(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran)
DI SUSUN OLEH :
SITRIA JIMIN(
ASNANI(411419061)
JURUSAN MATEMATIKA
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Pengolahan Hasil Penilaian dalam proses belajar mengajar.
Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang
membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari demi perbaikan makalah
ini di waktu yang akan datang.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………….
Daftar Isi……………………………………………………………………..
BAB I | PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………
C. Tujuan…………………………………………………………………
BAB II | PEMBAHASAN
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif
A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang telah disampaikan guru. Penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang
sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan)
peserta didik dengan memiliki beberapa tujuan. Penilaian atau assesmen merupakan kegiatan
informasi hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan menetapkan apakah peserta didik
telah menguasai kompetensi yang ditetapkan oleh kurikulum. Berdasarkan data informasi yang
telah diproses.
Menurut Angelo dan Croos (Abidin,2014), penilaian merupakan sebuah proses yang didesain
untuk membantu guru menemukan hal-hal yang telah dipelajari siswa di dalam kelas dan tingkat
keberhasilannya dalam pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, perlu diketahui hasil dari
proses belajar mengajar tersebut. Hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat
diketahui dari nilai siswanya. Penilaian sangat di lakukan oleh guru, hal ini dapat bermanfaat
bagi guru dan siswanya sendiri. Bagi buru nilai siswa dapat dijadikan acuan bagi proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Bagi siswa nilai bermanfaat untuk mengetahui tolak ukur
pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah diajarkan. 2 Nilai dalam
proses pembelajaran tidak begitu saja dapat digunakan sebagai acuan atau tolak ukur penilaian
guru terhadap kemampuan siswanya, maupun tolak ukur siswa itu sendiri terhadap
kemampuannya sendiri. Sangat penting bagi guru untuk mengolah data hasil penilaian yang
sudah dilakukan. Manfaat dari pengilahan nilai akan sangat membantu guru dan siswa dalam
pemahaman kemampuan seorang siswa.
B. Rumusan Masalah
3. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil
penilaian?
4. Bagaimana Teknis pengolahan hasil penilaian dalam Bentuk Peringkat dan pemberian
peringkat kepada peserta didik?
C. Tujuan
2. Untuk mengetahui Skala 4/10/100 dan bagaimana penerapannya dalam Pengolahan hasil
penilaian.
3. Untuk mengetahui Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil penilaian.
4. Untuk mengetahui Teknis pengolahan hasil penilaian dalam Bentuk Peringkat dan
pemberian peringkat kepada peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif
Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan hasil tes belajar (tertulis)
bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk hasil belajar itu memiliki karakter fisik
yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya pun berbeda pula (Sudijono,
2013 : 301).
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah pokok
yang harus ditempuh, yaitu:
1. Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh oleh peserta didik.
Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban,
kunci skoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma tertentu.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf maupun angka.
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan,
yaitu:
1. apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada
standar mutlak.
2. apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan
pada standar relatif.
Dalam keadaan di mana butir-butir soal yang diajukan dalam bentuk tes uraian itu untuk tiap
butir soal tidak memiliki derajat kesukaran yang sama, atau jumlah unsur yang terdapat pada
setiap butir soal adalah tidak sama, maka pemberian skornya juga harus berpegang kepada
derajat kesukaran dan jumlah unsur yang terdapat pada masingmasing butir soal tersebut
(Sudijono, 2013 : 302). Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu
akan didasarkan pada standar mutlak (di mana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan
pada prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan
pedoman yang sudah disiapkan.
Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir
soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar
relatif (di mana penentuan nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur
pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga
diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang ada.
Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh tes dapat
diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan
bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut (Sudijono, 2013).
Menurut Arikunto (2009 : 164) Tes obyektif adalah adalah tes yang dalam pemeriksaannya
dapat dilakukan secara obyektif. Terdapat berbagai macam tes obyektif, sebagaimana yang
dikemukakan Witherington(1952) dalam Arifin (2009 : 135) bahwa “There ara many varieties of
there new test, but four kinds are in a most common use, true-false, multiple choice,
completion,matching”.
