DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
SALEHA (1901020107)
SITIHARIATI BR GINTING (1901020120)
RIZKI FADILLAH SIREGAR (1901020272)
KELAS : C1 (PAGI)
SEMESTER : V (LIMA)
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Apakah pengertian dari pemberian skor dan tehnik pengolahan data hasil tes?. .
B. Apa yang di maksud dengan verifikasi dan peranannya dalam tehnik penilaian?
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar belakang
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indicator.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan notes dalam bentuk tertulis maupun lisan,
pengamatan kinerja, pengukurran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan
produk, penggunaan portopolio, dan penilaia diri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari pemberian skor dan tehnik pengolahan data hasil tes?. .
2. Apa yang di maksud dengan verifikasi dan peranannya dalam tehnik penilaian?
C. Tujuan
1. Mengetahui Apakah pengertian dari pemberian skor dan tehnik pengolahan data hasil
tes?. .
2. Mengetahui Apa yang di maksud dengan verifikasi dan peranannya dalam tehnik
penilaian?
PEMBAHASAN
A Pemberian Skor
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban
instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap
item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai
(grade).
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari
angka-angka dari setiap butir soal yang telah di jawab dengan benar, dengan
mempertimbangkan bobot jawaban betulnya. ( Mali El-Bustani)
Adapun pada umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistik.
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam pengolahan data hasil test menggunakan empat langkah
pokok yang harus di tempuh.
1) Menskor, yaitu memperoleh skor mentah daritiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban,
kunci scoring dan pedoman konversi.
4) Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
realibilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya pembeda.
Adapun cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya
disesuaikan dengan bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, tes uraian (essay) atau
tes obyektif (objektive test)
Pada tes uraian, pemberian skor didasarkan pada bobot (weight) yang diberikan pada
setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan
atau banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar.
Menurut Zainal Arifin (2011:223) system bobot ada dua macam:
Σs
Keterangan:
Pemberian skor pada tes objektif pada umumnya digunakan apabila soal belum
diketahui tingkat kerumitannya. Untuk soal obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item
diberi skor maksimal 1 (satu). Apabila testee menjawab benar maka diberikan skor 1 dan
apabila salah maka diberikan skor 0.
Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu pernah diujicobakan dan
dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya.
Adapun rumus-rumus tebakan sebagai berikut:
S = ΣB- ΣS
Keterangan:
keterangan:
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari
penjumlahan angka-angka dalam setiap butir soal yang di jawab dengan benar oleh testee,
dan memperhitungkan bobot jawaban, sedangkan nilai adalah angka atau huruf yang
merupakan hasil konversi (rubahan) dari penjumlahan skor yang disesuaikan pengaturannya
dengan standar tertentu yang pada dasarnya merupakan lambang kemampuan testee terhadap
materi atau bahan yang diteskan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan nilai, maka skor-skor
yang telah didapat masih merupakan skor mentah (raw score) dan perlu diolah sehingga skor
dapat berubah menjadi nilai-nilai jadi. Pengolahan skor yang dimaksudkan untuk menetapkan
batas lulus (passing grade) dan untuk mengubah skor mentah menjadi terjabar (drived
score) atau menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (Standard Score). Untuk
menentukan batas lulus maka harus dihitung terlebih dahulu rata-rata (mean) dan
simpangan baku (standard deviation), kemudian mengubah skor mentah menjadi skor terjabar
atau skor standar.
c. Konversi Skor
Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik
kedalam skor terjabar atau standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi
skor stdandard atau nilai yaitu :
a) Dalam pengolahan dan pengubahan skor menjadi skor standard atau nilai terdapat dua
cara yang dapat ditempuh yaitu :
1) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu
pada kriterium (Criterion) atau sering juga disebut dengan patokan. Cara pertama ini sering
dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation. Di dunia pendidikan Indonesia dikenal
dengan istilah Penilain Acuan Patokan (PAP) ada juga yang mengatakan dengan istilah
Standar Mutlak.
2) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan mengacu pada norma
atau kelompok. Cara kedua ini dikenal dengan istilah norm referenced evaluation. Di dalam
dunia pendidikan Indonesia dikenal dengan istilah Penilaian Acuan Norma (PAN)
b) Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan berbagai macam skala,
misalnya : skala 5 (Stanfive), yaitu nilai standar berskala lima yang dikenal dengan istilah
nilai huruf A, B, C, D dan F. Skala sembilan (Stanine) yaitu nilai standar berskala sembilan
dimana rentang nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai =0 dan >10), skala
sebelas (standard eleven/ eleven points scale) rentang nilai mulai dari 0 sampai dengan 10, z
score (nilai standar z), dan T score (nilai standar T).
Untuk mengukur sikap dan minat belajar siswa, guru dapat menggunakan alat
penilaian model skala, seperti sikap dan skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima
skala, yaitu; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Skala yang digunakan 5,4,3,2,1 (untuk pernyataan positif) dan 1,2,3,4,5
(untuk pernyataan negative). Begitupun dengan skala minat, guru dapat menggunakan lima
skala, seperti Sangat Berminat (SB), Berminat (B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat (KB),
dan Tidak Berminat (TB).
Dalam domain psikomotor, pada umumnya yang diukur adalah penampilan atau
kinerja. Untuk mengukurnya, guru dapat menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk
kerja atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian
yang terentang dari Sangat Baik (5), Bai (4), Cukup (3), Kurang Baik (2), sampai dengan
Tidak Baik (1).
B. Verifikasi
Skor setiap siswa tidak dapat ditafsirkan sendiri artinya pasti melibatkan kelompok
tersebut.Skor tiap siswa ditafsirkan tanpa menghubungkannya dengan siswa lain dalam
kelompok tes. Selain perbedaan yang tersebut dalam tabel, masih ada perbedaan-perbedaan
lain, misalnya:
a) Setiap pendekatan memerlukan persyaratan tertentu, misalnya untuk PAP guru harus
menjabarkan TIU menjadi TIK.
b) Harus ada tes formatif untuk memantau PBM dan melaksanakan pengajaran remidial
(jika diperlukan).
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah
melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar apabila
evaluasi hasil belajar itu mengguanakan teknik tes, ataukah melakukan pengamatan,
wawancara atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating
scale, check list, interview guide atau questionnaire apabila evaluasi hasil belajar itu
menggunakan teknik non tes.
Data yang telah berhasil dihimpun disaring terlebih dahulu sebelum diolah lebih
lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data.
C. Standar Penilaian
Menurut Badan Standar Nasional Penilaian (BSNP), Penilaian adalah prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik.
Menurut BSNP, standar penilaian oleh peserta didik mencakup beberapa standar
berikut ini:
Merupakan aturan main dari aspek-aspek umum dalam pelaksanaan penilaian. Adapun
prinsip-prinsipnya, yaitu:
a. Pemilihan teknik penilaian disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran serta jenis
informasi yang ingin diperoleh dari peserta didik.
b. Informasi yang dihimpun mencangkup ranah-ranah yang sesuai dengan standar isi dan
standar kompetensi lulusan.
c. Informasi mengenai perkembangan prilaku peserta didik dilakukan secara berkala pada
kelompok mata pelajarn masing-masing.
d. Pendidik harus selalu mencatat perilaku peserta didik yang menonjol, baik yang bersifat
positif maupun negative dalam buku catatan perilaku.
g. Pendidik harus selalu memeriksa dan memberi balikan kepada peserta didik atas hasil
kerjanya sebelum memberikan tugas lanjutan.
h. Pendidik harus memiliki catatan kumulatif tentang hasil penilaian untuk setiap peserta
didik yang berada dibawah tanggung jawabnya.
i. Pendidik melakukan ulangan tangah dan akhir semester untuk menilai penguasaan
kompetensi sesuai dengan tuntutan dalam standar kompetensi (SK) dan standar lulusan (SL).
j. Pendidik yang dibei tugas menangani pengembangan diri harus melaporkan kegiatan
peserta didik kepada wali kelas.
k. Pendidik menjaga kerahasiaan pribadi peserta didik dan tidak disampaikan paa pihak
lain tanpa ijin dengan yang bersangkutan atau kepada orang tua/wali murid.
