Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

POLEMIK TENTANG HALAL DAN HARAM MUSIK DALAM ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:
Dr. H. Sudirman, M. Ag.
Hilman Taufiq Abdillah, M. Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok : 7 Kelas : 5B

Andra Annisa Febriani 1700689


Chindy Apriany 1705051
Imron Irpani 1706122
Nida Nuraeni 1700709

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA SUNDA


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang Polemik Tentang Halal dan Haram Musik Dalam Islam ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan penulis mengenai musik menurut pandangan islam.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya, penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Bandung, 14 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Musik ...................................................................................... 3
2.2. Sejarah Musik ........................................................................................... 3
2.2.1. Sejarah Musik Secara Umum ............................................................ 3
2.2.2. Sejarah Musik Secara Khusus (Islam) .............................................. 6
2.3. Jenis-Jenis Musik ................................................................................... 12
2.4. Hukum Musik Dalam Islam ................................................................... 15
2.4.1. Hukum Melantunkan Nyanyian (al-Ghina’ / at-Taghanni) ............. 16
2.4.2. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian ................................... 18
2.4.3. Wahabi dan Salafiyah ..................................................................... 20
2.5. Batasan Musik Dalam Islam................................................................... 21
2.5.1. Musisi/Penyanyi. ............................................................................. 21
2.5.2. Instrumen (alat musik). ................................................................... 21
2.5.3. Sya’ir dalam bait lagu. .................................................................... 21
2.5.4. Waktu dan Tempat. ......................................................................... 22
2.6. Hasil Survey dan Wawancara ................................................................. 22
2.6.1. Hasil Survey .................................................................................... 22
2.6.2. Hasil Wawancara ............................................................................ 24
BAB III ................................................................................................................. 27
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 27
3.2. Saran ....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ilmu fikih merupakan salah satu ilmu yang terus berkembang dan
berbeda dengan ilmu yang lain seperti aqidah, akhlak, Al-Qur`an dan hadis,
yang kesemuanya itu hanya memperdalam dari setiap permasalahan. Lain
halnya dengan ilmu fikih yang tiap saat terus berkembang disesuaikan dengan
kemajuan zaman. Masalah-masalah fikiyah yang ada saat ini beragam
macamnya yang semula pada saat Rasulullah tidak ada dan tidak muncul,
sehingga para ilmuwan fikih (ulama) membuat kesepakatan berupa ijma dan
fatwa-fatwa.
Keprihatinan yang dalam akan kita rasakan, jika kita melihat ulah
generasi muda Islam saat ini yang cenderung liar dalam bermain musik atau
bernyanyi. Mungkin mereka berkiblat kepada penyanyi atau kelompok musik
terkenal yang umumnya memang bermental negatif dan tidak berpegang dengan
nilai-nilai Islam. Atau mungkin juga mereka cukup sulit dan jarang
mendapatkan teladan permainan musik dan nyanyian yang Islami di tengah
suasana moderenisasi yang mendominasi kehidupan saat ini. Alhasil, generasi
muda Islam akhirnya cenderung mengikuti kepada para pemusik atau penyanyi
yang sering mereka saksikan atau dengar di TV, radio, VCD, dan berbagai
media lainnya.
Kemajuan zaman dan teknologi telah menyerang semua aspek
kehidupan manusia salah satunya dalam hal seni musik. Musik telah
berkembang dengan begitu pesatnya, radio dan televise merupakan alat
penyebar seni musik bahkan media massa pun banyak yang membahas masalah
musik. Masalah yang akhirnya muncul adalah pengidolaan penyanyi atau grup
band secara berlebihan bahkan pengidolaan tak jarang diikuti dengan perilaku-
perilaku yang bertentangan dengan syariat Islam karena hanya mengikuti trend
dan mengidentifikasikan diri kepada sang penyanyi idola. Padahal di Indonesia
sendiri jumlah umat muslim yang ada sangatlah dominan.
Tak dapat diingkari, kondisi memprihatinkan tersebut tercipta karena
sistem kehidupan kita telah menganut paham sekularisme (sebuah ideologi yang
menyatakan bahwa sebuah institusi harus berdiri terpisah dari agama atau
kepercayaan) yang sangat bertentangan dengan Islam. Sekularisme sebenarnya
tidak sekedar terwujud dalam pemisahan agama dari dunia politik, tetapi juga
nampak dalam pemisahan agama dari urusan seni budaya, termasuk seni musik
dan seni vokal (nyanyian).
Kondisi ini harus segera diakhiri dengan jalan mendobrak dan
merobohkan sistem kehidupan sekuler yang ada, lalu di atas reruntuhannya kita
bangun sistem kehidupan Islam, yaitu sebuah sistem kehidupan yang
berasaskan semata pada Aqidah Islamiyah sebagaimana dicontohkan

1
Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Inilah solusi terhadap kondisi kehidupan
yang sangat rusak dan buruk sekarang ini, sebagai akibat penerapan paham
sekulerisme yang kufur. Namun demikian, di tengah perjuangan kita
mewujudkan kembali masyarakat Islami tersebut, bukan berarti kita saat ini
tidak berbuat apa-apa dan hanya berpangku tangan menunggu perubahan. Tidak
demikian. Kita tetap wajib melakukan Islamisasi pada hal-hal yang dapat kita
jangkau dan dapat kita lakukan, seperti halnya bermain musik dan bernyanyi
sesuai ketentuan Islam dalam ruang lingkup kampus kita atau lingkungan kita.
Tulisan ini bertujuan menjelaskan secara ringkas hukum musik dan
menyanyi dalam pandangan fiqih Islam. Diharapkan, norma-norma Islami yang
disampaikan dalam makalah ini tidak hanya menjadi bahan perdebatan
akademis atau menjadi wacana semata, tetapi juga menjadi acuan dasar untuk
merumuskan bagaimana bermusik dan bernyanyi dalam perspektif Islam.
Selain itu, tentu saja perumusan tersebut diharapkan akan bermuara pada
pengamalan konkret di lapangan, berupa perilaku Islami yang nyata dalam
aktivitas bermain musik atau melantunkan lagu, minimal di kampus atau
lingkungan kita berada.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai
berikut :
 Apa itu musik?
 Bagaimana sejarah musik?
 Apa saja jenis-jenis musik?
 Apakah hukum musik bagi umat islam?
 Batasan musik dalam islam?

1.3. Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah di atas, tujuan penulisannya sebagai berikut :
 Untuk mengetahui pengertian musik.
 Untuk mengetahui sejarah perkembangan musik.
 Untuk mengetahui jenis-jenis musik.
 Untuk mengetahui hukum musik bagi umat islam.
 Untuk mengetahui batasan musik dalam islam.

2.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Musik


Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita
akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk
memahami fakta (fahmul waqi’) yang menjadi objek penerapan hukum. Dalam
Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah
yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat
komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran (seni
suara), indra penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak
(seni tari dan drama).
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan
dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni
musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat
not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat
berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga
disatukan dengan seni vokal. Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di
atas, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang
seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui
perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal tersebut
dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-
lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni,
karawitan, dan sebagainya.

2.2. Sejarah Musik


2.2.1. Sejarah Musik Secara Umum
Abad ke-2 dan abad ke-3 sebelum Masehi, di Tiongkok dan Mesir ada
musik yang mempunyai bentuk tertentu. Dengan mendapat pengaruh dari Mesir
dan Babilon, berkembanglah musik Hibrani yang dikemudian hari berkembang
menjadi musik Gereja. Musik itu kemudian disenangi oleh masyarakat, karena
adanya pemain-pemain musik yang mengembara serta menyanyikan lagu yang
dipakai pada upacara Gereja. Musik itu tersebar di seluruh Eropa kemudian
tumbuh berkembang, dan musik instrumental maju dengan pesat setelah ada
perbaikan pada alat-alat musik, misalnya biola dan cello. Kemudian timbulah
alat musik Orgel. Komponis besar muncul di Jerman, Prancis, Italia, dan Rusia.
Dalam abad ke 19, rasa kebangsaan mulai bangun dan berkembang. Oleh karena
itu perkembangan musik pecah menurut kebangsaannya masing-masing,
meskipun pada permulaannya sama-sama bergaya Romantik. Mulai abad 20,
Prancis menjadi pelopor dengan musik Impresionistis yang segera diganti
dengan musik Ekspresionistis.

