Dosen pengampu :
ROSNITA, M.A
Di susun oleh :
Pengertian Penilaian
Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem
pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai
yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik
dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran
tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu
guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian
yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan
kemampuannya. Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah
lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil
pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut
Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau
mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah
keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan
pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-
soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk
nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat
dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria.
Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat
dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta
dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria
berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa
berbeda. Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui
dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang
mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya
jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut.
Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan
seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan
kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan
apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan
kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan
norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun
penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang
digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi
yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.
Kemudian dalam menentukan bentuk soal mana yang akan digunakan, perlu
mempertimbngkan hal-hal berikut :
(1) Karakteristik mata pelajaran yang akan diujikan,
(2) tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa,
(3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi,
(4) usia dan tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes, dan
(5) besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes .
Kualitas tes khususnya yang berkaitan dengan validtas dan reliabilitas tes,
banyak ditentukan oleh prosedur yang ditempuh dalam pengembangannya. Mulai
dari penentuan tujuan penilaian, pengambilan sampel bahan tes, penentuan abilitas
yang hendak diukur, penentuan bentuk dan format tes, penggunaan bahasa dan
kalimat yang digunakan dalam penulisan butir soal, teknik pengolahan
dan analisis hasil penilaian. Karakteristik tujuan dan materi pelajaran juga
menentukan bentuk dan format tes yang harus dikembangkan. Mengukur
kemampuan aspek pengetahuan berbeda caranya dengan mengukur kemampuan
aspek keterampilan dan sikap, demikian pula mengukur kemampuan siswa dalam
pelajaran bahasa berbeda dengan mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran
ilmu pasti. Adapun langkah-langkah umum pengembangan alat penilaian adalah
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan
serta tujuan pengajaran
5. Pelaksanaan/Penyajian Test
Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah
diperbanyak sesuai dengan jumlah peserta test, kemudian test tersebut disajikan
kepada peserta test. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan test antara
lain : waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan test, petunjuk cara
mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk siswa, dan menjaga ketertiban
dan ketenagaan suasana kelas, sehimga peserta test dapat mengerjakan soal-soal
tersbut dengan penuh konsentrasi.
Pengukuran
Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu
objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk
menggambarkan karakteristik suatu objek. Selain itu, pengukuran objek juga pada
dasarnya merupakan kuantifikasi suatu objek atau gejala. Semua gejala atau objek
dinyatakan dalam bentuk angka atau skor, dan objek yang diukur bisa berupa fisik
maupun nonfisik. Pengukuran pobjek fisik seperti berat badan, tinggi badan, dan
lain-lain. Sedangkan nonfisikmialnya prestasi belajar, prestasi kerja, dan lain-lain.
Atau dengan kata lain, pengukuran dapat diartikan sebagai suatu proses atau
kegiatan untuk menetukan kuantitas tertentu. Dalam pengukuran harus
menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus memiliki derajat
validitas dan reliabilitasi yang tinggi. Dalam bidang pendidikan, psiologi, maupun
variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya menggunakan tes.
2. Cangelosi ( 1995 ):
berpendapat bahwa pengukuran ( measurement ) adalah suatu proses pengumpuln
data melalui pengamatan empioris untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan.
Kedudukan Pengukuran Di Dalam Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses penetapan untuk menyatakan baik atau
buruk, berhasil atau gagal, sukses atau tidaknya sesuatu. Dengan kata lain evaluasi
adalah proses untuk menentukan kualitas atau mutu sesuatu. Agar dapat dilakukan
proses tersebut, maka harus ada data yang dijadikan dasar untuk penetapannya.
Data harus benar-benar dapat dipercaya. Oleh karena itu diperlukan adanya alat
atau instrumen penilaian yang dipakai dalam kegiatan pengukuran atau dapat pula
disebut sebagai alat ukur. Ada alat ukur yang berupa tes dan ada pula alat ukur yang
tergolong nontes. Agar dapat diperoleh alat penilaian atau alat ukur yang baik perlu
dikembangkan suatu prosedur yang benar akurat agar ketetapan yang diambil tidak
salah.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala yang didasarkan pada ranking diurutkan dari
jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah ataupun sebaliknya. Contoh skala
ordinal adalah mengukur prestasi kejuaraan.