Merupakan prinsip-prinsip yang harus dipedomani bagi pendidik. Ada tujuh prinsip standar
perencanaan penilaian:
a. Pendidik harus membuat rencana penilaian secara terpadu dengan silabus dan rencana
pembelajarannya.
d. Pendidik harus menginformasikan seawal mungkin kepada peserta didik tentang aspek-
aspek yang dinilai dan criteria pencapaiannya.
f. Pendidik membuat instrument berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dan dilengkapi
dengan pedoman penskoran sesuai dengan teknik penilaian yang digunakan.
a. Pendidik melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan re rencana penilaian yang telah
disusun awal kegiatan pembelajaran.
d. Pendidik menjamin pelaksanaan ulanagn dan ujian yang bebas dari kemungkinan
terjadinya tindak kecurangan.
e. Pendidik memeriksa pekerjaan peserta didik dan memberikan umpan balik dan
komentar yang bersifat mendidik.
b. Penggabungan skor yang diperoleh dari berbagai teknik dengan bobot tertentu sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan.
c. Penentuan satu nilai dalam bentuk angka untuk setiap mata pelajaran, serta
menyampaikan kepada wali kelas untuk ditulis dalam buku laporan pendidikan masing-
masing peserta didik.
d. Pendidik menulis deskripsi naratif tentang akhlak mulia, kepribadian, dan potensi
peserta didik yang disampaikan kepada wali kelas.
e. Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya dalam rapat dewan guru
untuk menentukan kenaikan kelas.
f. Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaian kepada rapat dewan guru
untuk menentukan kelulusan peserta didik pada akhir satuan pendidikan dengan mengacu
pada persyaratan kelulusan satuan pendidikan.
g. Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya kepada orang tua/wali
peserta didik.
Sesuai dengan pedoman umum penilaian yang dikeluarkan oleh BSNP, ada lima
standar pemanfaatan hasil penilaian, yaitu:
b. Pendidik menyampaikan balikan kepadan peserta didik tentang tingkat capaian hasil
belajar pada setiap KD disertai dengan dengan rekomondasi tindak lanjut yang harus
dilakukan.
c. Bagi peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan, pendidik harus melakukan
pembelajaran remedial agar setiap peserta didik dapat mencapai standar ketuntasan yang
dipersyaratkan.
d. Kepada peserta didik yang telah mencapai standar ketuntasanyang dipersyaratkan dan
dianggap memiliki keunggulan, pendidik dapat memberikan layanan pengayaan.
Ada dua pokok yang harus diperhatikan dalam penilaian hasil belajar menurut standar
ini:
1) Standar penentuan pendidikan kelas, standar ini terdiri dari tiga hal pokok, yaitu:
b. Satuan pendidikan menetapkan Sandar ketuntasan Balajar Minimal (SKBM) pada setiap
mata pelajaran. SKBM harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian Penilaian Acuan Norma, yaitu: Acuan
norma merupakan elemen pilihan yang memeberikan daftar dokumen normatif yang
diacu dalam standar sehingga acuan tersebut tidak terpisahkan dalam penerapan
standar. Data dokumen normatif yang diacu dalam standar yang sangat diperlukan
dalam penerapan standar. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai
dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal sebagai
penilaian acuan norma (PAN). PAN adalah nilai sekelompok peserta didik (siswa)
dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok
itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu.
