Anda di halaman 1dari 20

LANDASAN KURIKULUM

(Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok)

Dosen Pengampu: Ummi Nur Afinni Dwi J, M.Pd

Mata Kuliah: Telaah Kurikulum

OLEH KELOMPOK III:

1. AMELISA PUTRI (0310201010)


2. PUTRI APRIANI PASARIBU (0310201013)
3. NADYA WAHYUNI HASIBUAN (0310201039)
4. TRI VANESA ANGGRAINI (0310202076)
5. ULYANA DINDA ARITONANG (0310202081)

PRODI TADRIS BIOLOGI 1 SEMESTER III

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur atas Rahmat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan
rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dan tidak
lupa pula, shalawat beriringkan salam Kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, yang
mana Ia telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
yang disinari iman dan islam sehingga kita dapat merasakan indahnya islam seperti saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ummi Nur Afinni Dwi J, M.Pd., selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Telaah Kurikulum Biologi Madrasah Tadris Biologi I, dan teman-
teman yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Besar harapan kami, makalah
ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Landasan Kurikulum.

Kami mohon maaf jika dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan, maka dari itu
kami tetap menantikan kritikan serta saran yang membangun untuk lebih baik kedepannya.

Akhirul kalam, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 22 September 2021

Kelompok III

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….. I

DAFTAR ISI………………………………………………………. II

BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 1

A. Latar Belakang……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………….. 1
C. Tujuan………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………. 2

A. Landasan Filosofis…………………………………………. 2
B. Landasan Historis……………………..…………………… 6
C. Landasan Psikologis………………………………………. 13

BAB III PENUTUP……………………………………………… 16

A. KESIMPULAN…………………………………………… 16
B. SARAN……………………………………………………. 16

DAFTAR RUJUKAN…………………………………………….. 17

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum adalah komponen yang berperan penting dalam sistem pendidikan,
dalam kurikulum tidak hanya merumuskan tentang tujuan yang harus dicapai hingga
jelasnya arah pendidikan, akan tetapi kurikulum juga memberikan pemahaman
tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa.1
Landasan kurikulum merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan
atau merencanakan suatu kurikulum satuan pendidikan. 2
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan memiliki kedudukan yang cukup
sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil
pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum
harus berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian.3
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu
landasan filosofis, landasan historis, landasan psikologis, landasan sosial budaya serta
perkembangan ilmu dan tekhnologi. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas
tentang landasan filosofis, landasan historis, landasan psikologis, landasan sosial
budaya (sosiologis), serta teori belajar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan landasan filosofis?
2. Apa yang dimaksud dengan landasan historis?
3. Apa yang dimaksud dengan landasan psikologis?
4. Apa yang dimaksud dengan landasan sosiologi?
5. Apa yang dimaksud dengan teori belajar?

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membahas mengenai landasan kurikulum mulai dari
landasan filosofis, landasan historis, landasan psikologis, sosiologis dan teori belajar,
serta memberikan pengetahuan mengenai landasan kurikulum.