3. Skala Interval
Skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak anatara satu dengan
yang lain dan memiliki bobot yang sama. Contoh skala interval adalah kelompok
skor ujian.
4. Skala Rasio
Merupakan pengukuran yang paling tinggi. Skala rasio adalah hasil
pengukuran untuk nilai yang sesungguhnya, bukan kategori seperti pada
skala nominal, ordinal maupun interval.
Kesalahan-Kesalahan Dalam Pengukuran
Adanya ketidaktepatan data atau data yang tidak dapat dipercaya
kebenarannya dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, di antaranya :
Pengertian Evaluasi
Secara harafiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti
penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut
Stufflebeam, dkk. (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai “The process of
delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives”. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh,
dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu
alternativekeputusan. Guba dan Lincoln (Hamid Hasan, 1988) mendefinisikan
evaluasi itu merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan
arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa
orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu.
Menurut Bloom dan kawan-kawan dalam buku yang
terkenal, yaitu Handbook Onformative and Summative Evaluation of Stuudent
Learning yang khusus membicarakan evaluasi hasil belajar. Evaluasi adalah
pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk dijadikan dasar dalam menetapkan ada
atau tidak perubahan-perubahan dan tingkat perubahan yang terjadi pada diri anak
didik. Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan
pengumpulan data mengenai belajar yang dilakukan secara sistematis dan menurut
prosedur tertentu untuk dapat memberikan arti mengenai berbagai aspek belajar
yaitu aspek perolehan dalam belajar.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai
terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai
proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian,
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat
keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa
(Purwanto, 2002).
Jenis-Jenis Evaluasi Pembelajaran
Dilihat dari pengertian, tujuan, fungsi, prosedur dan sistem pembelaja
ran, maka pada hakikatnya pembelajaran adalah suatu program. Artinya, evaluasi
yang digunakan dalam pembelajaran adalah evaluasi program, bukan penilaian
hasil belajar. Penilaian hasil belajar hanya merupakan bagian dari evaluasi
pembelajaran. Sebagai suatu program, evaluasi pembelajaran dibagi menjadi lima
jenis, yaitu :
1) Evaluasi perencanaan dan pengembangan. Hasil evaluasi ini sangat diperlukan
untuk mendesain program pembelajaran. Sasaran utamanya adalah memberikan
bantuan tahap awal dalam penyusunan program pembelajaran. Persoalan yang
disoroti menyangkut tentang kelayakan dan kebutuhan. Hasil evaluasi ini dapat
meramalkan kemungkinan implementasi program dan tercapainya keberhasilan
program pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sebelum program
sebenarnya disusun dan dikembangkan.
2) Evaluasi monitoring, yaitu untuk memeriksa apakah program pembelajaran
mencapai sasaran secara efektif dan apakah program pembelajaran terlaksana
sebagaimana mestinya.
3) Evaluasi dampak, yaitu untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu
program pembelajaran. Dampak ini dapat diukur berdasarkan kriteria
keberhasilan sebagai indikator ketercapaian tujuan program pembelajaran.
4) Evaluasi efisiensi-ekonomis, yaitu untuk menilai tingkat efisiensi program
pembelajaran. Untuk itu, diperlukan perbandingan antara jumlah biaya,
tenaga dan waktu yang diperlukan dalam program pembelajaran dengan
program lainnya yang memiliki tujuan yang sama.
5) Evaluasi program komprehensif, yaitu untuk menilai program pembelajaran
secara menyeluruh, seperti pelaksanaan program, dampak program, tingkat
keefektifan dan efisiensi.Sedangkan penilaian proses dan hasil belajar, dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian
diagnostik, dan penilaian penempatan.
Adapun pembagian lain dari jenis-jenis evaluasi pembelajaran dapat dibagi
kedalam bagian-bagian sebagai berikut:
1) Jenis evaluasi berdasarkan tujuan dibedakan atas lima jenis evaluasi:
a. Evaluasi diagnostik, evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan-
kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
b. Evaluasi selektif, adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siswa yang
paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
c. Evaluasi penempatan, adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan
siswa dalam program pendidikan yang sesuai dengan karakteristik siswa.
d. Evaluasi formatif, adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar mengajar.
e. Evaluasi sumatif, adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan
kemajuan berkarya siswa.
Jika dilihat dari fungsi diatas setidaknya ada dua macam kemungkinan hasil
yang diperoleh dari kegiatan evaluasi , yaitu:
a. Hasil evaluasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi itu ternyata mengembirakan,
sehingga dapat memberikan rasa lega bagi evaluator, sebab tujuan yang telah
ditentukan dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan.
b. Hasil evaluasi itu ternyata tidak mengembirakan atau bahkan mengkhawatirkan,
dengan alasan bahwa berdsar hasil evaluasi ternyata dijumpai adanya
penyimpangan, hambatan, atau kendala, sehingga mengharuskan evaluator
untuk bersikap waspada. Ia perlu memikirkan dan melakukan pengkajian ulang
terhadap rencana yang telah disusun, atau mengubah dan memperbaiki cara
pelaksanaannya. Berdasar data hasil evaluasi itu selanjutnya dicari metode-
metode lain yang dipandang lebih tepat dan lebih sesuai dengan keadaan dan
keperluan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pungsi evaluasi itu memiliki
fungsi: menunjang penyusunan rencana. Sedangkan secara khusus, fungsi evaluasi
dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari 3 segi:
2) Segi didaktik.
Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara didaktik(khususnya evaluasi
hasil belajar) akan dapat memberikan dorongan (motivasi) kepada mereka untuk
dapat memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan prestasinya. Bagi
pendidik, evaluasi pendidikan secara didaktik itu setidak-tidaknya memiliki 5
macam fungsi, yaitu:
a. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai
oleh peserta didiknya.
b. Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-
masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
c. Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan
status peserta didik.
d. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta
didik yang memang memerlukannya.
e. Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran yang telah
ditetukan dapat dicapai.
3) Segi administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki 3 macam
fungsi:
a. Memberikan laporan
b. Memberikan bahan-bahan keterangan (data)
c. Memberikan gambaran.
Jika ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka fungsi evaluasi
ada beberapa hal :
1. Evaluasi berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi terhadap siswanya. Seleksi itu sendiri mempunyai berbagai
tujuan, antara lain :
a) Untuk memilihg siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b) Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya
c) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan sebagainya
Hakikat Penilaian
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari
kegiatan pembelajaran secara umum. Semua kegiatan pembelajaran yang dilakukan
harus selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan penilaian. Kiranya merupakan
suatu hal yang tidak lazim jika terjadi adanya kegiatan pembelajaran yang
dilakukan seorang guru di kelas tanpa pernah diikuti oleh adanya suatu penilaian.
Tanpa mengadakan suatu penilaian, guru tidak mungkin dapat menilai dan
melaporkan hasil pembelajaran peserta didik secara objektif.
Pada hakikatnya kegiatan penilaian yang dilakukan tidak semata-mata untuk
meraih hasil belajar peserta didik saja, melainkan juga berbagai faktor yang lain,
antara lain kegiatan pembelajaran yang dilakukan itu sendiri. Artinya, berdasarkan
informasi yang diperoleh dari penilaian terhadap hasil belajar peserta didik itu dapat
pula dipergunakan sebagai salah satu sarana untuk menilai kualitas pembelajaran
yang dilakukan. Selain itu, penilaian juga dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik
kegiatan pembelajaran yang selanjutnya.
Pelaksanaan penilaian yang dilakukan secara benar seseuai dengan rambu-
rambu dalam banyak hal akan menjamin peningkatan kualitas pembelajaran. Data
hasil penilaian amat dibutuhkan untuk menyusun dan mengembangkan program
pembelajaran selanjutnya. Penilaian hasil pembelajaran merupakan bagian integral
dari keseluruhan proses belajar mengajar. Semua komponen sistem pembelajaran
saling memengaruhi dan menentukan satu dengan yang lain sehingga jika semua
komponen berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil kegiatan penilaian sebelumnya
kita akan mengetahui kompetensi apa yang sudah, belum, atau kurang dikuasai
peserta didik dan karenanya dapat dilakukan tindakan selanjutnya yang sesuai.
Penilaian hasil belajar peserta didik memperhatikan prinsip-prinsip
penilaian sebagai berikut:
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tidak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara terencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan. dan
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
Aspek Ranah Kognitif
Ranah Kognitif berisi tentang perilaku-perilaku aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Indikator kognitif proses
merupakan perilaku (behavior) siswa yang diharapkan muncul setelah melakukan
serangkaian kegiatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain ranah
afektif dan psikomotorik, hasil belajar yang perlu diperhatikan adalah dalam ranah
kognitif. Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya apabila
telah terjadi perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan terjadi.
Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai
produk dari proses belajar. Perilaku ini sejalan dengan keterampilan proses sains,
tetapi yang karakteristiknya untuk mengembangkan kemampuan berfkir siswa.
Indikator kognitif produk berkaitan dengan perilaku siswa yang diharapkan tumbuh
untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Indikator kognitif produk
disusun dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Indikator kognitif produk
disusun dengan menggunakan kata kerja operasional aspek kognitif. Dalam
Taksonomi Bloom yang direvisi oeh David R. Krathwohl di jurnal Theory into
Practice, aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang yang diurutkan seperti gambar
berikut :
Penjabaran keenam tingkat tersebut yaitu:
1. Mengingat (Remembering), pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu
mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya
fakta, rumus, dan lain sebagainya. Mengingat merupakan dimensi yang berperan
penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan
pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks.Mengingat
meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling) Mengenali
berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan
hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan
memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan peng
etahuan masa lampau secara cepat dan tepat.
Penilaian Kognitif
Penilaian kognitif merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan
peserta didik berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif,
serta kecakapan berpikir tingkat rendah sampai tinggi. Penilaian ini berkaitan
dengan ketercapaian Kompetensi Dasar pada KI-3 yang dilakukan oleh guru mata
pelajaran. Penilaian kognif dilakukan dengan berbagai teknik penilaian. Pendidik
menetapkan teknik penilaian sesuai dengan karakteristik kompetensi
yang akan dinilai. Penilaian dimulai dengan perencanaan pada saat menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengacu pada silabus.
Penilaian kognitif, selain untuk mengetahui apakah peserta didik telah
mencapai ketuntasan belajar, juga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan
penguasaan pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostic).
Oleh karena itu, pemberian umpan balik (feedback) kepada peserta didik oleh
pendidik merupakan hal yang sangat penting, sehingga hasil penilaian dapat segera
digunakan untuk perbaikan mutu pembelajaran. Ketuntasan belajar untuk
pengetahuan ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan batas
standar minimal nilai Ujian Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara
bertahap satuan pendidikan terus meningkatkan kriteria ketuntasan belajar
dengan mempertimbangkan potensi dan karakteristik masing-masing satuan
pendidikan sebagai bentuk peningkatan kualitas hasil belajar.
Teknik Penilaian Kognitif
1. Tes Tertulis
Instrumen tes tulis umumnya menggunakan soal pilihan ganda dan soal
uraian. Soal tes tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soal-soal yang
menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-soal
uraian. Soal-soal uraian menghendaki peserta didik mengemukakan atau
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan
kata-katanya sendiri, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan
menyimpulkan.
Pada pembelajaran kimia yang menggunakan pendekatan scientific,
instrumen penilaian harus dapat menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS, “Higher Order thinking Skill”) menguji proses analisis, sintesis, evaluasi
bahkan sampai kreatif. Untuk menguji keterampilan berpikir peserta didik, soal-
soal untuk menilai hasil belajar Kimia dirancang sedemikian rupa sehingga peserta
didik menjawab soal melalui proses berpikir yang sesuai dengan kata kerja
operasional dalam taksonomi Bloom. Misalnya untuk menguji ranah analisis
peserta didik pada pembelajaran Kimia, guru dapat membuat soal dengan
menggunakan kata kerja operasional yang termasuk ranah analisis seperti
menganalisis, mendeteksi, mengukur, dan menominasikan. Ranah evaluasi
contohnya membandingkan, menilai, memprediksi, dan menafsirkan.
Bentuk Soal
Bentuk soal yang akan dibahas untuk penilaian hasil belajar kimia meliputi
soal pilihan ganda, soal uraian, lembar observasi (lembar pengamatan/check list)
untuk tes uji petik kerja.
Soal Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda terdiri dari bagian pokok soal dan pilihan jawaban.
