
maupun terapis, pengalaman mistis, dan spekulasi matematis. Di samping itu
para pemusik profesional juga dipersyaratkan memiliki penguasaan teknis, daya
kreatif, dan pengetahuan ensiklopedis yang memadai. Di antara para pemusik
Abbasiyah terbaik ialah Ibrahîm al-Mawshilî dan Ishâq. Hampir semua anggota
keluarga bangsawan Persia saat itu ialah pimpinan musisimusisi istana dan
sahabat-sahabat dekat dua kalifah, yaitu Hârûn ar-Rasyîd dan al-Ma’mûn
(Sabini 1976:2223). Ishâq al-Mawsilî, seorang penyanyi, komposer, dan virtuos
‘Ûd Arab, adalah seorang musisi Abbasiyah yang hebat. Sebagai seorang musisi
yang berkebudayaan luas, ia telah menulis sekitar 40 buku dalam bidang musik,
baik berkaitan dengan toeri maupun kumpulan karya-karya musik, yang konon
telah banyak yang hilang (Shiloah dalam EB 2006).
Thus the first modal theory, that asâbi’ (fingers), ascribed to Ishâq
alMawsilî (150-236/767-850), is related to the frets and fingers used in
producing notes on the ‘ûd. Its four strings were tuned in fourths, and each one
10
of them had the range of fourth whose two outer notes were fixed while the
others were variable. Pada bagian atas setiap lagu terdapat petunjuk-petunjuk
mengenai modus dan jenisjenis interval terts dengan kualitas mayor, minor, dan
netral/ murni, serta modus ritmis, yang digunakan untuk lagu tersebut. Terts
ialah ialah sebuah interval yang menjangkau tiga nada berurutan dalam suatu
susunan tangga nada. Interval tersebut bervariasi dalam ukuran yang pasti tanpa
kehilangan karakternya. Musik Barat menggunakan terts mayor dan minor
sedangkan kebanyakan musik non-Barat dan musik rakyat menggunakan terts
murni (netral), yang ukurannya terdapat di antara mayor dan minor. Terts murni
dalam musik Islamis yang kira-kira diperkenalkan pada masa tersebut,
memberikan kontribusi terhadap penambahan jumlah modus melodis dari
delapan hingga 12 macam dengan cara membuat lebih banyak interval sebagai
landasan dalam membangun melodi-melodi baru. Sementara itu jumlah modus-
modus ritmis bervariasi dari enam hingga delapan, dengan struktur dan isi yang
berbeda-beda (Wright, 1992: 681). Kemajuan musik di dunia Islam pada masa
Ummayah, tidak hanya terjadi dalam bidang pendidikan dan pertunjukan, baik
artistik maupun hiburan, melainkan juga dalam bidang kritik musikologis.
Sehubungan dengan itu Ishâq dan Ibrâhîm al-Mawshilî aktif berpartisipasi
dalam perdebatan di antara aliran modernisme Romantik Persia yang cenderung
pada antusiasme dekoratif, dan Klasikisme Arab yang sederhana dan tingkat-
tingkat kesulitan artistik yang bervariasi. Aliran modernisme Persia didukung
oleh Ibn Jâmi’ dan penyanyi terkenal Pangeran Ibrâhîm ibn al-Mahdî,
sementara aliran klasik lama didukung oleh Mawshilîs. Pada paruh kedua abad
ke-8, literatur Islamis mengenai teori musik pernah menjamur di pusat-pusat
kebudayaan Islam. Warisan karya-karya ilmiah musik bangsa Yunani mulai
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para sarjana Arab yang akrab dengan
literatur Yunani, menunjukkan produktivitasnya dengan mempersembahkan
buku-buku baru dan penerbitan ulang bagian-bagian tertentu dari buku-buku
Yunani. Dalam karya-karyanya, mereka memperluas, menggubah,
mengembangkan, dan menyumbangkan kejelasan baru teori-teori musik
Yunani. AlKindî, filsuf terkenal yang secara mendalam sangat fasih dalam
ilmu-ilmu Yunani, menulis lebih dari 13 karya tulis tentang musik, termasuk di
antaranya ialah beberapa literatur musikal Arab tertua yang hingga kini masih
bertahan. Ia juga memperdalam teori etos (ta’tsîr) dan aspek-aspek kosmologis