Kriteria Penyusunan PAN
Penyusunan penilaian acuan normatif menurut M. Ngalim Porwanto, (2000: 29),
antara lain: a. Tidak ditekankan untuk mengukur penampilan yang eksak dari
bebavioral objectives. Dengan kata lain soal-soal pada pan tidak didasarkan atas
pengajaran yang diterima siswa atau atas ketrampilan atau tingkah laku yang
diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dianggap releva bagi belajar siswa
b. Pada proses belajar, penilaian nilai normatif pada umumnya banyak dilakukan oleh
seorang guru.
c. Penekanan dalam penilaian untuk proses belajar, seorang menggacu pada
ketentuan atau norma yang berlaku disekolah
d. Seorang guru dapat menggunakan acuan normatif Nasional. Untuk melakukan itu
guru dapat membandingkan hasil belajar yang dapat dicapai didalam kelas dengan
acuan norma yang ada, termasuk pencapaian lulusan siswa dengan standar nasional
yang besarnya 4,26. Apabila ternyata hasil pencapain belajar dikelas tidak berbeda
secara singnifikan berarti para siswa dapat dikatakan memiliki kemampuan baku (M.
Sukadi, 2008: 22).
Contoh cara penilaian yang lazim dilakukan untuk menentukan kelulusan
(lulustidaknya) seorang siswa, antara lain:
a. Dalam UAS (Ujian Akhir Semester) untuk SMTP dan SMTA pada akhir tahun
ajaran.
b. Dari hasil UAS itu diperoleh nilai UAS, yang berasal dari hasil penilaian panitia
ujian dengan menggunakan patokan prosentase, yang menunjukan tingkat
kemampuan atau penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diujikan.
c. Nilai UAS merupakan hasil penilaian dengan cara PAP. Akan tetapi, setelah
nilainilai UAS itu. pada umumnya sangat rendah sehingga tidak memenuhi syarat
untuk dapat dinyatakan lulus, kemudian nilai-nilai itu diolah ke dalam PAN dengan
menggunakan rumus tertentu dengan maksud agar nilai-nilai tersebut dapat
diperbesar.
d. Rumus yang digunakan: PAN = (p + q + nR)/(2+n)
Keterangan: p = Nilai rapor semester ganjil
q = Nilai rata-rata subsumatif semester genap
R = Nilai UAS n = Koefisien dari nilai UAS/Koefisien R Dengan
ketentuan bahwa rentangan harga n bergerak dari 2 sampai dengan 0,5, hal ini
dimaksudkan agar masing-masing daerah dapat menyesuaikan dengan kondisi
wilayahnya (koefisien R).
Misalkan seorang siswa SMP di Kota Bandung dimana koefisien R(n) dtentukan oleh
Didik Kota Bandung, adalah 0,75 memperoleh
nilai p= 5, nilai q= 8 dan hasil UASnya
(R)=4. dengan rumus yang berlaku, di Kota Bandung nilai siswa
tersebut menjadi: N= (p+q+nR) / (2+n)
N= (5+8+(0,75x4) / (2+0,75)
N= 16 / 2,75
N= 5,82 Nilai. Itulah yang dicantumkan dalam Rapor (Hidayati,
2009).
b. Pengertian Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan (PAP), biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan
pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa
dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan
instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain.
Contoh penilaian yang menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Misalnya: "untuk dapat membuktikan bahwa kamu tuntas belajar, maka ikuti ujian
akhir semester dan dapatkan nilai minimal 70″. (Bermawi Munthe, 2009: 1001).
Penilaian Acuan Criteria (criterion-referenced test) atau disebut juga Penilaian
Acuan Patokan (PAP), secara umum CRT (criterion-refrenced test), menunjukan
apa yang Seseorang ketahui atau yang dapat di lakukan. Istilah criterion sendiri di
artikan bermacam- macam, ada yang mengartikannya sebagai batas lulus (cut
score) atau skor terendah yang dapat di terima. Ada lagi yang mendefinisikan
criterion sebagai ketrampilan atau pengetahuan khusus yang di ukur dan di pakai
secara bergantian dengan istilah domain. Domain/criterion dapat di pandang
potensial darimana butir-butir potensial yang actual di pilih.
