Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Fisika
Dosen Pengampu :
Widya Wati, M.Pd.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pengolahan Hasil Penilaian” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Dan juga penulis berterima kasih pada Ibu Widya Wati M.Pd selaku Dosen mata kuliah
Evaluasi Pembelajaran Fisika yang telah memberikan kepercayaan serta dukungan
kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pengolahan Hasil Penilaian dalam proses
belajar mengajar. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I | PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................................2
BAB II | PEMBAHASAN
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif .........3
B. Pengolahan Data Hasil Tes: PAP dan PAN ........................................................6
C. Beberapa Skala Penilaian .....................................................................................8
D. Distribusi Nilai ...................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Arifin, Zainal, Konsep Guru Tentang Evluasinya dan Aplikasinya Dalam Proses
Pembelajaran, (Bandung : Program Sarjana URPI, 2006), Hlm. 23
2
Ibid, Hlm. 26
Bagi buru nilai siswa dapat dijadikan acuan bagi proses pembelajaran yang akan
dilakukan. Bagi siswa nilai bermanfaat untuk mengetahui tolak ukur pemahaman siswa
terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah diajarkan. 2 Nilai dalam proses
pembelajaran tidak begitu saja dapat digunakan sebagai acuan atau tolak ukur penilaian
guru terhadap kemampuan siswanya, maupun tolak ukur siswa itu sendiri terhadap
kemampuannya sendiri. Sangat penting bagi guru untuk mengolah data hasil penilaian
yang sudah dilakukan. Manfaat dari pengilahan nilai akan sangat membantu guru dan
siswa dalam pemahaman kemampuan seorang siswa.
B. Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil
penilaian?
C. Tujuan
2. Untuk Mengetahui Pendekatan PAP dan PAN dalam pengolahan Hasil penilaian
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis atau Uraian (Essay) dan Objektif
Tes hasil belajar yang dilakukan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan
hasil tes belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk hasil
belajar itu memiliki karakter fisik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan
hasil-hasilnya pun berbeda pula (Sudijono, 2013 : 301).
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah
pokok yang harus ditempuh, yaitu:
1. Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh oleh peserta
didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci
jawaban, kunci skoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma tertentu.
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf maupun angka.
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan
reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.3
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:
(1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan
pada standar mutlak
(2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan
didasarkan pada standar relatif.
Dalam keadaan di mana butir-butir soal yang diajukan dalam bentuk tes uraian itu untuk
tiap butir soal tidak memiliki derajat kesukaran yang sama, atau jumlah unsur yang
3
Ibid, Hlm. 30
terdapat pada setiap butir soal adalah tidak sama, maka pemberian skornya juga harus
berpegang kepada derajat kesukaran dan jumlah unsur yang terdapat pada masing-masing
butir soal tersebut (Sudijono, 2013 : 302). 4
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan
didasarkan pada standar mutlak (di mana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan
pada prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
a. Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan
pedoman yang sudah disiapkan.
b. Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir
soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya
4) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh tes dapat
diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan
bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut (Sudijono, 2013).
Menurut Arikunto (2009 : 164) Tes obyektif adalah adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara obyektif. Terdapat berbagai macam tes obyektif,
sebagaimana yang dikemukakan Witherington(1952) dalam Arifin (2009 : 135) bahwa
4
Sudjiono, Anas., Pengantar Evalusi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2013),
Hlm. 29
“There ara many varieties of there new test, but four kinds are in a most common use,
true-false, multiple choice, completion,matching”. 5
Menurut Sudijono (2013 : 302) Dalam tes obyektif untuk memberikan skor
umumnya digunakan rumus correction for guessing atau sering dikenal dengan istilah
sistem denda. Untuk tes obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor
maksimum 1 (satu). Apabila seorang testee menjawab betul satu item sesuai dengan kunci
jawaban, maka ke depannya diberikan skor 1. Apabila dijawab salah, maka skornya 0
(nihil). Adapun cara menghitung skor terakhir dari seluruh item true-false, dapat
digunakan dua macam rumus, yaitu :
(1) rumus yang memperhitungkan denda.
(2) rumus yang mengabaikan atau meniadakan denda. Penggunaan rumus-rumus
itu sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan tester, apakah dalam tes hasil belajar
tersebut kepada testee akan dikenai denda (bagi jawaban yang salah) ataukah tidak
(Sudijono, 2013 :303).
3. Teknik Pengolahan Dan Pengubahan (Konversi) Skor Hasil Tes Hasil Belajar
Menjadi Nilai
Skor dan nilai pada dasarnya mempunyai pengertian yang berbeda, perlu
dijelaskan terlebih dahulu mengenai perbedaannya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa kadang-kadang orang menganggap bahwa skor itu mempunyai pengertian yang
sama dengan nilai, padahal pengertian seperti itu belum tentu benar.
Menurut Sudijono (2013: 309), Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (=
memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan menggunakan angka-angka bagi setiap
butir item yang oleh tes telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot
jawaban betulnya. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf),
yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor
lainnya, serta disesuaikan peraturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa
nilai sering disebut skor standar (Standard score). 6
5
Arikunto,S., Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta : Bumi Aksara, 1993) Hlm. 2
6
Sudjiono, Anas., Pengantar Evalusi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada,2013) Hlm. 31
Ada dua hal yang perlu dipahami bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah
menjadi nilai itu ada dua cara yang dapat ditempuh.
Pada pendekatan Ini, lebih memfokuskan atau menitikberatkan pada hal apa saja
yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Artinya, kemampuan-kemampuan apa yang
telah dicapai oleh peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari keseluruhan
program. Jadi, penilaian acuan patokan meneliti apa yang bisa dikerjakan oleh peserta
didik, dan bukan membandingkan antara peserta didik yang satu dengan yang lain dalam
kelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau dengan patokan yang spesifik. Patokan
yang dimaksud yakni merupakan suatu tingkatan dalam pengalaman belajar yang
diharapkan tercapai seusai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah
diterapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung. Misalnya kriteria yang
digunakan adalah 75% , bagi peserta didik yang kemampuannya di bawah kriteria yang
telah ditetapkan dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan pengulangan atau
remedial.
Tujuan penilaian acuan patokan adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau
kompetensi yang telah ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. Penilaian acuan
patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar dari para
peserta didik, karena dalam penilaian tersebut peserta didik diusahakan mencapai standar
yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Dalam menentukan batas kelulusan (passing grade) dalam pendekatan
ini, maka setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai
oleh peserta didik. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka
peserta didik yang memperoleh skor 85 sama dengan memperoleh nilai 8,5 dalam skala
0 – 10, dan demikian seterusnya.
Pada pendekatan Penilaian Acuan Norma, makna dari angka (skor) seorang
peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil
belajar peserta didik lainnya dalam kelompok/kelas. Peserta didik dikelompokkan
berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relatif seorang
peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan penilaian acuan norma
adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok dari tingkat
kemampuan, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Secara ideal,
pendistribusian tingkat kemampuan dalam suatu kelompok menggambarkan suatu kurva
normal.
Pada umumnya, PAN digunakan dalam seleksi. Soal tes dalam pendekatan ini
dikembangkan dari materi yang dianggap guru penting sebagai sampel dari materi yang
telah disampaikan. Guru memiliki kewenangan untuk menentukan bagian mana yang
dianggap penting, karena itu guru harus bisa membatasi jumlah soal yang diperlukan.
Tidak semua materi yang telah disampaikan kepada peserta didik akan dimunculkan soal-
soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi,
mulai dari yang mudah sampai pada yang sukar sehingga memberikan kemungkinan
jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta
didik yang satu dengan yang lainnya.
Peringkat dan klasifikasi anak yang didasarkan pada penilaian acuan norma lebih banyak
mendorong pada kompetisi daripada membangun semangat kerja sama. Dengan kata lain,
keberhasilan peserta didik hanya ditentukan oleh kelompoknya. PAN biasanya digunakan
pada akhir unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik.
Pedoman konversi yang digunakan dalam pendekatan PAN sama dengan PAP.
Perbedaannya hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku. 16
Dalam pendekatan PAN, rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus
statistik sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta didik.
d. Skala huruf
Di samping penilaian yang dinyatakan dengan angka, kita mengenal pula
penilaian yang dinyatakan dengan huruf. Seperti penilaian yang dilakukan oleh guru
taman kanak- kanak dan atau guru-guru di sekolah dasar kelas I dan kelas II, mereka
menggunakan nilai huruf A, B, C dan D.
Selain itu ada juga yang menggunakan nilai huruf sampai dengan E dan G
(tetapi pada umumnya 5 huruf yaitu A, B, C, D, dan E). Sebenarnya sebutan “skala” diatas
ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara hruuf A dan B tidak dapat digambarkan sama
dengan jarak antara B dan C, atau anatar C dan D. Dalam menggunakan angka dapat
dibuktikan dengan garis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama denga jarak antara 2
dan 3. Demikian pula jaran antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5. Akan tetapi justru alasan
inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilain. Untuk
menggambarkan kelemahan dalam menggunakan angka adalah bahwa dengan angka
dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh dua kali lipat
kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A
tersebut tidaklah mempunya 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya
menggunakan angka hanya merupakan symbol yang menunjukan urutan tingkatan. Siswa
A yang memperoleh angka 8 memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika
dibandingkan dengan kecakapan C. jadi, dalam tingkatan prestasi sejarah urutannya
adalah C, A, lalu B. Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam
penilaian akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti
perbandingan. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol
untuk menggambarkan kualitas.
D. Distribusi Nilai
Distribusi nilai yang dimiliki oleh siswa-siswanya dalam suatu kelas
didasarkan pada dua macam standar, yaitu:
a. Distribusi Nilai Berdasarkan Standar Mutlak
Dengan dasar bahwa hasil belajar siswa dibandingkan dengan sebuah standar
mutlak atau dalam hal ini skor tertinggi yang diharapkan, maka tingkat penguasaan siswa
akan terlihat dalam berbagai bentuk kurva. Apabila soal-soal yang dibuat guru terlalu
mudah, sebagian besar siswa akan dapat berhasil mengerjakan soal-soal itu dan tingkat
pencapaiannya tinggi. Sebaliknya apabila soal-soal tes termasuk yang sukar maka
pencapaian siswa juga sebaliknya pula. Namun demikian dengan standar mutlak ini
mungkin pula diperoleh gambar kurva nomal jika soal-soal tes disusun oleh guru dengan
tepat seperti gambaran kecakapan siswa-siswanya.
b. Distribusi nilai berdasarkan standar relative
Telah diterangkan di depan bahwa dalam menggunakan standar relative atau
norm-referenced, kedudukan seorang selalu dibandingkan dengan kawan-kawannya
dalam kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam
kurva juling positif atau juling negative tetapi dalam norm-referenced selalu tergambar
dalam kurva normal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Arifin, zainal. 2006. Konsep Guru Tentang Evluasinya dan Aplikasinya Dalam Proses
Pembelajaran. Bandung : Program Sarjana URPI.