3
Musik sudah ada sejak zaman purbakala dan dipergunakan sebagai alat
untuk mengiringi upacara-upacara kepercayaan. Perubahan sejarah musik
terbesar terjadi pada abad pertengahan disebabkan terjadinya perubahan
keadaan dunia yang makin meningkat. Musik tidak hanya dipergunakan untuk
keperluan keagamaan, tetapi dipergunakan juga untuk urusan duniawi

Perkembangan musik dunia terbagi dalam enam zaman :

a. Zaman Abad Pertengahan


Zaman Abad Pertengahan sejarah kebudayaan adalah Zaman antara
berakhirnya kerajaan Romawi (476 M) sampai dengan Zaman Reformasi agama
Kristen oleh Marthen Luther (1572M). Perkembangan musik pada Zaman ini
disebabkan oleh terjadinya perubahan keadaan dunia yang semakin meningkat,
yang menyebabkan penemuan-penemuan baru dalam segala bidang, termasuk
dalam kebudayaan. Perubahan dalam sejarah musik adalah bahwa musik tidak
lagi dititikberatkan pada kepentingan keagamaan tetapi dipergunakan juga untuk
urusan duniawi, sebagai sarana hiburan.

Selanjutnya adalah adanya perbaikan tulisan musik dan dasar-dasar teori


musik yang dikembangkan oleh Guido d’ Arezzo (1050 M). Musik dengan
menggunakan beberapa suara berkembang di Eropa Barat. Musik Greogrian
disempurnakan oleh Paus Gregorius.

Pelopor musik pada Zaman Pertengahan adalah :


 Gullanme Dufay dari Prancis.
 Adam de la halle dari Jerman.

b. Zaman Renaisance (1500 – 1600)


Zaman Renaisance adalah zaman setelah abad Pertengahan, Renaisance
artinya Kelahiran Kembali tingkat Kebudayaan tinggi yang telah hilang pada
Zaman Romawi. Musik dipelajari dengan ciri-ciri khusus, contoh nyanyian
percintaan, nyanyian keperwiraan. Sebaliknya musik Gereja mengalami
kemunduran. Pada zaman ini alat musik Piano dan Organ sudah dikenal,
sehingga munculah musik Instrumental. Di kota Florence berkembang seni
Opera. Opera adalah sandiwara dengan iringan musik disertai oloeh para
penyanyinya.

Komponis-komponis pada Zaman Renaisance


 Giovanni Gabrieli (1557 – 1612) dari Italia.
 Galilei (1533 – 1591) dari Italia.(tidak ada pict)
 Claudio Monteverdi (1567 – 1643) dari Venesia.
 Jean Baptiste Lully (1632 – 1687) dari Prancis.

4
c. Zaman Barok dan Rokoko
Kemajuan musik pada zaman pertengahan ditandai dengan munculnya
aliran-aliran musik baru, diantaranya adalah aliran Barok dan Rokoko. Kedua
aliran ini hampir sama sifatnya, yaitu adanya pemakaian Ornamentik (Hiasan
Musik). Perbedaannya adalah bahwa musik Barok memakai Ornamentik yang
diserahkan pada Improvisasi spontan oleh pemain, sedangkan pada musik
Rokoko semua hiasan Ornamentik dicatat.

Komponis-komponis pada Zaman Barok dan Rokoko :


 Johan Sebastian Bach
Lahir tanggal 21 Maret 1685 di Eisenach Jerman, meninggal tanggal
28 Juli 1750 di Lipzig Jerman. Hasil karyanya yang amat indah dan terkenal:
1. St. Mathew Passion.
2. Misa dalam b minor.
3. 13 buah konser piano dengan orkes
4. 6 buah Konserto Brandenburg
Gubahan-gubahannya mendasari musik modern. Sebastian Bach
menciptakan musik Koral (musik untuk Khotbah Gereja) dan menciptakan
lagu-lagu instrumental. Pada akhir hidupnya Sebastian Bach menjadi buta
dan meninggal di Leipzig

 George Fredrick Haendel


Lahir di Halle Saxony 23 Februari 1685 di London, meninggal di
London tanggal 14 April 1759. Dia meninggal di London dan dimakamkan
di Westminster Abbey. Semasa kecilnya dia sudah memperlihatkan bakat
keahlian dalam bermain musik. Pada tahun 1703, ia pindah ke Hamburg
untuk menjadi anggaota Orkes Opera. Tahun 1712 ia kembali mengunjungi
Inggris. Hasil ciptaannya yang terkenal adalah ;
1. Messiah, yang merupakan Oratorio (nama sejenis musik) yang terkenal.
2. Water Musik (Musik Air).
3. Fire Work Music (Musik Petasan).

d. Zaman Klasik 91750 – 1820)


Sejarah musik klasik dimukai pada tahun 1750, setelah berakhirnya
musik Barok dan Rokoko. Ciri-ciri Zaman musik Klasik:
 Penggunaan dinamika dari Keras menjadi Lembut, Crassendo dan
Decrasscendo.
 Perubahan tempo dengan accelerando (semakin Cepat) dan Ritarteando
(semakin lembut).
 Pemakaian Ornamentik dibatasi
 Penggunaan Accord 3 nada (Purnastuti, 2010).

5
2.2.2. Sejarah Musik Secara Khusus (Islam)
Menilik sejarahnya, seni musik Islam sangat dipengaruhi musik Arab
yang telah ada sebelum era Rasulullah SAW. Dalam bahasa Arab, musik berasal
dari kata “ma'azif” dari akar kata “azafa” yang artinya berpaling. Ma'azif
merupakan kata plural dari mi'zaf, yakni sejenis alat musik pukul yang terbuat
dari kayu dan dimainkan oleh masyarakat Yaman dan sekitarnya.

Dalam perkembangannya, mi'zaf bermakna alat musik, tanpa


perincian jenis tertentu. Karena itu, masyarakat Arab biasa memaknai ma'azif
dengan alat-alat musik atau sesuatu yang melalaikan. Dari makna itulah
kemudian dipahami mengapa musik sangat terbatas di masa awal Islam. Sebab,
segala hal yang melalaikan tak disukai Rasulullah dan para sahabat. Meski
demikian, bukan berarti musik sama sekali tak didendangkan pada era tersebut.
Apalagi bangsa Arab memiliki kebiasaan dan kemampuan sastra yang
mendarah daging. Sebelum Islam datang, orang Arab biasa melantunkan lagu
bertemakan kemenangan, peperangan, percintaan, dan keagamaan.

Menurut Philip K Hitti dalam History of The Arabs, lantunan himne


keagamaan primitif telah memberikan pengaruh saat Islam datang. Hal ini
nampak dalam talbiyah ritual haji, yakni ucapan "labbaika" para jamaah haji.
Selain itu, tampak juga dalam lantunan tajwid saat membaca Alquran. Dalam
hal alat musik, kata Hitti, masyarakat Arab pra-Islam di Hijaz telah
menggunakan duff, yakni tambur segi empat; qashabah atau seruling; zamr,
yakni suling rumput; serta mizhar atau gambus yang terbuat dari kulit. Para
penyair menggubah syair mereka ke dalam sebuah lagu. Ketika Rasulullah
diutus mendakwahkan Islam, sebagian besar musisi justru menyeru pada
berhala. Bahkan, ada seorang seniman yang ingin menandingi wahyu Allah
yang disampaikan Rasulullah.