Pengertian Konversi
Sebelum sampai pada pembicaraan tentang teknik pengolahan dan pengubahan (konversi)
skor mentah hasil tes belajar menjadi nilai standar, perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang
perbedaan antara skor dan nilai. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kadang-kadang
orang menganggap bahwa skor itu mempunyai pengertian yang sama dengan nilai; padahal
pengertian seperti itu belum tentu benar.
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (= memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan
betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya. Contoh berikut ini kiranya akan
memperjelas pernyataan diatas.
Misalkan tes hasil belajar dalam bidang studi bahasa Inggris menyajikan lima butir soal tes
uraian dimana untuk setiap butir soal yang dijawab dengan betul diberikan bobot 10. Siswa
bernama Aisyah, untuk kelima butir soal tes uraian tersebut memberikan jawaban sebagai
berikut :
· Untuk butir soal nomor 1 dapat dijawab dengan sempurna, sehingga kepadanya
diberikan skor 10.
· Untuk butir soal nomor 2 hanya dijawab betul separohnya, sehingga skor yang
diberikan kepada siswa tersebut adalah 5.
· Untuk butir soal nomor 3, hanya sekitar seperempat bagian saja yang dapat dijawab
dengan betul, sehingga diberikan skor 2,5.
· Untuk butir soal nomor 4 dijawab betul sekitar separohnya, sehingga diberikan skor 5
· Untuk butir soal nomor 5 dijawab betul sekitar tiga perempatnya, sehingga diberikan
skor 7,5.
Dengan demikian untuk kelima butir soal tes uraian tersebut, siswa bernama Aisyah tersebut
mendapatkan skor sebesar = 10 + 5 + 2,5 + 5 + 7,5 = 30. Angka 30 disini belum dapat disebut
nilai, sebab angka 30 itu masih merupakan skor mentah (raw score), yang untuk dapat disebut
nilai masih memerlukan pengolahan atau pengubahan (=konversi).
Nilai, pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan : seberapa jauh atau
seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau bahan
yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan. Nilai, pada
dasarnya juga melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee atas
jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil belajar.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa untuk sampai kepada nilai, maka skor-skor hasil tes yang
pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu diolah lebih dahulu sehingga
dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (=Standard Score).
Hal yang perlu dipahami dalam Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Menjadi
skor standar atau nilai
Ada dua hal penting yang perlu dipahami dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah
menjadi skor standar atau nilai, yaitu:
1. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai ada tiga cara yang dapat
ditempuh, yaitu:
b. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara kedua ini dikenal dengan
istilah norm referenced evaluation, dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah penilaian
ber-Acuan Norma (PAN), atau penilaian ber-Acuan Kelompok (PAK).
c. Dilakukan dengan penilaian kombinasi. Gabungan dari absolut dengan norma relatif.
2. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dapat menggunakan
berbagai macam skala, seperti: skala lima (stanfive), yaitu nilai standar berskala lima atau
yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A, B, C, D, dan E. Skala Sembilan (stanine),
yaitu nilai standar berskala Sembilan di mana rentangan nilainya mulai dari 1 sampai dengan
9 (tidak ada nilai 0 dan tidak ada nilai 10), skala sebelas (stanel = standard eleven = eleven
points scale), yaitu rentangan nilai mulai dari 0 sampai dengan 10), Z score (nilai standar Z),
dan T score (nilai standar T).
Dalam dunia pendidikan formal kita, nilai standar yang dipergunakan pada lembaga
pendidikan tingkat dasar dan menengah adalah nilai standar berskala sebelas (stanel),
sedangkan pada lembaga pendidikan tinggi , pada umumnya digunakan nilai standar berskala
lima (stanfive) atau nilai huruf.
Konversi nilai adalah proses pengubahan dari skor mentah menjadi nilai standar (huruf)
dengan mengacu pada parameter atau pendekatan penlaian tertentu. Konversi yang akan
dijabarkan di sini terkait 2 pendekatan penilaian yang sudah disebutkan sebelumnya.
