Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH MASAIL FIQHIYYAH

“Hukum Musik dalam Pandangan Islam”

Disusun oleh :

1. Rofiq Abidin (201905030002)


2. M.Ulumuddin (201905030003)
3. Syafa Ediana Putri (201905030004)
4. Siti Himmatul Masfufah (201905030021)
5. Nurus Shova (201905030028)

Dosen Pengampu :

Ali Sodiqin, S.AG., M. SI

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas
rahmat serta karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : “Masail Fiqhiyyah” ini
tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terimah kasih kepada bapak Ali Sodiqin, S.AG., M.SI
selaku dosen pengampu mata kuliah Masail Fiqhiyyah dan pihak-pihak yang telah mendukung kami
dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini membahas “Hukum Musik dalam Pandangan Islam” Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dan ikut
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT. senantiasa melindungi segala usaha
kita.

Sidoarjo, 14 Desember 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................5
C. Tujuan Penulisan............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Musik...........................................................................................6
B. Hukum Melantunkan Nyanyian.....................................................................6
C. Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian...........................................................7
D. Dalil yang Menghalalkan Nyanyian..............................................................8
E. Hukum Mendengarkan Nyanyian..................................................................9
F. Hukum Mendengar Nyanyian Secara Interaktif............................................10
G. Hukum Memainkan Alat musik.....................................................................11
H. Pedoman Umum Nyanyian dan Musik Islami...............................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................14
C. Daftar Pustaka................................................................................................15

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu fikih merupakan salah satu ilmu yang terus berkembang dan berbeda dengan
ilmu yang lain seperti aqidah, akhlak, Al-Qur`an dan hadis, yang kesemuanya itu hanya
memperdalam dari setiap permasalahan. Lain halnya dengan ilmu fikih yang tiap saat terus
berkembang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Masalah-masalah fikiyah yang ada saat ini
beragam macamnya yang semula pada saat Rasulullah tidak ada dan tidak muncul, sehingga
para ilmuwan fikih (ulama) membuat kesepakatan berupa ijma dan fatwa-fatwa.
Keprihatinan yang dalam akan kita rasakan, jika kita melihat ulah generasi muda
Islam saat ini yang cenderung liar dalam bermain musik atau bernyanyi. Mungkin mereka
berkiblat kepada penyanyi atau kelompok musik terkenal yang umumnya memang
bermental negatif dan tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau mungkin juga mereka
cukup sulit dan jarang mendapatkan teladan permainan musik dan nyanyian yang Islami di
tengah suasana moderenisasi yang mendominasi kehidupan saat ini. Alhasil, generasi muda
Islam akhirnya cenderung mengikuti kepada para pemusik atau penyanyi yang sering mereka
saksikan atau dengar di TV, radio, kaset, VCD, dan berbagai media lainnya.
Tak dapat diingkari, kondisi memprihatinkan tersebut tercipta karena sistem
kehidupan kita telah menganut paham sekularisme (sebuah ideologi yang menyatakan bahwa
sebuah institusi harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan) yang sangat bertentangan
dengan Islam. Sekularisme sebenarnya tidak sekedar terwujud dalam pemisahan agama dari
dunia politik, tetapi juga nampak dalam pemisahan agama dari urusan seni budaya, termasuk
seni musik dan seni vokal (nyanyian).
Kondisi ini harus segera diakhiri dengan jalan mendobrak dan merobohkan sistem
kehidupan sekuler yang ada, lalu di atas reruntuhannya kita bangun sistem kehidupan Islam,
yaitu sebuah sistem kehidupan yang berasaskan semata pada Aqidah Islamiyah sebagaimana
dicontohkan Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Inilah solusi terhadap kondisi kehidupan
yang sangat rusak dan buruk sekarang ini, sebagai akibat penerapan paham sekulerisme yang
kufur. Namun demikian, di tengah perjuangan kita mewujudkan kembali masyarakat Islami
tersebut, bukan berarti kita saat ini tidak berbuat apa-apa dan hanya berpangku tangan
menunggu perubahan. Tidak demikian. Kita tetap wajib melakukan Islamisasi pada hal-hal

4
yang dapat kita jangkau dan dapat kita lakukan, seperti halnya bermain musik dan bernyanyi
sesuai ketentuan Islam dalam ruang lingkup kampus kita atau lingkungan kita.
Tulisan ini bertujuan menjelaskan secara ringkas hukum musik dan menyanyi dalam
pandangan fiqih Islam. Diharapkan, norma-norma Islami yang disampaikan dalam makalah
ini tidak hanya menjadi bahan perdebatan akademis atau menjadi wacana semata, tetapi juga
menjadi acuan dasar untuk merumuskan bagaimana bermusik dan bernyanyi dalam perspektif
Islam. Selain itu, tentu saja perumusan tersebut diharapkan akan bermuara pada pengamalan
konkret di lapangan, berupa perilaku Islami yang nyata dalam aktivitas bermain musik atau
melantunkan lagu, minimal di kampus atau lingkungan kita berada.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
1. Apa itu musik ?
2. Apakah halal atau haram musik bagi umat Islam ?
3. Mengapa musik diharamkan bagi umat Islam ?
4. Musik seperti apa yang diharamkan dan dihalalkan oleh agama Islam ?
5. Apa saja kategori musik yang dihalalkan dalam Islam ?

1.3 TUJUAN
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diambil tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian musik.
2. Untuk mengetahui halal atau haramkah musik bagi umat Islam.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mengharamkan musik.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghalalkan musik.
5. Untuk mengetahui kategori musik yang dihalalkan bagi umat Islam.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUSIK

Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita akan meninjau
lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk memahami fakta (fahmul waqi’)
yang menjadi objek penerapan hukum. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa seni
adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan
perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran
(seni suara), indra penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari
dan drama).

Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat
musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain
cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran
musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa
vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal. Seni instrumentalia, seperti telah
dijelaskan di atas, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang
seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan
oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal tersebut dapat digabungkan
dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik
majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya

B. HUKUM MELANTUNKAN NYANYIAN

Menyanyi merupakan seni, seni yang diungkapkan atau diekspresikan melalui suara. Bagi
sebagian orang, menyanyi merupakan salah satu cara untuk mengutarakan perasaan dan ada
pula yang menjadikan menyanyi adalah sebuah pekerjaan untuk menghidupi kehidupannya.
Namun menyanyi dalam Islam terdapat perbedaan pendapat, ada yang menyatakan bahwa
menyanyi itu haram, dan ada pula yang berpendapat bahwa menyanyi itu halal.

6
C. DALIL YANG MENGHARAMKAN NYANYIAN

1. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S. Lukman ayat 6 :

Artinya : “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau
lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.

2. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera,
arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590]

3. Hadits Aisyah ra Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjual


belikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di
atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].

4. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW bersabda :

“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu
Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].

5. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah SAW bersabda :

“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang
menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai
dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

6. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara
nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan
seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek
pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

7
D. DALIL YANG MENGHALALKAN NYANYIAN

1. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Maidah ayat 87 :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”

2. Hadits dari Nafi’ ra :

Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara
seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata;
“Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia
lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah SAW.” [HR. Ibnu
Abid Dunya dan al-Baihaqi].

3. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:

Nabi SAW mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti
dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang
dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba
salah seorang di antara mereka berkata : “Diantara kita ada Nabi SAW yang mengetahui apa
yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi SAW bersabda : “Tinggalkan omongan itu.
Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III,
hal. 113, dari Aisyah ra]

4. Dari Aisyah ra :

Dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah
Saw bersabda: “Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada
permainan.” [HR. Bukhari].

5. Dari Abu Hurairah ra :

Sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan sya’ir


di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata: “Aku pernah

8
bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah
Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].

Berdasarkan pemaparan diatas, kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang
diharamkan dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang
mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau
kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya
disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya
yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas,
mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal
didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih
dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-
sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak
menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta.

E. HUKUM MENDENGARKAN NYAYIAN

HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN (SAMA’ AL-GHINA’)

Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian. Sebab
memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan
mendengar lagu (sama’ al-ghina’). Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl
(perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm
asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang
hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang
muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki,
menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah
mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkan.

Maka dari itu, melihat perbuatan jibiliyyah hukum asalnya adalah boleh (ibahah). Jadi,
melihat apa saja adalah boleh, apakah melihat gunung, pohon, batu, kerikil, mobil, dan
seterusnya. Masing-masing ini tidak memerlukan dalil khusus untuk membolehkannya, sebab
melihat itu sendiri adalah boleh menurut syara’. Hanya saja jika ada dalil khusus yang
mengaramkan melihat sesuatu, misalnya melihat aurat wanita, maka pada saat itu melihat
hukumnya haram.

9
Demikian pula mendengar. Perbuatan mendengar termasuk perbuatan jibiliyyah, sehingga
hukum asalnya adalah boleh. Mendengar suara apa saja boleh, apakah suara gemericik air,
suara halilintar, suara binatang, juga suara manusia termasuk di dalamnya nyanyian. Hanya
saja di sini ada sedikit catatan. Jika suara yang terdengar berisi suatu aktivitas maksiat, maka
meskipun mendengarnya mubah, ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, dan tidak boleh
mendiamkannya. Misalnya kita mendengar seseorang mengatakan, “Saya akan membunuh si
Fulan !” Membunuh memang haram. Tapi perbuatan kita mendengar perkataan orang tadi,
sebenarnya adalah mubah, tidak haram. Hanya saja kita berkewajiban melakukan amar
ma’ruf nahi munkar terhadap orang tersebut dan kita diharamkan mendiamkannya.

Demikian pula hukum mendengar nyanyian. Sekedar mendengarkan nyanyian adalah


mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu. Sebab mendengar adalah perbuatan jibiliyyah yang
hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi atau syair nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita
tidak dibolehkan berdiam diri dan wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nabi SAW
bersabda : “Siapa saja di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah kemungkaran itu
dengan tangannya (kekuatan fisik). Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya (ucapannya).
Jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya (dengan tidak meridhai). Dan itu adalah selemah-
lemah iman.” [HR. Imam Muslim, an-Nasa’i,Abu Dawud dan Ibnu Majah].

F. HUKUM MENDENGAR NYANYIAN SECARA INTERAKTIF (ISTIMA’ AL-


GHINA’)

Penjelasan sebelumnya adalah hukum mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’). Ada


hukum lain, yaitu mendengarkan nyanyian secara interaktif (istima’ li al-ghina’). Dalam
bahasa Arab, ada perbedaan antara mendengar (as-sama’) dengan mendengar-interaktif
(istima’). Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada
interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-
ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan
penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana,
dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi. Jadi jika mendengar nyanyian (sama’
al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-
ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah.

jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif dan nyanyian serta kondisi yang
melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka
orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut.

10
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan
nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada
ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah
haram. Allah SWT berfirman dalam Q.S. An Nisa ayat 140 :

Artinya : “Dan sudah turun kepadamu dalam Kitab bahwa apabila kamu mendengar ayat-
ayat Allah [dibacakan], mereka ditolak [oleh mereka] dan diejek, jadi jangan duduk bersama
mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Memang, Anda kemudian akan
menjadi seperti mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan
kafir di Neraka bersama-sama.”

G. HUKUM MEMAINKAN ALAT MUSIK

Secara tekstual ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya
dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi SAW : “Umumkanlah
pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah]. Adapun selain
alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan
ada pula yang menghalalkan. Dalam hal ini penulis cenderung kepada pendapat Syaikh
Nashiruddin al-Albani. Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang
mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if
(lemah, tidak berguna).

Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, juz VI, halaman 59 mengatakan : “Jika
belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita
perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka
telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.”

Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya.
Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik
tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum
asalnya, yaitu mubah.

H. PEDOMAN UMUM NYANYIAN DAN MUSIK ISLAMI

Setelah menerangkan berbagai hukum di atas, kali ini akan dijelaskan pedoman umum
mengenai nyanyian dan musik yang Islami dalam bentuk yang lebih rinci dan operasional.
Pedoman ini disusun atas di prinsip dasar, bahwa nyanyian dan musik Islami wajib bersih

11
dari segala unsur kemaksiatan atau kemungkaran, seperti diuraikan di atas. Setidaknya ada 4
komponen pokok yang harus diislamisasikan, hingga tersuguh sebuah nyanyian atau alunan
musik yang indah (Islami).

1. Musisi/Penyanyi

a. Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan


menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi
sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang
pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler.

b. Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang
bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam
berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan
sejenisnya.

c. Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat,


berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki
memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian
dan/atau asesoris pria. Ini semua haram.

2. Instrumen / Alat Musik

Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan para shahabat, maka
di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat adalah :

a. Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya


seperti genderang untuk membangkitkan semangat.

b. Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang
biasa dijadikan sarana upacara non muslim.

Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung maksud si
pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.

12
3. Sya’ir / Lirik Lagu

Berisi :

a. Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya) dan nahi
munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan sebagainya).

b. Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya.

c. Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia.

d. Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama.

e. Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.

Tidak berisi:

a. Amar munkar (mengajak pacaran, dsb) dan nahi ma’ruf (mencela jilbab,dsb).

b. Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an.

c. Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah.

d. Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan sebagainya).

e. Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam.

4. Waktu Dan Tempat

a. Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan, hari


raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya.

b. Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib).

c. Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat).

d. Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat (campur
baur).

13
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa menyanyi, mendengarkan musik,


maupun memainkan alat musik merupakan mubah (boleh) selama hal tersebut tidak
berlebihan / tidak melanggar norma agama yang berlaku di masyarakat, tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain, dan juga tidak membuat kita lalai / lupa terhadap kewajiban kepada
Allah SWT.

B. SARAN

Demikianlah kiranya apa yang dapat penulis sampaikan mengenai musik dalam
pandangan Islam. Semoga pembaca dapat menerapkannya dalam kehidupannya masing-
masing. Namung tentu saja tulisan ini terlalu sederhana jika dikatakan sempurna. Maka dari
itu, dialog dan kritik sangat diperlukan guna penyempurnaan dan koreksi. Mungkin sebagian
pembaca ada yang berbeda pandangan dalam menentukan status hukum musik ini dan
perbedaan itu sangat penulis hormati.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/hukum-menyanyi-dan-musik-dalam-fiqih-
islam/

http://www.anneahira.com/musik-dalam-pandangan-islam.htm

quran.com

15

Anda mungkin juga menyukai