"Kecaman Muhammad terhadap para penyair muncul bukan karena


mereka penyair, tapi karena mereka menjadi corong para penyembah berhala.
Nabi mendiskreditkan musik, juga karena musik diasosiasikan dengan ritual
ibadah kaum pagan" kata sejarawan ternama itu. Dalam beberapa hadis,
Rasulullah hanya memperbolehkan musik didendangkan pada dua momen saja,
yakni pernikahan dan hari raya. Saat Aisyah binti Abu Bakar menikahkah
seorang wanita dengan laki-laki Ansar, Rasulullah bersabda, “Wahai Aisyah,
tidak adakah kalian mempunyai hiburan (nyanyian). Sesungguhnya orang-
orang Anshar menyukai hiburan (nyanyian).” (HR Bukhari dan Muslim). Hal
serupa juga terjadi saat hari raya. Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan Imam
Bukhari, Aisyah mendengarkan permainan rebana (duff) anak perempuan kecil
saat Idul Adha. Melihat hal itu, Rasulullah membiarkannya karena saat itu hari
raya. Selain pada dua momen itu, Rasulullah diriwayatkan sangat mencegah

6
musik dimainkan. Hal itu karena bangsa Arab menggunakannya sebagai ajakan
untuk melakukan ritual berhala.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa, secara maknawi, Nabi SAW


pernah suatu ketika mengatakan akan terdapat dikalangan umatnya golongan
yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat permainan musik. Hadis dengan
makna yang hampir sama juga dapat dijumpai dalam Sunan Abu Daud, Ibn
Majah, dan Musnad Ahmad. Ibn Hibban menilai bahwa hadis yang
diriwayatkan Imam Bukhari adalah shahih karena perawi-perawinya termasuk
perawi yang tsiqah. Imam Al-Bukhari, dalam riwayat lain, menceritakan bahwa
konon pernah suatu ketika Abu Bakar melarang dan menghardik kedua budak
yag sedang bermain rebana. Mendengar hardikan Abu Bakar, Nabi SAW
memerintahkan Abu Bakar untuk membiarkan kedua budak itu memainkan
rebana. Selain riwayat Imam Al-Bukhari, Imam Ahmad juga meriwayatkan
bahwa Nabi SAW pernah pada suatu ketika mengatakan demi zat yang jiwaku
dalam genggamannya. Pasti akan datang manusia dari umatku yang bersuka ria,
berbuat bodoh, bermain-main, dan bersendau gurau. Kemudian esoknya mereka
berubah menjadi kera dan anjing karna perbuatan mereka yang menghalalkan
perkara haram dan nyanyian, meminum-minuman keras, memakan riba, dan
memakai sutra. Namun, hadis ini dinilai lemah, oleh Al-Araqi dan Ibnu Hajar.

Secara bahasa, kata musik dalam tradisi hadis Nabi SAW seringkali
disejajarkan dengan kata Al-Ma’azif. Imam Ibnu Hajar berpendapat bahwa Al-
Ma’azif berarti alat-alat musik. Sementara dalam Al-Qamus, kata Al-Ma’azif
berarti alat musik sejenis rebab dan gitar. Berbeda dengan Ibnu Hajar, Al-
Qurtuby, mengutip Al-Jauhari, memaknai lafadz Al-Ma’azif dengan nyanyian.
Senada dengan Ibn Hajar, Al-Zahabi berpendapat bahwa Al-Ma’azif adalah
nama bagi setiap alat musik yang dimainkan seperti seruling, rebeb atau gitar,
terompet, simbal atau kecrekan. Secara umum, musik sudah dikenal oleh bang
Arab sebelum kedatangan Islam. Bangsa Arab sendiri konon adalah bangsa
yang mahir dalam bersyair, bernyanyi dan berpidato. Bahkan, bernyanyi dan
bermain musik saat itu tidak hanya dilakukan kaum laki-laki saja, tetapi juga
kaum wanita yang mahir memainkan musik rumah seperti duff (tamborin)
qussaba dan muzma (alat-alat musik sejenis seruling). Musik barangkali
menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Nabi SAW. Nabi
sendiri dalam beberapa kesempatan seperti melarang, sementara dalam
kesempatan lain Nabi membolehkan. Musik sebagai tradisi Arab tidak serta
merta dihapus oleh Nabi SAW. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW
melarang musik karena musik menjadi salah satu misalnya kaum Muslim lalai
terhadap kewajibannya. Dengan kata lain, pelarangan atas musik selalu identik
dengan sebab-sebab lain yang bertentangan dengan nilai-nilai universalisme
ajaran Islam seperti kelalaian.

7
Di dalam Q.S. Lukman ayat 19 misalnya, dikatakan “Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara Keledai. Mengomentari ayat tersebut Al-
Ghazali dengan mengambil mafhum mukhalafah berpendapat bahwa Allah
SWT memuji suara yang baik, atau dengan kata lain Allah SWT membolehkan
mendengarkan nyanyian yang baik. Indikasi lain dari narasi Alquran adalah
tertuang dalam Q.S. Lukman ayat 6. Dalam ayat tersebut dikatakan “Dan di
antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal hadis untuk menyesatkan
orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya ejekan. Bagi mereka siksa
yang menghinakan”.

Musik di dunia modern sangat gampang untuk dijumpai seperti


misalnya di tempat-tempat perbelanjaan, warung-warung kopi, dan sebagainya,
dengan beragam jenis dari musik jazz, dangdut, hingga pop. Di dunia modern
pula musik menjadi bagian dari dakwah Islam. Fenomena misalnya seperti
pengikut Habib Syekh dan adanya fenomena shalawat modern seperti Nisa
Sabyan, Gambus, dan sebagainya. Selain itu, di dunia modern musik juga bisa
menjadi media terapi untuk penyembuhan penyakit-peyakit tertentu. Hadis-
hadis tentang musik secara tekstual menimbulkan pemahaman bahwa musik
tidak diperbolehkan dalam Islam. Musik adalah salah satu tradisi bangsa Arab
yang tidak bisa tidak meski dijauhi oleh kaum Muslim. Muslim manapun yang
mencoba untuk tidak mengindahkan perkataan sang Nabi SAW berarti ia
menetang hukum Tuhan. Muslim di masa Nabi SAW adalah muslim yang
benar-benar taat. Taat kepada Nabi SAW dan hukum Tuhan. Apapun yang Nabi
SAW katakan, mereka akan dengan serta merta mengikutinya. Tidak ada
satupun yang kemudian mempertanyakan, apalagi menentangnya.

Nabi SAW sendiri kini sudah tidak dapat dijumpai lagi, hanya konon
segelintir saja yang dapat menemuinya, melalui mimpi. Tentang pribadi dan
ajaran-ajaranya kini hanya bisa dinikmati melalui teks-teks warisan para ulama,
sebagian, atau bahkan mayoritas kaum Muslim menyebutnya dengan hadis,
landasan otoritatif pertama kaum Muslim setelah Alquran. Tradisi Arab tempat
di mana Nabi SAW menghabiskan seluruh masa hidupnya adalah satu-satunya
pahatan tentang bagaimana hukum-hukum Tuhan dibentuk dan menjadi cermin
bagi kaum Muslim saat ini. Di dunia modern, musik barangkali sesuatu yang
kehadirannya telah dulu ada sejak sebelum misalnya, bayi dilahirkan. Musik di
dunia modern ini telah memenuhi dan menemani keseharian kaum Muslim.
Tradisi bermusik telah menjadi tradisi manusia modern dalam menemani segala
aktivitas kesehariannya. Bahkan di kalangan tertentu, musik merupakan sesuatu
yang dapat menjadi alternatif pelepas penat, stres, dan sebagainya. Dengan kata
lain, musik merupakan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Meskipun di
tempat-tempat tertentu, musik menjadi bagian sesuatu yang tidak
diperkenankan agama.

8
Dengan menimbang aspek ajaran universalisme Islam,yang lebih
menekankan pada tatanan moral, ketimbang hukum, melalui pembacaan atas
hadis-hadis Nabi SAW musik di dunia modern ini, tidak serta merta dilarang.
Musik yang telah menjadi bagian dari kehidupan dunia modern, merupakan hal
yang justru meski dimanfaatkan dan dapat mendatangkan kebaikan.