Criterion refferenced evaluation ialah penilain yang diorientasikan kepada suatu standar
absolut, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Misalnya, penilaian prestasi
siswa atau mahasiswa yang didasarkan atas suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional dari
suatu mata pelajaran atau bagian dari mata pelajaran yang diharapkan dikuasai oleh siswa
atau mahasiswa setelah melalui sejumlah pengalaman belajar tertentu. Contoh lain, salah satu
syarat untuk dapat diterima sebagai calon siswa angkatan udara harus memiliki tinggi badan
minimal 170 cm. Ketentuan ukuran tinggi badan 170 cm inilah sebagai kriteria yang
merupakan standar mutlak dalam penilaian calon siswa yang memiliki tinggi badan kurang
dari 170cm dengan sendirinya tidak akan diterima. Criterion referenced measurement atau
disebut juga acuan patokan adalah possi siswa adalah apabila posisi siwa merupakan hasil
penampilannya dalam mengerjakan suatu tes pengukuran. Dalam acuan patokan apa yang
dicapainya dalam suatu tes adalah menggambarkan penampilanya dalam mengerjakan tes
sebagai contoh tujuan yang hendak dicapai dalam proses evaluasi dapat ditunjukan sebagai
berikut :
a. Siswa dapat menampilakan perhitungan dela[pan dari sepuluh soal dengan tanpa
bantuan alat hitung seperti kalkulator.
b. Dapat menghapalkan tiga diantara lima metode pengoperasionalkan mesin secara aman
c. Dapat mencapai dalam ujian bahasa inggris dengan nilai 425 ujian secara toefl
Penilaian criterion – referenced sangat relavan bagi lembaga pendidikan yang telah
menggunakan kurikulum yang berdasarkan kompetensi ( competency based education).
Apabila dalam penentuan nilai hasil tes hasil belajar itu digunakan acuan kriterium
(menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada
testee itu harus didasarkan pada standar mutlak (standard absolut) artinya, pemberian nilai
pada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang
dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang
mungkin dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau patokan ini,
tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-masing individu
testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor yang dapat dicapai oleh
masing-masimh testee. Itulah sebabnya penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium
sering disebut penentuan nilai secara mutlak (absolut), atau penentuan nilai secara individual.
Penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan jalan membandingkan skor mentah hasil tes
dengan skor maksimum idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan pada kriterium ini
juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara ideal, atau penentuan nilai secara
teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen. Istilah “teoritik” maksudnya, bahwa: secara
teoritik seorang siswa berhak atas nilai 100, masalnya apabila keseluruhan butir soal tes dapat
dijawab dengan benar oleh siswa. Atau seorang peserta tes hanya dapat diberikan nilai 50,
sebabhanya 50% dari keseluruhan butir item tes hasil belajar yang dapat dijawab dengan
benar. Dengan demikian, maka dalam penentuan nilai yang beracuan pada kriterium, sebelum
tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa menunggu selesainya
pelaksanaan tes)
BAB III
KESIMPULAN
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen
menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item
dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai
(grade).
Dalam pengolahan data hasil test menggunakan empat langkah pokok yang harus di
tempuh. Menskor, Mengubah skor mentah menjadi skor standar, Menkonversikan skor
standar kedalam nilai, dan Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui
derajat validitas dan realibilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya
pembeda
Penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
prestasi atau kinerja peserta didik.
Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan
standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan
membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Penilaian Acuan Norma (Norm
Referenced Evaluation) dikenal pula dengan Standar Relatif atau Norma Kelompok.
Konversi adalah pengubahan atau pengolahan skor mentah hasil tes belajar menjadi nilai
standar. Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dengan
jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab
dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.
Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau
seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau bahan
yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan.
Skor-skor hasil tes yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah yang perlu
diolah lebih dahulu sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang sifatnya baku atau
standar (=standar score)
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, Lewis R. 1976. Psichological Testing And Assessment. America: CIP Amir Daien
Indrakusuma. 1998. Evaluasi Pendidikan Penilaian Hasil-hasil Belajar. jilid 1 Terbitan
Sendiri. Anas Sidijono, 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Anas Sudijono. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers