Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi
Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd.
Disusun oleh:
Kelompok 9
Pendidikan Biologi 5B
Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Teknik Pengoreksian dan Penskoran” dengan tepat waktu. Penyusunan makalah
ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok pada Mata Kuliah Evaluasi
Pembelajaran Biologi yang diampu oleh Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
1
A. Latar Belakang
Masalah…………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………...1
C.
Tujuan……………………………………………………………..1
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………….3
A. Pengertian Pengoreksian dan
Penskoran………………………....3
B. Macam-macam Teknik Pengoreksian……………………………3
C. Cara Pemberian Skor dan Teknik Pengoreksian…………………
7
D. Mengolah dan Mengubah Skor Hasil
Tes………………………..9
E. Perbedaan Skor Denda dan Tanpa
Denda……………………….12
BAB III
PENUTUP…………………………………………………...14
A. Simpulan………………………………………………………...14
B. Saran……………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
15
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengoreksian dan penskoran?
2. Apa saja macam-macam teknik pengoreksian?
3. Bagaimana cara pemberian skor dan teknik pengoreksian?
4. Bagaimana cara mengolah dan mengubah skor hasil tes?
5. Apa perbedaan antara skor denda dengan tanpa denda?
C. Tujuan
1. Menjelaskan mengenai pengoreksian dan penskoran.
2. Menjelaskan macam-macam teknik pengoreksian.
3. Menjelaskan mengenai cara pemberian skor dan teknik pengoreksian.
4. Menjelaskan cara mengolah dan mengubah skor hasil tes.
1
5. Membedakan antara skor denda dengan tanpa denda.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis) bentuk
obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu
memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik
pengoreksian hasil-hasilnya pun berbeda pula.5
a. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan pengoreksian hasil tes uraian ini ada dua hal
yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan
penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak
atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes
subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian
itu akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara
mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur
pengoreksiannya adalah sebagai berikut:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan
membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
2) Atas dasar hasil perbandingan tersebut, guru lalu memberikan skor
untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari
jawaban siswa tersebut.
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan
didasarkan pada standar relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan
pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai
berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh
seluruh siswa, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai
keseluruhan jawaban yang ada.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh
siswa.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga,
dan seterusnya.
5
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 289.
4
4) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh
siswa dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor
(yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan
penentuan nilai).6
5
tusukan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya.
Jawaban yang benar akan tekena tusukan sedangkan yang salah tidak.
4) Kunci berjendela (window key)
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
(a) Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
(b) Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah
menyerupai jendela
(c) Lembar jawaban teste diletakan dibawah kunci berjendela
(d) Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan
pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut
berarti benar dan sebaliknya.
6
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh siswa secara lancar
dihadapan guru, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga
guru harus benar – benar memperhatikan jawaban siswa tersebut, apakah
jawaban siswa itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau
sebaliknya.
d. Kemampuan siswa dalam mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan
akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh siswa secara
ragu – ragu merupakan salah satu indikator bahwa siswa kurang
menguasai materi yang diajukan kepadanya. Demikian seterusnya, penguji
dapat menambahkan unsur lain yang dirasa perlu dijadikan bahan
penilaian seperti : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi
penguji (guru).9
7
1. Pemberian Skor pada Tes Uraian
Pada tes uraian, pemberian skor didasarkan pada bobot (weight)
yang diberikan pada setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan
tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau banyak sedikitnya unsur yang
terdapat dalam jawaban yang dianggap benar.
2. Pemberian Skor pada Tes Objektif
Pemberian skor pada tes obyektif pada umumnya digunakan sistem
denda. Untuk soal obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi
skor maksimal 1 (satu). Apabila testee menjawab benar maka diberikan
skor 1 dan apabila salah maka diberikan skor 0.
Banyak guru yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta
didiknya, tetapi tidak memperhatikan cara mengolahnya sehingga data
tersebut menjadi mubazir (data tanpa makna). Sebaliknya, jika hanya ada data
yang relative sedikit, tetapi sudah mengetahui cara pengolahannya, maka data
tersebut akan mempunyai makna. Pada umumnya, pengolahan data hasil tes
menggunakan bantuan statistik. Analisis statistik digunakan jika ada data
kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka, sedangkan untuk data
kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan
statistik.
Bila semua jawaban siswa dalam suatu tes sudah diperiksa dan diberikan
skor, maka kita akan memperoleh skor akhir untuk setiap siswa. Skor inilah
yang disebut dengan skor mentah. Kegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati karena menjadi dasar bagi pengolahan hasil tes menjadi nilai
prestasi. Kita tidak dapat menjadikan skor mentah ini sebagai nilai akhir
untuk siswa, kita harus mengubah dan mengolahnya terlebih dahulu menjadi
skor terjabar. Dalam mengolah skor mentah (raw score) menjadi nilai huruf
dan skor standart dengan urutan uraian sebagai berikut11:
8
Menurut Zainal, untuk mengolah hasil data pada tes ada empat tahapan
yang harus diperhatikan. Pertama, menskor yaitu memberi skor pada hasil tes
yang dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah
diperlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci skoring, dan
pedoman penilaian. Kedua, mengubah skor mentah menjadi skor standar
sesuai dengan norma tertentu. Ketiga, mengkonversi skor standar ke dalam
nilai, baik berupa huruf ataupun angka. Keempat, melakukan analisis soal
(jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal,
tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.
Setelah semua kegiatan tes dan lembar jawaban peserta didik diperiksa
kebenaran, kesalahan, dan kelengkapannya, selanjutnya menghitung skor
mentah untuk peserta didik berdasarkan rumus-rumus tertentu dan bobot
setiap nilai. Rumus penskoran bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan
bobot bergantung pada tingkat kesukaran soal13.
12
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), hlm. 223.
13
Arifin Zainal, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 220.
9
b. Untuk soal-soal essay dengan jawaban terbatas, berilah skor
dengan point method; gunakan pedoman jawaban sebagai petunjuk.
Tulislah lebih dahulu pedoman jawabannya untuk tiap soal dan
tentukan nilai skor yang dikenakan kepada tiap soal atau bagian
soal (dengan pembobotan).
c. Untuk soal-soal essay dengan jawaban terbuka, nilailah dengan
rating method; gunakan criteria tertentu sebagai pedoman
penilaian.
d. Evaluasilah semua jawaban siswa soal demi soal, dan bukan siswa
demi siswa.
e. Evaluasilah jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui
identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
f. Bila memungkinkan, mintalah dua atau tiga orang guru lain, yang
mengetahui masalah itu, untuk menilai tiap jawaban. Ini diperlukan
untuk mengecek keandalan skoring terhadap jawaban-jawaban
essay itu14.
W
S=R-
n−1
Contoh penggunaan:
Umpamakan kita membuat tes yang berbentuk pilihan ganda
sebanyak 20 item, dengan option 4 tiap item. Seorang siswa
bernama Amat dapat menjawab betul 14 item dan salah 6. Maka
skor yang diperoleh Amat sebagai berikut:
W 6
S=R- = 14 - = 14 – 2 = 12
n−1 4−1
14
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 64.
10
b. True false (Benar-Salah)
Setiap item tes bentuk benar-salah diberi skor maksimum 1.
Item yang dijawab betul diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0.
Untuk menghitung skor akhir dari seluruh item tes bentuk benar-
salah biasanya dipergunakan rumus sebagai berikut:
atau
R−W S=R-W
S=
n−1
Contoh penggunaan:
Umpamakan jumlah item B-S = 20
Seorang siswa bernama Ali dapat menjawab betul 13 item dan
salah 7 item. Maka skor yang diperoleh Ali adalah:
13−7
S= =6
2−1
c. Matching (Menjodohkan)
Untuk menilai suatu tes yang berbentuk matching,
diperhitungkan dari jumlah item yang dijawab betul saja.
Rumusnya sama dengan bentuk tes completion, yakni:
S=R
Contoh penggunaan:
Misalkan sebuah tes berbentuk matching banyaknya 10 item.
Ahmad dapat mengerjakan 7 item betul dan 3 item salah. Maka
skor yang diperoleh Ahmad = 10 – 3 = 7.
11
Misalkan suatu tes terdiri atas empat macam bentuk, yakni:
True-false = 30 item; tingkat kesukaran ditentukan 1
Multiple choice = 20 item; tingkat kesukaran ditentukan 2.
Option = 4.
Matching = 10 item; tingkat kesukaran ditentukan 3.
Essay = 4 item; tingkat kesukaran ditentukan 5.
Dalam menentukan tingkat kesukaran tersebtu berarti sekaligus
kita telah mengadakan “pembobotan” untuk tiap bentuk tes
menurut kesukarannya.
Seorang murid bernama Basir mengerjakan tes tersebut
dengan hasil sebagai berikut:
74
Basir menguasai × 100% atau hanya 74%. Dalam daftar nilai,
100
maka ditulis bahwa Basir mendapat nilai 74.
12
penilaiannya hanya ada 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.
Tes uraian termasuk dalam tes berbentuk subjektif, tes ini bersifat subjektif
karena penilaiannya tidak objektif, yaitu tidak 0 jika jawaban salah dan tidak
1 jika jawaban benar. Jumlah pilihan jawaban di dalam tes PG berjumlah 3
sampai 5 pilihan. Pada sekolah dasar di gunakan tes PG dengan 3 sampai 4
pilihan.
Untuk tingkat menengah digunakan tes PG dengan 4 sampai 5 pilihan.
Semakin banyak pilihan jawaban akan semakin membuat soal menjadi sukar.
Siswa yang memiliki kemampuan rendah akan sulit untuk menebak karena
pilihan jawaban terdiri dari jawaban benar dan jawaban pengecoh. Semakin
banyak pilihan jawaban maka semakin banyak pengecoh sehingga
kemungkinan besar siswa yang menebak akan salah.
Dalam tes PG ada berbagai cara menentukan skor, di antaranya dengan
cara konvensional, dan penalti. Teknik penskoran konvensional disebut juga
correct score atau summated rating adalah pemberian skor dengan cara
menjumlahkan jawaban betul pada satu tes. Penskoran ini disebut sebagai
skor bukan denda. Sedangkan, teknik penskoran penalti memberikan nilai
negatif sesuai dengan jumlah butir yang dijawab salah (Skor Denda).16
16
Khaerudin. Teknik Penskoran Tes Objektif Pilihan Ganda. Jurnal Madaniyah Vol 2 (XI)
Agustus 2016.
13
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Penskoran adalah pembuatan skor hasil tes prestasi peserta didik
berdasarkan model tipe soal dan pembobotannya pada suatu perangkat tes,
umumnya hasil penskoran dirupakan dalam bentuk angka. Secara umum
faktor yang mempengaruhi skor adalah hal yang permanen dalam diri siswa,
hal yang temporer dalam diri siswa, penyelenggaraan, dan hal yang tidak
pernah diperhitungkan lainnya.
Dalam membuat penskoran dan pembobotan butir soal suatu tes, maka
yang harus diperhatikan adalah tingkatan dalam setiap domain (kognitif,
afektif, dan psikomotor). Bentuk perangkat tes yang baik adalah tes yang
butir-butir soalnya disusun dengan memperhatikan komponen-komponen
tingkatan dalam suatu domain dan tersusun lebih dari satu bentuk tes.
Sebelum atau selama pembuatan soal tes, guru harus merencanakan
bentuk-bentuk penskoran yang akan diberlakukan. Hal ini akan dapat
membantu guru dalam melaksanakan prinsip objektif dan metodik dalam
kegiatan penskoran sehingga tidak terkesan asal memberi skor. Hasil
penskoran yang terencana akan memudahkan kegiatan berikutnya dalam
penilaian, yaitu mengkonversi skor hasil belajar menjadi skor prestasi atau
nilai standar.
B. Saran
Sebagai seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang
profesional dalam memberikan skor atau nilai kepada siswa. Hal ini perlu
diperhatikan oleh guru karena hasil dari skoring memiliki implikasi yang luas
dan kompleks, tidak hanya pada siswa tetapi juga pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap nilai tersebut. Maka dari itu, guru harus memiliki
pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang profesional dalam
memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa sehingga dapat benar-
benar merepresentasikan capaian hasil belajar siswa.
14
DAFTAR PUSTAKA
15