Anda di halaman 1dari 29

KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG GURU SEBAGAI JABATAN

PROFESI

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah: Etika Profesi

Dosen Pengampu: Dr.H. Muhlisin, M.Ag

Oleh :

1. Lies Naeni (2119020)


2. Ayu Sisca Andriani (2119024)
3. Fina Firqotun Najiyah (2119027)
4. Syarah Tania Nadilla (2119034)
5. Syifa Wahyu Jannati Rahma (2119035)

KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

IAIN PEKALONGAN

2021

1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan, karena atas hidayah, karunia
serta limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sebagai mana mestinya.
Makalah yang berjudul “Kebijakan Nasional tentang Guru sebagai Profesi” ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dengan Dosen Pembimbing Pak Dr.H.
Muhlisin, M.Ag

Melalui makalah ini kami mencoba untuk menguraikan tentang Kebijakan


Nasional tentang Guru sebagai Profesi. Atas selesainya penulisan makalah ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah
memberikan motivasi, serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah berkontribusi
dalam penulisan makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Makalah ini tersusun dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan, oleh
karenanya kritik saran serta masukan yang sifatnya membangun sangat diharapkan
sebagai bahan perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada para pembacanya. Jazakumullahu Khairan Katsiran.

Pemalang, 30 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
A. Rasionalitas ............................................................................................................. 6
B. Pendidikan pada Masa Orde Lama ......................................................................... 9
C. Kebijakan Guru di era Orde Baru ........................................................................ 14
D. Kebijakan Guru di Era Reformasi ........................................................................ 16
E. Implementasi Regulasi tentang Guru Sebagai Jabatan Profesi.............................. 23
BAB III ............................................................................................................................ 27
PENUTUP ........................................................................................................................ 27
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 27
B. Saran ..................................................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bukan sebuah hal yang diragukan jika keberhasilan suatu bangsa dapat
dilihat dari kualitas pendidikan yang ada di negara. Dan kualitas pendidikan
sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang secara langsung berperan dalam
penentu mutu pendidikan. Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
di sekolah untuk memberi bimbingan atau bantuan kepada peserta didik
dalam berkembang dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai mahluk
Allah, khalifah di muka bumi juga sebagai mahluk sosial.
Guru adalah jantungnya pendidikan, tanpa denyut dan peran aktif
guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apapun tetap akan sia-sia.
Sebagus apapun semodern apapun sebuah kurikulum dan perencanaan
strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan
membuahkan hasil yang optimal. Kemampuan keguruan harus diberikan
kepada mahasiswa sedini mungkin, karna mahasiswa calon guru merupakan
mahasiswa yang akan memegang peranan penting pada pendidikan di masa
yang akan datang.
Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang berarti bahwa
pekerjaan guru diakui sejajar dengan pekerjaan profesional lainnya,
misalnya pekerjaan bidang kedokteran dan hukum. Dan sebagai jabatan
profesional pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu.
Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern
yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang semakin kompleks.
Masalah profesi kependidikan sampai sekarang masih banyak
diperbincangkan, baik dalam dunia kependidikan maupun diluar
pendidikan.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Rasionalitas?
2. Bagaimana kebijakan guru di Era Orde lama?
3. Bagaimana kebijakan guru di Era Orde Baru?
4. Bagaimana kebijakan guru di Era Reformasi?
5. Bagaimana Impementasi regulasi tentang guru sebagai jabatan
profesi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Rasionalitas dalam kebijakan nasional guru
sebagai jabatan profesi
2. Untuk mengetahui kebijakan guru di Era Orde lama
3. Untuk mengetahui kebijakan guru di Era Orde Baru
4. Untuk mengetahui kebijakan guru di Era Reformasi
5. Untuk mengetahui Impementasi regulasi tentang guru sebagai
jabatan profesi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rasionalitas
1. Pengertian Profesi Keguruan
Profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang dalam
melaksanakan tugasnya memerlukan keahlian, menggunakan teknik-teknik
serta dedikasi yang tinggi. 1 Profesi juga dapat diartikan sebagai suatu jabatan
atau pekerjaan tertentu yang mesyarakatkan pengetahuan dan keterampilan
khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.2 Menurut
Djam’an Satori profesi suatu jabatan atau pekerjaan yang menurut keahlian
(expertise) dari para anggotannya. Hal ini mengandung bahwa jabatan atau
pekerjaan yang disebut dengan profesi itu hanya dapat dilakukan oleh orang
yang mempunyai keahlian ataupun mahir dibidang tertentu menurut teknik-
teknik ilmiah dan dedikasi yang tinggi.
Keguruan merupakan wadah bidang atau lembaga dalam hal ini adalah
organisasi yang menyatukan gerak langkah dan mengendalikan pendidikan
bagi guru-guru pada pendidikan tinggi yang memberikan latihan tentang
masalah keguruan. Artinya lembaga tersebut memberikan suatu latihan-
latihan secara khusus ataupun mempersiapkan seorang maupun sekelompok
orang agar dapat menggumuli profesi guru. 3
2. Karakteristik profesi guru

Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dengan


pekerjaan lainnya. Menurut Oemar Hamalik (2006) karakteristik jabatan atau
profesi seorang guru antara lain:
a. Fisik

1 Muhammad Rahman dan Sofan Amir, Kode Etik Profesi Guru,(Jakarta: Prestasi
Pustaka,2014) hlm 63.
2 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,(Jakarta: Rajawali Pers,2009) hlm 45.

3 Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru,(Bandung:Pustaka Setia,2012),hlm 29

6
• Sehat jasmani dan rohani.
• Tidak mempunyai cacat tubuh yang menimbulkan ejekan atau
cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.
b. Mental dan kepribadian
• Berkepribadian atau berjiwa pancasila.
• Mampu menghayati GBHN.
• Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang
kepada peserta didik.
• Berbudi pekerti yang luhur.
• Berjiwa kreatif dapat memanfaatkan rasa pendidikan secara
maksimal.
• Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung
rasa.
• Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab
yang besar akan tugasnya.
• Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
• Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.
• Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.
• Ketaatannya akan disiplin.
c. Keilmuan atau pengetahuan
• Memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
• Memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu
menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik.
• Memahami menguasai,serta mencintai ilmu pengetahuan
yang akan diajarkan.
• Memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang
yang lain.
• Senang membaca buku-buku ilmiah.
• Mampu memecahkan persoalan secara sistematis, terutama
yang berhubungan dengan bidang studi.
• Memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.
d. Keterampilan
• Mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar.
• Mampu menyusun bahan belajar atas dasar pendekatan
struktual, interdisipliner, fungsional, behavior, dan teknologi.
• Mampu menyusun garis besar program pengajaran (GBPP)
• Mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik
mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan.

7
• Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi
pendidikan.
• Memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan
pendidikan luar sekolah. 4
Karakteristik jabatan atau profesi seorang guru menurut National
Education Assosiatian (NEA). Antara lain sebagai berikut:
• Jabatan yang melibatkan kegiatan Intelektual.
• Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
• Jabatan yang memerlukan persiapan profesional
• Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan
• Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen.
• Jabatan yang menentukan baku standar sendiri.
• Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan
pribadi.
• Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.5

3. Rasional

Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih


dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi
rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Guru yang baik adalah guru
yang benar-benar mengajar dengan tanggung jawab penuh, mulia karena
pelayanan. Mengajar dengan penub cinta dan penuh dedikasi.
Menurut Hammond dan Goodwin, ada tiga karakteristik yang wajib
dimiliki oleh pekerja profesional, yaitu:

• Dalam melaksanakan pekerjaan, penerapan ilmu yang melandasi


profesi didasarkan pada kepentingan individu dalam setiap kasus.
• Mempunyai mekanisme internal yang terstruktur, yang mengatur
rekrutmen, pelatihan, dan pemberian lisensi (izin kerja).
• Memiliki ukuran standar untuk praktik yang etis dan memadai dalam
mengemban tanggung jawab utama terhadap kebutuhan kliennya.

4
Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Beretika,(Makassar:Alauddin
University Press,2012) hlm.34.

5
Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru,(Bandung:Alfabeta,2009), hlm 16

8
B. Pendidikan pada Masa Orde Lama
Sejak Indonesia merdeka dan membentuk NKRI, sistem pendidikan mulai
diatur oleh negara sejak kemerdekaan tahun 1945. orde lama memfokuskan
pendidikan sebagai upaya dalam pembentukan karakter bangsa. inilah orde
dimana semua orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan,
agama dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan, orde lama berusaha
membangun masyarakat sipil yang kuat, yang terdiri di atas demokrasi,
kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara, termasuk dalam
bidang pendidikan. Inilah amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-
cita pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Atas usul badan pekerja KNIP, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mr.Soewandi) membuat surat keputusan Nomor 104/Bhg o tertanggal 1 Maret
1946, untuk membentuk panitia penyelidik pengajaran dibawah pimpinan Ki
Hadjar Dewantara dan Soegarda Poerbaka Watji sebagai penulis. Tugas yang
diberikan kepada panitia ini antara lain:
1. Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah
2. Menetapkan bahan pengajaran dengan mempertimbangkan keperluan yang
praktis dan jangan terlalu berat
3. Menyiapkan rencana pelajaran untuk tiap jenis sekolah termasuk fakultas
Salah satu hasil dari panitia tersebut adalah mengenai perumusan tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan nasional pada masa tersebut penekanannya
adalah pada penanaman semangat patriotisme dan peningkatan kesadaran
nasional, sehingga dengan semangat itu kemerdekaan dapat dipertahankan dan
diisi. Kementrian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan Republik Indonesia
dalam tahun 1946 mengeluarkan suatu pedoman bagi guru-guru yang memuat
sifat-sifat kemanusiaan dan kewarganegaraan sebagai dasar pengajaran dan
pendidikan di negara Republik Indonesia yang pada dasarnya berintisarikan
Pancasila.
Pada bulan Desember 1949 Republik Indonesia mengalami perubahan
ketata negaraan dan Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan konstitusi
sementara Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada tanggal 5 April 1950
mengenai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah. Dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1950 Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan
pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia yang asusila dengan
cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Ini berarti bahwa setiap sistem
persekolahan pada waktu itu harus dapat menanamkan dan mengembangkan
sifat-sifat demokratis pada anak didiknya misalnya: di dalam kampus muncul
kebebasan akademis yang luar biasa ditandai dengan fragmentasi politik yang

9
begitu hebat di kalangan mahasiswa-mahasiswa bebas berorganisasi sesuai
dengan pilihannya.6
Sistem persekolahan pada masa orde lama hanya mengenal 3 tingkat :
1. Pendidikan rendah, yang terdiri dari tanam kanak-kanak (1tahun ) dan
sekolah dasar (6 tahun)
2. Pendidikan menengah yang terdiri dari sekolah lanjutan tingkat pertama
(SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) dengan masa belajar untuk
masing-masing terdiri atas sekolah umum dan sekolah kejuruan.
3. Pendidikan tinggi selama kurun waktu 1945-1950 berkembang pesat dan
terbuka lebar bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat. tetapi karena
masa perjuangan maka perkuliahan kerap kali disela dengan perjuangan ke
garis depan. Pendidikan tinggi yang ada berbentuk universitas atau
perguruan tinggi akademi.
Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya
walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-
pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa panca roba seperti rongrongan
terhadap NKRI.
Kebijakan yang diambil orde lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu
mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih
memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu
pendidikan tinggi yang bermutu terdapat dipulau Jawa seperti UI, IPB, ITB,
Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya
persiapan dosen dan keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan
kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.
Orde lama Presiden Soekarno mencanangkan program pendidikan
pemberantasan buta huruf, karena selama dijajah Belanda, rakyat tidak bisa
menikmati pendidikan sehingga mayoritas buta huruf.7
Kebijakan-kebijakan pada periode/kurun waktu tersebut diatas.
1. Periode/kurun waktu 1945-1950
Usaha untuk memperbaiki tingkat dan mutu pendidikan di Indonesia,
maka kaitanya adalah berhubungan dengan:
a. Peningkatan fasilitas fisik (sarana dan prasarana pendidikan)
Pemerintah mendirikan gedung-gedung sekolah baru, menyewa
rumah-rumah rakyat dan mengadakan sistem penggunaan gedung
sekolah 2 sampai 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan malam hari.

6
Drs. Ary H.Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Jakarta:Rineka Cipta, 1995,
hal.36
7
Anam, S., Sekolah Dasar, Pergulatan Mengejar Ketertinggalan, Solo: Wajatri, hal.
113-148

10
b. Peningkatan dan penambahan fasilitas personal sekolah (guru dan tenaga
tata usaha)
c. Kurikulum
Setelah UU Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950
dikeluarkan, maka:
• Kurikulum pendidikan rendah ditunjukan untuk menyiapkan anak
agar memiliki dasar-dasar pengetahuan, kecakapan dan ketangkasan
baik lahir maupun batin serta mengembangkan bakat dan
kesukaannya.
• Kurikulum pendidikan menengah ditunjukan untuk menyiapkan
pelajar ke pendidikan tinggi, serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam
berbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-masing dan
kebutuhan masyarakat.
• Kurikulum pendidikan tinggi ditunjukan untuk menyiapkan
mahasiswa agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat dan dapat
memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan.
a. Pembiayaan
Besarnya pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah pada
kurun waktu ini sulit diperoleh angka-angkanya secara pasti, karena
sebagimana kita ketahui bahwa waktu itu kita berada dalam perjuangan
fisik untuk mempertahankan kemerdekaan. 8
Selama perjuangan fisik untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia seluruh lapisan masyarakat telah terlibat, khususnya para pelajar
dan mahasiswa yang telah mengalami latihan kemilitiran pada zaman
jepang.
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya “Rencana
Pelajaran 1947” , ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan
leer plan (rencana pelajaran). Rencana pelajaran 1947 bersifat politis, yang
tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum
Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Susunan rencana pelajaran
1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya serta garis-garis besar pengajarannya. 9
Rencana pelajaran lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat dari pada pendidikan pikiran. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari. Mata pelajaran untuk
tingkat sekolah rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura
diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah bahasa Indonesia,
bahasa daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi, sejarah,

8
Soenarto, N., Biaya Pendidikan di Indonesia : Perbandingan pada Zaman Kolonial
Belanda dan NKRI (online) http://www.kompas.com
9
Sanjaya, W.Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah Pasca Sarjana
UPI, 2007

11
menggambar, menulis, seni suara, pekerjaan tangan, pekerjaan keputrian,
gerak badan, kebersihan dan kesehatan, didikan budi pekerja dan
pendidikan agama. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan
pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.
2. Periode/kurun waktu 1950-1959
a. Sistem persekolahan
Sejak Agustus 1950 penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
menggunakan Undang-Undang pokok pendidikan dan pengajaran Nomor 4
Tahun 1950 Republik Indonesia. Susunan sekolah tersebut adalah sekolah
rakyat 6 tahun, sekolah lanjutan tingkat pertama 3 tahun, dan sekolah
lanjutan tingkat atas 3 tahun. Pada tahun 1945 didirikan lembaga
pendidikan guru bertingkat universitas yang pertama yaitu Pendidikan
Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di Bandung.
b. Kesempatan belajar
Undang-Undang pendidikan tahun 1950 dan 1959 Pasal 17
menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia
mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah, jika
memenuhi syarat yang ditetapkan unit pendidikan dan pengajaran pada
sekolah itu”.
Di samping itu, pasal 21 ayat 1 menyatakan pula bahwa: “Pemerintah
dan bangsa Indonesia menerima koedukasi pendidikan untuk laki-laki dan
perempuan bersama-sama”.
Dari Undang-Undang tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa :
1) Pemerintah memberikan kesempatan belajar bagi setiap golongan
masyarakat, seperti anak petani, pedagang, pegawai negeri,
pengusaha, anggota ABRI untuk mendapatkan pendidikan mulai dari
TK sampai dengan perguruan tinggi.
2) Pemerintah memberikan kesempatan belajar bagi setiap golongan
masyarakat untuk mencapai tingkat yang tertinggi, asalkan
memenuhi syarat.
3) Pemerintah memberikan kesempatan belajar bagi setiap golongan
masyarakat tanpa membedakan apakah anak laki-laki atau
perempuan.
Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Pada tahun 1952 ini diberi nama “Rencana Pelajaran Terurai 1952”.
Kurikulum ini mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional yang
paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa
setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pada masa itu juga
dibentuk kelas masyarakat, yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6
tahun yang tidak melanjutkan ke SMP, kelas masyarakat
mengajarkan keteramapilan seperti pertanian, pertukangan dan

12
perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP
bisa langsung bekerja.
3. Periode/kurun waktu 1959-1966
Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam keputusan presiden
nomor 145 Tahun 1965 adalah sebagai berikut.
Tujuan pendidikan nasional baik yang diselenggarakan oleh pihak
pemerintah maupun oleh pihak swasta, dari pendidikan pra sekolah sampai
pendidikan tinggi supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang
asusila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis
Indonesia adil dan makmur spiritual maupun material dan yang berjiwa
Pancasila.
Kebijakan pendidikan pada waktu itu yaitu, “sapta usaha tama dan
panca wardhana” tertuang dalam instruksi Menteri PP&K Nomor 1 Tahun
1959.

Sapta Usaha Tama berisi:


a. Penertiban aparatur dan usaha-usaha kementerian PP&K
b. Menggiatkan kesenian dan olahraga
c. Mengharuskan “usaha halaman”
d. Mengharuskan penabungan
e. Mewajibkan usaha-usaha koperasi
f. Mengadakan “kelas masyarakat”
g. Membentuk “regu kerja” di kalangan SLA dan Universitas
Sementara Panca Wardhana berisikan segi-segi sebagai berikut:
a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional, internal dan
keagamaan (moral)
b. Perkembangan intelegensi (kecerdasan)
c. Perkembangan emosional-artistik atau rasa keharuana dan keindahan
lahir batin
d. Perkembangan keprigelan (kerajaan) tangan
e. Perkembangan jasmani
Konsep pembelajaran pada tahun 1964 mewajibkan sekolah
membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan
persoalan (problem sovling). Rencana pendidikan 1964 melahirkan
kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta,
rasa, karya dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah panca
wardhana.
Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan
perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode yang
disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari
Sabtu sebagai hari krida, maksudnya, pada hari Sabtu siswa diberi
kebebasan berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olahraga,

13
dan permainan sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk
membentuk manusia Pancasilais yang sosialis Indonesia, dengan sifat-
sifat seperti pada ketetapan MPKS No.11 Tahun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah
penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10-100
menjadi huruf A,B,C, dan D. sedangkan bagi kelas III hingga VI tetap
menggunakan skor 10-100.
C. Kebijakan Guru di era Orde Baru

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945,


maka perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja,
tetapi juga dalam bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang
pendidikan merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan
menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita dari
suatu bangsa yang merdeka dan negara yang merdeka. Untuk mengadakan
penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka itulah maka
pendidikan mengalami perubahan terutama dalam landasan idiilnya, tujuan
pendidikan, sistem persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada
rakyat Indonesia. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia
sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 kemudian
dijadikan landasan idiil pendidikan di Indonesia. Walaupun dalam kurun waktu
1945-1950 negara Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-
Undang Dasar, tetapi dasar falsafah negara tidak mengalami perubahan. Karena
itulah Pancasila mantap menjadi landasan idiil pendidikan di Indonesia.

Indonesia setelah Proklamasi kemerdekaannya langsung menyusun


untuk mewujudkan cita-cita anak bangsa yaitu berpendidikan, oleh karena itu
maka segeralah petinggi-petinggi yang pada saat itu di pelopori oleh Ir.
Soekarno untuk melakukan rapat untuk membentuk Mentri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan pada saat itu, untuk mengubah pendidikan yang di
bawa oleh penjajah dan juga menyesuaikan oleh zaman yang baru. Maka
terpilihlah Menteri yang Pertama kali yaitu KI Hajar Dewantara.

KI Hajar Dewantara kemudian mengintruksikan untuk umum yang


berisikan untuk kepala sekolah dan guru-guru yaitu :

a. Mengibarkan Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah.

b. Melagukan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

c. Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian


Kimigayo lagu kebangsaan Jepang.

14
d. Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal
dari pemerintah balatentara Jepang.

e. Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid.

Pada masa Orde Baru merupakan masa pemerintahan dimana rezim


dapat bertahan lebih lama dan stabil jika dibandingkan dengan rezim Orde
Lama.10

Kestabilan politik tersebut juga berpengaruh pada kestabilan program dan


pelaksanaan pendidikan nasional pada masa Orde Baru. Hal itu dapat dilihat dari
institusi, lembaga, departemen, dan kementerian yang mengurusi pendidikan
relatif stabil, yaitu hanya satu nama institusi yang menggantikan nama institusi
Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, yaitu menjadi
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen ini tidak pernah diganti
selama masa pemerintahan Orde Baru (1966 – 1998). Salah satu ciri pendidikan
Orde Baru adalah bagaimana bentuk dan implementasi atau kebijakan
pendidikannya selalu dikaitkan dengan persoalan pembangunan dan ekonomi.
Intinya, lulusan pendidikan di zaman Orde Baru dituntut untuk bisa bekerja.

Pendidikan pada masa Orde Baru dimulai dengan lahirnya Ketetapan


MPRS nomor XXVII/MPRS/1966 bab II pasal 3, mencantumkan bahwa tujuan
pendidikan nasional Indonesia, dimaksudkan untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembentukan manusia Pancasila sejati
adalah sesuatu yang diperlukan untuk mengubah mental masyarakat yang sudah
banyak mendapat pengaruh dari Manipol USDEK pada zaman Orde Lama,
pemurnian semangat Pancasila dianggap sebagai jaminan tegaknya Orde Baru.

Kemudian langkah Pemertintah tidak hanya itu, untuk mengevaluasi


pendidikan di Indonesia agar lebih baik lagi, MPRS melakukan sidang beberapa
kali untuk memberikan keputusannya di dalam untuk memajukan pendidikan
agama agar lebih baik yaitu mewajibkan pendidikan agama dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi.

Dalam sidang MPR yang menyusun GBHN tahun 1973 hingga sekarang,
selalu di tegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di
sekolah-sekolah negri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan pendidikan
agama sudah di kembangkan sejak taman kanak-kanak. Dengan demikian,
setelah merdeka pendidikan islam mulai mendapat kedudukan yang sangat
penting dalam system pendidikan nasional.

10
Saiful Anwar, Marlina, Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam di
Indonesia (Zaman Orde Baru dan Reformasi), Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 2,
Hlm.89-90.

15
Kemudian setelah terjadi keputusan dari MPR sedikit demi sedikit
pesantren yang dulunya enggan menerima yang namanya moderditas lambat
laun membuka diri untuk membuka sekolah umum seperti apa yang di lakukan
pemerintah, pesantren yang dulunya hanya belajar di surau sekarang mereka
membuka madrasah sekolah yang lebih besar dan bahkan membuka sekolah
umum seperti SMK dan lainnya. Bahkan siswa yang lulus dari madrasah yang di
naungi oleh pesantren di berikan Ijazah yang seperti di berikan oleh sekolah
pemerintah, selain daripada itu sekolah-sekolah umum yang di naungi
pemerintah sekarang sudah di berikan 2 jam untuk pendidikan agama. Pada
masa Orde Baru ini pemerintah juga membentuk kurikulum, yaitu :

Kurikulum 1968 ; dalam kurikulum ini siswa hanya berperan sebagai


pribadi yang pasif, hanya mengapal teori saja tanpa ada pengaplikasiannya dari
teori tsb. Kurikulum 1975 ; Di kurikulum ini peran guru menjadi penting, karena
satiap guru wajib memberikan rincian perancanaan sebelum mengajar atau harus
jelas jelas tujuan dalam belajar mengajar. Dengan proses belajar seperti ini
menjadi sistematis dan bertahap.

Kurikulum 1984 ; Peran siswa dalam kurikulm ini menjadi menagamati


sesuatu, mengelompokan dan mendiskusikan hingga melaporkan. Kurikulum ini
membuat guru menjadi fasilitator.

Kurikulum 1994 ; Kurikulum ini merupakan hasil upaya untuk


memadukan kurikulum-kurikulm sebelumnya, yaitu terutama KUR.1975 dan
1984. di kurikulum ini juga pemerintah memasukan muatan Lokal yaitu bahasa
daerah masing-masing.

Dapat kita simpulkan dari melihat beberapa kurikulum di atas setelah


zaman kemerdekaan, ada perkembangan yang sangat pesat dari pendidikan di
Indonesia. Di zaman orde baru pemerintah mampu memberikan kebijakan dalam
segi pendidikan umum dan juga pendidikan islam, buktinya pemerintah juga
peduli pesantren dengan menstarakan pendidikan madrasah dengan pendidikan
umum dan juga memberikan pembaharuan-pembaharuan pada kurikulumnya. 11

D. Kebijakan Guru di Era Reformasi


1. Pengertian Reformasi Pendidikan

Reformasi secara etimologi yang berasal dari kata formasi, yang berarti
12
susunan atau susunan instansi. Reformasi berarti perubahan radikal untuk
perbaikan dalam bidang sosial, politik atau agama dalam suatu masyarakat atau

11
Ibid, hlm.89-90.
12
WJS Poerwadarminta, KBBI, edisi ketiga. (Balai Pustaka: 2007)

16
negara. Reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan
dengan membuat sesuatu menjadi benar. Oleh karena itu, reformasi
berimplikasi pada mengubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak
sempurna seperti melalui perubahan kelembagaan kebijakan institusional.
Pendidikan yaitu pengetahuan tentang mendidik. Sedangkan nasional yaitu
yang berkenaan dengan bangsa sendiri. Pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 13
Reformasi pendidikan adalah upaya perbaikan pada bidang pendidikan.
Reformasi pendidikan memiliki dua karakteristik dasar yaitu terprogram dan
sistemik. Reformsi pendidikan yang terprogram menunjuk pada kurikulum atau
program suatu institusi pendidikan. Yang termasuk ke dalam reformasi
terprogram ini adalah inovasi. Inovasi adalah memperkenalkan ide baru,
metode baru atau sarana baru untuk meningkatkan beberapa aspek dalam
proses pendidikan agar terjadi perubahan secara kontras dari sebelumnya
dengan maksud-maksud tertentu yang ditetapkan. Sementara itu, kebijakan
adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum tentang
penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada manajer
untuk bergerak. Kebijakan juga berarti suatu keputusan yang luas untuk
menjadi patokan dasar bagi pelaksanaan manajemen. Kebijjakan adalah
keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambil
keputusan puncak.
Dengan demikian reformasi kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan
dalam tataran konsep pendidikan, perundang-undangan, peraturan dan
pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan praktek-praktek pendidikan
dimasa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek
pendidikan dimasa mendatang menjadi lebih baik.

2. Kondisi Reformasi Pendidikan di Indonesia

13
Amran Chaniago, kamus lengkap bahasa indonesia, edisi ke 15 (Pustaka Setia :
Bandung)

17
Sejak 1966 Indonesia diperintah oleh Orde Baru. Peralihan dari Orde
Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan
kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu koreksi
total terhadap Orde sebelumnya yang didominasi oleh PKI dan dianggap
menyelewengkan Pancasila. Demikian pula munculnya era Reformasi sejak
1998 ditandai dengan berbagai upaya pembaharuan sistem politik, ekonomi,
hukum, dan pendidikan nasional. Masa reformasi terjadi pada tahun 1998,
dimana mahasiswa Indonesia melakukan Power People (demo besar- besaran)
untuk menjatuhkan orde baru atau pemerintahan Soeharto yang sudah
berlangsung selama 32 tahun. Demo besar- besaran ini kemudian membuahkan
hasil, presiden Soeharto yang militeristik dan diktator kemudian mengundurkan
diri dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian di
tetapkan sebagai puncak terjadinya reformasi. 14
Masa reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.
Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi,
pendidikan, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. 15
Era reformasi memberi ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan
pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum
menjadi berbasis kompetensi begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan
berubah dari sentralistik menjadi desentralistik. Pada masa ini Pemerintah
menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara, dengan
didasarkan oleh UU No 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang
diperkuat dengan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan
pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di
mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam
pelaksanaan satuan pendidikan.

14
Eddy Soearni, pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Zaman Reformasi
(1998-2001) (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, 2003), hlm.4
15
Riant Nugroho, pendidikan Indonesia: harapan, melihat, dan strategi (Yogyakarta:
PustakaPelajar, 2008), hlm.15

18
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan
Indonesia melalui UU Nomor 22 Tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi
sektor pembangunan yang didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan
model “Manajemen Berbasis Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi
kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibuat sistem
“Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Memasuki tahun 2003 pemerintah
membuat UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menggantikan UU nomor 2 tahun 1989, dan Sejak saat itu pendidikan dipahami
sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri
kepribadian kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya masyarakat bangsa dan negara. 16

3. Reformasi Kebijakan Pendidikan

Keadaan pendidikan era reformasi keadaannya jauh lebih baik dari


keadaan pemerintah era Orde Baru. Karena dibentuknya kebijakan-kebijakan
pendidikan era reformasi, kebijakan itu antara lain:

a. Kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari


Sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jika pada Undang-Undang
No 2 Tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam
system pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 manyebutkan pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman
Kanak-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam system pendidikan
nasional. Dengan masuknya pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal
(Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam system pendidikan
nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin
diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan diskriminasi. Sejalan

16
Yudi hartono, pendidikan dan kebijakan politik, jurnal agustia Vol. 6 No.1 Januari,
2016

19
dengan itu, maka berbagai perundang-undangan dan peraturan tentang
standar nasional pendidikan tentang srtifikasi Guru dan Dosen, bukan
hanya mengatur tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen
yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan
juga tentang Standar Pendidikan, Sertifikasi Guru dan Dosen yang berada
di bawah Kementerian Agama.
b. Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini
misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan islam 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya
termasuk gaji Guru dan Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian
beasisiwa bagi siswa kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur,
sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia
bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama dan
Kementerian Pendidikan Nasional.
c. Program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memilki
pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya
berlaku bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang belajar di
lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementeria Pendidikan
Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang belajar di lembaga
pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan
Agama.
d. Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen
pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional. Dalam hal
ini, pemerintah telah menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan
menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah
yang bertaraf nasional dan internasional ini bukan hanya terdapat pada
sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional,
melainkan juga pada sekolah yamg bernaung di bawah Kementerian
Agama.
e. Kebijakan sertifikasi bagi semua Guru dan Dosen baik Negeri maupun
Swasta, baik umum maupun Guru agama, baik Guru yang berada di bawah

20
naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun Guru yang berada di
bawah Kementerian Pendidikan Agama.
f. Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan
kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006). Melalui
kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata
pelajaran (subject matter)`sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum
1995, melainkan juga dituntut memilki pengalaman proses mendapatkan
pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan,
mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan
menganalisis.
g. Pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada
Guru (teacher centris) melalui kegiatan teachimg, melainkan juga berpusat
pada murid (student centris) melalui kegiatan learnig (belajar) dan research
(meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
h. Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang
naik dan memuaskan (to give good service and satisfaction for all
customers).
i. Kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri
khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum
plus. Karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) ini, selain
para siswa memperoleh pelajaran umum yang terdapat pada sekolah umu
seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka
tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan menjadi pilihan utama
masyarakat.17

4. Kelebihan dan Kelemahan Reformasi Pendidikan Nasional


Kelebihan Reformasi Pedidikan Nasional

a. Pendidikan di Indonesia menjadi lebih maju, karena dilakukannya


upaya-upaya untuk memajukan pendidikan

17
Assegaf, Abd.Rachman, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan
Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi (Yogyakarta: Kurnia
Kalam, 2005)

21
b. Menambah motivasi bagi anggota pendidikan baik dari guru atau
peserta didik.

Kelemahan Reformasi Pedidikan Nasional


Sistem pendidikan nasional (baik yang dilakukan oleh sekolah maupun
madrasah) yang ada yang selama ini sebagaimana didedskripsikan oleh banyak
ahli pendididkan seperti HAR Tilar mengandung beberapa kelemahan berikut :

a. Sistem pendidikan yang kaku dan sentralistik


b. Sistem pendidikan nasiolnal tidak pernah mempertimbangkan kenyataan
yang ada di masyarakat.
c. Kedua sistem tersebut diatas (sentaralistik dan tidak adanya pemberdayaan
masyarakat) di tunjang oleh sistem birokrasi kaku yang tidak jarang
dijadikan alat kekuasaan atau alat politik penguasa.
d. Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari birokrasi.
e. Pendidikan yang tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, namun
lebih pada proses pengisian otak (kognitif) pada anak didik.
f. Anak tidak pernah didik atau dibiasakan untuk kreatif dan inovatif serta
berorienatsi pada keinginan untuk tahu (curiousity atau hirs). Kurangnya
perhatian terhadap aspek ini menyebabkan anak hanya dipaksa menghafal
dan menerima apa yang dipaketkan guru. 18

5. Upaya Pembangunan Pendidikan Nasional


Jenis Upaya Pembaruan Pendidikan untuk menghadapi tantangan-
tantangan baru karena masyarakat selalu mengalami kemajuan, maka dalam
pendidikan berupaya melakukan pembaruan dengan jalan menyempurnakan
sisitemnya. Pembaruan yang terjadi meliputi landasan yuridis, kurikulum dan
perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan :

a. Pembaruan Yuridis
b. Pembaruan kurikulum
c. Pembaruan Pola Masa Studi

18
Tedy Priatna, Reaktualisasi Paradigma pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Bani
Setia, 2004)

22
Upaya untuk memperbaiki pendidikan nasional tak hanya menyangkut
masalah fisik dan dana saja. Tapi harus lebih mendasar dan strategis.
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa
kebebasan, kemandirian dan kewirausahaan. Kurikulum diarahkan untuk
member pengalaman belajar yang seimbang yang meliputi :

a. Aspek intelektual (IQ)


b. Aspek emosional (EQ)
c. Aspek Spiritual (SQ)19

E. Implementasi Regulasi tentang Guru Sebagai Jabatan Profesi

Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang


pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Sanusi dalam Syaefudin
mengatakan bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya. Artinya ia tidak dapat
dilakukan oleh sembarangan orang yang tidak dilatih atau disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan itu. 20
Rasul Allah SAW mengatakan bahwa “ bila suatu urusan dikerjakn oleh
orang yang ahli, maka tunggulah kehancurannya" Kehancuran” dalam hadis itu
dapat diartikan secara terbatas adan dapt juga diartikan secara luas. Bila seorang
guru mengajar tidak dengan keahlian, maka yang “hancur” adalah muridnya. 21
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas
suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Guru
yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi,
sosial, maupun akademis. 22

19
Umar tirtadjahardja dan s.L. Lasulo, Pengantar pendidikan. (Bandung: Rineka Cipta,
2005)
20
Udin Sayefudin, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.6
21
Tafsir, Ahmad.1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
22
Faridah Alawiyah, PROBLEMATIKA TATA KELOLA GURU DALAM

23
Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai
visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip
profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam
memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai
agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, Sejalan
dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan
tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Berikut dalam format tidak seperti asilinya, isi dari Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:

Undang-Undang tentang Guru dan Dosen


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidkan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama


mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN, Jurnal Masalah-Masalah


Sosial Volume 9, No. 1,hlm. 123

24
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.

3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah


jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di
lingkungan satuan pendidikan tinggi.

4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh


seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau


masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan
formal. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalarn
setiap jenjang dan jenis pendidikan.

6. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian


tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

7. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah


pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau
dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara guru atau dosen clan penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang


harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan
satuan pendidikan formal di tempat penugasan.

25
9. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen
dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

10. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan
dosen.

11. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang


diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.

12. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang
didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas
guru.

13. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang


diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program
pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan
nonkependidikan.

14. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya
dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk
finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

15. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam
bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan
yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dann
mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.

16. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah
dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan
dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana
sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.

26
17. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

18. Pemerintah adalah pemerintah pusat.

19. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten,


atau pemerintah kota.

20. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam


bidang pendidikan nasional

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum hasil analisis Berbagai kebijakan dan regulasi di atas


dimaksudkan menjadi pedoman yang lebih rinci bagi pejabat yang
berkepentingan agar ada kesamaan dan kesatuan visi dan pengertian dalam
melaksanaan jabatan fungsional guru yang meliputi tugas pokok dan pembagian
tugas guru, pengangkatan, penilaian dan penetapan angka kredit, kenaikan
pengkat, pembebasan sementara, pengangkatan kembali, dan pemberhentian dari
jabatan guru. Proses pendidikan bertujuan untuk mendapatkan mutu sumber
daya manusia sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan.

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat, Penulis berharap tulisan ini dapat
menambah pengetahuan pembaca tentang Kebijakan Nasional tentang Guru
sebagai Profesi. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak kami
harapkan, demi kesempurnaan isi dari makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

27
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Rahman dan Sofan Amir, Kode Etik Profesi Guru,(Jakarta: Prestasi
Pustaka,2014) hlm 63.
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,(Jakarta: Rajawali Pers,2009) hlm 45.
Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru,(Bandung:Pustaka Setia,2012),hlm 29
Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Beretika,(Makassar:Alauddin
University Press,2012) hlm.34.
Udin Syaefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru,(Bandung:Alfabeta,2009), hlm 16
Drs. Ary H.Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Jakarta:Rineka Cipta, 1995,
hal.36
Anam, S., Sekolah Dasar, Pergulatan Mengejar Ketertinggalan, Solo: Wajatri, hal.
113-148
Soenarto, N., Biaya Pendidikan di Indonesia : Perbandingan pada Zaman Kolonial
Belanda dan NKRI (online) http://www.kompas.com

28
Sanjaya, W.Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah Pasca Sarjana
UPI, 2007

Saiful Anwar, Marlina, Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia


(Zaman Orde Baru dan Reformasi), Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 2, Hlm.89-90.

WJS Poerwadarminta, KBBI, edisi ketiga. (Balai Pustaka: 2007)

Amran Chaniago, kamus lengkap bahasa indonesia, edisi ke 15 (Pustaka Setia :


Bandung)
Eddy Soearni, pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Zaman Reformasi
(1998-2001) (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, 2003), hlm.4
Riant Nugroho, pendidikan Indonesia: harapan, melihat, dan strategi (Yogyakarta:
PustakaPelajar, 2008), hlm.15
Yudi hartono, pendidikan dan kebijakan politik, jurnal agustia Vol. 6 No.1 Januari,
2016
Assegaf, Abd.Rachman, Politik Pendidikan Nasional Pergeseran Kebijakan Pendidikan
Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005)
Tedy Priatna, Reaktualisasi Paradigma pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Bani
Setia, 2004)
Umar tirtadjahardja dan s.L. Lasulo, Pengantar pendidikan. (Bandung: Rineka Cipta,
2005)
Udin Sayefudin, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.6
Tafsir, Ahmad.1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Faridah Alawiyah, PROBLEMATIKA TATA KELOLA GURU DALAM
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN, Jurnal Masalah-Masalah
Sosial Volume 9, No. 1 hlm. 123

29

Anda mungkin juga menyukai