Menurut Sudijono (2013 : 302) Dalam tes obyektif untuk memberikan skor umumnya
digunakan rumus correction for guessing atau sering dikenal dengan istilah sistem denda. Untuk
tes obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimum 1 (satu). Apabila
seorang testee menjawab betul satu item sesuai dengan kunci jawaban, maka ke depannya
diberikan skor 1. Apabila dijawab salah, maka skornya 0 (nihil). Adapun cara menghitung skor
terakhir dari seluruh item true-false, dapat digunakan dua macam rumus, yaitu :
𝑆 = R – W/0 − 1
Di mana :
R = Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban
W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan kunci jawaban
O = Option atau alternatif (= kemungkinan jawaban), dimana pada tes obyektif bentuk true false
ini kemungkinan jawabannya hanya dua, yaitu B (betul) atau S (salah)
1 = Bilangan konstan
Adapun rumus skor akhir yang tidak memperhitungkan denda adalah sebagai berikut :
S=R
Di mana :
c. Teknik Pengolahan Dan Pengubahan (Konversi) Skor Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi
Nilai
Skor dan nilai pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda, perlu dijelaskan terlebih
dahulu mengenai perbedaannya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kadang-kadang
orang menganggap bahwa skor itu mempunyai pengertian yang sama dengan nilai, padahal
pengertian seperti itu belum tentu benar.
Menurut Sudijono (2013: 309), Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (= memberikan angka)
yang diperoleh dengan jalan menggunakan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh tes telah
dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya. Sedangkan yang
dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor
yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan peraturannya dengan
standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai sering disebut skor standar (Standard score).
Ada dua hal yang perlu dipahami bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah
menjadi nilai itu ada dua cara yang dapat ditempuh :
1. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion (= patokan). Cara pertama
ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation.
2. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering
dikenal dengan istilah norm reference evaluation.
Ungkapan seorang guru memperoleh mentah dari hasil ulangan sejarah di kelas III SMP yang
berjumlah 50 orang siswa sebagai berikut :
16 64 87 36 56 42 43 54 47 51
77 55 68 42 40 47 42 46 45 50
20 57 28 7 44 51 40 39 39 57
28 39 31 48 46 377 417 43 49
29 44 34 50 45 35 44 52 56 45
Untuk mengolah skor mentah di atas menjadi 1-10, kita perlu mencari Mean (angka rata-rata)
dan DS. Untuk itu skor mentah tersebut kita susun ke dalam tabel distribusi frekuensi.
a. Materi range (R), dengan mengurangi skor maksimum dengan skor minimum (range=
selisih antara skor maksimum dan skor minimum)
b. Bagian range ke dalam interval-interval yang sama sedemikian rupa sehingga jumlah
kelas interval antara 6-15 atau 11-19.
R/1+1
c. Cara lain untuk mencari atau menentukan besarnya kelas interval dapat juga
menggunakan rumus Sturges sebagai berikut :
R I + 1 K = 1 + 3,3 log n
2. Mengisi kolom 2 (kolom interval) di dalam tabel yang telah tersedia, mulailah dari skor
minimum berturut-turut dengan interval yang telah ditemukan dan sejumlah kelas yang
ditentukan pada langkah pertama.
5. Menentukan deviasi pada jalur d dengan menetapkan letak mean dugaan (M) dengan
angka nol pada kelas tertentu. Untuk menduga letak nol tersebut dapat kita pilih kelas
yang mengandung frekuensi yang paling tinggi. Selanjutnya kita letakkan angka-angka
deviasi itu dari nol ke atas dan ke bawah. Angka-angka di atas nol kita beri tanda + (plus)
dan angka-angka di bawah nol diberi tanda – (minus).
6. Mengisi jalur Fd dengan mengalirkan angka-angka pada lajur f dan d. kemudian hasilnya
dijumlahkan pada bagian bawah pada tabel ( = fd ). Sampai dengan kolom 6 ini (lajur fd)
kita telah dapat menghitung besarnya mean yang sebenarnya dari tabel tersebut. Akan
tetapi, karena kita masih memerlukan mencari DS (deviasi standar) kita perlu menambah
satu kolom lagi untuk mencari fd2.
7. Mengisi lajur fd2 , kemudian dijumlahkan pula pada bagian bawah dari tabel sehingga
kita peroleh∑ 𝑓𝑑2 yang diperlukan dalam rumus untuk mencari DS.
Demikian seterusnya, kita dapat menambah kolom atau lajur yang diperlukan sesuai dengan
perhitungan manakah yang hendak kita cari. Dari hasil mentah hasil ulangan sejarah itu kita
dapat menyusun tabel distribusi frekuensi seperti berikut :
Skor maksimum = 87
Skor minimum = 7
Range = 87-7 = 80
Banyaknya kelas interval :
R/1+1=80/ 8+1
1 87-94 1 1 +6 6 36
2 79-86 - 0 +5 0 0
3 71-78 11 2 +4 8 32
4 63-70 111 3 +3 9 27
6 47-54 1111 11 +1 11 11
8 31-38 111 4 -1 -4 4
9 23-30 11 3 -2 -6 12
11 7-14 1 1 -4 -4 16
(Ʃfd) (Ʃfd²)
Mean dugaan (M’) terbesar 42,5 ini titik tengah dari kelas interval 39- 46 yaitu kelas
interval yang kita duga tepat letaknya mean. Cara menghitung :
M’=39+46/2=85/2=42,5
=8 √3,62 − 0,1444
=8√3,5756
=8 X 1,89
Setelah kita temukan besarnya mean dan DS. (mean = 45,54 dan DS = 15), langkah
selanjutnya ialah menjabarkan skor mentah yang kita peroleh dari ulangan sejarah ke dalam nilai
1-10 dengan menggunakan rumus penjabaran sebagai berikut ;
Rumus penjabaran :
M + 2,25 DS = 10
M + 1,75 DS = 9
M + 1,25 DS = 8
M + 0,75 DS =7
M + 0,25 DS = 6
M – 0,25 DS = 5
M – 0,75 DS = 4
M – 1,25 DS = 3
M – 1,75 DS = 2
M – 2,25 DS = 1
Dengan pedoman penjabaran tersebut di atas, sekarang guru tinggal mentransfer atau
mengubah skor mentah yang diperoleh setiap siswa ke dalam nilai 1-10. Dengan penjabaran
secara sistematika, dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan menggunakan mean dan DS
aktual, yaitu mean dan DS yang diperoleh dari perhitungan skor mentah yang benarbenar dicapai
oleh kelompok siswa yang dites siswa tersebut di atas, bagaimana pun hasil tes yang kita peroleh
akan menghasilkan nilai di antara 1-10 atau antar 0-10. Dengan kata lain, akan selalu terdapat
anak yang memperoleh nilai tinggi dan nilai yang terendah karena 2 2 10 dalam penyusun tabel
yang menjadi dasar perhitungan menggunakan skor maksimum dan skor minimum yang benar-
benar dicapai oleh kelompok siswa yang dites.
Dengan demikian, nilai-nilai yang diperoleh siswa masing-masing menunjukkan status
kepandaian siswa tersebut dibandingkan dengan teman-teman yang lain di dalam kelompok itu.
Kebaikan sistem penskoran seperti inilah bahwa nilai-nilai yang diperoleh siswa benarbenar
mencerminkan kapasitas kelompok (disesuaikan dengan kondisi atau tingkat kepandaian
kelompok yang bersangkutan). Akan tetapi, kelemahannya ialah bahwa nilainilai yang diperoleh
sistem tersebut belum mencerminkan sampai di mana pencapaian scope h=bahwa pelajaran yang
diteskan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kelemahan ini kita juga menggunakan mean ideal
dan DS ideal. Caranya adalah sebagai berikut :
Misalnya tes yang dipergunakan untuk ulangan sejarah yang telah kita bicarakan di
muka, memiliki skor maksimum ideal = 100
Dengan menggunakan mean ideal dan DS ideal , ternyata bahwa hasilnya menjadi
berlainan. Siswa yang mendapat nilai 10 adalah siswa yang memperoleh skor mentah 87 ke atas,
dan bukan 79 ke atas seperti hasil perhitungan dengan menggunakan mean dan DS aktual. Juga
yang mendapat nilai6 adalah siswa yang memperoleh skor 54 sampai dengan 61, dan bukan 49
sampai dengan 56. Perubahan skor mentah menjadi nilai 1-10 dengan menggunakan mean ideal
dan DS ideal lebih mudah dan praktis karena kita tidak perlu menyusun tabel distribusi
frekuensi. Untuk menghitung mean ideal, kita hanya memerlukan skor maksimum ideal dari tes
yang kita lakukan. Yang dimaksud dengan skor maksimum ideal ialah skor tertinggi yang
seharusnya dicapai jika tes tersebut dikerjakan dengan betul semua. Dengan demikian, besarnya
skor maksimum pada jumlah item dan pembobotan (weighting) dalam tes yang dipergunakan.
Dalam mengolah suatu hasil dari tes yang diberikan oleh Guru kepada peserta didik, maka
digunakan pendekatan untuk menafsirkan hasil dari tes tersebut. pendekatan tersebut yakni
Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN).
Pendekatan acuan patokan pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes Formatif,
sedangkan Penilaian Acuan Norma (PAN) digunakan untuk menafsirkan hasil tes Sumatif.
Pada pendekatan Ini, lebih memfokuskan atau menitikberatkan pada hal apa saja
yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Artinya, kemampuan-kemampuan apa yang
telah dicapai oleh peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari keseluruhan
program. Jadi, penilaian acuan patokan meneliti apa yang bisa dikerjakan oleh peserta
didik, dan bukan membandingkan antara peserta didik yang satu dengan yang lain dalam
kelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau dengan patokan yang spesifik. Patokan
yang dimaksud yakni merupakan suatu tingkatan dalam pengalaman belajar yang
diharapkan tercapai seusai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah
diterapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung. Misalnya kriteria yang
digunakan adalah 75% , bagi peserta didik yang kemampuannya di bawah kriteria yang
telah ditetapkan dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan pengulangan atau
remedial. Tujuan penilaian acuan patokan adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau
kompetensi yang telah ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. Penilaian acuan
patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar dari para
peserta didik, karena dalam penilaian tersebut peserta didik diusahakan mencapai standar
yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Dalam menentukan batas kelulusan (passing grade) dalam pendekatan
ini, maka setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai
oleh peserta didik. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka
peserta didik yang memperoleh skor 85 sama dengan memperoleh nilai 8,5 dalam skala 0
– 10, dan demikian seterusnya.
Misal,
57-60 10
51-56 9
45-50 8
39-44 7
33-38 6
27-32 5
21-26 4
15-20 3
09-14 2
03-08 1
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh peserta didik, jika semua soal
dapat dijawab dengan betul.
Pada pendekatan Penilaian Acuan Norma, makna dari angka (skor) seorang
peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil
belajar peserta didik lainnya dalam kelompok/kelas. Peserta didik dikelompokkan
berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif seorang
peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan penilaian acuan norma
adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok dari tingkat
kemampuan, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal,
pendistribusian tingkat kemampuan dalam suatu kelompok menggambarkan suatu kurva
normal. Pada umumnya, PAN digunakan dalam seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini
dikembangkan dari materi yang dianggap guru penting sebagai sampel dari materi yang
telah disampaikan. Guru memiliki kewenangan untuk menentukan bagian mana yang
dianggap penting, karena itu guru harus bisa membatasi jumlah soal yang diperlukan.
Tidak semua materi yang telah disampaikan kepada peserta didik akan dimunculkan
soalsoalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang
bervariasi, mulai dari yang mudah sampai pada yang sukar sehingga memberikan
kemungkinan jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat
membandingkan peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Peringkat dan klasifikasi
anak yang didasarkan pada penilaian acuan norma lebih banyak mendorong pada
kompetisi daripada membangun semangat kerja sama.Dengan kata lain, keberhasilan
peserta didik hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya digunakan pada akhir
unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik. Pedoman
konversi yang digunakan dalam pendekatan PAN sama dengan PAP. Perbedaannya
hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku
Dalam pendekatan PAN, rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus
statistik sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta didik. Langkah-langkah
pengolahan data dengan Pendekatan Penilaian Acuan Normal (PAN) adalah sebagai
berikut:
c. Menghitung simpangan baku ( s ) aktual dengan rumus: s = √ 𝑛(∑ 𝑓𝑑2)−(∑ 𝑓𝑑) 2 𝑛(𝑛−1)
𝑖
Langkah-langkah penyelesaian:
17 25 30 34 37 42 50
17 27 31 34 37 42 50
20 27 31 35 37 43 50
21 27 31 35 38 43 50
21 28 32 36 38 44
22 29 32 36 38 46
22 29 32 36 39 47
24 30 33 36 40 50
1. Mencari Rentang (Range), yakni skor terbesar dikurangi skor terkecil. Skor terbesar =
50 Skor terkecil = 17 - 17 Rentang = 33
2. Mencari banyak kelas interval: Banyak kelas = 1 + (3,3) log. N = 1 + (3,3) log 52 = 1
+ (3,3) (1,7160) = 1 + 5,6628 = 6,6628 ≈ 7 (dibulatkan)
47 – 51 6
42 – 46 6
37 – 41 8
32 – 36 12
27 – 31 11
22 – 26 4
17 – 21 5
Jumlah 52
Peringkat, atau yang lebih kita kenal sebagai ranking merupakan suatu deskripsi dari hasil
evaluasi belajar siswa setelah melewati suatu jenjang pendidikan tertentu. Pemberian peringkat
selalu dikaitkan dengan tingkat keberhasilan siswa atau kepandaiannya. Padahal sejatinya tidak
selalu dapat dikatakan siswa yang pandai ialah siswa yang mendapat peringkat pertama, namun
tidak salah juga jika pada umumnya didapati hal demikian yakni siswa yang mendapat peringkat
baik adalah siswa yang berprestasi dan memahami makna pembelajaran yang telah dilaluinya.
Setelah dilakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa, guru mendapatkan data-data
yang diperoleh melalui penskoran. Penskoran merupakan suatu proses perubahan jawaban-
jawaban tes menjadi angka-angka. Angka-angka hasil penskoran tersebut kemudian diolah
menjadi nilai-nilai melalui pengolahan statistik tertentu, sehingga dapat dinyatakan berupa angka
atau huruf (Farida, 2017: 170).
Secara periodik, pembelajaran siswa dan program instruksional yang telah dilakukan oleh
seorang guru dapat dinilai dengan beberapa cara. Misalnya, diberi pertanyaan untuk memberikan
nilai akhir yang dapat dicapai oleh siswa. diuji dengan tes tertulis untuk mengetahui kemampuan
siswa dalam menerima materi yang telah diberikan; atau dapat juga dijumlah total skor hasil
belajar dalam satu semester dan dibagi dengan jumlah siswa yang mengikuti ujian (Sukardi,
2008: 212). Guru dapat mengajar para siswa tanpa memberikan grade atau skor hasil belajar
mereka. Secara definitif, grade is major division of the instructional program on schools,
representing the working of one school year (Good: 1973). Grade dapat juga diartikan derajat
atau angka yang merupakan bagian program instruksional di sekolah, dan menggambarkan
kinerja siswa dalam periode satu tahun. Pengertian tentang grade juga dinyatakan oleh Johnson
dan Johnson, grade sebagai symbol yang mungkin berupa huruf, angka, atau kata-kata yang
menggambarkan pertimbangan nilai relatif pencapaian hasil belajar selama waktu tertentu
(Sukardi, 2008: 212-213).
Grade atau skor diberikan sebagai simbol yang mempresentasikan hasil belajar seorang
siswa. Di samping itu, grade juga merupakan simbol yang merefleksikan komunikasi evaluasi
sumatif yang diberikan guru sebagai media komunikasi dan laporan kepada orang tua, kepala
sekolah, dan para stakeholders yang berkepentingan. Menurut Good (1973), “Grades are symbols
that represent a value judgement concerning the relative quality of students achievements during
specific periods of instruction” atau grade adalah simbol 21 (angka, huruf, atau kata) yang
menggambarkan nilai pertimbangan yang berkaitan dengan kualitas siswa berprestasi selama
periode pengajaran. Dalam penentuan grade, guru meringkas dan menggabungkan beberapa
aspek pencapaian hasil belajar, misalnya kehadiran; partisipasi di kelas; ketaatan dalam
mengikuti ujian awal, tengah, dan akhir masa pembelajaran Grade atau nilai akhir memiliki arti
yang sangat penting karena nilai akhir tersebut dapat menentukan apakah siswa bisa melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak, bahkan grade selalu menjadi bagian integral yang
dipertimbangkan ketika mereka akan bekerja. Grade yang baik menentukan karier siswa atau
prospektif jenjang sekolah atau bahkan beberapa kemungkinan jabatan terbuka bagi siswa yang
bersangkutan. Nilai grade mempunyai arti yang bervariasi sesuai dengan fungsi dan perannya
terhadap para pelaku yang berkepentingan.