Pada pilihan jawaban terdiri dari pilihan yang benar dan pengecoh. Pengecoh
yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan,
serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Kaidah penulisan
soal pilihan ganda harus memperhatikan materi soal dan konstruksinya. Materi soal
sebaiknya mengikuti kriteria penulisan soal seperti berikut ini.
1) Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus
menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan
indicator dalam kisi-kisi.
2) Pengecoh harus bertungsi, pengecoh dianggap yang berfungsi dengan baik
dipilih lebih banyak oleh kelompok rendah
3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya
mempunyai satu kunci jawaban.
Konstruksi soal sebaiknya mengikuti kriteria penulisan soal seperti berikut ini :
1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Kemampuan atau materi
yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas. Setiap butir soal hanya mengandung
satu persoalan/gagasan
2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang
diperlukan saja.
3) Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
4) Pokok soal tidak mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
5) Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar dan logis
ditinjau dari segi materi. Semua pilihan jawaban harus berasal dari konsep yang
sama seperti yang ditanyakan pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua
pilihan jawaban harus berfungsi.
6) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
7) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas
salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar".
8) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis.
9) Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal
harus jelas dan berfungsi.
10) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
11) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Soal Uraian
Soal bentuk uraian yaitu soal yang menuntut peserta didik untuk
mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Kaidah
penulisan soal uraian sebaiknya memperhatikan beberapa hal baik dari materi soal
maupun konstruksinya. Kriteria soal uraian adalah sebagai berikut :
1) Soal harus sesuai dengan indikator.
2) Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
3) Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran.
4) Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang atau tingkat kelas.
Konstruksi soal sebaiknya mengikuti kriteria penulisan soal seperti berikut ini.
1) Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
2) Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
3) Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
4) Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan
jelas, terbaca, dan berfungsi.
2. Observasi Terhadap Diskusi, Tanya Jawab dan Percakapan
Penilaian terhadap pengetahuan peserta didik dapat dilakukan melalui
observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan percakapan. Teknik ini adalah
cerminan dari penilaian autentik. Ketika terjadi diskusi, guru dapat mengenal
kemampuan peserta didik dalam kompetensi pengetahuan (fakta, konsep, prosedur)
seperti melalui pengungkapan gagasan yang orisinal, kebenaran konsep, dan
ketepatan penggunaan istilah/fakta/prosedur yang digunakan pada waktu
mengungkapkan pendapat, bertanya, atau pun menjawab pertanyaan. Hasil
observasi digunakan untuk mendeteksi kelemahan/kekuatan penguasaan
kompetensi pengetahuan dan memperbaiki proses pembelajaran khususnya
pada indikator yang belum muncul.
3. Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang dilakukan oleh pendidik yang dapat
berupa pekerjaan rumah baik secara individu ataupun kelompok sesuai
dengan karakteristik tugasnya. Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah
dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai
dengan karakteristik tugas.
RESUME DARI MATERI KELOMPOK 6
PENILAIAN RANAH AFEKTIF
1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan,
musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik
pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan
sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,
yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian
dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada
pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam
memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal
yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman,
senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang
menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari
menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan,
sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi
dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan
dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam
tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik
antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten.
Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi
sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini
peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini
berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan
menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima
informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan
yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut Fishbein
dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap
peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata
pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999).
Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus
lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding
sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar
peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi
lebih positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau
keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting
pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif
yang memiliki intensitas tinggi.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah
keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada Target
nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan
perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai
dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu
objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat,
sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu
objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap,
dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik
menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik
untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap
masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran
respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana
sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau
benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau
melukai orang lain baik fisik maupun psikis.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
• Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi
dengan orang lain.
• Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral
dan artistik.
• Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan
yang sama dalam memperoleh pendidikan.
• Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
Pengertian Psikomotor
Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama
lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu,
namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik
lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang
menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan
keduanya selalu mengandung ranah afektif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Berkaitan dengan
psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan
dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang
melibatkan otot dan kekuatan fisik.
Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan
psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan
menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu
sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau
sekumpulan tugas tertentu. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada
enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan
fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah
respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan
dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus.
Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau
gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan
terampil.
Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti
keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan gerakan. Buttler (1972) membagi hasil
belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule
using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal
yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan
keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed
untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan
lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya
memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule
using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan
keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar
dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar
psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi,
artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatankegiatan
sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya.
Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah
melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah
kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi
berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta
didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau
teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan
kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang
tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai
dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah
kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya
merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola
kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target
yang diinginkan.
Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat,
yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang
tepat pula. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan
kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga
efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat
mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai
dengan target yang diinginkan. Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran
yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah
psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam
kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya
sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor.
Pembelajaran Psikomotor
Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai,
metode pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan. Oleh karena ada
perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka strategi
pembelajarannya juga berbeda. Menurut Mills (1977), pembelajaran keterampilan
akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil
mengerjakan (learning by doing). Leighbody (1968) menjelaskan bahwa
keterampilan yang dilatih melalui praktik secara berulang-ulang akan menjadi
kebiasaan atau otomatis dilakukan. Sementara itu Goetz (1981) dalam
penelitiannya melaporkan bahwa latihan yang dilakukan berulang-ulang akan
memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemahiran keterampilan. Lebih
lanjut dalam penelitian itu dilaporkan bahwa pengulangan saja tidak cukup
menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, namun diperlukan umpan balik yang
relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan. Sekali berkembang maka
kebiasaan itu tidak pernah mati atau hilang.
Sementara itu, Gagne (1977) berpendapat bahwa kondisi yang dapat
mengoptimalkan hasil belajar keterampilan ada dua macam, yaitu kondisi internal
dan eksternal. Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara :
(a) mengingatkan kembali bagian dari keterampilan yang sudah dipelajari, dan
(b) mengingatkan prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai.
Konstruksi Instrumen
Sama halnya dengan soal ranah kognitif, soal untuk penilaian ranah
psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan
menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal
menjadi 2 kompetensi dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan
menjadi 2 indikator atau lebih, dan setiap indikator harus dapat dibuat butir soalnya.
Indikator untuk soal psikomotor dapat mencakup lebih dari satu kata kerja
operasional. Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada soal ranah
psikomotor perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau
portofolio. Tidak ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa
observasi dengan skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu
pada soal atau lembar perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada
peserta didik. Berdasarkan pada soal atau lembar perintah/lembar tugas dibuat
daftar periksa observasi atau skala penilaian. Pada umumnya, baik daftar periksa
observasi maupun skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu:
(1) persiapan,
(2) pelaksanaan, dan
(3) hasil.
Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan
dibuat. Kisikisi merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang
menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama.
Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor
Instrumen Penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan pedoman
penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal
tersebut.
1. Penyusunan soal
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis soal ranah psikomotor
adalah mencermati kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Soal harus dijabarkan dari
indikator dengan memperhatikan materi pembelajaran. Pada contoh kisikisi di atas,
dapat dibuat soal sebagai berikut: ”Demonstrasikan/lakukan lari cepat 100 meter
dengan teknik yang benar. Perhatikan posisi mulai, teknik mulai, teknik lari, dan
teknik memasuki garis finish”. Soal ranah psikomotor untuk ulangan tengah
semester dan akhir semester yang biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor
manipulasi, mencakup beberapa indikator.
2. Pedoman penskoran
Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau skala
penilaian yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja ini
selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati. Untuk soal
dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa observasi atau skal
penilaiannya sebagai berikut.
a. Mencermati soal (dalam hal ini lari cepat 100 m)
b. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan kunci dalam lari 100 m; dalam hal
ini aspek-aspek keterampilan kunci itu adalah :
(1) posisi mulai (starting position),
(2) teknik mulai (starting action),
(3) teknik lari (sprinting action), dan
(4) teknik memasuki garis finish (finishing action).
c. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan kunci
(dalam hal ini aspek keterampilan kunci posisi mulai/starting position dirinci
menjadi aspek keterampilan memposisikan kaki, tangan, badan, pandangan
mata, dan posisi tungkai pada saat aba-aba“siap”).
d. Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta didik, apakah
daftar periksa observasi atau skala penilaian.
e. Menuliskan aspek-aspek keterampilan dalam bentuk pertanyaan/ pernyataan ke
dalam tabel.
f. Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa observasi untuk
meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat.
g. Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis
untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang lain.
-----SELESAI----