Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

REPOSISI PERAN GURU SEKARANG DAN MASA DEPAN


Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Etika Profesi Keguruan
Dosen Pengampu : Dr.H. Muslihin, M.Ag

Disusun oleh :
1. Dia Mareta Melin (2119046)
2. Reni Setiana (2119047)
3. Milyani Rizkiyanah (2119056)
4. Adewiyah (2119058)
5. Nurul Risma Amaliyah (2119061)
Kelas A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Reposisi Peran Guru
Sekarang Dan Masa Depan. Makalah ini kami selesaikan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Etika Profesi Keguruan.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf sebesar-
besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pekalongan, 15 Oktober 2021

Penulis,
Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan .......................................................................................................... 5

BAB II ................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN ................................................................................................. 6

A. Rasionalitas Guru ......................................................................................... 6

B. Peran, Status dan Kedudukan Guru di Era Orde Lama................................ 7

C. Peran, Status dan Kedudukan Guru di Era Orde Baru ............................... 10

D. Peran, Status dan Kedudukan Guru di Era Reformasi ............................... 13

E. Peran, Status dan Kedudukan Guru Dimata Publik ................................... 18

BAB III ................................................................................................................. 22

PENUTUP ............................................................................................................. 22

A. Kesimpulan ................................................................................................ 22

B. Saran ........................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru dalam pandangan masyarakat itu sendiri adalah orang yang
melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan yang formal saja tetapi juga dapat dilaksanakan di lembaga
pendidikan non-formal seperti di masjid, di surau/mushola, di rumah dan
sebagainya. Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas.Disatu pihak
guru harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan
kepercayaan dan menciptakan suasana aman. Akan tetapi di lain pihak,
guru harus memberikan tugas,mendorong siswa untuk mencapai tujuan,
menegur, menilai, dan mengadakan koreksi. Tugas guru sebagai suatu
profesi, menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Mendidik,
mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu
profesi.Tugas guru sebagai pendidik, meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup kepada anak didik.Tugas guru sebagai pengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada
anak didik
Di masa lampau profesi menjadi guru tidak mudah apalagi menjadi
guru yang baik mesti harus memenuhi syarat-syarat kompetensi.Alhasil
menjadi guru bukan menjadi pilihan cita-cita atau impian.Apalagi
ditambah dengan masalah ekonomi, menjadi guru pada masa lampau harus
siap dengan penghasilan yang boleh dikatakan pas-pasan.Impian guru
menjadi sesuatu yang makin menjauh.Walaupun dalam kenyataan para
guru pendahulu bisa dilihat secara nyata kinerja mereka tidak menurun
dalam kondisi yang ekonomi yang demikian.Banyak sekali contoh guru di
masa lalu yang begitu disiplin, tekun dalam mendidik muridnya dan
bekerja tanpa pamrih dan dalam sarana prasarana dan metode
pembelajaran yang terbatas bahkan dalam banyak sekolah hanya diajar
oleh seorang guru

4
Masa depan tentu guru makin dituntut untuk lebih profesional
karena saat ini fenomena itu makin jelas terlihat di mana guru bukan lagi
menjadi pusat pembelajaran tetapi pembelajaran berpusat pada murid.
Murid saat ini telah menunjukan di mana pendidikan tidak hanya dapat
diperoleh dari pertemuan di kelas dengan guru tetapi pendidikan bisa
diperoleh di mana saja dan kapan saja.Teknologi informasi dan
komunikasi serta fenomena global telah membuktikannya.Maka guru masa
depan adalah guru yang mau melakukan perubahan-perubahan ke arah
yang lebih baik, kreatif, inovatif dan menyenangkan dalam mendidik
murid-muridnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu rasionalitas guru?
2. Bagaimana peran, status dan kedudukan guru di era orde lama?
3. Bagaimana peran, status dan kedudukan guru di era orde baru?
4. Bagaimana peran, status dan kedudukan guru di era reformasi?
5. Bagaimana peran, status dan kedudukan guru dimata publik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu rasionalitas guru
2. Untuk mengetahui peran, status dan kedudukan guru di era orde lama
3. Untuk mengetahui peran, status dan kedudukan guru di era orde baru
4. Untuk mengetahui peran, status dan kedudukan guru di era reformasi
5. Untuk mengetahui peran, status dan kedudukan guru dimata publik

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rasionalitas Guru
Rasionalitas adalah suatu Tindakan yang tepat dan dapat dilihat
dari hasil yang diharapkan diukur dari sudut pandang pencapaian dengan
tujuan, serta sebagai keyakinan yang dipegang individu, dimana
keyakinan didukung dari bukti-bukti yang terbaik dan sudah disiapkan.
Guru adalah pengerak ataupun teladan untuk anak didiknya
ataupun mereka yang mengangap dia gurunya. Namun peran seperti ini
sangatlah susah didapatkan ataupun ditolak . ujian paling berat untuk
seorang guru dalam kepribadiannya adalah rangsangan yang memacu
emosionalnyaa. Kestabilan emosi sangat diperlukan, namun tidk semua
orang bisa menahan emosi terhadap rangsangan yang menyingung
perasaan. Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata yang dikeluarkan,
dalam raut muka dan mungkin dengan Gerakan tertentu, bahkan ada yang
dilahirkan dalam bentuk hukuman.
Sebagai pribadi yang hidup ditenggah-tenggah masyarakat, guru
juga harus memiliki kemamouan untuk berbaur kepada masyarakat
melalui kemampuannya. Keluwesan harus dimiliki karena jika tidak maka
pergaulan akan menjadikan kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang
menerima dimasyarakat.
Guru penggerak sebagai pendorong kreativitas yang sangat penting
dalam pembelajaran maka seorang guru dituntun untuk kreativ. Guru
pengerak sebagai pendorong kreativitas ini dapat diwujudkan dengan
senantiasa menentukan cara yang lebih baik dalam melayani anak
didiknya. Hal ini kegiatan pembelajaran yang menarik, tidak monoton, dan
tidak bersifat rutinitas semata. Menciptakan suasana yang menyenangkan
kepada anak didik dan tidak membosankan. Guru penggerak mempunyai
keinginan untuk terus menjadi lebih baik dari sebelumnya.1