Gaya musik musik Islam klasik mengalami perkembangan yang


signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah (661750). Istana-istana di
kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu dipindahkan ke Damaskus, Syria,
diramaikan oleh para musisi, baik pria maupun wanita. Walaupun elemen-
elemen asing non-Arab memainkan peranan yang sangat penting dalam musik
mereka, namun sebagian besar musisi terkenal saat itu memiliki latar belakang
kelahiran dan kebudayaan Arab. Dengan demikian latar belakang kebangsaan
telah memberikan kontribusi terhadap khasanah karakteristik musik di suatu
wilayah kebudayaan. Musisi periode Ummayah pertama yang paling terkenal
ialah Ibn Misjah, yang dikenal sebagai “bapak musik Islamis.” Misjah yang
lahir dari sebuah keluarga Persia di Mekah, adalah ahli teori musik, penyanyi,
dan virtuoso Lute. Ia mempelajari teori serta praktek musik Persia dan
Bizantium di Syria dan Persia. Ia banyak menggabungkan berbagai
pengetahuan musik yang diperolehnya ke dalam “lagu seni” (art song) khas
Arab, mengadopsi elemen-elemen baru seperti modus-modus musikal asing,
dan menolak ciri-ciri lain yang tidak cocok dengan gaya musik Arab. Di
samping Ibn yang Misjah dijuluki “bapak musik Islamis,” terdapat musikolog
Islam lain yang dijuluki “bapak musik” oleh kritikus Barat, Sir Huvert Parry,
yaitu Shafi al Dîn karena dua karya monumentalnya, yaitu Syarafiya dan The
Book of Musical Modes. Kontribusi musikologis Ibn Misjah terdapat dalam
sumber informasi terpenting mengenai kehidupan musik pada tiga abad pertama
Islam, yaitu Kitâb alAghânî (“The Book of Songs”) karya Abuu al Faraj al-
Isybahânî, pada abad ke10. Walaupun demikian informasi teoretis tersebut
bukanlah yang pertama karena dua abad sebelumnya, yuunus al-Kâtib, seorang
penulis buku teori musik Arab, telah terlebih dahulu mengkompilasi koleksi
lagu-lagu Arab. Musisi lain yang juga terkenal pada periode ini ialah:

1) Ibn Muhriz, keturunan Persia;


2) Ibn Surayj, putra seorang budak Persia yang terkenalvkarena elegi-elegi dan
improvisasi improvisasinya (murtajal);
3) AlGharîdh, seorang murid Ibn Muhriz, yang memiliki latar belakang
kelahiran dari keluarga Berber; dan
4) Ma’bad, seorang Negro. Seperti halnya Ibn Surayj, Ma’bad memiliki suatu
gaya personal khusus yang kemudian diadopasi oleh generasi-generasi
penyanyi yang datang kemudian. Buku karya Abû al-Faraj alIsybahânî yang
diterjemahkannya sebagai “The Great Book of Song” tersebut, tersusun dari
21 jilid.

9
Sedemikian komprehensifnya buku tersebut sehingga Ilmuwan Muslim
terkenal saat itu, yaitu Ibn Khaldun, menyebutnya sebagai “biang musik”
(Hosein, 1979:38). Pada akhir masa Ummayah, elemen-elemen yang berbeda
dari musik Arab dan musik bangsa bangsa non-Muslim yang kemudian
memeluk Islam, tergabung ke dalam gaya musik Islamis klasik. Dengan
berdirinya kekalifahan Abbasiyah pada tahun 750 Baghdad menjadi pusat
musikal terdepan saat itu. Masa kekalifahan Abbasiyah merupakan periode
keemasan (Golden Age) untuk musik Islamis. Pada saat itu penguasaan musik,
yang seakan-akan merupakan keharusan bagi setiap orang yang terpelajar, di
antaranya berkaitan dengan virtuositas, teori estetika, sasaran-sasaran etis
maupun terapis, pengalaman mistis, dan spekulasi matematis. Di samping itu
para pemusik profesional juga dipersyaratkan memiliki penguasaan teknis, daya
kreatif, dan pengetahuan ensiklopedis yang memadai. Di antara para pemusik
Abbasiyah terbaik ialah Ibrahîm al-Mawshilî dan Ishâq. Hampir semua anggota
keluarga bangsawan Persia saat itu ialah pimpinan musisimusisi istana dan
sahabat-sahabat dekat dua kalifah, yaitu Hârûn ar-Rasyîd dan al-Ma’mûn
(Sabini 1976:2223). Ishâq al-Mawsilî, seorang penyanyi, komposer, dan virtuos
‘Ûd Arab, adalah seorang musisi Abbasiyah yang hebat. Sebagai seorang musisi
yang berkebudayaan luas, ia telah menulis sekitar 40 buku dalam bidang musik,
baik berkaitan dengan toeri maupun kumpulan karya-karya musik, yang konon
telah banyak yang hilang (Shiloah dalam EB 2006).

Arab memiliki peranan yang penting dalam menjelaskan temuan-


temuan ilmiah teori musik Yunani, yang sebelumnya hanya menggunakan
berbagai pengukuran matematis tanpa disertai pembuktian aplikatif. Dengan
demikian para ilmuwan Muslim tidak hanya mengembangkan temuan-temuan
tetrakord Yunani dalam menciptakan berbagai tangga nada, tapi juga
mengembangkannya sehingga bukan hanya lebih banyak memberikan
kontribusi terhadap proses penciptaan musik tapi juga memperjelas pemahaman
penemuan-penemuan teori musik Yunani. Sejumlah teori dikembangkan untuk
mensistemasikan interval-interval dan struktur-struktur teori modus menjadi
lebih mendekati musik klasik Islam daripada kunci-kunci diatonis yang
digunakan di Barat saat ini. Sehubungan dengan itu Lute saat itu merupakan
instrumen favorit yang banyak digunakan untuk mendemonstrasikan temuan-
temuan teoretis dari para ahli musik. Menurut Kitâb al-Aghânî, Ishâq adalah
penemu teori modus-modus melodi musik Islamis yang pertama. Salah satu
karyanya, Ashbi’, yang berarti “jarijari”, adalah teori penyusunan modus-
modus menurut fret-fret ‘Ûd dan penempatan jari-jari tangan kiri yang berkaitan
dengannya: (Shiloah, 1997:164)

Thus the first modal theory, that asâbi’ (fingers), ascribed to Ishâq
alMawsilî (150-236/767-850), is related to the frets and fingers used in
producing notes on the ‘ûd. Its four strings were tuned in fourths, and each one

10
of them had the range of fourth whose two outer notes were fixed while the
others were variable. Pada bagian atas setiap lagu terdapat petunjuk-petunjuk
mengenai modus dan jenisjenis interval terts dengan kualitas mayor, minor, dan
netral/ murni, serta modus ritmis, yang digunakan untuk lagu tersebut. Terts
ialah ialah sebuah interval yang menjangkau tiga nada berurutan dalam suatu
susunan tangga nada. Interval tersebut bervariasi dalam ukuran yang pasti tanpa
kehilangan karakternya. Musik Barat menggunakan terts mayor dan minor
sedangkan kebanyakan musik non-Barat dan musik rakyat menggunakan terts
murni (netral), yang ukurannya terdapat di antara mayor dan minor. Terts murni
dalam musik Islamis yang kira-kira diperkenalkan pada masa tersebut,
memberikan kontribusi terhadap penambahan jumlah modus melodis dari
delapan hingga 12 macam dengan cara membuat lebih banyak interval sebagai
landasan dalam membangun melodi-melodi baru. Sementara itu jumlah modus-
modus ritmis bervariasi dari enam hingga delapan, dengan struktur dan isi yang
berbeda-beda (Wright, 1992: 681). Kemajuan musik di dunia Islam pada masa
Ummayah, tidak hanya terjadi dalam bidang pendidikan dan pertunjukan, baik
artistik maupun hiburan, melainkan juga dalam bidang kritik musikologis.
Sehubungan dengan itu Ishâq dan Ibrâhîm al-Mawshilî aktif berpartisipasi
dalam perdebatan di antara aliran modernisme Romantik Persia yang cenderung
pada antusiasme dekoratif, dan Klasikisme Arab yang sederhana dan tingkat-
tingkat kesulitan artistik yang bervariasi. Aliran modernisme Persia didukung
oleh Ibn Jâmi’ dan penyanyi terkenal Pangeran Ibrâhîm ibn al-Mahdî,
sementara aliran klasik lama didukung oleh Mawshilîs. Pada paruh kedua abad
ke-8, literatur Islamis mengenai teori musik pernah menjamur di pusat-pusat
kebudayaan Islam. Warisan karya-karya ilmiah musik bangsa Yunani mulai
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para sarjana Arab yang akrab dengan
literatur Yunani, menunjukkan produktivitasnya dengan mempersembahkan
buku-buku baru dan penerbitan ulang bagian-bagian tertentu dari buku-buku
Yunani. Dalam karya-karyanya, mereka memperluas, menggubah,
mengembangkan, dan menyumbangkan kejelasan baru teori-teori musik
Yunani. AlKindî, filsuf terkenal yang secara mendalam sangat fasih dalam
ilmu-ilmu Yunani, menulis lebih dari 13 karya tulis tentang musik, termasuk di
antaranya ialah beberapa literatur musikal Arab tertua yang hingga kini masih
bertahan. Ia juga memperdalam teori etos (ta’tsîr) dan aspek-aspek kosmologis
dari musik. (Lihat sub bahasan: “The Umayyad and Abbâsid dynasties: classical
Islâmic music” dalam EB 2006). Warisan Islam mengenai teori-teori estetika
musik dari berbagai tokoh tersebut, termasuk juga di antaranya dari
persaudaraan Ikhwân ash-Shafâ, dibahas secara komprehensif oleh Shehadi
(1995). Pembahasan Shehadi meliputi survey pemikiran filsafat musik dari
antara abad ke-9 hingga ke-15. Topik-topik yang dibahas meliputi fisika dan
estetika bunyi, sifatsifat musik, kedudukannya dalam skema kehidupan seluruh
benda dan manusia, hubungan di antara musik, astronomi, astrologi, dan

