Anda di halaman 1dari 19

TEKNIK PENGOREKSIAN DAN PENSKORAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi
Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 9

Khumair Sundus M. (11170161000037)


Siddiq Ali Subhan (11170161000038)
Aliestya Lufinsky K. (11170161000053)

Pendidikan Biologi 5B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Teknik Pengoreksian dan Penskoran” dengan tepat waktu. Penyusunan makalah
ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok pada Mata Kuliah Evaluasi
Pembelajaran Biologi yang diampu oleh Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd.

Dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh banyak bantuan dari


berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikannya dengan maksimal. Oleh karena
itu, kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan-kekurangan, baik dalam susunan bahasa maupun penulisan. Oleh
karena itu, dengan kerendahan hati kami selaku penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata
penyusun berharap kerangka acuan makalah ini dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penyusun pada
khususnya.

Tangerang Selatan, 26 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
1
A. Latar Belakang
Masalah…………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………...1
C.
Tujuan……………………………………………………………..1
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………….3
A. Pengertian Pengoreksian dan
Penskoran………………………....3
B. Macam-macam Teknik Pengoreksian……………………………3
C. Cara Pemberian Skor dan Teknik Pengoreksian…………………
7
D. Mengolah dan Mengubah Skor Hasil
Tes………………………..9
E. Perbedaan Skor Denda dan Tanpa
Denda……………………….12
BAB III
PENUTUP…………………………………………………...14
A. Simpulan………………………………………………………...14
B. Saran……………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
15

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka setiap kegiatan evaluasi
atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk
memperoleh informasi atau data. Berdasarkan data tersebut kemudian dicoba
membuat suatu keputusan. Sudah barang tentu informasi atau data yang
dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi
yang direncanakan.
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh
mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai ssiwa.
Dalam dunia pendidikan pasti dilakukan suatu evaluasi, salah satunya
dengan cara tes dikumpulkan dan kemudian dilakukan penilaian dan
pemberian skor. Penilaian yang meliputi pengertian penskoran dan
pengoreksian, cara menskor dan teknik pengoreksian serta langkah-langkah
mengolah dan mengubah skor hasil tes.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengoreksian dan penskoran?
2. Apa saja macam-macam teknik pengoreksian?
3. Bagaimana cara pemberian skor dan teknik pengoreksian?
4. Bagaimana cara mengolah dan mengubah skor hasil tes?
5. Apa perbedaan antara skor denda dengan tanpa denda?

C. Tujuan
1. Menjelaskan mengenai pengoreksian dan penskoran.
2. Menjelaskan macam-macam teknik pengoreksian.
3. Menjelaskan mengenai cara pemberian skor dan teknik pengoreksian.
4. Menjelaskan cara mengolah dan mengubah skor hasil tes.

1
5. Membedakan antara skor denda dengan tanpa denda.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengoreksian dan Penskoran


Skor adalah bilangan yang diberikan atas jawaban siswa terhadap sebuah
tes hasil belajar1. Skor dan nilai memiliki arti yang berbeda, menurut
Arikunto (1987) skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab benar oleh
siswa. Sementara nilai adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan
acuan tertentu yakni acuan normal dan acuan standar2.
Penskoran harus dilakukan seobjektif mungkin yang bila pekerjaan siswa
diperiksa oleh dua atau tiga guru menghasilkan data yang relatif sama.
Penskoran dapat dilakukan apabila aturan skoring telah ditentukan lebih
dahulu. Tes objektif dan uraian menerapkan aturan skoring yang berbeda.
Pada tes objektif, kebenaran jawaban bersifat mutlak. Jawaban hanya
mempunyai dua kemungkinan yaitu benar dan salah3. Pada tes uraian
kebenaran jawaban bertingkat sesuai dengan derajat kesesuaian jawaban
siswa dengan kunci jawabannya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penentuan skor pada masing-masing soal adalah tingkat kesulitan, panjang
atau pendeknya penyelesaian, dan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikannya4.

