Disusun Oleh :
KELAS F
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah sesuai waktu yang ditentukan. Tidak lupa
shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, yang kami
nantikan syafaatnya dihari akhir kelak. Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan dengan
judul “Teknik Pemeriksaan, Pemberian Skor dan Pengolahan Hasil Tes Hasil Belajar”
Penyusun akan mendeskripsikan Bagaimana Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar,
Bagaimana Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar, Serta Teknik Pengolahan dan
Pengubahan Skor Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai.
Penyusun menyadari bahwa selama penulisan makalah ini banyak kekurangan dan
kesalahan baik hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya, karena keterbatasan
kemampuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi penulis dan pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB 1....................................................................................................................................... 1
Pendahuluan ........................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................... 1
BAB II...................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 2
A. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Belajar ..................................................................... 2
B. Teknik Pemberian Skor Hasil Tes belajar ................................................................ 7
C. Teknik Pengolahan dan Pengubahan Skor Hasil Tes Belajar Menjadi Nilai ........ 9
BAB III .................................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknik pemeriksaan digunakan untuk mengukur pemahaman, penguasaan konsep, dan
kemampuan siswa dalam suatu mata pelajaran atau keterampilan tertentu. Pemeriksaan
juga bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pengajaran dan pembelajaran serta
memberikan umpan balik kepada siswa dan guru. Ada berbagai teknik pemeriksaan yang
dapat digunakan, termasuk tes tulis, tes lisan, tes praktikum, proyek, tugas rumah, dan
sebagainya. Setiap teknik memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri, serta cocok
untuk mengukur aspek tertentu dari pembelajaran. Setelah melakukan pemeriksaan,
hasilnya perlu dinilai atau diberi skor.
Skor ini dapat diberikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, seperti
jawaban yang benar dalam tes pilihan ganda, kualitas jawaban dalam esai, atau kriteria
penilaian lain yang sesuai dengan jenis pemeriksaan yang dilakukan. Penting untuk
memastikan bahwa pemberian skor dilakukan secara konsisten dan objektif. Untuk itu,
seringkali digunakan pedoman penilaian atau rubrik yang jelas dan transparan agar skor
yang diberikan dapat dijustifikasi.
Hasil dari teknik pemeriksaan, pemberian skor, dan pengolahan skor menjadi nilai
memiliki implikasi penting dalam konteks pembelajaran. Nilai yang diberikan dapat
memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, memberikan umpan balik kepada guru untuk
meningkatkan metode pengajaran, serta membantu stakeholder pendidikan lainnya dalam
memahami capaian belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar?
2. Bamaimana Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar?
3. Bagaimana Teknik Pengolahan dan Pengubahan Skor Tes Hasil Belajar Menjadi
Nilai?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar.
2. Mendeskripsikan Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar.
3. Mendeskripsikan Teknik Pengolahan dan Pengubahan Skor Tes Hasil Belajar
Menjadi Nilai
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Doni, Sindu, BG Phalguna, & Yogi, Evaluasi Pendidikan, (BETA, 2015), hlm. 110.
2
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil-hasil tes uraian ini ada dua hal yang
perlu dipertimbangkan, yaitu:
1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan
didasarkan pada standar mutlak, atau
2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan
didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan
didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara mutlak akan
didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai
berikut:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh tester untuk setiap butir soal tes
uraian dan membandingkannya dengan pedoman jawaban betul yang sudah
disiapkan.
2) Atas dasar hasil perbandingan antara jawaban tester dengan pedoman jawaban
betul yang telah disiapkan itu, testee lalu memberikan skor untuk setiap butir soal
dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan kepada testee (yang nantinya akan
dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut).
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada
standar relatif (di mana penentuan nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok),
maka prosedur pemeriksaaannya adalah sebagai berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir-butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh
tester, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban
yang ada. Setelah pemeriksaan terhadap seluruh jawaban item nomor 1 dapat
diselesaikan, maka tester akan menjadi tahu, tester manakah yang jawabannya
termasuk lengkap, kurang lengkap, menyimpang, dan tidak memberikan jawaban
sama sekali.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee, misalnya
untuk jawaban lengkap diberi skor 2, kurang lengkapdiberikan skor 1, dan yang
menyimpang atau tidak memberikan jawaban sama sekali diberikan skor 0.
3
3) Setelah pemeriksan atas jawaban butir soal nomor 1 dari seluruh testee dapat
diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap jawaban butir butir
soal nomor 2, dengan cara yang sama.
4) Memberikan skor terhadap jawaban butir soal nomor 2 dari seluruh testee, dengan
cara yang sama.
5) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh testee dapat
diselesaikan, akhirnya di lakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan
dijadiakan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai).
2
Ibrahim, Muslimah, Tekhnik Pemeriksaan Jawaban, Pemberian Skor, Konversi Nilai dan Standar
Penilaian, Vol.2, Jurnal Al Qiyam, 2021, hlm.3.
4
jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu
sebagai berikut:
1) Kunci berdampingan (strip keys) Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari
jawaban – jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas
kebawah, adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban
tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu cocokkan,
apabila jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi tanda (+) dan apabila
salah diberi tanda (-).
2) Kunci system karbon (carbon system key) Pada kunci jawaban system ini teste
diminta membubuhkan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang mereka
anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste tersebut
diletakan diatas lembar jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian
tester memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga ketika
diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar lingkaran
berarti salah sedangkan yang berada didalam adalah benar.
3) Kunci system tusukan (panprick system key) Pada dasarnya kunci system tusukan
adalah sama dengan kunci system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci
sistem ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat penusuk
lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga tusukan
tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan
tekena tusukan sedangkan yang salah tidak.
4) Kunci berjendela (window key) Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai
berikut :
a) Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
b) Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah menyerupai
jendela.
c) Lembar jawaban teste diletakan dibawah kunci berjendela.
d) Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan pencil warna
sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut berarti benar dan
sebaliknya.
3
Doni, Sindu, BG Phalguna, & Yogi, Evaluasi Pendidikan, (BETA, 2015), hlm. 118.
4
Hendro Widodo, Evaluasi Pendidikan ( Yogyakarta: UAD Press, 2021) hlm.160.
7
1. Pemberian Skor pada Tes Uraian
Pada tes uraian, pemberian skor umumnya mendasarkan diri pada bobot yang
diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat kesukaran, atau atas dasar banyak
sedikitnya unsur yang harus terdapat jawaban yang dianggap paling baik. Sebagai contoh
dapat dikemukakan di sini misalnya tes subjektif mengidangkan lima butir soal. Pembuat
soal telah menetapkan bahwa kelima butir soal itu mempunyai derajat kesukaran yang
sama dan unsur-unsur yang terdapat pada setiap butir soal telah dibuat sama banyaknya.
Atas dasar itu maka tester menetapkan bahwa testee yang dapat menjawab dengan
jawaban paling betul (paling sempurna) diberikan skor 10. Jika hanya betul separuh
diberikan skor 5, hampir seluruhnya betul diberikan skor 9, dan seterusnya.
Dalam keadaan dimana butir-butir soal yang diajukan dalam bentuk tes uraian itu
untuk tiap soal tidak memiliki derajat kesukaran yang sama, atau jumlah unsur yang
terdapat pada setiap butir soal adalah tidak sama, maka pemberian skornya juga harus
berpegang kepada derajat kesukaran dan jumlah unsur yang terdapat pada masing-
masing butir soal tersebut.5
Sebagai contoh, misalkan dari lima butir soal tes uraian, butir soal nomor 1 diberi
skor maksimum 8, butir soal nomor 2 diberikan skor maksimum 10, butir soal nomor 3
diberi skor maksimum 6, butir soal nomor 4 diberi skor maksimum 10, dan butir soal
nomor 5 diberi skor maksimum 8, maka seorang tester yang untuk butir soal nomor 1
jawabannya hanya betul separuh, diberikan skor 4 (yaitu 8 : 2 = 4); untuk butir soal nomor
2 dari 10 unsur jawaban yang ada hanya dijawab betul sebanyak 6 unsur saja, maka
kepada tester tersebut diberikan skor 6. Demikian seterusnya.
2. Pemberian Skor pada Tes Objektif
Pada tes objektif, seriap item diberi skor maksimum 1, jika dijawab salah maka
skornya 0. Adapun cara menghitung skor terakhir dari seluruh item bentuk true false,
dapat dilakukan menggunakan dua macam rumus, yaitu: rumus yang memperhitungkan
denda, dan rumus yang mengabaikan denda. Penggunaan rumus-rumus itu sepenuhnya
diserahkan kepada kebijaksanaan tester, apakah dalam tes hasil belajar tersebut kepada
testee akan dikenai denda (bagi jawaban yang salah), ataukah tidak. Rumus skor akhir
dengan memperhitungkan denda adalah sebagai berikut:
5
Doni, Sindu, BG Phalguna, & Yogi, Evaluasi Pendidikan, (BETA, 2015), hlm. 119.
8
S = R-W
Adapun rumus skor akhir yang tidak memperhitungkan denda adalah sebagai berikut:
𝑅−𝑊
S= 0−1
dimana:
S = skor yang sedang dicari
R = jumlah jawaban betul
W = jumlah jawaban yang salah
O = kemungkinan jawaban
1 = bilangan konstan.
Contoh: Dalam tes hasil belajar bidang studi Matematika yang diikuti oeh 40 orang
siswa diajukan 80 butir item tes objektif; 20 butir diantaranya adalah tes objektif bentuk
true-false, dengan ketentuan bahwa untuk setiap butir item yang dijawab betul diberikan
bobot 1 dan untuk setiap butir item yang dijawab salah diberikan bobot 0.
Dalam tes tersebut seorang siswa bernama Budi dapat menjawab dengan betul
sebanyak 15 butir item (R = 15); berarti jawaban yang slah = 20 – 15 = 5 (W = 5);
sedangkan optionnya = 2 (0 = 2).
Apabila tehadap jawaban salah satu itu dikenal sanksi berupa denda, maka skor akhir
yang diberikan kepada Budi adalah:
𝑅−𝑊 15−5
S= = 2−1 = 10
0−1
Sedangkan apabila terhadap jawaban salah itu tidak dikenakan sanksi berupa denda,
maka skor yang diberikan kepada Budi itu adalah:
S = R = 15
Untuk tes objektif bentuk mathing, fill in dan completion, perhitungan skor akhir
pada umumnya tidak memperhitungkan sanksi berupa denda, sehingga rumus yang
digunakan adalah:
S=R
Dengan kata lain, skor yang diberikan kepada tester adalah sama dengan jumlah
jawaban betulnya.
C. Teknik Pengolahan dan Pengubahan Skor Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai.
Sebelum sampai pada pembicaraan tentang penentuan standar asasmen, perlu
dijelaskan terlebih dahulu tentang perbedaan antara skor dan nilai. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa kadang-kadang orang beranggapan bahwa skor itu mempunyai
9
pengertian yang sama dengan nilai, padahal pengertian seperti itu belum tentu benar. Skor
adalah hasil pekerjaan penyekor (memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan
menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan
betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.6
Contoh misalkan tes hasil belajar dalam bidang ushul fiqh menyajikan 40 butir
soal tes obyektif dengan ketentuan bahwa untuk setiap butir soal yang dijawab dengan
betul diberikan bobot 2. Dengan demikian secara ideal atau secara teoritik apabila seorang
testee dapat menjawab dengan betul 40 butir soal tersebut, maka testee tersebut akan
memperoleh skor sebesar 40 X 2 = 80. Angka 80 ini disebut dengan Skor Maksimum Ideal
(SMI), yaitu skor tertinggi yang mungkin dapat dicapai oleh testee kalau saja semua butir
soal dapat dijawab dengan betul. Artinya dalam tes hasil belajar tersebut tidak mungkin ada
testee yang skornya melebihi 80. Kalau saja dalam tes hasil belajar itu siswa bernama
Gunawan dapat menjawab dengan betul sebanyak 17 butir soal, sedangkan siswa
bernama Novi menjawab dengan betul sebanyak 27 butir soal, maka skor yang diberikan
kepada Gunawan adalah 17 X 2= 34, sedangkan skor diberikan kepada Novi adalah
27 X 2= 54. Jelaslah, bahwa angka 80, 34 dan 54 itu bukanlah nilai atau belum disebut
dengan nilai, sebab angka 80, 34 dan 54 itu barulah menunjukkan banyaknya butir
soal yang dapat dijawab dengan betul setelah diperhitungkan dengan bobot jawaban
betulnya. Karena itu untuk dapat disebut nilai, skor-skor mentah hasil tes itu masih
memerlukan hasil pengolahan dan pengubahan.7
Adapun yang disebut dengan nilai adalah: angka (bisa juga huruf) yang merupakan
hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan
pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai sering disebut skor
standar (standar score).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa untuk sampai kepada nilai, maka skor-skor hasil tes
yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu diolah terlebih dahulu
sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang sifatnya baku atau standar.
Mengadakan penilaian atau memberikan penilaian pada hakekatnya adalah mengubah
angka-angka yang diperoleh dari skor mentah menjadi suatu nilai yang memiliki suatu
arti maupun klasifikasi evaluatif, seperti baik buruk, tinggi rendah, atau memuaskan
6
Anans Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 309
7
Feri Riski Dinata, “Teknik Pengolahan Hasil Asesmen Pendidikaan Agama Islam”, (Yogyakarta:
Jurnal Media Pendidikan, Kependidikan, dan Sosial Kemasyarakatan, No. 1, I, 2020) hlm. 10
10
tidak memuaskan, berdasarkan kriteria tertentu. Didalamnya termasuk interpretasi dan
penilaian hasil.
Dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu ada dua cara
yang dapat ditempuh, yaitu:
1. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan mengacu
atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion (patokan). Cara pertama ini sering
dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation, yang dalam dunia pendidikan
sering dikenal dengan istilah penilaian ber-Acuan Patokan (PAP).
Pada penilaian acuan patokan ini hasil penampilan seoran siswa menunjukkan
posisinya sendiri tanpa membandingkan dengan hasil siswa yang lain. Siapapun
individual yang dapat mencapai ketentuan yang berlaku seperti apabila seorang siswa
dapat mencapai nilai TOEFL 450 dikatakan lulus. Sebaliknya siswa yang tidak
dapat mencapai kriteria baku yang telah ditetapkan dianggap gagal.
2. pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan mengacu
atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering dikenal
dengan istilah norm referenced evaluation, yang dalam dunia pendidikan ditanah air
kita sering dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Norma (PAN).
Dalam hal ini prestasi belajar seorang siswa dibandingkan dengan siswa
lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas
kelompoknya. Seorang siswa yang apabila terjun ke kelompok A termasuk “hebat”,
akan tetapi apabila ia pindah ke kelompok lain hanya menduduki kualitas sedang saja.
11
peningkatan kualitas hasil belajar, karena usaha pencapaian standar oleh peserta didik
dapat diketahui peningkatannya8.
Untuk prosesnya sendiri adalah dengan membandingkan skor mentah hasil penilaian
dengan skor maksimum yang bisa didapatkan peserta didik. Sehingga jika peserta didik dapat
menjawab semua soal ujian, maka rumus yang digunakan dalam penilaian acuan patokan
adalah:
Nilai = Skor Rill X 100
Skor Maksimum Ideal
Keterangan :
Skor Maksimum Ideal : Skor yang mungkin dapat dicapai oleh setiap peserta didik jika
bisa menjawab semua soal ujian dengan benar
100 : Standar skala yang dipakai, yaitu menggunakan rentangan mulai dari 0 sampai
dengan 100.
Contoh : Tes pilihan ganda dengan bentuk objektif dengan total jumlah soal 40 butir.
Jumlah jawaban yang dijawab benar ada 20, sehingga skor yang dicapai adalah 20.
Berapa nilai yang dicapai?
Jawab:
Nilai = 20 X 100
40
= 50
8
Arifin, Z, “ Evaluasi Pembelajaran Penulis” (In Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian
Agama RI, 2015).
12
Dengan berdasar pada standar relatif, dapat terjadi, bahwa peserta didik pada
kelompok 1 yang tergolong”berprestasi atau pandai”, bila berada pada kelompok 2
hanya ada pada kategori ”sedang” atau ”cukupan” atau bahkan ”biasa-biasa saja”
kualitasnya, Sehingga status dan kedudukan peserta didik yang dimaksud adalah
bersifat relatif.
Pada tahap selanjutnya untuk proses pengolahan skor mentah hasil penilaian
hasil belajar menjadi nilai menggunakan rata-rat nilai yang dicapai dan standar baku
atau standar deviasinya. Jika nilai rata-rata atau mean dan standar deviasi sudah ketahui
berdasarkan skor hasil penilaian, lebih lanjut skor tersebut diubah atau dikonversi
menjadi nilai standar. Terdapat berbagai macam nilai standar yang bisa dipakai dalam
melakukan konversi, hanya saja biasanya yang dipakai dalam tingkat pendidikan dasar,
dalam hal ini Madrasah Aliyah, adalah nilai standar sebelas. Untuk tahap pengolahan
nilainya dengan pendekatan acuan norma bisa dilakukan dengan contoh:
Hasil penilaian tes pada 20 peserta didik dengan skor sebagai berikut:
98875456798877689787
Dari skor-skor tersebut dapat dicari:
∑ X = 9 + 8 + 8 + ... + 8 + 7 = 143
∑ fx2 = 30,260
N = 20
a. Menghitung nilai rata-rata (mean) dari skor-skor mentah yang dicapai kelompok
dengan menggunakan rumus:
Mx = ∑ X
N
Dimana:
Mx : Mean atau nilai rata-rata yang dicari
∑ X : Jumlah seluruh skor yang dicapai kelompok
N : Banyaknya siswa yang dinilai
Jadi Meannya adalah:
Mx = 143
20
= 7,15
b. Menghitung simpangan baku/deviasi standar dengan cara sederhana yaitu dengan
rumus:
13
Dimana:
SDx : Simpangan baku yang dicari
∑ x2 : Jumlah semua deviasi, setelah mengalami proses pengkuadratan
∑f x2 : Jumlah hasil perkalian antara frekuensi masing-masing skor, dengan deviasi
skor yang telah dikuadratkan
N : Banyaknya siswa dalam kelompok
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dibuat ringkasan patokan untuk konversi
sebagai berikut:
14
d. Pengubahan skor yang masih mentah menjadi nilai standar dengan menggunakan
patokan di atas. Contohnya peserta didik Rahmat berhasil mendapatkan skor 8,
sehingga nilai standar yang diperoleh adalah 6.9
9
Mujahidin Mubarok dan Rahmat, “Tehnik Pemeriksaan dan Pengolahan Hasil Asesmen”, (Yogyakarta:
Al- Hikmah Way Kanan, No. 1, I, 2020) hlm. 123-125.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan, pemberian skor, pengolahan, dan pengubahan hasil tes belajar adalah
serangkaian proses penting dalam evaluasi pendidikan yang berkelanjutan. Melalui
pemeriksaan, guru dapat mengukur pemahaman dan kemampuan siswa dalam suatu mata
pelajaran atau keterampilan tertentu. Hasil pemeriksaan kemudian dinilai dan diberi skor
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan tujuan memberikan umpan
balik yang jelas kepada siswa dan guru. Pengolahan skor yang dilakukan setelahnya
membantu dalam memahami kinerja siswa secara menyeluruh, sementara pengubahan skor
menjadi nilai memberikan gambaran yang lebih terstruktur dan mudah dipahami terkait
capaian belajar siswa. Keseluruhan proses ini tidak hanya membantu mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan siswa, tetapi juga memungkinkan penyesuaian pengajaran dan
pembelajaran agar lebih efektif. Dengan demikian, integrasi yang tepat dari semua tahapan
ini menjadi kunci dalam meningkatkan mutu pendidikan dan memastikan setiap siswa
mendapat kesempatan yang setara untuk berkembang secara optimal.
16
DAFTAR PUSTAKA
17