Bagi siswa, nilai menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa. oleh karena itu, para siswa
perlu mengetahui sistem grade dengan baik agar mereka tetap termotivasi untuk belajar secara
kontinu. Sedangkan bagi para guru, grade mempunyai makna yang berbeda-beda dengan melihat
skor pencapaian hasil belajar, seorang guru akan dapat menebak dan mengatakan, “Kamu tidak
belajar ya dalam ulangan yang lalu?” Sebaliknya, seorang guru akan tersenyum dan memuji
siswa untuk belajar terus karena melihat skor hasil belajar yang menunjukkan keberhasilan
dalam ujian (Sukardi, 2008: 2-14-215). Grade hasil belajar akhir adalah yang didasarkan atas
tingkah laku dan penampilan yang terarah dalam tes yang terorganisir dengan baik, memiliki
derajat yang lebih tinggi dibanding dengan grade yang hanya didasarkan atas tes kertas dan pena
saja. Pada lingkup yang lebih luas, termasuk lingkup sekolah atau lembaga pendidikan, grade
sebagai simbol yang menunjukkan keberhasilan siswa. Sebagian besar orang tua akan cepat
memahami jika para siswa menunjukkan grade yang tinggi, misalnya A dan B. mereka merasa
bangga dan mendorong anaknya untuk lebih menekuni lagi apa yang telah bisa dicapai dengan
menjadi lebih baik lagi (Sukardi, 2008: 215).
Rangking adalah peringkat. Metode ini merupakan pendekatan penskalaan komparatif yaitu
dengan menanyakan kepada responden rangking (kesatu, kedua dan seterusnya) teknik ini relatif
lebih cepat dan lebih mudah dipahami responden. Pada era ini, rapor telah digantikan dengan
LHBS (Laporan Hasil Belajar Siswa) dan tanpa ranking. Terdapat beberapa istilah dalam
pendidikan yang tidak mereka kenal semisal SSN, RSBI, UASBN, UN. KBK (Arikunto, 1993).
Dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar, pada saat-saat tertentu staf pengajar (guru, dosen,
dan lain-lain) sebagai seorang pendidik dihadapkan pada tugas untuk melaporkan 22 atau
menyampaikan informasi, baik kepada atasannya, kepada orang tua peserta didik, maupun
kepada peserta didik itu sendiri, mengenai: di manakah letak urutan kedudukan seorang peserta
didik jika dibandingkan dengan peserta didik lainnya, di tengah-tengah kelompok di mana
peserta didik itu berada. Dengan kata lain pihak-pihak yang bersangkutan akan dapat mengetahui
standing position masing-masing peserta didik dari waktu ke waktu; apakah posisinya senantiasa
stabil, semakin meningkat atau sebaliknya posisinya cenderung menurun.
Menurut Sudijono (2009) dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan urutan kedudukan
atau rangking peserta didik di tengah-tengah kelompoknya adalah letak seorang peserta didik
dalam urutan tingkatan atau rangking. Untuk menentukan ranking atau kedudukan siswa dapat
dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu:
1. Ranking Sederhana (Simple Rank) Urutan yang menunjukkan letak atau kedudukan
seseorang dalam kelompok dan dinyatakan dengan nomor atau angka biasa.
Cara menulis ranking di dalam buku rapor pada umumnya adalah sebagai berikut:
b. Apabila terdapat urutan kedudukan yang sama atau kembar, maka dalam penentuan
rankingnya digunakan rata-rata hiyung yaitu: 1) Siswa bernama Boy Anggi Pratama
dan Andi Triandoko sama-sama memiliki NEM sebesar 44,17. kedua siswa tersebut
menurut urutan kedudukannya seharusnya berada pada urutan ke-5 dan ke-6. Karena
terjadi kekembaran dua, maka urutan kedudukan bagi kedua siswa tersebut ditentukan
dengan = (5+6) : 2 = 5.5 2) Siwa bernama Bowo, Agus, dan Thomas masing-masing
memiliki NEM sebesar 43.17. ketiga siswa tersebut seharusnya menduduki urutan ke-
7, 8, dan 9. Karena terjadi kekembaran tiga, maka ranking bagi ketiga siswa tersebut
ditentukan = (7+8+9) : 3 = 8. 24
b. Mencari atau menghitung banyaknya peserta didik dalam kelompok yang ada, yaitu
N-SR
3. Standar Deviasi
Penentuan kedudukan seseorang dengan membagi kelas atas kelompok-
kelompok. Berbeda dengan simple rank dan percentile rank, maka disini penyusun urutan
kedudukan siswa didasarkan pada atau dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran
25 statistik. Ada 5 (lima) jenis ranking yang disusun menggunakan ukuran mean dan
deviasi standar, yaitu:
Penyusunan urutan kedudukan peserta didik menjadi tiga tingkatan, yaitu: ranking
atas (kelompok peserta didik dengan kemapuan tinggi), ranking tengah (ranking
peserta didik dengan kemampuan sedang), dan ranking bawah (kelompok peserta
didik dengan kemampuan rendah). Patokan untuk menentukan ranking atas, ranking
tengah, dan ranking bawah adalah sebagai berikut: Atas Mean + 1 SD Tengah Mean –
1 SD Bawah Jika dilukiskan dalam bentuk kurva sebagai berikut: Nomor Urutan
Murid NEM (x)
Dalam penyusunan urutan kedudukan atas lima ranking, testee disusun menjadi lima
kelompok, yaitu ranking 1 =kelompok “amat baik”, ranking 2 = kelompok “baik”,
ranking 3 = kelompok “cukup”, ranking 4 = kelompok “kurang” dan ranking 5 =
kelompok “kurang sekali”. Patokan yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Baik
sekali M + 1,5 SD Baik M + 0,5 SD Cukup M – 0,5 SD Kurang M – 1,5 SD Kurang
sekali Jika dilukiskan dalam bentuk kurva simetrik adalah sebagai berikut: Contoh:
Telah diperoleh mean sebesar 43,0625 dengan SD sebesar 10,2985 itu kita tentukan
ranking limanya, maka dengan menggunakan patokan tersebut diatas, penentuan
ranking limanya adalah sebagai berikut: Baik sekali Mean + 1,5 SD = 43,0625 + (1,5)
(10,2985) = 58,51025 Baik 28 Mean + 0,5 SD = 43,0625 + (0,5) (10,2985) =
48,21175 Cukup Mean – 0,5 SD = 43,0625 – (0,5) (10,2985) = 37,91325 Kurang
Mean – 1,5 SD = 43,0625 – (1,5) (10,2985) = 27,61475 Kurang sekali
Dalam penyusunan urutan kedudukan atas sebelas ranking, testee disusun menjadi 11
urutan kedudukan (ranking), di mana:
d. Menggunakan Z – Score
Mencari deviasi X1, X2, X3, X4, X5 dengan rumus: x1 = X1 – Mx1 : dst.
e. Menggunakan T – Score
T – Score adalah angka skala yang mengunakan mean sebesar 50 (M = 50) dan
deviasi standar sebesar 10 (SD = 10).
T – Score = 10Z + 50
T – Score = 50 + 10 Z
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian merupakan sebuah proses yang didesain untuk membantu guru menemukan hal-hal
yang telah dipelajari siswa di dalam kelas dan tingkat keberhasilannya dalam pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, terdapat 2 metode pendekatan dalam mengolah hasil evaluasi tersebut,
yakni metode Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Pendekatan Penilaian Acuan
Norma (PAN). Keduanya memiliki kesamaan, yang berbeda hanya pada penghitungan Standar
deviasinya. Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan hasil
tes belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Pengolahan hasil penilaian dalam bentuk
peringkat atau ranking merupakan suatu teknik mengolah data hasil pembelajaran siswa menjadi
suatu bentuk apresiasi berupa angka, huruf, atau deskripsi selama waktu pembelajaran yg telah
dilaluinya. Peringkat dapat menjadi motivasi maupun teguran bagi siswa itu sendiri, walaupun
sejatinya ranking bukanlah tolak ukur yg scr pasti dapat menilai seseorang itu pandai atau tidak.
Pemberian ranking membutuhkan beberapa teknik statistika dibagi menjadi, Simple Rank,
Percentile Rank, dan Standar Deviasi yg terdiri dari 5 bentuk yaitu penyusunan urutan
kedudukan atas 3 Ranking, 5 Ranking, 11 Ranking, serta penggunaan Z – Score, dan T – Score.
B. Saran
Arifin, Zainal. 2006. Konsep Guru tentang Evaluasi dan Aplikasinya dalam Proses
Pembelajaran. Bandung: Program Pascasarjana UPI. Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi
Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya Arikunto, S. 1993. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suahrsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara. Farida, Ida. 2017. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Gerritsen-van Leeuwenkamp, Karin J., et al. 2017. Assessment quality in tertiary
education: An integrative literature review. Journal of Studies in Educational Evaluation. Vol 55:
94- 116. Purwanto, M. Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. Raimondo, Estelle. 2018. The Power and Dysfunctions of Evaluation
Systems in International Organizations. SAGE Journal. Vol 24 (1): 1. ISSN: 1356-3890 Slamet.
1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukardi. 2008. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip dan Operasinya.
Jakarta: PT Bumi Aksara