1
Mulyasa, “Menjadi Guru Penggerak Merdeka Belajar”, (Jakarta, Bumi Aksara, 2020)
hlm 117-123.

6
Guru sebagai pembawa cerita, cerita adalak cermin yang bagus dan
merupakan tongkat pengukur. Guru berusaha mencari cerita untuk
membangkitkan gagasan kehidupn dimasa yang akan datang. Sebagai
pendengar peserta didik, dapat mengidentifikasi watak pelaku yang ada
dalam cerita, dapat objek untuk menganalisis, menilai manusia, kejadian-
kejadian dan pikiran-pikiran. Mereka bisa jatuh cinta dan menguji
kemampuannya untuk menvintai, dapat membenci, dapat mengetahui
kekuatan dan kehancuran rasa benci, memimpikan dan mengetahui bainya
harapan serta tidak enaknya kekecewaan. Sehingga bisa menggunakan
kejadian dimasa lalu untuk menginterprestikan kejadian sekarang dan yang
akan datang. Jadi diharapkan mampu membawa peserta didik mengikuti
jalannya cerita dengan berusaha membuat peserta didik mendapat
pandangan yang rasional.2
B. Peran, Status dan Kedudukan Guru di Era Orde Lama
Melihat pemerintahan masa Orde lama melakukan perubahan
diantaranya dalam pendidikan. Seperti diketahui setelah KMB (Konferensi
Meja Bundar) pada 1949 maka terbentuklah Republik Indonesia Serikat.
Di dalam RIS diaturnya mengenai pendidikan dan pengajaran dan didalam
RIS juga diatur tentang pendidikan nasional. Dengan begitu, maka sistem
pendidikan pada masa Orde Lama tidak jauh beda dengan masa
sebelumnya, tetapi dalam masa Orde Lama menfokuskan kepada
pendidikan dan pengajaran serta mengatur tentang pendidikan nasional.
Maka semuanya dalam bidang pendidikan periode 1945-1966 semuanya
telah diatur dalam UUD yang berdasarkan Pancasila.3
1. Sistem pembangunan Di bidang pendidikan
Sistem pendidikan guru di Indonesia mulai dibenahi secara fisik sejak
1950, awal 1950, ketika bentuk Negara Indonesia masih berupa Republik
Indonesia Serikat (RIS) untuk membangun kembali sistem pendidikan

2
Rudi Hartono, “Mendeteksi Guru Bergairah di Era Milenial”, (Semarang, CV. Pilar
Nusantara, 2019) hlm. 73-75
3
Muhammad Rijal Fadli, Dyah Kumalasari, “Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa
Orde Lama (Periode 1945-1966)”, Jurnal Agastya, Vol. 9, No. 2, 2019, hal. 154.

7
untuk seluruh wilayah Indonesia, harus diadakan persetujuan kerjasama
antara Pemerintah Republic Indonesia Serikat dengan Pemerintah
Republik Indonesia. Piagam persetujuan ini ditandatangani oleh Drs
Mohammad Hatta selaku Perdana Mentri RIS dan Dr.A. Halim selaku
perdana Menteri RI pada 19 Mei 1950. Ketentuan piagam ini antara lain
kedua pihak menyetujui pembentukan suatu panitia yang bertugas
menyelenggarakan pengajaran dan persetujuan untuk menyelesaikan
kesukaran-kesukaran dinernagai lapangan dalam waktu sesingkat-
singkatnya.
Berdasarkan persetujuan tersebut dibentuklah suatu panitia bersama
dari kementrian pendidikan, pengajaran dan Kebudayaan RIS (PPK RIS )
dan kementrian pendidikan dan kebudayaan RI (PPK RI ). Hasil
perundingan ini diumumkan tanggal 30 juni 1950 dan ditandatangani oleh
Dr.J.Leimena selaku menteri PPK RIS dan S. manunsarkoro selaku
menteri PPK RI. Hasil perundingan berupa ketentuan mengenai susunan
sekolah negeri bedasarkan ketentuan. Berdasarkan ketentuan ini,
perbedaan-perbedaan dalam sistem persekolahan yang ada antara RI dan
Negara-negara bagian lainnya dari RIS ditiadakan, dan semuanya
memakai sistem persekolahan RI. Ketika seluruh wilayah Indonesia
menjadi republic Indonesia, maka penyeragaman sistem pendidikan di
persekolahan seluruh Indonesia selesai digarap.
2. Ekspansi Sistem Pendidikan Guru SD
Karena kekurangan tenaga guru dan keterbatasan kemampuan
pemerintah untuk menambah jumlah sekolah secara cepat, Kementrian
PPK memutuskan untuk menyelenggrakan pendidikan guru darurat, yaitu
pendidikan guru singkat yang berlangsung selama 2 tahun sesudah SD.
Pendidikan ini disebut KPKPKB ( Kursus Pengantar ke Pelaksanaan
Kewajiban Belajar ).
Ada 3 jenis bahan pelajaran yang dipersiapkan oleh balai Kursusu
Tertulis, yaitu bahan pelajaran untuk KP (Kursus Pengantar ), bahan
pelajaran untuk KGB (Kursus Guru B ) dan bahan pelajaran untuk KGA

8
(Kursus Guru A ). Para pengikut KP akan dipekerjakan sebagai guru
darurat setelah mengikuti kursus selama 2 tahun. Para pengikut KGB pada
akhir masa kursus mendapatkan ijazah setara dengan SGB. Lama kursus
ini 1 tahun untuk para peserta tamatan SMP. Para peserta KGA pada akhir
masa kursus mendapatkan ijazah setara dengan SGA. Masa kursus untuk
KGA adalah 3 tahun bagi para peserta kursus yang memiliki. Ijazah SMP
waktu memulai mengikuti kursus.
3. Ekspansi Sistem Pendidikan Guru Sekolah Menengah
Dalam periode 1950-1965 pemerintah RI melakukan rehabilitasi dan
mempeluas ekspansi sistem pendidikan guru untuk sekolah menengah ini.
Dahulu pemerintah Hindi Belanda mengembangkan sistem “ Kursus MO “
terjemahan dari istilah Cursus Voor Middlebaar Ondewijs Akte yaitu
kursus untuk memperoleh wewenang mengajar di pendidikan menengah.
Kedua langkah dasar ini adalah :
a) Menyelenggarakan kursus-kursus B-1 (mulai 1950) dan kursus-
kursus B-11 (mulai 1954). Peserta kursus ini adalah para guru yang
sudah mengajar. Mereka mendapatkan tugas belajar dari kementrian
PPk untuk mengikuti kursus tersebut. Pada tahun ajaran 1954-1955
di Indonesia terdapat 102 kursus B-I dan 3 kursus B-II.
b) Membuka lembagga pendidikan guru baru, yaituu dengan peresmian
perguruan Tinggi pendidikan guru (PTPG ) pada 20 oktober oleh
menteri PPK Prof. Mr. Moh Yamin. Tujuan pendirian PTPG adalah
melengkapi sekolah menegah dengan tenaga akademisi yang
berhubungan langsung dengan memperbanyak dan mempertinggi
mutu sekolah lanjutan.
Pendidikan pada masa orde lama di awali sejak Proklamasi
Kemerdekaan berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara.
Meskipun baru tahap penentuan saja sebab belum dijelaskan bagaimana
meletakkan dasar itu pada settiap pelajaran. Senada dengan dinamika
perjalanan sejarah bangsa pasca Proklamasi sampai sekarang. Sejarah
pendidikan Indonesia masa orde lama dapat dilihat sesuai dengan

9
pembagian kurun waktu ditandai dengan peristiwa penting dan tonggak
sejarah, yaitu Periode 1945-1950 dan Periode 1950-1966. Sistem
pendidikan periode 1945-1950 seperti zaman Jepang tetap diteruskan,
sedangkan rencana pembelajaran umumnya sama dan bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah.
Akan tetapi oleh pemerintahan Indonesia diberlakukan beda.
Diketahui pada periode ini sudah ditetapkan setiap warga negara Indonesia
berhak mendapatkan pengajaran dari semua lapisan masyarakat. Berbeda
dengan zaman Kolonial yang mendapatkan pengajaran hanya golongan
tertentu. Sistem pendidikan periode ini mulai dari pendidikan rendah
(Sekolah Rakyat) sampai pendidikan tinggi (Sekolah Tinggi Republik).
Sedangkan periode 1950-1966 hanya melanjutkan dan
mengimplementasikan kebijakan mengenai sistem pendidikan yang telah
di atur sedemikian rupa.
Semuanya sudah di atur mengenai pendidikan nasional sejak pasca
Proklamasi Kemerdekaan tertera di dalam UU No. 4/1950 yang kemudian
disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasardasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 diatur UU No. 22/1961
tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan dengan UU No.14/1965 tentang
majelis pendidikan nasional, dan UU No. 19/1965 tentang pokok sistem
pendidikan nasional pancasila.4
C. Peran, Status dan Kedudukan Guru di Era Orde Baru
Profesionalitas guru pernah diuraikan dalam disertasinya Umasih
tahun 2008 dengan judul Pelaksanaan Kebijakan Jabatan Guru IPS SMP-
SMA Pada Sembilan Propinsi di Indonesia Era Orde Baru 1966-1998.
Penelitian tersebut mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
kebijakan jabatan guru bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Bentuk peningkatan profesionalitas guru salah satunya dengan
penyelenggaraan pendidikan guru. Sejak pertengahan tahun 1970-an atau
4
Muhammad Rijal Fadli, Dyah Kumalasari, Ibid., hal. 170-171.

10
masa Orde Baru, pendidikan guru dikembangkan sehubungan dengan
program-program perluasan dan peningkatan mutu SD, SLTP, dan SLTA.
Pendidikan guru diarahkan untuk menghasilkan tenaga pengajar dalam
jumlah dan mutu yang memadai untuk dapat melaksanakan tugas
profesional sebagai guru.5 Hingga saat ini di era reformasi, peningkatan
profesionalisme guru terus ditingkatkan. Tidaklah mudah bahwa usaha
dalam peningkatan profesionalisme guru mendapat banyak kendala dalam
pelaksanaannya.6
Pada masa orde baru dilakukan, sebagai berikut :
1. Pembangunan dibidang pendidikan memiliki 2 fungsi dalam
keseluruhan kerangka pembangunan ekonomi yaitu :
 Mengusahakan agar kesempatan mendapatkan pendidikan
menjadi terjangkau oleh semua masyarakat.
 Meningkatkan secara berangsur-angsur kualitas sumber daya
manusia Indonesia melalui pendidikan yang bermutu.
Untuk meningkatkan mutu pedidikan ini pemerintah masa orde
baru melakukan :
a) Peningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.
Peningkatkan ini melalui memutakhirkan struktur pendidikan
kejuruan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam struktur
pendidikan kejuruan yang baru muncul sekolah- sekolah menengah
kejuruan dibidang manajemen bisnis, pariwisata, dan perhotelan.
Padahal dulu hanya ada 4 jenis sekolah menengah kejujuran yaitu
pertanian, teknik, ekonomi, dan kejuruan rumah tangga. Selanjutnya
adalah memondernisasi program pendidikan atau kurikulum di semua
bidang kejuruan dari pertanian teknologi sampai kejuruan rumah
tangga.

5
Wardiman. Djojonegoro,. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia.
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996). Hal. 193.
6
Nurbaity, Rina Kurnia, Ahmad Bakhtiar, Dinamika Guru dan Problematikanya :
Tuntutan dan Profesonalitasnya dari Orde Baru Hingga Era Reformasi, Jurnal Pendidikan
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, hal. 172.

11
b) Tindakan Darurat.
Peningkatan pendidikan ini dilakukan melalui peningkatan mutu guru
melalui penata-penataran guru dalam jabatan dan peningkatan mutu
kurikulum SD sampai kkurikulum SMU. Dari program-program
penataran ini lahir PPPG (pusat pengembangan Penataran Guru). Sejak
tahun 1977 sampai 1991 didirikan 6 PPPG untuk peningkatan
pendidikan kejujuran.
c) Sejak 1968 terjadi pembaharuan kurikulum dari tingkat SD sampai
tingkat SMU dan selesai tahun 1975. Pembaharuan ini berupa
perubahan cara mengemas seluruh materi pembelajaran. Misal mata
pelajaran fisika, Kimia, dan biologi disebut ilmu pengetahuan alam,
sedangkan giografi, sejarah, dan kewarganegaraan disebut ilmu
pengetahuan sosial. Program pendidikan sekolah dari SD sampai SMU
pada dasarnya terdirii dari 4 mata pelajaran saja yaitu bahasa,
matematika, IPA dan IPS.
2. Pembangunan dibidang pendidikan Guru Pra Jabatan.
Sejak 1968 terjadi pembaharuan kurikulum dari tingkat SD sampi
Tingkat SMU dan selesai tahun 1975. Pembaharuan ini berupa perubahan
cara menge,as seluruh materi pembelajaran. Misal mata pelajaran fisika,
kimia, dan biologi disebut ilmu pengetahuan sosial. Program pendidikan
sekolah dari SD sampai SMU pada dasarnya terdiri dari 4 mata pelajaran
saja yaitu bahasa, matematika , IPA dan IPS.
3. Pengembangan Dibidang Pendidikan Guru Pra jabaran
Berdasarkan laporan-laporan, ada 2 langkah dasar yang dilakukan
pemerintah orde baru untuk memodernisasikan pendidikan keguruan yang
bersifat pra jabatan. Langkah-langkahnya yaitu :
 Menyelengarakan jenjang pendidikan guru pra jabatan, dari sistem yang
merupakan gabungan antara jenjang pendidikan menegah dan jenjang
perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat strata tunggal, yaitu
semua pendidikan guru pra jabatan diselenggarakan pada jenjang
perguruan tinggi.

12
 Menentukan semua pendidikan guru pra jabatan dikelola oleh direktorat
jendral pendidikan tinggi dengan dileburnya FKIP dan IPG pada tahun
1963 menjadi IKIP, Pihal Departemen P dan K selaku pihak yang
memperkerjakan para lulusan lembaga pendidikan guru merasa
dikalahka, pada tahun 1989 diputuskan semua pendidikan keguruan
yang bersifat pra jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan
tinggi. Jadi pengelolaan pendidikan keguruan dipegang oleh
Dapartemen Jendral Pendidikan Tinggi.
D. Peran, Status dan Kedudukan Guru di Era Reformasi
Peran guru dapat dijabarkan dari pekerjaan/tugas yang dilakukan oleh
guru. Tugas guru dapat dilihat dari seperangkat kompetensiyang harus
dimiliki oleh guru, terutama kompetensi profesional dan dihubungkan
dengan strategi uum yang digunakan dalam pembaharuan pendidikan
meliputi :
a. Penyiapan desentralisasi pendidikan
b. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan
c. Pemberdayaan sistem pendidikan nasional
d. Peningkatan mutu dna relevansi pendidikan
e. Mengefektifkan sistem jaminan mutu pendidikan
Menyiapkan desentralisasi oendidikan dalam hal ini sebagai usaha
yang mengarah pada otonomi pendidikan yang berdampak pada otoritas
guru dalam melaksanakan pembelajaran. Artinya guru diberi kebebasan
dan kesempatan sebesar-besarnya untuk menunjukkan kreativitas,
menggubakan media, metode, strategi dan memilih materi dan
mengorganisasikan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik,
kemampuan siswa dan lingkungan masyarakat sekolah, maupun
lingkungan temoat tinggal siswa.
Menurut Muhammad Nur Wangit peran guru adalah sebagai berikut :
a. Informatory
b. Motivator
c. Organisator

13
d. Katalisator
e. Evaluator
Peran tersebut sebenarnya merupakanperan lama guru dalam
melakukan pembelajaran, yaitu guru mentransfer pengetahuan pada peserta
didik. Peran guru ini berhubungan dengan tugas guru. Adapun tugas guru
dalam proses pembelajaran adalah mengajar yang mendidik (Dwi Siswoyo;
1995: 99), yaitu selain mentransfer pengetahuan juga mengembangan nilai-
nilai hiduo untuk menbentuk manusia seutuhnya.7
Masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai yang
dikemuakakan di atas diperlukan upaya peningkatan terhadap
profesionalisme guru tersebut. Diperlukan upaya penilaian terhadap kinerja
guru secara berkala untuk menjamin agar kinerja guru tetap memenuhi
syarat profesionalisme. Tanpaknya, Menteri Pendidikan Nasional, akan
mencanangkan guru yang profesional. Tetapi, wacana yang mencuat ini
terkait dengan rencana kebijakan tersebut adalah sertifikasi dan uji
kompetensi guru, sebagai suatu wujud langkah untuk meningkatkan kualitas
guru. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, tanpaknya pemerintah
memandang perlu pembentukan sebuah badan independen profesi guru yang
akan menilai profesionalisme guru. Badan tersebut, nantinya akan
mengeluarkan sertifikat bagi para guru yang dinilai memiliki kompetensi
atau memenuhi persyatanan sebagai profesi guru. Rencana tersebut, akan
dikuatkan dengan keputusan presiden dan kini sedang digodok oleh tim
kecil dengan unsur di antaranya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,
mengatakan bahwa badan independen tersebut nantinya berada di luar
LPTK dan anggotanya juga tidak harus berprofesi sebagai guru, tetapi siapa
saja yang memiliki keperdulian dan integritas untuk itu dapat menilai dan

7
Endang Supartini, Peran Guru Dalam Pembaharuan, (Dinamika Pendidikan
No.01/Tahun X Maret 2003), hlm. 66-67

14
menjaga kewibawaan profesi guru. Badan tersebut mewakili stakeholder
atau kepentingan publik, mulai dari pengguna, penyedia, pengatur, dan
pengawas tenaga kependidikan. Lebih lanjut menurutnya, bahwa program
dan penetapan kelulusan pendidikan profesi, juga ditentukan oleh badan
profesi tersebut dan akan disusun persyaratan sehingga tidak semua LPTK
dapat menyelenggarakan pendidikan profesi tersebut.
Kebiajakan ini, tentu akan berdampak serius pada lembaga-lembaga
pendidikan yang memproduk tenaga keguruan, karena lembaga-lembaga
pendidikan yang berkualifikasi sajalah yang dapat dibenarkan untuk
mendidik para calon guru. ”Para calon guru harus mencapai gelar sarjana
dahulu baru kemudian mengambil profesi guru dan untuk menjaga kualitas
profesi guru direncanakan semacam lisensi guru yang tidak berlaku
selamanya, tetapi harus diperbaharui dalam jangka waktu tertentu. Lisensi
guru dapat dicabut jika guru tersebut membuat kesalahan atau melanggar
kode etik profesinya”.
Kebijakan ini, perlu dihargai bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
dunia Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, karena kebijakan
tersebut untuk mengangkat harkat dan wibawa guru, sehingga lebih dihargai
oleh pemakai tenaga profesi ini yang juga akan diikuti dengan standar gaji
dan penghargaan yang layak bagi guru yang memiliki sertifikat tersebut.
Tetapi, dalam kebijakan tersebut ada hal yang perlu dicermati yaitu ”badan
independen sertifikasi guru” tersebut berada di luar Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan [LPTK]. Artinya anggotanya juga tidak harus
berprofesi sebagai guru, tetapi siapa saja yang diambil dari unsur-unsur
yang ”tidak berprofesi guru”, tetapi memiliki keperdulian dan integritas
untuk dapat menilai dan menjaga kewibawaan guru.
Hal ini, tentu akan menjadi tantangan dan persoalan serius bagi orang
yang memiliki profesi guru itu sendiri dan mungkin juga guru yang
sekarang sudah mengajar akan dinilai ulang oleh lembaga tersebut. Suatu
hal yang sangat ironis sekali, guru-guru akan dinilai oleh ”badan independen
sertifikasi guru” yang tidak memiliki kompetensi kependidikan.