1
Sanjaya, Wina.2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta: KENCANA.
2
Almaruddin. 2017. Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum Di Indonesia. Jakarta: KENCANA
3
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Filosofis
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijakan” (love of
wisdom). Orang yang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan
berbuat secaraa bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia
harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses
berpikir, yaitu berpikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian
dalam filsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke akar-
akarnya (radic berati akar). Berfilsafat diartikan pula berpikir secara radikalo, berpikir
sampai ke akar. Secara akademik, filsafat berati upaya untuk menggambarkan dan
menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta
dan kedudukan manusia di dalamnya. Filsafat penting dalam pendidikan, tanpa filsafat
pendidik kehilangan pedoman ketika merancang, melaksanakan dan meningkatkan
kualitas pendidikan. Pendidikan sendiri harus memuat pedoman, keterampilan, sikap
ataupun kompetensi yang perlu di kuasai peserta didik agar dapat hidup dengan baik
di masyarakat. Filsafat harus dipelajari agar bangunan pendidikan yang di
dirikan,berdiri dengan kokoh. Manfaat mempelajari filsafat pendidikan yaitu,
membantu pendidik dalam menentukan tujuan dan konsep pendidikan, membantu
memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, memberikan pandangan
berfikir yang luas, melatih kemampuan berfikir kritis, memberikan dasar-dasar dalam
ilmu pengetahuan.
Filsafat memberikan dasar bagi pendidikan dan pengembangang kurikulum
untuk menentukan fondasi yang kuat dalam mendesain kurikulum, menemukan
alternatif kurikulum yang tepat, mata pelajaran yang relevan serta metode yang
ampuh dan sistem evaluasi yang terpercaya agar arah perbaikan kurikulum baik dan
benar dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
Ada tiga cabang besar filsafat, yaitu metafisika yang membahas segala yang
membahas segala yang ada dalam alami ini, epistemologi yang membahas kebenaran
dan aksiologi yang membahas nilai. Filsafat membahas segala permasalahan yang
dihadapi oloeh manusia termasuk masalah-masalah pendidikan ini yang disebut
filsafat pendidikan, walaupun dilihat dari sepintas,

2
filsafat pendidikan ini hanya merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya yaitu antara
filsafat dan filsafat pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat. Menurut Donal
Butler, filsafat memberikan arah metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan
praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan
filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat menurut Butler menjadi satu.
Pendapat para filsuf umumnya memandang filsafat umum sebaagai dasar
filsafat pendidikan, tetapi John Dewey umpamannya mempunyai pandanganyang
hampir sama dengan Butler. Bagi Dewey, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama,
sebagaimana juga pendidikan menurut dewey sama dengan kehidupan. Seperti halnya
dalam filsafat umum, dalam filsafat pendidikan pun dikenal banyak pandangan atau
aliran. Setiap pandangan mempunyai landasan metafisika, epitemilogi, dan aksiologi
tentang masalah pendidikan yang berbeda.
1. Dasar- dasar Filsafat Dewey
Ciri utama filsafat Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu
berubah, mengalir, atau on going-ness. Prinsip ini membawa konsekuensi yang cukup
jauh, bagi Dewey tidak ada yang menetap dan abadi semuanya berubah. Ciri lain
filsafat dewey anti dualistik. Pandangannya tentenag dunia adalah monistik dan tidak
lebih dari sebuah hipotesis. Filsafat Dewey lebih berkenaan dengan epistemologi dan
tekanannya kepada proses berpikir. Proses berpikir merupakan satu dengan
pemecahan yang bersifat tentatif, antara ide dengan fakta , antara hipotesis dengan
hasil. Proses berpikir merupakan proses pengecekan dengan kejadian-kejadian nyata.
Dalam filsafat Dewey kebenaran itu terletak dalam perbuatan atau truth is in the
making, yaitu adanya persesuaian antara hipotesis dengan kenyataan.
2. Teori Pendidikan Dewey
Menurut John Dewey, pendidikan berarti perkembangan, perkembangan sejak
lahir hingga menjelang kematian. Jadi, pendidikan itu juga berarti sebagai kehidupan.
Bagi Dewey, education is growth, development, life. Ini berarti bahwa proses
pendidikan itu tidak menpunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam
pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu, merupakan
reorganisasi rekonstuksi, dan pengubahan pengalaman hidup.

3
Jadi pendidikan itu merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembali
pengalaman hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup sendiri.
Belajar dari pengalaman adalah bagaimana menghubungan pengalaman kita
dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang. Belajar dari pengalaman berati
mempergunakan daya pikir reflektif (reflective thinking), dalam pengalaman kita.
Pengalaman yang efektif adalah pengalaman reflektif. Ada lima langkah berpikir
reflektif menurut John Dewey, yaitu :
a) Merasa adanya keraguan, kebingungan yang menimbulkan masalah,
b) Mengadakan interpretasi tentatif (merumuskan hipotesis),
c) Mengadakan penelitian atau pengumpulan datayang cermat,
d) Memperoleh hasil dari pengujian hipotesis tentatif,
e) Hasil pembuktian sebagai suatu yang dijadikan dasar untuk berbuat.
Langkah-langkah berpikir reflektif ini dipergunakan sebagai metode belajar
dalam pendekatan pendidikan proyek dari John Dewey, yang sampai dengan tahun
50-an sangat populer. Belajar seperti halnya pendidikan adalah proses pertumbuhan,
belajar dan berpikir adalah satu.4
Pengambilan keputusan dalam setiap aspek kurikulum sangat dipengaharui
oleh filsafat yang dianut oleh pemangku kebijkan. Para pengembang kurikulum harus
mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Ada beberapa
aliran filsafat yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan kurikulum:
1. Aliran Perenialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
pengetahuan yang abadi, universal dan obsolut. Kurikulum yang diinginkan oleh
aliran ini terdiri atas subjek yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak
penggabungan IPA dan IPS. Namun pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran
yang sulit karena memerlukan intelegensi yang tinggi. Kurikulum ini memberikan
persiapan yang sungguh-sungguh bagi setiap studi di perguruan tinggi (Nasution,
2001:23).

4
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya
2. Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari Tuhan. Filsafat ini
umumnya diterapkan di sekolah yang bernuansa religious. Semua peserta didik
diharuskan mengikuti pelajaran agama namun pendidikan intelektual juga sangat
diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
3. Aliran Realisme
Filsafat ini beranggapan bahwa mencari kebenaran di dunia melalui
pengamatan dan penelitian ilmiah yang dapat ditemukan pada hukum alam. Aliran ini
mengutamakan pengetahuan yang esensial saja, maka pengetahuan seperti
keseniandan keterampilan diaggap tidak perlu. Kurikulum ini tidak memperhatikan
minat namun peserta didik diharpkan bisa menaruh minat pelajaran akademis serta
bersungguh-sungguh mempelajari buku dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
4. Aliran Pragmatisme (instrumentalisme atau ultitarisme)
Mereka berpendapat bahwa kebenaran merupakan buatan manusia
berdasarkan pengalamannya. Tugas guru bukan menajar dalam arti menyampaikan
pengetahuan, melainkan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
melakukan berbagai kegiatan guna untuk memecahkan beragam permasalahan yang
ada. Pengetahuan diperoleh bukan karena mempelajari mata pelajaran melainkan
karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan beragam permasalahan yang
ada.
5. Aliran Existensialisme
Filsafat ini mengemukakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa
yang baik dan benar. Norma-norma hidup seseorang berbeda-beda dan
mempertimbangkan sesuatu dengan tidak menyinggung perasaan orang lain. Filsafat
ini mengajarkan bahwa setiap anak bebas untuk berpikir dan mengambil keputusan
serta dapat dipertanggungjawabkan.5

5
Almaruddin. 2017. Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum Di Indonesia. Jakarta: KENCANA
B. Landasan Historis
Landasan historis pengembangan kurikulum mengacu pada berbagai pengalaman
sejarah yang berpengaruh terhadap kurikulum yang dikembangkan. Adapun
kajiann landasan historis dimulai dari dimensi masa lalu, masa kini dan masa
depan.
1. Pendidikan Pra-abad ke-20
Pada masa pra sejarah, orang tua mengajar anak-anak dengan tujuan yang
relatif sama dengan masyarakat saat ini yaitu untuk mewariskan atau mentransfer
nilai-nilai budaya kepada generasi muda melalui pendidikan. Pendidikan atau sekolah,
menurut Wiles& Bondi (1989:4), sering kali menjadi kendaraan bagi rekonstruksi
sosial. Beberapa cuplikan sejarah pendidikan di masa pra abad ke-20 adalah sebagai
berikut:
Pendidikan sejak masyarakat pra literasi (700-5000 SM) merupakan sejarah
panjang, sampai masa kini, ketika sejak itu umat manusia mengembangkan
keterampilan hidup (life skills) seperti mencipta, mempertahankan, dan mentransfer
kebudayaan. Pengembangan kebudayaan keterampilan hidup (cultural survival skills)
itu adalah tema pokok pendidikan, berdasarkan kenyataan bahwa sejak dahulu sampai
kini, manusia merespons berbagai masalah dan tantangan hidup untuk menemukan
cara penanggulangan yang tepat bagi kehidupan yang baik. Tantangan hidup manusia
prasejarah, antara lain, keganasan alam seperti banjir dan kekeringan, binatang buas
dan kelompok sosial lain yang tidak bersahabat, dan desakan untuk memenuhi
kebutuhan seperti pangan, sandang, dan papan. Keadaan ini, menurut Butts (1955),
mengharuskan manusia memiliki pengetahuan dan keterampilan yang di mulai
dengan cara coba-coba menanggulanginya yang makin lama berkembang sampai
menjadi kebudayaan (Ornstein&Levine,1985:75).
Bentuk paling awal muatan kebudayaan yang diwariskan itu ialah hasil
pembuatan alat-alat keperluan hidup (tool making), cerita cerita rakyat, dan
keterampilan berbahasa. Melalui bahasa, warga mengembangkan keterampilan
abstrak yang memungkinkan kehidupan mereka berkembang pesat sampai menjadi
bagian penting proses pendidikan yang berlangsung secara alami dari orangtua ke
anak-anak (Ornstein& Levine, 1985:75). Keterampilan berfikir yang ditunjang
keterampilan bahasa merupakan modal strategis bagi perkembangan keterampilan
hidup warga dan perkembangan nilai-nilai kemanusiaan kemasyarakatan.
6
a) Pendidikan Mesir dan Cina Kuno
Dari tahun 4000-3000 peradaban mesir ditopang tiga hal utama: penggunaan
mental, sistem tulisan, dan pemerintahan terorganisasi (Johnson,1968:8). Hampir
seperdua dari 6000 tahun sejarah mesir, pendidikan lebih fokus pada praktik daripada
pengembangan berfikir kognitif abstrak, sedangkan aspek afektif diajarkan melalui
institusi agama dan keluarga. Kemudian timbul pendidikan bagi anak laki-laki yang
diajarkan oleh bapaknya. Hal ini memungkinkan berkembangnya program pendidikan
yang lebih berorientasi vokasional dengan sistem magang yang diperkuat latihan di
rumah. Fokus utamanya aialah pada pengajaran menulis hieroglyph yang di dorong
pemerintahan berbasis dokumen oleh kelas penguasa konservatif sebagai otoritas
pendidikan tinggi.
b) Pendidikan Yunani Kuno
Sistem pendidikan dunia modern berasal dari sistem pendidikan Yunani Kuno
(1600-300 SM). Fokus pendidikan mengutamakan latihan pada pendidikan jasmani
melalui latihan kemiliteran gimnastik. Pendidikan moral dan politik diajarkan dengan
menghafal undang-undang. Sistem pendidikan sparta tersebut menghasilkan anak
berketerampilan militer yang kuat dan politisi andal (Johnson,1968:9). Pertengahan
abad ke-15 SM, timbul perubahan ekonomi Yunani, yaitu munculnya kelas pedagang
yang memerlukan tipe baru pendidik, terutama di Athena yaitu a Sophist.
Plato (428-328 SM), murid Socrates paling terkenal, mengembangkan
formulasi klasik prinsip filsafat idealisme, filsafat tradisional dan tertua. Menurut
idealisme, berfikir dan belajar merupakan nama dari proses-proses penemuan atau
pengumpulan kembali pengetahuan tersembunyi (latent knowledge) dalam bentuk
yang sebenarnya. Karena pengetahuan yang sebenarnya itu (true knowladge) bersifat
intelektual dan realitas, pengetahuan hanya bisa diungkap secara intelektual, dan
karena itu, pendidik harus bersifat intelektual (Ornstein & levine: 82).
Kurikulum plato, dalam plato’s Republic, adalah suatu proses yang sangat
panjang, mulai sejak anak berumur 6-18 tahun bagi anak laki-laki dan perempuan
(Schubert,1986: 56). Kurikulum plato Quadrivium terdiri atas empat bidang studi:
Aritmetika, geometri, astronomi, dan musik. Keempat bidang studi itu, menurut Plato,
membentuk sains yang mempersiapkan siswa untuk memahami knowledge of the
good.

7
Untuk menguasai pengetahuan yang baik perlu dilakukan studi sistematis tentang
dialetic atau filsafat. Jadi, plato memandang filsafat bukan hanya sebagai the queen of
all the sciences, tetapi juga inti kurikulum pendidikan tinggi (Zais, 1976:133).
c) Pendidikan Romawi Kuno
Pendidikan Romawi Kuno di pengaruhi pendidikan Yunani. Tujuan
pendidikan Romawi Kuno adalah pengajaran nilai-nilai moral dan kemuliaan sosial
untuk menjaga ketertiban hukum, kebiasaan dan agama (Johnson, 1968:11). Jika
Yunani fokus pada filsafat spekulatif, Romawi lebih tertarik pada pendidikan bagi
polistisi dan tenaga administratorandal (Ornstein & Levine, 1985:87). Beberapa
periode penting peradaban Romawi berakibat pada perbedaan sistem pendidikannya.
Pada mulanya pendidikan dilakukan di rumah ( 700-275 SM ) oleh orang tua.
Sistem pendidikan format Romawi di mulai di sekolahdasar semacam ”Play
School“ bagi anak umur 6-12 tahun, yang mengajarkan membaca, menulis, aritmatika
dan moral. Sekolah Dasar dilantukan dengan Sekolah Menengah atau sekolah gramar
dengan mata pelajaran bahasa Latin, bahasa Yunani, disamping berbicara, sejarah,
geografi, mitologi, dan etika. Siswa diatas 16 tahun dipersiapkan menjadi ahli hukum
atau administrator publik melalui sekolah retorika untuk mempelajari gramar,
retorika, logika dan sastra. Kemudian bangsa Romawi mengembangkan kurikulum
The Seven Liberal Arts yang berasal dari kurikulum Yunani Kuno. Trivium (gramar,
retorika dan logika ) dan kurikulum Plato Quadrivium (aritmetika, geometrika,
astronomi dan musik).
Revolusi mengubah sistem pendidikan Romawi. Setelah Romawi menjadi
empirium, keberhasilan orang di empirium itu ditandai kemampuan berpidato yang
dilengkapi penguasaan sains dan pelayanan publik sehingga pendidikan menjadi
domain pemerintah. Pada peiode 300-500 SM kurikulum terpisah dari kehidupan.
Penghafalan karya sastra dan kontrol ketat terhadap siswa menjadi bagian misi
pendidikan. Menurut Mxwell et al (1963 )sensor ide-ide dan pemisahan para ahli
politisi dianggap sebagi penyebab kejatuhan Romawi (Schubert, 1986:58 )
d) Pendidikan Islam
Kebudayaan Islam, bersumber dari Nabi Muhammad SAW (569-632),
sebagai Nabi Allah yang menjadi reformer dan proselytizer dan Nabi terakhir dan
paling utama utusan Allah. Sumber utama ajaram agama Islam tertulis dan terpelihara
dengan baik dalam kitab suci Al-qur'an.
8
Al-qur'an itu sendiri, menurut Abdurrahman an-Nahlawi ( 1989:45 ), mulai
diturunkan dengan ayat pendidikan. Dan didalam Al-qur'an itu, banyak ayat yang
memerintahkan umat Islam agar mampu menggunakan akalnya (berpikir), sehingga
umat bisa mempelajari berbagai gejala alam raya hasil ciptaan-Nya. Sejarah cukup
banyak mencatat pakar dan pemikir islam ikut berkontribusi pada pengembangan ilmu
pengetahuan. Pada abad ke-10 dan ke-11, pendidikan Arab Islam ( 700-1350 )
berpengaruh pendidikan Barat, terutama pada evolusi keilmuan fiabad pertengahan,
khususnya filsafat pemikiran dan pendidikan tinggi. Sebagai hasil kontak ilmu Barat
dan ilmu Arab Islam di Spanyol dan AfrikaUtara, Ilmuan Barat mempelajari cara
berpikir baru tentang matematika, ilmu-ilmu alam, kedokteran dan filsafat.
Dapat disimpulkan bahwa Ilmuan Arab Islam berkontribusi besar pada
perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat melalui karya terjemahan filsuf
Yunani dan kepakaran beberapa tokoh ilmuan Islam sendiriyang luput dari
pengetahuan orang banyak karena jarang diungkapkan dalam literatur dan media
massa kini.
e) Pendidikan Abad Pertengahan
Karena pendidikan di Abad pertengahan ( 500-1400 SM ) identik dengan
pendidikan Kristen, perspektif kurikulum diera ini terkait ajaran Kristen. Era
kebudayaan dan pendidikan Barat mulai pada akhirperiode Klasik Yunani dan
Romawi Kunosampai permulaan era modern. Abad pertengahan ditandai
melemahnyapembelajaran dan penguatanpengaruh slolastik pendidik akademik.
Sesuai ajaran agama, pengetahuan yang perlu masuk kurikulum ialah jiwa manusia
immortal, tidak berpindah – pindah dan lebih utama dari benda duniawi.
f) Pendidikan Era Renaisan dan Reformasi
Masa Renaisans, bermula pada awal abad ke 14 (1350-1500), mencapai
puncaknya pada abad ke 15 yang ditandai munculnya perhatian pada aspek
humanistik Yunani Latin Klasik. Sama halnya dengan skolastik pertengahan, para
humanis di era ini menemukan otoritas masa lampau dengan menggunakanmanuskrip
klasik mereka. Tetatpi menurut Schwoebel (1971) pendidik humanis lebih terakhir
pada pengalaman duniawi dan ketuhanan. Pada abad 16 muncul pendidik realis yang
menyatakan banyak pengetahuan yang perlu diketahui siswa selain pengetahuan
klasik, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui observasi dan analisis.