B. Macam-macam Teknik Pengoreksian


Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), secara
lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes
hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam pengoreksian hasil-
hasilnya.
1. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk
1
Kadek Ayu Astiti, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Andi, 2017), hlm. 70.
2
Ibid., hlm. 73.
3
Kadek Ayu Astiti, loc.cit.
4
Ibid., hlm 71.

3
uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis) bentuk
obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu
memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik
pengoreksian hasil-hasilnya pun berbeda pula.5
a. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan pengoreksian hasil tes uraian ini ada dua hal
yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak
atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes
subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian
itu akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara
mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur
pengoreksiannya adalah sebagai berikut:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan
membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
2) Atas dasar hasil perbandingan tersebut, guru lalu memberikan skor
untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari
jawaban siswa tersebut.
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan
didasarkan pada standar relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan
pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai
berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh
seluruh siswa, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai
keseluruhan jawaban yang ada.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh
siswa.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga,
dan seterusnya.

5
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 289.

4
4) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh
siswa dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor
(yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan
penentuan nilai).6

b. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Obyektif


Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif pada
umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban, ada
beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk
mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu  sebagai berikut :7
1) Kunci berdampingan (strip keys)
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang
benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah,
adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban
tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu
cocokkan, apabila jawaban yang diberikan oleh siswa benar maka
diberi tanda (+) dan apabila salah diberi tanda (-).
2) Kunci sistem karbon (carbon system key)
Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan tanda
silang (X) pada salah satu jawaban yang mereka anggap benar
kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh guru tersebut diletakan
diatas lembar  jawaban siswa yang sudah ditumpangi karbon kemudian
guru memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga
ketika diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang
berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam
adalah benar.
3) Kunci system tusukan (panprick system key)
Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci
system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci sistem ini, untuk
jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat penusuk
lainnya sementara lembar jawaban siswa berada dibawahnya, sehingga
6
Ibid., hlm. 290-292.
7
Ibid., hlm. 292-295.

5
tusukan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya.
Jawaban yang benar akan tekena tusukan sedangkan yang salah tidak.
4) Kunci berjendela (window key)
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
(a) Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
(b) Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah
menyerupai jendela
(c) Lembar jawaban teste diletakan dibawah  kunci berjendela
(d) Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan
pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut
berarti benar dan sebaliknya.

2. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Lisan


Pengoreksian yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban –
jawaban siswa pada tes hasil belajar secara lisan pada umumnya bersifat
subjektif, sebab dalam tes lisan itu siswa tidak berhadapan dengan lembar
jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan
dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing mempunyai
ciri dan karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi guru untuk
bertindak kurang atau bahkan tidak objektif.8
Dalam hal ini, pengoreksian terhadap jawaban siswa hendaknya
dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :
a. Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh siswa.
Pernyataan tersebut mengandung makna “Apakah jawaban yang
diberikan oleh siswa sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada
dan sesuai dengan kunci jawaban yang telah disusun oleh guru.”
b. Kelancaran siswa dalam mengemukakan jawaban
Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas soal – soal
yang diajukan kepada siswa itu cukup lancar sehingga mencerminkan
tingkat pemahaman siswa terhadap materi pertanyaan yang diajukan
kepadanya
8
Muchtar Buchori, Teknik-teknik Evaluasi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Pelajar, 2003),
hlm. 220.

6
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh siswa secara lancar
dihadapan guru, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga
guru harus benar – benar memperhatikan jawaban siswa tersebut, apakah
jawaban siswa itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau
sebaliknya.
d. Kemampuan siswa dalam mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan
akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh siswa secara
ragu – ragu merupakan salah satu indikator bahwa siswa kurang
menguasai materi yang diajukan kepadanya. Demikian seterusnya, penguji
dapat menambahkan unsur lain yang dirasa perlu dijadikan bahan
penilaian seperti : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi
penguji (guru).9

3. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Perbuatan


Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil-hasil tes nya dilakukan
dengan menggunakan observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu diamati
adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan lain sebagainya. Untuk dapat
menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap
gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.
Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati
calon guru yang melaksanakan praktek mengajar, aspek-aspek yang
diamati meliputi 17 unsur dengan skor minimum 1 (satu) dan maksimum
(lima).10

C. Pemberian Skor dan Teknik Pengoreksian


Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya
disesuaikan dengan bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, yaitu tes
uraian (essay) atau tes obyektif (objektive test).
9
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 297-
298.
10
Ibid., h. 298-299.

7
1. Pemberian Skor pada Tes Uraian 
Pada tes uraian, pemberian skor didasarkan pada bobot (weight)
yang diberikan pada setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan
tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau banyak sedikitnya unsur yang
terdapat dalam jawaban yang dianggap benar.
2. Pemberian Skor pada Tes Objektif
Pemberian skor pada tes obyektif pada umumnya digunakan sistem
denda. Untuk soal obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi
skor maksimal 1 (satu). Apabila testee menjawab benar maka diberikan
skor 1 dan apabila salah maka diberikan skor 0.

Banyak guru yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta
didiknya, tetapi tidak memperhatikan cara mengolahnya sehingga data
tersebut menjadi mubazir (data tanpa makna). Sebaliknya, jika hanya ada data
yang relative sedikit, tetapi sudah mengetahui cara pengolahannya, maka data
tersebut akan mempunyai makna. Pada umumnya, pengolahan data hasil tes
menggunakan bantuan statistik. Analisis statistik digunakan jika ada data
kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka, sedangkan untuk data
kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan
statistik.

Bila semua jawaban siswa dalam suatu tes sudah diperiksa dan diberikan
skor, maka kita akan memperoleh skor akhir untuk setiap siswa. Skor inilah
yang disebut dengan skor mentah. Kegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati karena menjadi dasar bagi pengolahan hasil tes menjadi nilai
prestasi. Kita tidak dapat menjadikan skor mentah ini sebagai nilai akhir
untuk siswa, kita harus mengubah dan mengolahnya terlebih dahulu menjadi
skor terjabar. Dalam mengolah skor mentah (raw score) menjadi nilai huruf
dan skor standart dengan urutan uraian sebagai berikut11:

1. Mengolah skor mentah menjadi nilai huruf.


2. Mengolah skor mentah menjadi skor standart 1-10.
11
Sigit Pramono, Panduan Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Diva Press,
2014), hlm. 192.

8
  

D. Mengolah dan Mengubah Skor Hasil Tes


Dalam hal pekerjaan menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3
macam alat bantu yaitu:
1. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.
2. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci
skoring.
3. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian12.

Menurut Zainal, untuk mengolah hasil data pada tes ada empat tahapan
yang harus diperhatikan. Pertama, menskor yaitu memberi skor pada hasil tes
yang dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah
diperlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci skoring, dan
pedoman penilaian. Kedua, mengubah skor mentah menjadi skor standar
sesuai dengan norma tertentu. Ketiga, mengkonversi skor standar ke dalam
nilai, baik berupa huruf ataupun angka. Keempat, melakukan analisis soal
(jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal,
tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.

Setelah semua kegiatan tes dan lembar jawaban peserta didik diperiksa
kebenaran, kesalahan, dan kelengkapannya, selanjutnya menghitung skor
mentah untuk peserta didik berdasarkan rumus-rumus tertentu dan bobot
setiap nilai. Rumus penskoran bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan
bobot bergantung pada tingkat kesukaran soal13.

1. Cara Menskor Soal-Soal Essay


a. Nilailah jawaban-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan
hasil belajar yang sedang diukur.

12
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), hlm. 223.
13
Arifin Zainal, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 220.

9
b. Untuk soal-soal essay dengan jawaban terbatas, berilah skor
dengan point method; gunakan pedoman jawaban sebagai petunjuk.
Tulislah lebih dahulu pedoman jawabannya untuk tiap soal dan
tentukan nilai skor yang dikenakan kepada tiap soal atau bagian
soal (dengan pembobotan).
c. Untuk soal-soal essay dengan jawaban terbuka, nilailah dengan
rating method; gunakan criteria tertentu sebagai pedoman
penilaian.
d. Evaluasilah semua jawaban siswa soal demi soal, dan bukan siswa
demi siswa.
e. Evaluasilah jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui
identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
f. Bila memungkinkan, mintalah dua atau tiga orang guru lain, yang
mengetahui masalah itu, untuk menilai tiap jawaban. Ini diperlukan
untuk mengecek keandalan skoring terhadap jawaban-jawaban
essay itu14.

2. Cara Menskor Tes Objektif


a. Multiple choice (Pilihan Ganda)
Item yang dijawab betul diberi skor 1 dan yang salah diberi
skor 0. Untuk menghitung skor terakhir dari tes yang berbentuk
pilihan ganda dipergunakan rumus sebagai berikut:

W
S=R-
n−1
Contoh penggunaan:
Umpamakan kita membuat tes yang berbentuk pilihan ganda
sebanyak 20 item, dengan option 4 tiap item. Seorang siswa
bernama Amat dapat menjawab betul 14 item dan salah 6. Maka
skor yang diperoleh Amat sebagai berikut:
W 6
S=R- = 14 - = 14 – 2 = 12
n−1 4−1

14
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 64.

10
b. True false (Benar-Salah)
Setiap item tes bentuk benar-salah diberi skor maksimum 1.
Item yang dijawab betul diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0.
Untuk menghitung skor akhir dari seluruh item tes bentuk benar-
salah biasanya dipergunakan rumus sebagai berikut:
atau
R−W S=R-W
S=
n−1
Contoh penggunaan:
Umpamakan jumlah item B-S = 20
Seorang siswa bernama Ali dapat menjawab betul 13 item dan
salah 7 item. Maka skor yang diperoleh Ali adalah:

13−7
S= =6
2−1

c. Matching (Menjodohkan)
Untuk menilai suatu tes yang berbentuk matching,
diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja.
Rumusnya sama dengan bentuk tes completion, yakni:

S=R
Contoh penggunaan:
Misalkan sebuah tes berbentuk matching banyaknya 10 item.
Ahmad dapat mengerjakan 7 item betul dan 3 item salah. Maka
skor yang diperoleh Ahmad = 10 – 3 = 7.

3. Skor terakhir dari tiap siswa


a. Jika suatu tes terdiri atas satu macam bentuk saja, maka skor
terakhir dari setiap siswa yang di tes hitung dengan menggunakan
rumus masing-masing seperti yang telah diuraikan di atas.
b. Jika suatu tes terdiri atas beberapa macam bentuk, maka skor
terakhir seorang siswa yang di tes berupa jumlah skor dari seluruh
bentuk tes yang telah dihitung menurut rumus masing-masing.

11
Misalkan suatu tes terdiri atas empat macam bentuk, yakni:
True-false = 30 item; tingkat kesukaran ditentukan 1
Multiple choice = 20 item; tingkat kesukaran ditentukan 2.
Option = 4.
Matching = 10 item; tingkat kesukaran ditentukan 3.
Essay = 4 item; tingkat kesukaran ditentukan 5.
Dalam menentukan tingkat kesukaran tersebtu berarti sekaligus
kita telah mengadakan “pembobotan” untuk tiap bentuk tes
menurut kesukarannya.
Seorang murid bernama Basir mengerjakan tes tersebut
dengan hasil sebagai berikut:

Betul Salah Skor


True-false 22 8 S = 22 – 8 = 14
Multiple S = (2 × 14) -
choice 14 6 = 24
(2 ×6)
4−1
Matching 7 2 S=7×3 = 21
Essay 3 1 S=3×5 = 15
Skor terakhir yang diperoleh Basir = 74

Skor yang diperoleh Basir sebesar 74 itu merupakan skor mentah


yang belum diolah ke dalam skor standar atau skala penilaian yang
kita kehendaki15. (hal. 64-69)
Skor maksimum dari tes yang dilakukan Basir adalah 100,
namun Basir hanya mendapatkan skor sebesar 74. Ini berarti bahwa

74
Basir menguasai × 100% atau hanya 74%. Dalam daftar nilai,
100
maka ditulis bahwa Basir mendapat nilai 74.

E. Perbedaan Skor Denda dan Bukan Denda


Tes objektif memiliki beberapa model, seperti: menjodohkah, jawaban
singkat, dan pertanyaan benar-salah. Tes dengan model pilihan ganda (PG)
paling banyak digunakan oleh sekolah. Tes PG disebut tes objektif karena
15
Ibid., hlm. 64-69.

12
penilaiannya hanya ada 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.
Tes uraian termasuk dalam tes berbentuk subjektif, tes ini bersifat subjektif
karena penilaiannya tidak objektif, yaitu tidak 0 jika jawaban salah dan tidak
1 jika jawaban benar. Jumlah pilihan jawaban di dalam tes PG berjumlah 3
sampai 5 pilihan. Pada sekolah dasar di gunakan tes PG dengan 3 sampai 4
pilihan.
Untuk tingkat menengah digunakan tes PG dengan 4 sampai 5 pilihan.
Semakin banyak pilihan jawaban akan semakin membuat soal menjadi sukar.
Siswa yang memiliki kemampuan rendah akan sulit untuk menebak karena
pilihan jawaban terdiri dari jawaban benar dan jawaban pengecoh. Semakin
banyak pilihan jawaban maka semakin banyak pengecoh sehingga
kemungkinan besar siswa yang menebak akan salah.
Dalam tes PG ada berbagai cara menentukan skor, di antaranya dengan
cara konvensional, dan penalti. Teknik penskoran konvensional disebut juga
correct score atau summated rating adalah pemberian skor dengan cara
menjumlahkan jawaban betul pada satu tes. Penskoran ini disebut sebagai
skor bukan denda. Sedangkan, teknik penskoran penalti memberikan nilai
negatif sesuai dengan jumlah butir yang dijawab salah (Skor Denda).16

16
Khaerudin. Teknik Penskoran Tes Objektif Pilihan Ganda. Jurnal Madaniyah Vol 2 (XI)
Agustus 2016.

13
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Penskoran adalah pembuatan skor hasil tes prestasi peserta didik
berdasarkan model tipe soal dan pembobotannya pada suatu perangkat tes,
umumnya hasil penskoran dirupakan dalam bentuk angka. Secara umum
faktor yang mempengaruhi skor adalah hal yang permanen dalam diri siswa,
hal yang temporer dalam diri siswa, penyelenggaraan, dan hal yang tidak
pernah diperhitungkan lainnya. 
Dalam membuat penskoran dan pembobotan butir soal suatu tes, maka
yang harus diperhatikan adalah tingkatan dalam setiap domain (kognitif,
afektif, dan psikomotor). Bentuk perangkat tes yang baik adalah tes yang
butir-butir soalnya disusun dengan memperhatikan komponen-komponen
tingkatan dalam suatu domain dan tersusun lebih dari satu bentuk tes.
Sebelum atau selama pembuatan soal tes, guru harus merencanakan
bentuk-bentuk penskoran yang akan diberlakukan. Hal ini akan dapat
membantu guru dalam melaksanakan prinsip objektif dan metodik dalam
kegiatan penskoran sehingga tidak terkesan asal memberi skor. Hasil
penskoran yang terencana akan memudahkan kegiatan berikutnya dalam
penilaian, yaitu mengkonversi skor hasil belajar menjadi skor prestasi atau
nilai standar.

B. Saran
Sebagai seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang
profesional dalam memberikan skor atau nilai kepada siswa. Hal ini perlu
diperhatikan oleh guru karena hasil dari skoring memiliki implikasi yang luas
dan kompleks, tidak hanya pada siswa tetapi juga pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap nilai tersebut. Maka dari itu, guru harus memiliki
pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang profesional dalam
memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa sehingga dapat benar-
benar merepresentasikan capaian hasil belajar siswa. 

14
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).


Jakarta: Bumi Aksara.
Buchori, Muchtar. 2003. Teknik-teknik Evaluasi Pendidikan. Bandung: Pustaka
Pelajar.
Khaerudin. Teknik Penskoran Tes Objektif Model Pilihan Ganda. Jurnal
Madaniyah Vol 2 (XI) Agustus 2016.
Pramono, Sigit. 2014. Panduan Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar.
Yogyakarta: Diva Press.
Purwanto, M. Ngalim. 2004. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Zainal, Arifin. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

15

Anda mungkin juga menyukai