15
Dr. Abdorrahman Gintings, pengamat pendidikan dari Universitas Buya
Hamka (UHAMKA), menyatakan bahwa sungguh sangat tidak professional
jika masyarakat terkait (guru dan pengelola pendidikan) tidak diajak bicara
dan juga tidak tepat jika nantinya keanggotaan badan independen sertifikasi
guru dapat diambil dari unsur-unsur yang tidak berprofesi guru yang kelak
mengeluarkan sertifikasi bagi guru yang dianggap kompeten.
Penilaian terhadap profesi guru mungkin dapat dilakukan oleh badan
tersebut dengan baik, tetapi hasilnya mungkin kurang valid dan akurat,
karena kemampuan guru dinilai oleh orang-orang yang tidak memiliki
kompetensi dalam bidang kependidikan dan keguruan. Sebab, penilaia
terhadap profesi guru tidak hanya sekedar pada aspek kualitas, administrasi
dan manajemen saja, tetapi masalah guru lebih luas dan kompleks yaitu
menyangkut dengan kemampuan profesional, personal, sosial termasuk
perilaku dan kurangnya penghargaan yang layak terhadap profesi guru.
Abdorrahman Gintings, mencontohkan bagaimana tingginya
pengetahuan seseorang tentang medis, tetapi dia bukan dokter, tetap tidak
pantas ikut menyertifikasi profesi dokter. Begitu juga sertifikasi guru,
bagaimana tingginya pengetahuan seseorang tentang pendidikan, tetapi dia
bukan berprofesi sebagai guru, maka tidak pantas ikut menyertifikasi profesi
guru. Guru yang setiap harinya menggeluti profesinya dalam proses belajar
mengajar dan tahu betul tentang prinsip-prinsip keguruan yang memiliki
kompetensi atau memenuhi persyaratan untuk profesinya itu yang pantas
dan layak dilibatkan dalam “badan independen sertifikasi guru” untuk
melakukan sertifikasi terhadap guru dan bukan dari unsur-unsur yang tidak
memiliki profesi sebagai guru.
Menurut Abdorrakhman, jika kebijakan ini “dipaksakan, maka
pemerintah bakal melecehkan dan mengusik nurani 2,2 juta guru di Tanah
Air” Indonesia ini. Maka, jangan sampai kebijakan tentang guru yang
sifatnya fundamental ditetapkan terburu-buru dan sepihak tanpa melibatkan
masyarakat guru itu sendiri.

16
Kemampuan guru dalam upaya mendidik jangan disederhanakan
dengan kemampuan mengajar saja, sehingga dapat dinilai sepintas oleh
siapa saja. Tetapi, mendidik bukan sekedar membutuhkan pemahaman
tentang materi pelajaran, tetapi juga melibatkan hati dan nurani dalam
wujud interaksi antara guru dan murid, karena mendidik membutuhkan
penjiwaan. Rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi guru perlu
dihargai sebagai wujud perhatian terhadap nasib guru yang terpinggirkan
dan selalu mendapatkan julukan ”pahlawan tanpa jasa”. Namun pemerintah
tidak perlu membentuk badan baru untuk melakukan sertifikasi, artinya dari
pada membentuk badan baru, akan lebih baik jika Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) atau universitas keguruan eks IKIP atau FTK
diberdayakan untuk melakukan sertifikasi guru.
Lembaga-lembaga kependidikan yang menyelenggarakan program
Akta IV sebagai upaya untuk sertifikasi guru perlu ditingkatkan kualitas,
sehingga memiliki kualifikasi untuk dapat mendidik para calon guru.
Menghadapi pesatnya persaingan pendidikan di era global ini, semua
pihak perlu menyamakan pemikiran dan sikap untuk mengedepankan
peningkatan mutu pendidikan. Pihak-pihak yang ikut meningkatkan mutu
pendidikan adalah pemerintah, masyarakat, stakeholder, kalangan pendidik
serta semua subsistem bidang pendidikan yang harus berpartisipasi
mengejar ketertinggalan maupun meningkatkan prestasi yang telah diraih.
Dari pihak yang disebutkan di atas, dalam pembahasan tulisan ini yang
disoroti hanya masalah “guru”, sebab guru menjadi fokus utama dari kritik-
kritik atas ketidakberesan sistem pendidikan. Namun tidak dapat diPungkiri
bahwa, pada sisi lain guru juga menjadi sosok yang paling diharapkan dapat
mereformasi tataran pendidikan. Guru menjadi mata rantai terpenting yang
menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan
pendidikan di sekolah yang lebih baik.
Pandangan di atas, rasanya tidak mudah untuk menjadi guru dewasa ini,
sebab guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik permasalahan pendidikan
di Indonesia. Menjadi guru merupakan profesi yang penuh dengan

17
tantangan. Guru berhadapan dengan tuntutan kualitas profesi, amanah dari
orang, masyarakat, stakeholder, pemerintah dan karena guru tetap dianggap
memiliki akuntabilatas atas keberhasilan pembalajan akademis siswa. Guru
juga berhadapan dengan tuntutan perubahan yang begitu cepat, seperti
informasi yang begitu mudah diakses melalui internet yang sudah berang
tentu akan mengubah aspek-aspek pendidikan konpensional yang selama ini
ditekuni. Hal ini, tentu saja akan memaksa para guru untuk mengubah
model dan metode belajar mengajar yang selama ini ditekuni serta materi
dan jenis tugas-tugas yang diberikan kepada murid.8
E. Peran, Status dan Kedudukan Guru Dimata Publik
Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang guru sering kali ditempatkan
dalam posisi yang dianggap terhormat. Pandangan tersebut dibangun atas
dasar peran guru sebagai seorang agen sosial yang bertugas dan menjadi
tumpuan masyarakat untuk menyalurkan pengetahuan serta nilai dan
norma yang ada di masyarakat kepada generasi penerus.
Namun, dewasa ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di era globalisasi yang semakin cepat, tidak dapat dipungkiri
memiliki pengaruh yang cukup fundamental dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat. Kemajuan-kemajuan yang dicapai kemudian menimbulkan
terjadinya pergeseran dalam berbagai bidang kehidupan dan salah satunya
ialah status dan peran guru dalam masyarakat.
Perubahan pandangan masyarakat terhadap status dan peran guru
dilandasi oleh beberapa hal, yang pertama adalah perubahan landasan
profesi guru, kedua perubahan tatanan sosial dan ketiga perubahan
paradigma media.
Pertama perubahan landasan profesi guru, Hal ini tercermin dalam
pencanangan guru sebagai profesi oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 2 Desember 2004. Diterbitkannya UU No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, melalui UU ini diatur

8
Irwandi, PROFESIONALISME DAN SERTIFIKASI GURU DI ERA REFORMASI
PENDIDIKAN, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

18
hak dan kewajiban guru yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan
kesejahteraan dan kompetensi guru. Diterbitkannya Peraturan Pemerinah
No 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional yang mengatur
tentang kompetensi, sertifikasi dan kesejahteraan guru. Serta UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dengan peningkatan kompetensi
dan kesejahteraan guru sebagai dampak dari perubahan aturan-aturan
tersebut. Maka, tanggung jawab seorang guru terhadap masyarakat juga
turut meningkat begitu juga harapan masyarakat terhadap peran guru di
masyarakat. Selain peran tentu status seorang guru juga diharapkan dapat
meningkat, hal ini ditunjukan dengan peningkatan kesejahteraan guru.
Kedua, perubahan tatanan sosial adalah sesuatu yang sulit untuk
dihindari, Masyarakat bergerak secara dinamis. Dewasa ini masyarakat
mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Isu post-modernisasi dan
globalisasi sebenarnya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan
yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi adalah proses perubahan
masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional
menuju modern. Perubahan ini tentunya juga ikut serta dalam berubahnya
pandangan masyarakat terhadap profesi guru, guru yang pada awalnya
adalah sebuah profesi yang memiliki syarat-syarat kharismatik, kini
menjadi memiliki syarat-syarat akademik.
Ketiga, perubahan paradigma media. Menurut Baran (2010, hlm. 23)
“...media berpengaruh terhadap budaya khalayak dengan ragam cara..”
Maka tidak heran jika kehidupan masyarakat kita saat ini tidak bisa
terpisahkan oleh kehadiran teknologi media komunikasi. Progres literasi
media didasarkan pada semakin pesatnya gempuran informasi media yang
tidak diimbangi dengan kecakapan mengkonsumsinya. Maka
dibutuhkanlah budaya baru dalam mengkonsumsi media secara sehat.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka
literasi media juga berlaku pada konsumen media on-line, atau media baru
yang tersebar melalui jejaring internet. Literasi media tentu tidak bisa
berjalan dengan baik tanpa peran serta masyarakat. Peran itu dapat berupa

19
individu, komunitas, kelompok, dan budaya local setempat. Peran individu
lebih difokuskan pada bimbingan orang tua sebagai kepala keluarga atas
konsumsi media di lingkungannya. Pada hakikatnya merupakan suatu
kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di
dunia. Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan
komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia
menjadi satu lingkungan yang seolah-olah saling berdekatan dan menjadi
satu sistem pergaulan dan budaya yang sama. Perubahan menurut Senge
(dalam Maliki 2010, hlm. 276) merupakan, “...sesuatu yang tidak bisa
dielakkan, karena melekat built in dalam proses pengembangan
masyarakat. Kebutuhan untuk bisa survive dalam ketidakpastian dan
perubahan menjadi tuntutan masa kini”. Perubahan terjadi begitu cepat dan
luas, termasuk mengubah dasar-dasar asumsi dan paradigma memandang
perubahan. Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat
berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul
di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan
memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu
berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan
perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab
sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.
Berdasarkan Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mahmud
tahun 2010 dengan Judul, “Status dan Peran Guru di Masyarakat”,
ditemukan bahwa status dan peran guru di Indonesia secara sosial
memiliki strata sosial yang tinggi, namun seiring dengan perubahan sosial
dan juga perubahan struktural yang melegitimasi profesi guru, prasyarat
kharismatik dan tradisi yang sebelumnya melandasi status dan peran guru
di masyarakat kini berganti menjadi prasyarat formal dan legal. Perubahan
yang terjadi tersebut, pada akhirnya juga menyebabkan pergeseran
pandangan masyarakat secara umum terhadap profesi guru tersebut.
Pemberitaan-pemberitaan buruk perihal profesi guru, seperti demo
para guru, serta tindakan-tindakan amoral guru baik berupa pelecehan

20
seksual ataupun kekerasan yang dilakukan guru, sedikit banyaknya juga
turut andil dalam bergesernya perspektif masyarakat. Bahkan perilaku
buruk murid seperti tawuran, penggunaan obat-obatan terlarang, dan seks
bebas pun biasanya ditimpakan atau dianggap kesalahan para guru semata,
hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap pandangan masyarakat terutama
jika melihat bagaimana media di Indonesia dalam memberitakan hal-hal
seperti ini yang biasanya kurang seimbang atau hanya melihat dari satu sisi
saja.9

9
Kurniawan, Pergeseran Status Dan Peran Sosial Guru Dalam Pandangan Masyarakat,
(Universitas Pendidikan Indonesia,2015), hlm. 1-4

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di masa lampau profesi menjadi guru tidak mudah apalagi menjadi
guru yang baik mesti harus memenuhi syarat-syarat kompetensi. Alhasil
menjadi guru bukan menjadi pilihan cita-cita atau impian. Apalagi
ditambah dengan masalah ekonomi, menjadi guru pada masa lampau harus
siap dengan penghasilan yang boleh dikatakan pas-pasan. Impian guru
menjadi sesuatu yang makin menjauh. Walaupun dalam kenyataan para
guru pendahulu bisa dilihat secara nyata kinerja mereka tidak menurun
dalam kondisi yang ekonomi yang demikian. Banyak sekali contoh guru di
masa lalu yang begitu disiplin, tekun dalam mendidik muridnya dan
bekerja tanpa pamrih dan dalam sarana prasarana dan metode
pembelajaran yang terbatas bahkan dalam banyak sekolah hanya diajar
oleh seorang guru.
Saat ini setelah bergulirnya sertifikasi guru yang sebenarnya adalah
untuk semakin mengembangkan profesionalitas guru. Impian dan cita-cita
menjadi guru bukan lagi semata hayalan tetapi bisa dilihat dengan kasat
mata, rata-rata lulusan berusaha untuk menjadi guru dengan masuk ke
perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan. Sebenarnya ini
adalah fenomena yang sangat menarik karena paling tidak terbuka peluang
pendidikan yang lebih baik, karena makin banyak guru yang tersedia dan
semakin lebih profesional karena dalam memperoleh pendidikan yang
lebih baik. Karena memperoleh bekal pendidikan yang lebih baik menjadi
guru tentu guru masa kini harus lebih profesional dalam mendidik murid-
muridnya. Walaupun disisi lain tidak luput juga dari kekurangan misalnya
masih banyak guru yang mengikuti sertifikasi tetapi hanya untuk
menambah penghasilan tanpa memperbaiki kinerja atau profesionalitas.
Masa depan tentu guru makin dituntut untuk lebih profesional
karena saat ini fenomena itu makin jelas terlihat di mana guru bukan lagi

22
menjadi pusat pembelajaran tetapi pembelajaran berpusat pada murid.
Murid saat ini telah menunjukan di mana pendidikan tidak hanya dapat
diperoleh dari pertemuan di kelas dengan guru tetapi pendidikan bisa
diperoleh di mana saja dan kapan saja. Teknologi informasi dan
komunikasi serta fenomena global telah membuktikannya.
Maka guru masa depan adalah guru yang mau melakukan
perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, kreatif, inovatif dan
menyenangkan dalam mendidik murid-muridnya.

B. Saran
Demikian pembahasan makalah yang dapat kami sampaikan, agar
para teman-teman untuk lebih memahami reposisi guru masa sekarang dan
masa depan dalam mata kuliah etka profesi keguruan sehingga dapat
menjadi bekal dalam proses belajar mengajar.

23
DAFTAR PUSTAKA

Djojonegoro, Wardiman. 1996. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan


Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Fadli, Muhammad Rijal Dyah Kumalasari. 2019. “Sistem Pendidikan Indonesia


Pada Masa Orde Lama (Periode 1945-1966)”, Jurnal Agastya, Vol. 9,
No. 2.

Hartono, Rudi. 2019. “Mendeteksi Guru Bergairah di Era Milenial”. Semarang,


CV. Pilar Nusantara.

Irwandi, PROFESIONALISME DAN SERTIFIKASI GURU DI ERA REFORMASI


PENDIDIKAN, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry
Darussalam Banda Aceh

Kurniawan. 2015. Pergeseran Status Dan Peran Sosial Guru Dalam Pandangan
Masyarakat,. Universitas Pendidikan Indonesia.

Mulyasa. 2020. “Menjadi Guru Penggerak Merdeka Belajar”. Jakarta: Bumi


Aksara.

Nurbaity, Rina Kurnia, Ahmad Bakhtiar, Dinamika Guru dan Problematikanya :


Tuntutan dan Profesonalitasnya dari Orde Baru Hingga Era Reformasi,
Jurnal Pendidikan Universitas Indraprasta PGRI Jakarta

Supartini, Endang. 2003. Peran Guru Dalam Pembaharuan. Dinamika


Pendidikan No.01/Tahun X Maret.

24

Anda mungkin juga menyukai