11
meteorologi. Di samping itu ia juga membahas hubungan di antara musik
dengan perasaan, sifat, dan kebiasaan, terhadap pertanyaan apakah Muslim
yang saleh diperbolehkan mendengarkan musik, dan jika diperbolehkan, musik
yang seperti apa? Dalam hal ini terdapat tiga mazhab, yaitu membolehkan, yang
melarang, dan pertengahan atau membolehkan dengan syarat. Buku ini juga
melacak pengaruh-pengaruh Yunani, khususnya aliran Pythagoras dan
Aristoxenus, terhadap pemikiran Islamis mengenai masalah musik, dengan
menghasilkan suatu pernyataan filosofis yang koheren dari para penulis Islam
tentang hal ini. Di samping mengklarifikasi inti argumen-argumen, buku ini
juga merupakan evaluasi kritis terhadap garis pemikiran mereka (Shehadi,
1995: 114). Ikhwân ash-Shafâ, sebuah persaudaraan yang terdiri dari para filsuf
Islam, memiliki peran yang penting dalam pengembangan pengetahuan musik
di dunia Islam pada abad ke-10. Persaudaraan ini memberikan perhatian yang
besar pada tema ta’ tsîr dan kosmologi musik yang didalami oleh Al-Kindî.
Mereka mencapai teori baru mengenai bunyi yang mengungguli teori-teori kuno
Yunani. Di samping Al-Kindî dan Ikhwân ash Shafâ, periode ini juga telah
diramaikan oleh para filsuf lain yang mendalami teori musik secara khusus,
seperti di antaranya ialah alFarabi dengan karyanya Kitâb alMusîqî al-Kabîr,
dan Ibn Sînâ, pelopor ilmu kesehatan, yang di Eropa dikenal dengan nama
Avicenna. Mereka aktif bergelut dengan topik-topik yang berkaitan dengan
teori bunyi, interval, jenis-jenis musik dan sistem-sistem yang menyertainya,
komposisi, ritme, dan instrumen-instrumen. Hal serupa juga dilakukan oleh As
Sarakhsî, kemudian oleh tokoh sejamannya, Tsâbit ibn Qurrah, dan murid Ibn
Sînâ yaitu Ibn Zaylâ. Ahli teori musik terakhir pada periode Abbasiyah adalah
Shafî adDîn yang membuat kodifikasi elemen-elemen praktis modal yang
kemudian dikenal sebagai sistem musikal tingkat lanjut dan menjadi model
acuan bagi generasi-generasi berikutnya. Banyak dari warisan-warisan teori
musik dan karya-karyanya yang ditulis di antara abad ke-13 dan abad ke-19,
kemudian diterapkan ke dalam berbagai kelipatan tradisi-tradisi lokal (Shehadi,
1995:3449).

2.3. Jenis-Jenis Musik


Menurut Sumarno (2002:15) membagi musik berdasarkan nada yang
digunakan menjadi tiga macam, yaitu musik diatonis, musik pentatonis dan
musik kontemporer. Adapun penjabaran darijenis-jenis musik tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Musik Diatonis
Musik diatonis adalah musik yang menggunakan tujuh buah nada
standar. Nada dalam teori musik diatonis barat diidentifikasikan menjadi 12
nada yang masing-masing diberi nama C, D, E, F, G, A dan B, selain itu terdapat
pula nada-nada kromatis Cis/Des, Dis/Es, Fis/Ges, Gis/As dan Ais/Bes. Jenis
musik yang dihasilkan dari musik diatonis antara lain : (1) musik populer (2)

12
musik folk (3) musik blues (4) musik country (5) musik jazz (6) musik klasik
(7) musik rock (8) musik pop.

b. Musik Pentatonis
Musik pentatonis adalah musik yang menggunakan 5 nada perk oktaf,
dengan nada yang biasanya digunakan adalah nada pertama, kedua, ketiga,
kelima dan keenam pada skala diatonik. Skala pentatonik ditemukan di seluruh
dunia seperti pada alat musik tuning krar di Euthiopia dan gamelan di Indonesia.
Nada dalam teori musik pentatonik gamelan jawa diidentifikasikan menjadi 5
nada yang masing-masing diberi nama C-, D, E+, G Dan A. Jenis musik yang
dihasilkan dari musik pentatonis antara lain : (1) Musik Tradisonal Klasik, (2)
Musik Tradisional Rakyat.

c. Musik Kontemporer
Musik Kontemporer adalah musik yang merupakan perpaduan dari
berbagai macam hasil rekaman bunyi-bunyi, baik bunyi yang berasal dari alat
elektronik maupun yang berasal dari lingkungan alam atau yang berasal dari
perpaduan keduanya. Bunyi yang berasal dari elektronik misalnya gitar listrik,
bass, dram organ dan sebagainya. Sedangkan musik yang berasal dari alam
misalnya musim yang dihasilkan dari suara burung, suara katak, ombak dan
lain-lain.

 Musik Klasik
Musik klasik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai :1) Ilmu atau seni yang mempunyai nilai atau posisi yang diakui
serta langgeng dan sering dijadikan tolak ukur dan tidak diragukan, 2) Karya
sastra yang bernilai tinggi serta langgeng dan karya susastra jaman kuno
yang bernilai kekal, 3) Sederhana, serasi dan tidak berlebihan, 4)
Tradisional. Musik klasik adalah komposisi yang berasal dan berkembang
di negara barat (Eropa) sekitar tahun 1750-1825. Pada era ini nama-nama
besar seperti Bach, Mozart atau Haydn melahirkan karya-karya yang berupa
sonat, somponi, konser solo, string kuarter, hingga opera. Musik klasik
dapat diartikan sebagai karya musik yang berkelas tinggi, bersifat abadi,
tidak mudah dilupakan bahkan tetap ada sampai saat ini, dengan tampilan
yang sempurna dan menakjubkan.

Musik klasik dipercaya dapat menguatkan pikiran dan emosional


sehingga menjadikan orang lebih kreatif. Musik dapat memberikan
pengaruh dan energi positif bagi manusia, diantaranya sangat berperan
dalam menunjang perkembangan intelektual dan sosial, seta menjaga
keseimbangan antara jiwa dan fisik. Ciri-ciri musik klasik adalah ditandai
oleh kesinambungan yang mengalir, kejernihan dan seimbang. Musik klasik
ditandai oleh aksen dan dinamika yang bisa berubah secara tiba-tiba dan

13
mengejutkan sehingga iramanya tidak monoton, sehingga musik klasik
sangat efektif untuk merangsang keterkaitan di dalam otak, memicu ingatan
dan kreativitas.

 Musik Pop
Jenis musik yang easy listening (mudah dicerna) dan lirik yang
komersial. Dalam lirik-lirik, musik pop mudah dicerna pendengar, apa yang
dicuatkan para penulis lagu dan vokalis pop adalah sesuatu yang langsung
dapat dinikmati, yaitu hal ihwal cinta, bahkan religius. Di indonesia musik
ini berkembang sekitar tahun 1960-an dan banyak digemari khususnya
kaum remaja. Grup musik pop sering disebut dengan sebutan band yang
menggunakan peralatan elektronik atau modern. Instrumen yang wajib ada
dalam bentuk grup sederhananya antara lain drum, gitar, piano, dan bass
gitar, salah satu ciri musik pop adalah penggunaan ritme yang terasa bebas
dengan mengutamakan permainan drum dan gitar bass. Komposisi melodi
yang mudah dicerna. Biasanya para musisinya juga menambahkan aksesori
musik dan gaya yang beraneka ragam untuk menambahkan daya tarik dan
pemahaman bagi para penikmatnya.

