KELAS G
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kehadirat Allah swt yang telah memberikan kekuatan dan
kemampuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konversi
Nilai” dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad saw, parasahabatnya, serta orang-orang yang maumengikuti
sunnah-sunnahnya, aamiin.
Ucapan terimakasih kami tujukan kepada bapak Mamun Hanif, Drs. M. Pd
selaku dosen mata kuliah Evaluasi Pendidikan atas tugas yang telah diberikan
sehingga menambah wawasan penulis mengenai Konversi Nilai. Dan kepada semua
pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga bantuan dari berbagai
pihak terkait mendapat balasan dari Allah swt dengan pahala yang berlipat ganda.
Aamiin.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik konstruktif dari pembaca
guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini menambah
khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Aamiin yaa robbal ‘alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
C. Tujuan Masalah............................................................................................................... 3
A. Simpulan ....................................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konversi Nilai
Konversi adalah perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Dalam kajian evaluasi
pembelajaran, Konversi Nilai adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi
huruf, sehingga nilai peserta didik dapat diinterpretasikan. Nilai adalah angka atau huruf
yang melambangkan seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan
oleh testee terhadap materi atau bahan yang diteskan sesuai dengan instruksional khusus
yang telah ditentukan.
Dalam mengkonversi nilai, kita memerlukan batas lulus dari peserta didik (Mean) dan
juga Simpangan bakunya SD (Standard Deviation). Konversi Nilai adalah proses
menyetarakan hasil akhir belajar dari perguruan tinggi di luar negeri sesuai dengan standar
nasional pendidikan tinggi di Indonesia.1
Skala Nilai adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai
sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Nilai sekuritas yang dapat dikonversi ditinjau dari segi saham biasa di mana sekuritas
tersebut dapat diubah. Nilai konversi sama dengan rasio konversi dikalikan harga pasar saat
ini per lembar saham biasa. Konversi mata kuliah yaitu mengkonversikan nilai dan jumlah
SKS mata kuliah yang telah ditempuh aatau diperoleh dari kurikulum lama ke kurikulum
baru. System konversi nilai (transfer nilai) yaitu dimana pada sebuah perguruan tinggi
menerima mahasiswa pindahan atau lanjutan dari perguruan tinggi asal ke perguruan tinggi
yang dituju. 2
B. Mengkonversi skor hasil tes belajar menjadi nilai
Konversi nilai adalah suatu kegiatan untuk merubah skor mentah yang dicapai peserta
didik kedalam skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh sesuai
dengan KKM. Rumus yang biasa digunakan guru dalam menentukan nilai peserta didik pada
setiap mata pelajaran, sebagai berikut:
Nilai = Jumlah skor mentah (Skala 0-10)
Jumlah Soal
Contoh :
Jika seorang murid diberikan soal ulangan pilihan ganda sebanyak 30 soal. Dari 30
soal pilihan ganda, peserta didik berhasil memperoleh jawaban benar sebanyak 25 item soal
1
James C. Van Horne, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan, (Jakarta, Salemba Empat, 2005), Hlm.
2
Puput Puspito Rini, “Rancangan Sistem Informasi Konversi Nilai Mahasiswa Pindahan Dan Lanjutan (Studi
Kasus di STMIK Bina sarana Global)”, Jurnal Sisfotek Global, (STMIK Bina sarana Global, Vol. 6, No. 1, 2016), Hlm.
64.
4
dan 5 item soal jawaban salah. Maka skor mentahnya adalah 25- 5 = 20. Dapat dihitung
konversi nilainya sebagai berikut:
Nilai = 20 x 10
30
= 6,67
Selain memakai cara di atas, guru juga bisa langsung memberikan nilai
berdasarkan banyaknya jawaban benar, tanpa memberi skor terlebih dahulu. Rumus yang
dipakai untuk perhitungannya sebagai berikut:
Nilai = 25 x 10
30
= 8, 33
Setelah melaksanakan ulangan atau ujian, ternyata setelah dikoreksi nilai peserta
didik kebanyakannya berada di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kalau
untuk ulangan harian dan ulangan tengah semester, mungkin masih ada rentang waktu
untuk melaksanakan program perbaikan atau remedial. Ulangan semester atau ujian
sekolah waktunya terlalu sempit dengan pembagian rapot sehingga tidak memungkinkan
terlaksananya program perbaikannya atau remedial. Teknik untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan mengkonversi nilai ke dalam nilai lain sesuai dengan standar
KKM.