dari musik. (Lihat sub bahasan: “The Umayyad and Abbâsid dynasties: classical
Islâmic music” dalam EB 2006). Warisan Islam mengenai teori-teori estetika
musik dari berbagai tokoh tersebut, termasuk juga di antaranya dari
persaudaraan Ikhwân ash-Shafâ, dibahas secara komprehensif oleh Shehadi
(1995). Pembahasan Shehadi meliputi survey pemikiran filsafat musik dari
antara abad ke-9 hingga ke-15. Topik-topik yang dibahas meliputi fisika dan
estetika bunyi, sifatsifat musik, kedudukannya dalam skema kehidupan seluruh
benda dan manusia, hubungan di antara musik, astronomi, astrologi, dan
11
meteorologi. Di samping itu ia juga membahas hubungan di antara musik
dengan perasaan, sifat, dan kebiasaan, terhadap pertanyaan apakah Muslim
yang saleh diperbolehkan mendengarkan musik, dan jika diperbolehkan, musik
yang seperti apa? Dalam hal ini terdapat tiga mazhab, yaitu membolehkan, yang
melarang, dan pertengahan atau membolehkan dengan syarat. Buku ini juga
melacak pengaruh-pengaruh Yunani, khususnya aliran Pythagoras dan
Aristoxenus, terhadap pemikiran Islamis mengenai masalah musik, dengan
menghasilkan suatu pernyataan filosofis yang koheren dari para penulis Islam
tentang hal ini. Di samping mengklarifikasi inti argumen-argumen, buku ini
juga merupakan evaluasi kritis terhadap garis pemikiran mereka (Shehadi,
1995: 114). Ikhwân ash-Shafâ, sebuah persaudaraan yang terdiri dari para filsuf
Islam, memiliki peran yang penting dalam pengembangan pengetahuan musik
di dunia Islam pada abad ke-10. Persaudaraan ini memberikan perhatian yang
besar pada tema ta’ tsîr dan kosmologi musik yang didalami oleh Al-Kindî.
Mereka mencapai teori baru mengenai bunyi yang mengungguli teori-teori kuno
Yunani. Di samping Al-Kindî dan Ikhwân ash Shafâ, periode ini juga telah
diramaikan oleh para filsuf lain yang mendalami teori musik secara khusus,
seperti di antaranya ialah alFarabi dengan karyanya Kitâb alMusîqî al-Kabîr,
dan Ibn Sînâ, pelopor ilmu kesehatan, yang di Eropa dikenal dengan nama
Avicenna. Mereka aktif bergelut dengan topik-topik yang berkaitan dengan
teori bunyi, interval, jenis-jenis musik dan sistem-sistem yang menyertainya,
komposisi, ritme, dan instrumen-instrumen. Hal serupa juga dilakukan oleh As
Sarakhsî, kemudian oleh tokoh sejamannya, Tsâbit ibn Qurrah, dan murid Ibn
Sînâ yaitu Ibn Zaylâ. Ahli teori musik terakhir pada periode Abbasiyah adalah
Shafî adDîn yang membuat kodifikasi elemen-elemen praktis modal yang
kemudian dikenal sebagai sistem musikal tingkat lanjut dan menjadi model
acuan bagi generasi-generasi berikutnya. Banyak dari warisan-warisan teori
musik dan karya-karyanya yang ditulis di antara abad ke-13 dan abad ke-19,
kemudian diterapkan ke dalam berbagai kelipatan tradisi-tradisi lokal (Shehadi,
1995:3449).
a. Musik Diatonis
Musik diatonis adalah musik yang menggunakan tujuh buah nada
standar. Nada dalam teori musik diatonis barat diidentifikasikan menjadi 12
nada yang masing-masing diberi nama C, D, E, F, G, A dan B, selain itu terdapat
pula nada-nada kromatis Cis/Des, Dis/Es, Fis/Ges, Gis/As dan Ais/Bes. Jenis
musik yang dihasilkan dari musik diatonis antara lain : (1) musik populer (2)
12
musik folk (3) musik blues (4) musik country (5) musik jazz (6) musik klasik
(7) musik rock (8) musik pop.
b. Musik Pentatonis
Musik pentatonis adalah musik yang menggunakan 5 nada perk oktaf,
dengan nada yang biasanya digunakan adalah nada pertama, kedua, ketiga,
kelima dan keenam pada skala diatonik. Skala pentatonik ditemukan di seluruh
dunia seperti pada alat musik tuning krar di Euthiopia dan gamelan di Indonesia.
Nada dalam teori musik pentatonik gamelan jawa diidentifikasikan menjadi 5
nada yang masing-masing diberi nama C-, D, E+, G Dan A. Jenis musik yang
dihasilkan dari musik pentatonis antara lain : (1) Musik Tradisonal Klasik, (2)
Musik Tradisional Rakyat.
c. Musik Kontemporer
Musik Kontemporer adalah musik yang merupakan perpaduan dari
berbagai macam hasil rekaman bunyi-bunyi, baik bunyi yang berasal dari alat
elektronik maupun yang berasal dari lingkungan alam atau yang berasal dari
perpaduan keduanya. Bunyi yang berasal dari elektronik misalnya gitar listrik,
bass, dram organ dan sebagainya. Sedangkan musik yang berasal dari alam
misalnya musim yang dihasilkan dari suara burung, suara katak, ombak dan
lain-lain.
Musik Klasik
Musik klasik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai :1) Ilmu atau seni yang mempunyai nilai atau posisi yang diakui
serta langgeng dan sering dijadikan tolak ukur dan tidak diragukan, 2) Karya
sastra yang bernilai tinggi serta langgeng dan karya susastra jaman kuno
yang bernilai kekal, 3) Sederhana, serasi dan tidak berlebihan, 4)
Tradisional. Musik klasik adalah komposisi yang berasal dan berkembang
di negara barat (Eropa) sekitar tahun 1750-1825. Pada era ini nama-nama
besar seperti Bach, Mozart atau Haydn melahirkan karya-karya yang berupa
sonat, somponi, konser solo, string kuarter, hingga opera. Musik klasik
dapat diartikan sebagai karya musik yang berkelas tinggi, bersifat abadi,
tidak mudah dilupakan bahkan tetap ada sampai saat ini, dengan tampilan
yang sempurna dan menakjubkan.
13
mengejutkan sehingga iramanya tidak monoton, sehingga musik klasik
sangat efektif untuk merangsang keterkaitan di dalam otak, memicu ingatan
dan kreativitas.
Musik Pop
Jenis musik yang easy listening (mudah dicerna) dan lirik yang
komersial. Dalam lirik-lirik, musik pop mudah dicerna pendengar, apa yang
dicuatkan para penulis lagu dan vokalis pop adalah sesuatu yang langsung
dapat dinikmati, yaitu hal ihwal cinta, bahkan religius. Di indonesia musik
ini berkembang sekitar tahun 1960-an dan banyak digemari khususnya
kaum remaja. Grup musik pop sering disebut dengan sebutan band yang
menggunakan peralatan elektronik atau modern. Instrumen yang wajib ada
dalam bentuk grup sederhananya antara lain drum, gitar, piano, dan bass
gitar, salah satu ciri musik pop adalah penggunaan ritme yang terasa bebas
dengan mengutamakan permainan drum dan gitar bass. Komposisi melodi
yang mudah dicerna. Biasanya para musisinya juga menambahkan aksesori
musik dan gaya yang beraneka ragam untuk menambahkan daya tarik dan
pemahaman bagi para penikmatnya.
Jenis musik yang ritmenya seperti detak jantung ini memang lebih
memungkinkan untuk mengembangkan otak, jiwa serta pembentukan
karakter. Namun untuk memperkenalkan musik dan membentuk karakter
siswa agar tekun belajar, bisa dilakukan dengan jenis musik lain seperti
pop,jazz dan sebagainya. Musik pop dibedakan menjadi dua, yaitu ada
musik pop anak-anak dan musik pop dewasa. Musik anak pada umumnya
memiliki bentuk yang lebih sederhana dan memiliki syair yang lebih
pendek. Tema syair musik pop anak-anak biasanya mengenai hal-hal yang
mendidik. Sedangkan musik pop dewasa umumnya lebih kompleks dengan
alunan melodinya lebih bebas dengan iprovisasi lebih banyak namun ringan.
Tema-tema syairnya bervariasi.
Musik Diatonis
Tangga nada diatonik pada musik barat, berkembang seiring dengan
perkembangan sains fisika gelombang bunyi. Musik ini ada yang murni
disajikan seperti, musik klasik, ada juga yang mengalami proses akulturasi
dengan musik-musik tradisional. Tangga nada diatonik adalah tangga nada
pada musik barat yang pada umumnya menggunakan dua jenis interval
penuh (whole step) dan setengah (half self). Tangga nada diatonik ini sering
disebut juga dengan heptatonik dikarenakan menggunakan tujuh nada
dalam satu tangga nada. Tangga nadanya biasanya diasosiasikan pula
dengan sistem harmoni dalam bentuk progresi akord, sebagai ciri utama
musik barat. Jenis musik diatonik digunakan sebagai simbol perlawanan
14
melalui ekspresi lagu-lagu perjuangan untuk membangkitkan semangat
solidaritas dan untuk menampilkan identitas bangsa (Rosidah, 2012).
Lingkungan Islam yang lebih terbuka terhadap seni ini adalah para sufi
dan filosof. Banyak para filosof Islam yang benar-benar menguasai musik dan
teorinya, beberapa diantaranya seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dimana mereka
ahli-ahli teori musik terkemuka. Beberapa tabib muslim menggunakan musik
sebagai sarana penyembuhan penyakit baik jasmani maupun rohani. Bagi para
sufi, seni adalah jalan untuk dapat menangkap dimensi interior Islam, dimana
seni terkait langsung dengan spriritual. Al-Ghazali sebagai tokoh sufi
mengatakan bahwa mendengar nada-nada vokal dan instrumen yang indah
dapat membangkitkan hal-hal dalm kalbu yang disebut Al-Wujud atau
kegembiraan hati.
15
3. Seni yang dapat menghubungkan keindahan sebagai nilai yang tergantung
kepada seuruh kesahihan Islam itu sendiri, dimana menurut Islam seni yang
mempunyai nilai tertinggi adalah seni yang dapat mendorong kearah
ketaqwaan, kema‟rufan dan moralitas.
4. Seni yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia dan manusia dengan alam sekitarnya
16
a. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa
yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui
batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs.
al-Mâ’idah [5]: 87).
d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda
Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka
pada permainan.” [HR. Bukhari].
17
Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak
bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’)
di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak
bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang
memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih,
yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini
Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih:
Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali
ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi
pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr.
Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390).
Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu
adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:
Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah
untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani,
Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).
18
beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu
Mardawaih].
19
2.4.3. Wahabi dan Salafiyah
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan,
dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh
adzab yang menghinakan.” (QS. Lukman :6).
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dalam kitab “As Sunan Al
Kubra” karya Ibnul Qayyim mengartikan Lahwul Hadis (perkataan tidak
bergunan) dengan “lagu”. Ibnul Qayyim juga mengkhawatiri “Lahwul Hadis”
akan memalingkan umat dari Al-Quran, seperti dikutip dalam ayat selanjutnya,
QS. Lukman ayat 7: “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, dia
berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia tidak mendengarnya.
Seakan-akan ada penghalang di kedua telinganya, maka berikan kabar gembira
dengan azab yang pedih” (QS. Luqman: 7).
20
َ ِّم َّما َح َر ًجا أ َ ْنفُ ِّس ِّه ْم فِّي يَ ِّجد ُوا َل ث ُ َّم بَ ْينَ ُه ْم
ش َج َر فِّي َما يُ َح ِّك ُموكَ َحتَّى يُؤْ ِّمنُونَ َل َو َربِّكَ فَ َل
َ َس ِّل ُموا ق
َضيْت َ ُت َ ْس ِّلي ًما َوي
21
Tidak berisi:
a. Amar munkar (mengajak pacaran, dan sebagainya) dan nahi ma’ruf (mencela
jilbab,dsb).
b. Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an.
c. Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah.
d. Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan
sebagainya).
e. Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.
2.5.4. Waktu dan Tempat.
a. Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan,
hari raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya.
b. Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib).
c. Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat).
d. Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat
(campur baur).
22
No. Pertanyaan Ya Tidak
Sunnah 33.3 %
Makruh 17.9 %
Haram 5.1 %
23
2.6.2. Hasil Wawancara
a. R. (laki-laki, 27 th.)
Dia mengetahui seni musik, dan sedikit dalil mengenai hukum
musik. Dia menerangkan bahwa yang dimaksud dengan musik haram itu
yang mempunyai lirik tidak jelas dan tidak mendidik. Musik halal, yaitu
yang mempunyai lirik memuji Allah, bersholawat kepada nabi. Kembali
pada diri masing-masing.
b. Penganut Salafi
Dia tau musik adalah salah satu warna kehidupan di masa sekarang
yang demikian kontras dengan masa sahabat dan ulama-ulama setelahnya.