Jenis musik yang ritmenya seperti detak jantung ini memang lebih
memungkinkan untuk mengembangkan otak, jiwa serta pembentukan
karakter. Namun untuk memperkenalkan musik dan membentuk karakter
siswa agar tekun belajar, bisa dilakukan dengan jenis musik lain seperti
pop,jazz dan sebagainya. Musik pop dibedakan menjadi dua, yaitu ada
musik pop anak-anak dan musik pop dewasa. Musik anak pada umumnya
memiliki bentuk yang lebih sederhana dan memiliki syair yang lebih
pendek. Tema syair musik pop anak-anak biasanya mengenai hal-hal yang
mendidik. Sedangkan musik pop dewasa umumnya lebih kompleks dengan
alunan melodinya lebih bebas dengan iprovisasi lebih banyak namun ringan.
Tema-tema syairnya bervariasi.

 Musik Diatonis
Tangga nada diatonik pada musik barat, berkembang seiring dengan
perkembangan sains fisika gelombang bunyi. Musik ini ada yang murni
disajikan seperti, musik klasik, ada juga yang mengalami proses akulturasi
dengan musik-musik tradisional. Tangga nada diatonik adalah tangga nada
pada musik barat yang pada umumnya menggunakan dua jenis interval
penuh (whole step) dan setengah (half self). Tangga nada diatonik ini sering
disebut juga dengan heptatonik dikarenakan menggunakan tujuh nada
dalam satu tangga nada. Tangga nadanya biasanya diasosiasikan pula
dengan sistem harmoni dalam bentuk progresi akord, sebagai ciri utama
musik barat. Jenis musik diatonik digunakan sebagai simbol perlawanan

14
melalui ekspresi lagu-lagu perjuangan untuk membangkitkan semangat
solidaritas dan untuk menampilkan identitas bangsa (Rosidah, 2012).

2.4. Hukum Musik Dalam Islam


“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan.” (HR.
Muslim). Alloh Swt. menciptakan alam semesta berarti membuat tiga pokok
peradaban:
1. Kebenaran, menghasilkan Ilmu
2. Kebaikan, menghasilkan moral
3. Keindahan, menghasilkan seni

Islam itu agama yang fitrah, yaitu manusia menyenangi keindahan.


Tetapi jangan sampai keindahan itu menyimpangkan manusia dari fitrahnya.
Seni yang sahih adalah seni yang bisa mempertemukan secara sempurna antara
keindahan dan al haq, karena keindahan adalah hakikat dari ciptaan ini, dan al
haq adalah puncak dari segala keindahan ini. Oleh karena itu Islam
membolehkan penganutnya menikmati keindahan, karena hal itu adalah wasilah
untuk melunakkan hati dan perasaan.

Banyak para filosof Islam yang benar-benar menguasai musik dan


teorinya, beberapa diantaranya seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dimana mereka
ahli-ahli teori musik terkemuka. Beberapa penyembuhan penyakit baik jasmani
maupun rohani. Bagi para sufi, seni adalah jalan untuk dapat menangkap
dimensi interior Islam, dimana seni terkait langsung dengan spriritual. Al-
Ghazali sebagai tokoh sufi mengatakan bahwa mendengar nada-nada vokal dan
instrumen yang indah dapat membangkitkan hal-hal dalam kalbu yang disebut
Al-Wujud atau kegembiraan hati.

Lingkungan Islam yang lebih terbuka terhadap seni ini adalah para sufi
dan filosof. Banyak para filosof Islam yang benar-benar menguasai musik dan
teorinya, beberapa diantaranya seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dimana mereka
ahli-ahli teori musik terkemuka. Beberapa tabib muslim menggunakan musik
sebagai sarana penyembuhan penyakit baik jasmani maupun rohani. Bagi para
sufi, seni adalah jalan untuk dapat menangkap dimensi interior Islam, dimana
seni terkait langsung dengan spriritual. Al-Ghazali sebagai tokoh sufi
mengatakan bahwa mendengar nada-nada vokal dan instrumen yang indah
dapat membangkitkan hal-hal dalm kalbu yang disebut Al-Wujud atau
kegembiraan hati.

Prinsip-prinsip seni di dalam Islam adalah sebagai berkut:


1. Seni yang dapat mengangkat martabat insan dan tidak meninggalkan nilai-
nilai kemanusiaan.
2. Seni yang dapat mementingkan persoalan akhlak dan kebenaran yang
menyentuh aspek estetika, kemanusiaan dan moral.

15
3. Seni yang dapat menghubungkan keindahan sebagai nilai yang tergantung
kepada seuruh kesahihan Islam itu sendiri, dimana menurut Islam seni yang
mempunyai nilai tertinggi adalah seni yang dapat mendorong kearah
ketaqwaan, kema‟rufan dan moralitas.
4. Seni yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia dan manusia dengan alam sekitarnya

Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan


dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut.
Menurut Quraisy Shihab, musik adalah suara yang berirama. Seni musik
membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan
studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri
sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan
dengan seni vokal.

Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang


diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni
yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara
saja) tanpa iringan instrumen musik.

Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal


(gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti
band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya.

Bahwa hukum menyanyi dan bermain musik bukan hukum yang


disepakati oleh para fuqaha, melainkan hukum yang termasuk dalam masalah
khilafiyah. Jadi para ulama mempunyai pendapat berbeda-beda dalam masalah
ini (Syaikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah,
hal. 41-42; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas,
hal. 96; Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 21-
25; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam
Islam, hal. 3).
2.4.1. Hukum Melantunkan Nyanyian (al-Ghina’ / at-Taghanni)
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’ /
at-taghanni). Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya
menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut
sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Muhammad al-
Marzuq Bin Abdul Mu’min al-Fallaty mengemukakan dalam kitabnya Saiful
Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi al-Ghina’ wa Tahrim Istima’ Lahu juga
oleh Dr. Abdurrahman al-Baghdadi dalam bukunya Seni dalam Pandangan
Islam (hal. 27-38), dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki dalam Al-Khalash wa
Ikhtilaf an-Nas (hal. 97-101):

Dalil-Dalil yang Menghalalkan Nyanyian:

16
a. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa
yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui
batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs.
al-Mâ’idah [5]: 87).

b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:


Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami
mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya
terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?”
sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata;
“Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-
Baihaqi].

c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:


Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas
dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba
perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji
orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara
mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan
terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan)
tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda
Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka
pada permainan.” [HR. Bukhari].

e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan


sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan
mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:
“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia
daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].

Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi Saw


ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya
menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat
dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum,
atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir).
Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun
mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila
Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275).

17
Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak
bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’)
di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak
bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang
memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih,
yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini
Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih:
Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali
ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi
pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr.
Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390).

Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu
adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh
Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:
Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah
untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani,
Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).

2.4.2. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian


a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah
tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan
memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai


nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas
dan Ibnu Mas’ud.

Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs.


an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi,
Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina
Haram), hal. 20-22).

b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:


“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang
menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR.
Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].

c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:


“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan
menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian

18
beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu
Mardawaih].

d. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:


“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan
kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].

e. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:


“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua
syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada
dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

f. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw


bersabda:
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1.
Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan
(mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga
menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan
(rannatus syaithan).”

Quraisy Shihab mengatakan pada dasarnya musik, terbagi kedalam dua


bagian:
1. Musik tanpa alat, yaitu musik yang dilantunkan tanpa membutuhkan alat.
Seperti membaca Al-Qur’an yang mempunyai musik alqur’an. Bayati, Shoba,
Hijaz, Nihawand, Rast, Sika, Jihark.
2. Musik dengan menggunakan alat, penggunaanya tidak dilarang jika tidak
mengantar pada penyimpangan.

Konteks suara atau isi yang dinyanyikan:


1. Mencintai tanah air.
2. Membangkitkan semangat, berjuang mempertahankan tanah air.
3. Galau, yaitu mengajak seseorang untuk semakin akrab atau bersilaturahmi
tidak untuk mengantar pada suatu yang dilarang agama.
4. Irama, yang bisa mengundang gerak. Seperti musik dangdut yang dapat
mengajak untuk bergerak, gerak ini biasanya yang bagus dan indah dilihat
yang tidak menimbulkan selera rendah.

Kriteria musik yang boleh didengarkan:


1. Tidak menyita waktu;
2. Tidak berlebihan;
3. Bisa memupuk jiwa dan mendekatkan diri pada kebaikan apapun bentuknya.

“Melakukan sesuatu yang tidak penting mengakibatkan hal yang


penting mengakibatkan hal yang penting terabaikan, tetapi melakukan hal yang
penting mengakibatkan hal yang sangat penting terabaikan.”

19
2.4.3. Wahabi dan Salafiyah
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan,
dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh
adzab yang menghinakan.” (QS. Lukman :6).

Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dalam kitab “As Sunan Al
Kubra” karya Ibnul Qayyim mengartikan Lahwul Hadis (perkataan tidak
bergunan) dengan “lagu”. Ibnul Qayyim juga mengkhawatiri “Lahwul Hadis”
akan memalingkan umat dari Al-Quran, seperti dikutip dalam ayat selanjutnya,
QS. Lukman ayat 7: “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, dia
berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia tidak mendengarnya.
Seakan-akan ada penghalang di kedua telinganya, maka berikan kabar gembira
dengan azab yang pedih” (QS. Luqman: 7).

Para ulama bersepakat (baca: ijma’) tentang haramnya musik karena


inilah hukum yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
‫حنيفة أبو وأما‬: ‫الغناء يكره فإنه‬، ‫الذنوب من ويجعله‬
“Adapun madzhab Abu Hanifah rahimahullah, bahwasannya beliau
membenci musik dan menjadikannya termasuk sebuah dosa.”
Adapun Imam Malik rahimahullah, beliau pernah ditanya tentang
penduduk Madinah yang memberi keringanan dalam musik, maka beliau
menjawab,
‫الفساق عندنا يفعله إنما‬
“Yang melakukannya hanyalah orang-orang fasik.”

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,


‫مكروه لهو الغناء إن‬، ‫والمحال الباطل يشبه‬. ‫شهادته ترد سفيه فهو منه استكثر ومن‬
“Sesungguhnya musik itu adalah perbuatan sia-sia yang dibenci, mirip
dengan kebatilan dan penipuan. Orang yang banyak mendengar musik adalah
orang yang pandir, tertolak persaksiannya.”
Demikian pula Imam Ahmad rahimahullah, beliau menegaskan untuk
mematahkan dan merusak alat-alat musik seperti gitar dan selainnya jika terlihat
terbuka dan memungkinkan untuk dipatahkan dan dirusak.

Kesimpulan dari perkataan para ulama di atas adalah sebagaimana yang


disampaikan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah,
“Para ulama dan ahli fiqh, di antaranya imam madzhab yang empat, telah
bersepakat atas haramnya alat musik karena mengikuti hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar-atsar (perkataan) para salaf (para ulama
terdahulu, pen.). Sekalipun sebagian di antara mereka ada perbedaan, maka hal
itu terbantah dengan apa yang telah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

20
َ ‫ِّم َّما َح َر ًجا أ َ ْنفُ ِّس ِّه ْم فِّي يَ ِّجد ُوا َل ث ُ َّم بَ ْينَ ُه ْم‬
‫ش َج َر فِّي َما يُ َح ِّك ُموكَ َحتَّى يُؤْ ِّمنُونَ َل َو َربِّكَ فَ َل‬
َ َ‫س ِّل ُموا ق‬
َ‫ضيْت‬ َ ُ‫ت َ ْس ِّلي ًما َوي‬

‘Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga


mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya’” (QS. An-Nisa [4] : 65).

2.5. Batasan Musik Dalam Islam


2.5.1. Musisi/Penyanyi.
a. Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf)
dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya,
mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau
menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran,
menentang kezaliman penguasa sekuler.
b. Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah
yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam
penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung
salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya.
c. Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan
aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya.
Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau
sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria. Ini semua
haram.
2.5.2. Instrumen (alat musik).
Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan
para shahabat, maka di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat
adalah:
a. Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu
bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat.
b. Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen
yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim.
Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung
maksud si pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah,
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
2.5.3. Sya’ir dalam bait lagu.
Berisi:
a. Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya)
dan nahi munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan
sebagainya)
b. Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya.
c. Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia.
d. Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama.
e. Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.

21
Tidak berisi:
a. Amar munkar (mengajak pacaran, dan sebagainya) dan nahi ma’ruf (mencela
jilbab,dsb).
b. Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an.
c. Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah.
d. Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan
sebagainya).
e. Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.
2.5.4. Waktu dan Tempat.
a. Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan,
hari raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya.
b. Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib).
c. Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat).
d. Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat
(campur baur).

2.6. Hasil Survey dan Wawancara


2.6.1. Hasil Survey
1. Identitas:
Dari tanggal 8 November sampai 14 November terdapat 39 responden yang
mengisi survey. Dari semua itu terbagi kedalam tiga kelompok pekerjaan,
yaitu 5 orang (12,8 %) siswa dari usia 16-18 tahun, 32 orang (82,1%)
mahasiswa berusia 19-22 tahun, dan 2 orang (5,1%) karyawan berusia 23-
29 tahun.

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Saya menyukai musik 94.9 % 5.1 %

2. Saya sering mendengarkan musik setiap hari 79.5 % 20.5 %

Saya memiliki banyak waktu untuk


3. mendengarkan musik daripada membaca Al- 51.3 % 48.7 %
qur'an

4. Saya mendengarkan musik ketika sedih 38.5 % 61.5 %

Saya mendengarkan musik ketika bosan 87.2 % 12.8 %


5.

6. Saya mendengarkan musik ketika Bahagia 64.1 % 35.9 %

7. Saya mendengarkan musik ketika Sendirian 82.1 % 17.9 %

Saya mendengarkan musik ketika pagi hari 38.5 % 61.5 %


8.
Saya mendengarkan musik ketika akan tidur 28.2 % 71.8 %
9.

22
No. Pertanyaan Ya Tidak

Saya mendengarkan musik ketika di kamar


10. 30.8 % 69.2 %
mandi

11. Saya sering mendengarkan musik religi 56.4 % 43.6 %

Saya sering mendengarkan musik Pop 79.5 % 20.5 %


12.

13. Saya sering mendengarkan musik Rock 30.8 % 69.2 %

14. Saya sering mendengarkan musik dangdut 30.8 % 69.2 %

15. Saya mendengarkan musik untuk hiburan 94.9 % 5.1 %

Saya mendengarkan musik untuk Belajar 51.3 % 48.7 %


16.

17. Saya mendengarkan musik untuk terapi 43.6 % 56.4 %

18. saya mendengarkan lagu lebih dari 1 jam 46.2 % 53.8 %

19. saya membaca al-qur'an lebih dari 1 jam 20.5 % 79.5 %

Musik membuat saya senang 87.2 % 12.8 %


20.

21. Musik membuat saya Semangat beraktivitas 82.1 % 17.9 %

22. Musik membuat saya lupa waktu 17.9 % 82.1 %

Musik membuat saya jauh dari tuhan 7.7 % 92.3 %


23.
Wajib 2.6 %

Sunnah 33.3 %

24. Musik itu bagi saya Mubah 41 %

Makruh 17.9 %

Haram 5.1 %

Disimpulkan bahwa, responden menyukai musik, terlihat semua selalu


mendengarkan musik pada saat bosan karena tidak ada kegiatan. Dan dominan
selalu mendengarkan musik pop religi sebagi hiburan. Yang mirisnya membaca al-
qur’an lebih dari 1 jam sebanyak 20.5 %, dalam 24 jam, dan kebanyakan mereka
memubahkan musik.

23
2.6.2. Hasil Wawancara
a. R. (laki-laki, 27 th.)
Dia mengetahui seni musik, dan sedikit dalil mengenai hukum
musik. Dia menerangkan bahwa yang dimaksud dengan musik haram itu
yang mempunyai lirik tidak jelas dan tidak mendidik. Musik halal, yaitu
yang mempunyai lirik memuji Allah, bersholawat kepada nabi. Kembali
pada diri masing-masing.
b. Penganut Salafi
Dia tau musik adalah salah satu warna kehidupan di masa sekarang
yang demikian kontras dengan masa sahabat dan ulama-ulama setelahnya.
Jika dahulu generasi salaf demikian keras membenci musik berikut alat
pendukungnya. Kini, musik justru dihalalkan, menjadi sumber nafkah,
bahkan dijadikan sarana ibadah dan dakwah.
Menurut Firman Allah : “Dan di antara manusia (ada) orang yang
mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah sebagai
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”
(Luqman: 6).
Menurut sahabat Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahuanhu, ‘Ikrimah, Mujahid, dan Al-Hasan Al-Bashri
rahimahumullah, ayat ini turun berkaitan dengan musik dan nyanyian.
(Lihat Tahrim Alatith Tharbi, karya Asy-Syaikh Al-Albani hal.142-144).
Dalam Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah juga
menegaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan keadaan orang-orang hina
yang enggan mengambil manfaat dari (mendengarkan) Al- Qur`an,
kemudian berupaya untuk mendengarkan musik dan nyanyian dengan
segala irama dan perantinya.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam juga telah memperingatkan
umatnya dari fitnah musik. Di antara sabda beliau Shalallahu’alaihi wa
sallam itu adalah:
“Benar-benar akan ada sekelompok orang dari umatku yang
menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik/alat musik. Mereka tinggal di
puncak gunung, setiap sore seorang penggembala membawa (memasukkan)
hewan ternak mereka ke kandangnya. Ketika datang kepada mereka seorang
fakir untuk suatu kebutuhannya, berkatalah mereka kepada si fakir: ‘Besok
sajalah kamu kemari!’ Maka di malam harinya Allah Subhanahuwata’ala
adzab mereka dengan ditumpahkannya gunung tersebut kepada mereka atau
digoncang dengan sekuat-kuatnya, sementara yang selamat dari mereka
Allah ubah menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari
dalam Shahih-nya, no. 5590 dari sahabat Abu Amir (Abu Malik) Al-Asy’ari
radhiyallahuanhu).
Sebagai hamba Allah Subhana wa taala dan umat Rasulullah yaitu
mengingkari musik dan mendengarkannya adalah hal yang wajib kita
patuhi. Kami taat dan kami dengar. Musik sudah jelas haram karena ada
ayat dalam Al-Qur'an yang melarang dan ada dalil dari Rasulullah.

24
Bukankah kita harus taat kepada Allah dan mengikuti jalan Rasulullah.
sebab diharamkannya musik karena semuanya, mulai dari genrenya, alat
musiknya, dan liriknya. Dalam timbangan Islam, musik merupakan salah
satu fitnah yang berbasiskan syahwat. Jati dirinya amat buruk. Peranannya
pun amat besar dalam melalaikan umat dari ayat-ayat Allah
Subhanahuwata’ala. Tak heran, bila Allah Subhanahuwata’ala yang Maha
Rahman mengingatkan para hamba-Nya dari fitnah musik ini
Sudah jelas musik itu tak diperbolehkan, jika ada yang
membolehkan, maka ketahuilah orang terebut telah masuk perangkap setan
dan jeratannya. Tinggalkanlah dia. Selamatkanlah agama dan aqidahmu dari
bahaya setan yang berwujud manusia. Melantunkan shalawat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berirama dan terkadang dilakukan
secara berjamaah. Bahkan, ada yang diiringi oleh lantunan musik piano,
genderang, rebana, dan lainnya. Sungguh, ini adalah nyata kebatilan yang
dikemas dalam bentuk ibadah. Bagaikan najis yang dicampur dengan setetes
air suci. Allahul musta’an. Tak hanya itu. Tujuan shalawat pun kini telah
bias. Yang awalnya untuk mendoakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kini menjadi hiburan yang dapat dinikmati suara dan iringan musiknya.
Tinggalkanlah musik secara utuh, berdoalah, bertakwalah kepada
Allah, taat dan dengarlah perintah Allah dan rasulnya jika ingin selamat.
Inilah kebenaran yang bisa saya sampaikan semoga bermanfaat. Wallahu
alam.
c. Ustad
Musik bisa didekati dari banyak aspek, karena kadang-kadang
hukum itu mengikuti kondisinya, ada musik siul yang tidak boleh dan
sampai hari ini tidak boleh. Karena, bersiul itu bagian dari untuk
mengundang roh jahat, setan, atau iblis. Makanya siul itu tabu di Timur
Tengah, terutama di Mesir, karena siulan itu mengundang dewa mereka.
Kalau sudah kaitannya dengan keyakinan seperti ini maka musik menjadi
tidak boleh. Atau karena tujuannya untuk apa musik itu, buat mabuk-
mabukan, pesta, maka musik menjadi tidak boleh. Mengenai konten, musik
itu harus ada edukasi. Nabi pernah menegur ada orang yang menyanyikan
lagu, bukan karena menyanyinya, tetapi ada konten yang salah, Wallahu
alam.
Seni itu jika untuk diri sendiri atau hiburan boleh. Yang tidak boleh
kalau seni itu dikaitkan untuk ibadah. Dalam ibadah, seni membaca Al-
Quran ada, tetapi ketika musik dimasukkan dalam ibadah tidak boleh, sholat
dikasih musik itu tidak boleh.
Ada riwayat yang mengatakan musik itu haram, bukan hanya di
musik, tapi di banyak hal riwayat-riwayat yang berbeda-beda ulama itu
banyak. Tetapi menurut saya adalah ketika yang meyakini bahwa musik itu
tidak boleh, jangan anda langgar. Tetapi yang meyakini musik itu boleh
jalankan. Yang meyakini tidak boleh tidak perlu menyalahkan yang
menyakini itu boleh. Yang berbeda pendapat, sudahlah Allah tahu hati kita,

25
nanti kita akan bertanggung jawab di hadapan Allah terhadap apa yang kita
yakini.
Di dalam teori kebudayaan E.B. Taylor mengatakan “kebudayaan
itu hanya bisa dilawan dengan kebudayaan” jadi kalau anda tidak suka
musik-musik atau budaya orang lain maka buatlah budaya yang lebih
positif, kalau tidak suka break dance buatlah tarian yang lebih bagus. Tidak
suka lagu-lagu yang tidak benar, buatlah lagu-lagu yang benar. Karena
budaya hanya bisa dilawan dengan budaya. Kita jangan hanya menyalahkan
anak muda yang mendengarkan lagu-lagu yang tidak bagus, ciptakan lagu
yang bagus, yang dinikmati anak-anak muda sebagai alternatif. Jangan
dilarang tapi tidak ada alternatifnya.
Catatan, sholawat itu bukan lagu. Maksud saya itu bukan
melagukan, itu bersholawat. Allah dan malaikat saja bersholawat. Kita
bersholawat kepada beliau itu ada maknanya, ada pujiannya.
3. a

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa menyanyi,
mendengarkan musik, maupun memainkan alat musik merupakan mubah (boleh)
selama hal tersebut tidak berlebihan atau tidak melanggar norma agama yang
berlaku di masyarakat, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, dan juga tidak
membuat kita lalai atau lupa terhadap kewajiban kepada Allah SWT.

3.2. Saran
Demikianlah kiranya apa yang dapat penulis sampaikan megenai polemik
tentang halal dan haramnya musik dalam islam. Semoga pembaca dapat
menerapkannya dalam kehidupannya masing-masing. Namun tentu saja tulisan ini
terlalu sederhana jika dikatakan sempurna. Maka dari itu, dialog dan kritik sangat
diperlukan guna penyempurnaan dan koreksi. Mungkin sebagian pembaca ada yang
berbeda pandangan dalam menentukan status hukum musik ini dan perbedaan itu
sangat penulis hormati.

27
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, M. Saifudin. (2018). Tiba Saatnya Aku Tinggalkan Musik. [Online]. Diakes
dari https://muslim.or.id/36940-tiba-saatnya-aku-tinggalkan-musik-
93.html.
Kanda A. Muh. Alam. (2015). Seni dalam Perspektif Islam. [Online]. Diakses dari
https://bsdkunhas.wordpress.com/2015/06/17/seni-dalam-perspektif-
islam/.
Purnastuti, Septika. (2010). Sejarah Musik Dunia. [Online]. Diakses dari
http://septika09020019.student.umm.ac.id/2010/02/03/sejarah-musik-dunia/.
Rosidah. (2012). Kajian Teori Musik. [Online]. Diakses dari http://etheses.uin-
malang.ac.id/2123/5/08410106.
Wildan, Raina. (2007). Seni dalam Perspektif islam. Islaam Futura, Vol. VI, No. 2,
2007. IAIN Ar-Raniry.

28

Anda mungkin juga menyukai