Hasil ulangan semester atau ujian sekolah peserta didik yang dibawah KKM dan
tidak memungkinkan untuk melakukan remedial, maka salah satu cara mengatasinya
dengan mengkonversi nilai tersebut. Berikut ini akan penulis paparkan cara
mengkonversi nilai yang di bawah standar KKM (Yunizar Noor Milanta, 2010).
Misalnya anak didik diberikan 40 soal pilihan ganda. Setelah dikoreksi didapatkan skor
tertinggi dan skor terendah, misalnya skor tertinggi = 30 dan skor terendah = 10, lalu
tentukan berapa nilai tertinggi dan terendah yang diinginkan, misalnya:
Skor tertinggi = 30 dapat nilai 8
Skor terendah = 10 dapat nilai 6
Rumus yang dipakai adalah Y = X.a + b
Tentukan dulu nilai a, dengan cara:
Nilai Tertinggi 8 = 30.a + b (30 adalah skor tertinggi)
Nilai Terendah 6 = 10.a + b (10 adalah skor terendah)
2 = 20. a
Maka,
a= 2
20
=1
10
5
= 0,1
selanjutnya menentukan b, dengan cara:
8=1 x 30 + b
10
(1/10 atau 0,1 adalah a sedang 30 adalah skor tertinggi)
8=3+b
b=8–3
b=5
Sekarang kita tinggal memasukkan kedalam rumus Y= ax + b
Perhitungan nilai konversi dengan rumus di atas adalah:
Y = 0,1 x 30 + 5
Y=3+5
Y= 8
Artinya siswa dengan skor 30 mendapat nilai konversi 8, sedangkan siswa dengan skor
yang terendah mendapat nilai dengan perhitungan sebagai berikut:
Y= 0,1 x 10 + 5
Y=1+5
Y= 6.
Rumus yang sama juga dapat digunakan untuk menghitung skor yang lain, misalkan
skornya 20, dengan rumus Y = ax + b
Y = 0,1 x 20 + 5
Y=2+5
Y = 73
3
Ibrahim dan Muslimah, “Tekhnik Pemeriksaan Jawaban, Pemberian Skor, Konversi Nilai dan Standar
Penilaian”, Jurnal Al-Qiyam, (Vol. 2 No. 1 2021), http://ojs.staialfurqan.ac.id, diakses pada 25 November pukul
18.59
6
cm inilah sebagai kriteria yang merupakan standar mutlak dalam penilaian calon siswa
yang memiliki tinggi badan kurang dari 170cm dengan sendirinya tidak akan diterima.
Criterion referenced measurement atau disebut juga acuan patokan adalah possi siswa
adalah apabila posisi siwa merupakan hasil penampilannya dalam mengerjakan suatu tes
pengukuran. Dalam acuan patokan apa yang dicapainya dalam suatu tes adalah
menggambarkan penampilanya dalam mengerjakan tes sebagai contoh tujuan yang
hendak dicapai dalam proses evaluasi dapat ditunjukan sebagai berikut :
1. Siswa dapat menampilakan perhitungan dela[pan dari sepuluh soal dengan tanpa
bantuan alat hitung seperti kalkulator.
2. Dapat menghapalkan tiga diantara lima metode pengoperasionalkan mesin secara
aman
3. Dapat mencapai dalam ujian bahasa inggris dengan nilai 425 ujian secara toefl
Penilaian criterion – referenced sangat relavan bagi lembaga pendidikan yang
telah menggunakan kurikulum yang berdasarkan kompetensi ( competency based
education).
Apabila dalam penentuan nilai hasil tes hasil belajar itu digunakan acuan
kriterium (menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang akan
diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak (standard absolut)
artinya, pemberian nilai pada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara
skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor
maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal
tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau
patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-
masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor
yang dapat dicapai oleh masing-masimh testee. Itulah sebabnya penentuan nilai dengan
mengacu pada kriterium sering disebut penentuan nilai secara mutlak (absolut), atau
penentuan nilai secara individual.
Penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan jalan membandingkan skor
mentah hasil tes dengan skor maksimum idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan
pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara ideal, atau
penentuan nilai secara teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen. Istilah “teoritik”
maksudnya, bahwa: secara teoritik seorang siswa berhak atas nilai 100, masalnya apabila
keseluruhan butir soal tes dapat dijawab dengan benar oleh siswa. Atau seorang peserta
tes hanya dapat diberikan nilai 50, sebabhanya 50% dari keseluruhan butir item tes hasil
belajar yang dapat dijawab dengan benar. Dengan demikian, maka dalam penentuan nilai
yang beracuan pada kriterium, sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah
dapat disusun (tanpa menunggu selesainya pelaksanaan tes).
7
NILAI= SKOR MENTAH x 100
SKOR MAKSIMUN IDEAL
Contoh: Skor maksimum ideal (jika semua soal dijawab dengan benar) tes Bahasa Jepang
adalah 140, dan Bayu mendapat skor mentah sebesar 85. Berapakah skor Bayu setelah
dikonversi?
Diketahui : Skor mentah: 85, skor maksimum ideal: 140
Ditanya : Skor setelah dikonversi
Jawab :
NILAI= SKOR MENTAH x 100
SKOR MAKSIMUN IDEAL
= =60,71 jadi, SKOR Bayu setelah dikonversi adalah 60,71 Setelahnya diterjemahkan
menjadi nilai huruf dengan patokan (misal):
A = >80, B = 66 – 79, C = 56 – 65, D = 46 – 55, dan E = < 45. Dengan demikian Bayu
mendapat nilai C untuk tes Bahasa Jepang yang telah diikutinya.
Penilaian beracuan patokan (PAP) sangat cocok diterapkan pada tes-tes formatif,
dimana tester ingin mengetahui sudah sampai sejauh manakah peserta didiknya “telah
terbentuk”, setelah mereka mengikuti program pengajaran dalam jangka waktu tertentu.
Dengan menggunakan criterion referenced evaluation dimana tester dapat mengetahui
berapa orang testee yang tingkat penguasaannya tinggi, cukup, dan rendah maka tester
akan dapat melakukan upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengajaran dapat tercapai
secara optimal.
Criterion referenced evaluation jangan digunakan dalam pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes sumatif seperti pada ulangan umum untuk mengisi raport, karena
criterion referenced evaluation ini dalam penerapannya sama sekali tidak
mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-rata kelas) sehingga dikatakan “kurang
manusiawi”, maka dengan menerapkan criterion referenced evaluation dalam tes sumatif
bisa terjadi bahwa sebagian besar testee dapat dinyatakan tidak lulus.
Kelemahan lain dari penentuan nilai beracuan kriterium adalah, apabila butir-butir
soal yang dikeluarkan dalam tes terlalu sukar, maka dalam tes tersebut , testee betapapun
pandainya akan memperoleh nilai yang rendah. Sebaliknya, apabila butir soal yang
dikeluarkan terlalu mudah, maka testee betapapun bodohnya akan meraih nilai-nilai yang
tinggi, sehingga gambaran yang sebenarnya tentang tingkat kemampuan atau tingkat
penguasaan testee terhadap materi tes tidak dapat diperoeh sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya.
b. Konversi mengacu pada PAN (norm referenced evaluation)
Norm refferenced evaluation adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu
kelompok tertentu; jadi, hasil evaluasi perseorangan siswa atau mahasiswa dibandingkan
dengan prestasi kelompoknya. Prestasi kelompoknya itulah yang dijaikan patokan atau
8
norm dalam menilai siswa atau mahasiswa secara perseorangan. Norm referenced
measuremented disebut pula acuan normatif , merupakan pengukuran yang
mendeskriptifkan penampilan atas dasar posisi relatif seorang siswa terhadap siswa lain
terhadap siswa lain didalam kelompok atau kelasnya. Pada penilaain acuan normatif ,
seorang guru dapat mengacu pada ketentuan atau norma yang berlaku disekolah , daerah
atau lokal, disamping juga ataun guru bisa menggunakan acuan normatif nasional. Harus
dipahami bahwa penilaian beracuan kriterium ini mendasarkan diri pada asumsi, bahwa:
hal-hal yang harus dipelajari oleh testee adalah mempunyai struktur hierarkis tertentu,
dan masing-masing taraf harus dikuasai secara baik sebelum testee maju atau sampai
pada taraf selanjutnya.
Evaluator atau tester dapat mengidentifikasi masing-masing taraf itu sampai
tuntas, atau setidak-tidaknya mendekati tuntas, sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar
dengan Mendasarkan Diri atau Mengacu Pada Norma atau Kelompok (Norm Referenced
Evaluation). Dikenal dengan istilah PAN (Penilaian beracuan Norma) atau PAK
(Penilaian beracuan Kelompok). Penilaian ini mendasarkan diri pada asumsi:
Bahwa setiap populasi peserta didik sifatnya heterogen, akan selalu didapati
kelompok “baik” (kelompok tinggi), kelompok “sedang” (kelompok tengah), dan
kelompok ‘kurang” (kelompok bawah), yang distribusinya membentuk kurva normal atau
kurva simetrik. Maknanya, bahwa bahwa dalam setiap kegiatan pengukuran hasil belajar
peserta didik, sebagian besar dari peserta didik tersebut nilai-nilai hasil belajarnya
terkonsentrasi disekitar nilai pertengahan (nilai rata-rata), dan hanya sebagian kecil saja
yang nilainya tinggi. Bahwa tujuan hasil evaluasi belajar adalah untuk menentukan posisi
relative (= relative standing) dari para peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu,
yaitu apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di “atas”, di “tengah” ataukah di
“bawah”.Penilaian beracuan norma atau penilaian beracuan kelompok ini sering dikenal
dengan istilah penentuan nilai secara relative, atau penilaian dengan mendasarkan diri
pada standar relatif. Istilah lain yang sering diberikan kepada penentuan nilai beracuan
kelompok adalah: penentuan nilai secara empirik, penentuan nilai secara aktual atau
penentuan nilai secara das sein.
Dikatakan penentuan nilai secara aktual, sebab disini penentuan nilai itu
didasarkan kepada distribusi skor yang secara aktual (menurut kenyataannya) dicapai
oleh testee dalam suatu tes hasil belajar. Dikatakan penentuan nilai secara kelompok,
sebab yang dijadikan patokan dalam penentuan nilai adalah prestasi kelompok. Dikatakan
penentuan nilai secara empirik atau secara das sein, sebab penentuan nilai dilakukan
dengan memperhatikan hasil-hasil tes secara empirik yaitu skor-skor hasil tes
sebagaimana yang dapat dilihat, diamati atau disaksikan dalam praktek lapangan,setelah
9
tes tersebut berakhir, dan tidak mendasarkan diri pada patokan-patokan yang bersifat
teoritik atau ideal
Teknik pengolahan dan pengubahan (konversi) skor hasil tes belajar menjadi nilai
4
Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. 2010. Bandung: Rosda
10
3. Untuk soal nomor 3, hanya sekitar seperempat bagian saja yang dapat dijawab
dengan betul, sehingga diberikan skor 2,5.
4. Untuk butir soal nomor 4 dijawab betul sekitar separoh –nya, sehingga diberikan
skor 5.
5. Untuk butir soal nomor 5 dijawab betul sekitar perempatnya , sehingga diberikan
skor 7,5
Dengan demikian untuk kelima butir soal tes uraian tersebut, siswa bernama
Fatimah tersebut mendapatkan skor sebesar = 10+ 5 + 2,5 + 5 + 7,5 = 30. Angka 30 disini
belum dapat disebut nilai, sebab angka 30 itu masih merupakan skor mentah (raw score),
yang untuk dapat disebut nilai masih memerlukan pengolahan atau pengubahan
(=konversi).
Contoh lainnya:
Misalkan tes hasil belajar dalam bidang studi ushul fiki menyajikan 40 butir soal
tes obyektif dengan ketentuan bahwa untuk setiap butir soal yang dijawab dengan betul
diberikan bobot 2. Dengan demikian secara ideal atau secara teoritik apabila seseorang
testee dapat menjawab dengan betul untuk 40 butir soal tersebut, maka testee tersebut
akan memperoleh skor sebesar 40x 2 = 80. Angka 80 ini disebut skor maksimum ideal
(SMI) , yaitu skor tertinggi yang memungkinkan dapat dicapai oleh testee kalau saja
semua butir soal dapat dijawab dengan betul. Artinya, dalam tes hasil belajar tersebut
tidak mungkin ada testee yang skornya melebihi .
Kalau saja dalam tes hasil belajar itu siswa bernama gunawan dapat menjawab
belul sebanyak 17 butir soal, sedangkan siswa bernama Hindun menjawab dengan betul
sebanyak 27 butir soal, maka skor yang diberikan kepada Gunawan adalah 17 x 2 = 34,
sedangkan skor yang diberikan kepada hindun adalah 27 x 2 = 54.
Jelaslah, bahwa angka 80 , 34 dan 54 itu bukanlah nilai atau belum dapat disebut
nilai , sebab angka 80 , 34 dan 54 itu barulah menunjukkan banyaknya butir soal yang
dapat dijawab dengan betul setelah diperhitungkan dengan bobot jawaban betulnya.
Karena itu untuk dapat disebut nilai skor-skor mentah hasil tes itu masih memerlukan
pengolahan dan pengubahan.
Adapun yang dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang
merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya,
serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai
sering disebut skor standar (standard score).
Nilai, pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan: seberapa jauh
atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh tertee terhadap materi atau
bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan.
Nilai, pada dasarnya juga melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester kepada
testee atas jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil belajar. Artinya,
11
makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang
diberikan oleh tester kepada testee akan semakin tinggi. Sebaliknya, jika jumlah butir
item yang dapat dijawab dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang
diberikan kepada testee juga kecil atau rendah.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa untuk sampai kepada nilai, maka skor-skor hasil
tes yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu diolah lebih
dahulu sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang sifatnya baku atau standar
(=standard score ).5
Bagaimana cara mengolah dan mengubah skor mentah menjadi skor standar.
pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar. Ada
dua hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pengolahan dan pengubahan
skor mentah menjadi skor standar atau nilai.6
1. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan mengacu atau
berdasarkan pada kriterium (patokan). Cara pertama ini sering dikenal dengan
istilah criterion referenced yang dalam dunia pendidikan di Indonesia sering
dikenal dengan istilah penilaian ber-Acuan patokan ( PAP).
2. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan
mengacu pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering dikenal dengan istilah
norm referenced evaluation, yang dalam dunia pendidikan sering dikenal dengan
istilah Penilaian ber-Acuan Norma (PAN), atau penilaian ber-Acuan Kelompok
(PAK).
Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat
menggunakan berbagai macam skala, seperti skala lima (stanfive), yaitu nilaistandar
berskala lima atau yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A,B, C,D, dan F,skala
sembilan (stanine), yaitu nilai standar berskala sembilan diman rentangan nilainya mulai
dari 1 sampai dengan 9 ( tidak ada nilai nol dan tidak ada nilai 10), skala sebelas
(stanel=standard eleven=eleven points scale, yaitu rentangan nilai mulai dari 0 sampai
dengan 10), z score ( nilai standar z) dan T score ( nilai standar T). Dalam dunia
pendidikan di Indonesia ,nilai standar yang dipergunakan pada lembaga pendidikan
tingkat dasar dan tingkat menengah adalah nilai standar berskala sebelas (stanel),
sedangkan pada lembaga pendidikan tinggi pada umumnya digunakan nilai standar
berskala lima (stanfive) atau nilai huruf.
5
Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 309
6
Muhammad Nurman. Evaluasi Pendidikan. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) mataram : 2015
Hlm.117
12
D. Konvensi Nilai Dalam Bentuk Norma Relatif dan Absolut
1. Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Relatif
Konversi nilai dalam bentuk norma relatif merupakan bagian dari Penilaian
Acuan Norma (PAN). Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan
dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa
diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok
itu. Norma dalam hal ini mengacu pada kapasitas atau prestasi kelompok, dan kelompok
disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut.
2. Konversi Nilai dalam Bentuk Absolut
Penentuan nilai hasil tes belajar dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan
(PAP), mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada testee itu harus
didasarkan pada standar mutlak (standard absolut) artinya, pemberian nilai kepada testee
itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki
oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin
dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau
patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-
masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor
yang dapat capai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah sebabnya
mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai:
penentuan nilai secara mutlak (absolute), atau penentuan nilai secara individual.
E. Manfaat Konversi Nilai
Teknik konversi skor mentah hasil belajar. berupa skor rata-rata dari berbagai tes dan
komponen lain seperti kehadiran dan tugas dengan mendasarkan diri pada Standar Relatif
yang dikenal juga dengan istilah Penilaian Beracuan Norma (PAN) atau Penilaian Beracuan
Kelompok (PAK) lebih tepat digunakan pendidik di perguruan tinggi dalam menentukan
nilai akhir prestasi belajar mahasiswanya. Dengan menggunakan standar ini pendidik akan
terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam penilaian prestasi belajar mahasiswa seperti
rentangan nilai terlalu kecil, penilaian terlalu murah atau mahal serta penilaian yang tidak
reliable.
Selain itu, Nilai konversi membantu melacak dan mengoptimalkan laba atas investasi
(ROI) kampanye dan dengan konversi nilai dapat menggunakan strategi bidding Target
ROAS untuk membantu memaksimalkan nilai konversi, sekaligus mencapai rata-rata target
laba atas belanja iklan.
Berikut adalah beberapa manfaat lain dari menggunakan nilai konversi:
13
konversi". konversi nilai dapat menggunakan data ini untuk mengidentifikasi kata kunci,
grup iklan, dan kampanye yang menampilkan laba atas investasi tinggi atau rendah serta
mengubah bid, anggaran, dan penargetan secara manual.
2. Bidding yang lebih cerdas: Setelah menyiapkan nilai konversi, Anda dapat menggunakan
strategi bidding Target ROAS atau Maksimalkan nilai konversi. Strategi bidding otomatis
menetapkan bid secara otomatis untuk mengoptimalkan sasaran performa di seluruh
kampanye, grup iklan, dan kata kunci tertentu.
a) Dengan Target ROAS, bid ditetapkan untuk memaksimalkan nilai konversi, seperti
pendapatan penjualan atau margin laba, sekaligus mencoba mencapai target laba atas
belanja iklan (ROAS).
b) Dengan Maksimalkan nilai konversi, bid untuk setiap lelang dioptimalkan untuk
memaksimalkan nilai konversi.7
7
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konversi nilai adalah proses pengubahan dari skor mentah menjadi nilai standar
(huruf) dengan mengacu pada parameter atau pendekatan penlaian tertentu.
Nilai sekuritas yang dapat dikonversi ditinjau dari segi saham biasa di mana sekuritas
tersebut dapat diubah. Nilai konversi sama dengan rasio konversi dikalikan harga pasar
saat ini per lembar saham biasa.
Konversi mata kuliah yaitu mengkonversikan nilai dan jumlah SKS mata kuliah
yang telah ditempuh aatau diperoleh dari kurikulum lama ke kurikulum baru. System
konversi nilai (transfer nilai) yaitu dimana pada sebuah perguruan tinggi menerima
mahasiswa pindahan atau lanjutan dari perguruan tinggi asal ke perguruan tinggi yang
dituju.
B. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, dimana dalam pembuatan
makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Sehingga dalam penulisan dan
penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan senantiasa saya nanti dalam pembuatan makalah kedepannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
16