Jika dahulu generasi salaf demikian keras membenci musik berikut alat
pendukungnya. Kini, musik justru dihalalkan, menjadi sumber nafkah,
bahkan dijadikan sarana ibadah dan dakwah.
Menurut Firman Allah : “Dan di antara manusia (ada) orang yang
mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah sebagai
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”
(Luqman: 6).
Menurut sahabat Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahuanhu, ‘Ikrimah, Mujahid, dan Al-Hasan Al-Bashri
rahimahumullah, ayat ini turun berkaitan dengan musik dan nyanyian.
(Lihat Tahrim Alatith Tharbi, karya Asy-Syaikh Al-Albani hal.142-144).
Dalam Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah juga
menegaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan keadaan orang-orang hina
yang enggan mengambil manfaat dari (mendengarkan) Al- Qur`an,
kemudian berupaya untuk mendengarkan musik dan nyanyian dengan
segala irama dan perantinya.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam juga telah memperingatkan
umatnya dari fitnah musik. Di antara sabda beliau Shalallahu’alaihi wa
sallam itu adalah:
“Benar-benar akan ada sekelompok orang dari umatku yang
menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik/alat musik. Mereka tinggal di
puncak gunung, setiap sore seorang penggembala membawa (memasukkan)
hewan ternak mereka ke kandangnya. Ketika datang kepada mereka seorang
fakir untuk suatu kebutuhannya, berkatalah mereka kepada si fakir: ‘Besok
sajalah kamu kemari!’ Maka di malam harinya Allah Subhanahuwata’ala
adzab mereka dengan ditumpahkannya gunung tersebut kepada mereka atau
digoncang dengan sekuat-kuatnya, sementara yang selamat dari mereka
Allah ubah menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari
dalam Shahih-nya, no. 5590 dari sahabat Abu Amir (Abu Malik) Al-Asy’ari
radhiyallahuanhu).
Sebagai hamba Allah Subhana wa taala dan umat Rasulullah yaitu
mengingkari musik dan mendengarkannya adalah hal yang wajib kita
patuhi. Kami taat dan kami dengar. Musik sudah jelas haram karena ada
ayat dalam Al-Qur'an yang melarang dan ada dalil dari Rasulullah.
24
Bukankah kita harus taat kepada Allah dan mengikuti jalan Rasulullah.
sebab diharamkannya musik karena semuanya, mulai dari genrenya, alat
musiknya, dan liriknya. Dalam timbangan Islam, musik merupakan salah
satu fitnah yang berbasiskan syahwat. Jati dirinya amat buruk. Peranannya
pun amat besar dalam melalaikan umat dari ayat-ayat Allah
Subhanahuwata’ala. Tak heran, bila Allah Subhanahuwata’ala yang Maha
Rahman mengingatkan para hamba-Nya dari fitnah musik ini
Sudah jelas musik itu tak diperbolehkan, jika ada yang
membolehkan, maka ketahuilah orang terebut telah masuk perangkap setan
dan jeratannya. Tinggalkanlah dia. Selamatkanlah agama dan aqidahmu dari
bahaya setan yang berwujud manusia. Melantunkan shalawat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berirama dan terkadang dilakukan
secara berjamaah. Bahkan, ada yang diiringi oleh lantunan musik piano,
genderang, rebana, dan lainnya. Sungguh, ini adalah nyata kebatilan yang
dikemas dalam bentuk ibadah. Bagaikan najis yang dicampur dengan setetes
air suci. Allahul musta’an. Tak hanya itu. Tujuan shalawat pun kini telah
bias. Yang awalnya untuk mendoakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kini menjadi hiburan yang dapat dinikmati suara dan iringan musiknya.
Tinggalkanlah musik secara utuh, berdoalah, bertakwalah kepada
Allah, taat dan dengarlah perintah Allah dan rasulnya jika ingin selamat.
Inilah kebenaran yang bisa saya sampaikan semoga bermanfaat. Wallahu
alam.
c. Ustad
Musik bisa didekati dari banyak aspek, karena kadang-kadang
hukum itu mengikuti kondisinya, ada musik siul yang tidak boleh dan
sampai hari ini tidak boleh. Karena, bersiul itu bagian dari untuk
mengundang roh jahat, setan, atau iblis. Makanya siul itu tabu di Timur
Tengah, terutama di Mesir, karena siulan itu mengundang dewa mereka.
Kalau sudah kaitannya dengan keyakinan seperti ini maka musik menjadi
tidak boleh. Atau karena tujuannya untuk apa musik itu, buat mabuk-
mabukan, pesta, maka musik menjadi tidak boleh. Mengenai konten, musik
itu harus ada edukasi. Nabi pernah menegur ada orang yang menyanyikan
lagu, bukan karena menyanyinya, tetapi ada konten yang salah, Wallahu
alam.
Seni itu jika untuk diri sendiri atau hiburan boleh. Yang tidak boleh
kalau seni itu dikaitkan untuk ibadah. Dalam ibadah, seni membaca Al-
Quran ada, tetapi ketika musik dimasukkan dalam ibadah tidak boleh, sholat
dikasih musik itu tidak boleh.
Ada riwayat yang mengatakan musik itu haram, bukan hanya di
musik, tapi di banyak hal riwayat-riwayat yang berbeda-beda ulama itu
banyak. Tetapi menurut saya adalah ketika yang meyakini bahwa musik itu
tidak boleh, jangan anda langgar. Tetapi yang meyakini musik itu boleh
jalankan. Yang meyakini tidak boleh tidak perlu menyalahkan yang
menyakini itu boleh. Yang berbeda pendapat, sudahlah Allah tahu hati kita,
25
nanti kita akan bertanggung jawab di hadapan Allah terhadap apa yang kita
yakini.
Di dalam teori kebudayaan E.B. Taylor mengatakan “kebudayaan
itu hanya bisa dilawan dengan kebudayaan” jadi kalau anda tidak suka
musik-musik atau budaya orang lain maka buatlah budaya yang lebih
positif, kalau tidak suka break dance buatlah tarian yang lebih bagus. Tidak
suka lagu-lagu yang tidak benar, buatlah lagu-lagu yang benar. Karena
budaya hanya bisa dilawan dengan budaya. Kita jangan hanya menyalahkan
anak muda yang mendengarkan lagu-lagu yang tidak bagus, ciptakan lagu
yang bagus, yang dinikmati anak-anak muda sebagai alternatif. Jangan
dilarang tapi tidak ada alternatifnya.
Catatan, sholawat itu bukan lagu. Maksud saya itu bukan
melagukan, itu bersholawat. Allah dan malaikat saja bersholawat. Kita
bersholawat kepada beliau itu ada maknanya, ada pujiannya.
3. a
26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa menyanyi,
mendengarkan musik, maupun memainkan alat musik merupakan mubah (boleh)
selama hal tersebut tidak berlebihan atau tidak melanggar norma agama yang
berlaku di masyarakat, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, dan juga tidak
membuat kita lalai atau lupa terhadap kewajiban kepada Allah SWT.
3.2. Saran
Demikianlah kiranya apa yang dapat penulis sampaikan megenai polemik
tentang halal dan haramnya musik dalam islam. Semoga pembaca dapat
menerapkannya dalam kehidupannya masing-masing. Namun tentu saja tulisan ini
terlalu sederhana jika dikatakan sempurna. Maka dari itu, dialog dan kritik sangat
diperlukan guna penyempurnaan dan koreksi. Mungkin sebagian pembaca ada yang
berbeda pandangan dalam menentukan status hukum musik ini dan perbedaan itu
sangat penulis hormati.
27
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, M. Saifudin. (2018). Tiba Saatnya Aku Tinggalkan Musik. [Online]. Diakes
dari https://muslim.or.id/36940-tiba-saatnya-aku-tinggalkan-musik-
93.html.
Kanda A. Muh. Alam. (2015). Seni dalam Perspektif Islam. [Online]. Diakses dari
https://bsdkunhas.wordpress.com/2015/06/17/seni-dalam-perspektif-
islam/.
Purnastuti, Septika. (2010). Sejarah Musik Dunia. [Online]. Diakses dari
http://septika09020019.student.umm.ac.id/2010/02/03/sejarah-musik-dunia/.
Rosidah. (2012). Kajian Teori Musik. [Online]. Diakses dari http://etheses.uin-
malang.ac.id/2123/5/08410106.
Wildan, Raina. (2007). Seni dalam Perspektif islam. Islaam Futura, Vol. VI, No. 2,
2007. IAIN Ar-Raniry.
28