9
2. Pendidikan Menjelang Abad Ke-20
Pada awal tahun 1800-an, akademi mulai menggantikan sekolah Gramar
latin, karena Akademi menawarkan beragam kurikulum praktis bagi siswa yang akan
bekerja setelah tamatm disamping program bagi siswa yang akan meneriskan ke
perguruan tinggi. Menurut Wiles dan Bondi, kurikulum akademi mencakup mata
pelajaran klasik termasuk bahasa Latin, orthography, dan Gramar. Ide Rosseau dan
Lockke diadopso melalui reformssi kurikulum di jerman oleh Johan Basedow dengan
menambah mata pelajaran prakttis seperti ilmu alam, sejarah alam,anatomi, dan
pendidikan jasmani. Idealismu Pestalozii direalisasikan dalam sekolah modern tanpa
bayar di Jerman untuk menjadikan pendidikan sebagai instrument negara bagi
perbaikan social, bukan instrument gereja.
Sehubungan dengan itu, Kant menginginkan agar menjadi tugas negara untuk
menyediakan pendidikn bagai perkembangan bagi siswa. Ide ini memengaruhi Horace
Menn, Hery Bernard dan Harris. Ide Kant, Hegel, dan Pestalozzi berpengaruh sedikir
pada pendidik dan filsuf Jerman Johan Federick Herbart yang dikenal sebagai Bapak
Sains Pendidikan dan Bapak Psikologi Modern. Hal ini disebabkan karena ide Herbart
banyak berpengaruh pada pendidik sampai awal abad ke 20. Herbart mengembangkan
lima langkah metode pengajaran
Association, mengembangkan antara pengetahuan yang telah diketahui dan yang akan
diketahui siswa
Presentation, menyajikan materi yang akan dipelajari menurut psikologi anak
Association, mengembangkan analogi dengan materi sebelumnya
Geleralization, berpindah dari contoh konkret ke yang abstrak
Application, memakai pengetahuan yang baru diperoleh sebagai basis bagi
pengembangan pengetahuan selanjutnya
Esensi tujuan pendidikan Hertbart adalah mengembangkan manusia berbudaya
sesuai standard nilai-nilai yang tinggi. Kurikulum untuk mencapai tujuan tersebut
menurut Herbart, adalah pengajaran niali-nilai budaya yang terdapat dalam mitologi
dan sejarah kuno dalam literature modern. Deengan kurikulum tersebut guru harus
memperkaya dan memperluas perspektif anak dengan cara mengekpose anak pada
pengetahuan terkait pengalaman agar dapat meningkatkan kadar moral anak
(Schubert, 1986: 67-68).
10
3. Pendidikan Abad Ke- 20
Ide James tentang Leaerning by doing sangat berkesan pada Dewey yang juga
terpengaruh tentang antara demokrasi dan pendidikan oleh Mann dan
Jefferson. Besarnya pengaruh tersebut terhadap Dewey terlihat pada banyak
buku yang ditulisnya selama 93 tahun kehidupan. Dewey menekankan
perlunya pendidik menyadari bahwa pendidikan harus melibatkan anak secara
bermakna dalam kehidupan social. Guru dan pengembang kurikulum dalam
memulai pendidikan dari aspek psikologis anak sehingga menghasilkan
pengalaman yang berkembang melalui perkenalan anak atas pengetahuan yang
relevan. Ide inilah yang membawa Dewey ke kesimpulan bahwa sekolah dan
masyarakat tidak terpisah. Karena itu tujan sekolah ialah untuk menyelesaikan
masalah sosial agar terbentuk masyarakat yang lebih baik.
Amerika Serikat menancapkan tonggak kelahiran kurikulum sebagai bidang
studi yang ditandai munculnya tiga peristiwa penting pada tahun 1918. Ternyata, ide
tentang perlunya keterlibatan siswa dalam perencanaan kurikulum berakar dari
Kilpatrick dan Rugg (1930) yang mempromosikan penyusunan kurikulum terpusat
pada siswa . Karena itu, menurut Kilpatrck, guru dan siswa harus memiliki tujuan
yang sama, berkisar pada situasi kehidupan yang tipikal dan proyek harus berada
dalam situasi sosial seperti sesuatu masalah yang akan diselesaikan atau suatu latihan
yang akan dilaksanakan untuk dapat dikuasai anak.
Tahun 1960-an timbul ide sekolah komperhensif dan profesi, pendidikan
umum disamping persiapan anak masuk pendidikan tinggi. Untuk maksud tersebut
diperlukan kurikulum yang mencakup pembelajaran bahasa inggris, bahasa asing,
sains, ilmu social dan humaniora. Kecenderungan berlanjut sampai tahun 1970-an dan
tahun 1980-an diikuti pemberian kesempatan memperoleh pendidikan bagi keluarga
miskin dan bagi berbagai kelompok social ekonomi, etnik, dan gender. Tahun 1980-
an juga ditandai sebagai tahun munculnya metode baru yang bermanfaat dalam
mengkaji hasil pendidikan dalam masyarakat yang kompleks dan multikultural.
Tahuan 1980-an juga ditandai tahun. Munculnya gerakan kembali ke
fundamental.Perhatian pada teknologi maju bagi bidang pendidikan juga muncul
tahun 1980-an terutama revolusi computer.

11
4. Pendidikan Abad Ke-21
Pada abad 21, program pembelajaran mempersiapkan generasi abad 21 dimana
kemajuan TIK yang berkembang sehingga berpengarus terhadap aspek kehidupan
termasuk pada proses pembeljaran. Kurikulum ini berbasis pada karakter dan
kompetensi yang mewajibkan peserta didik aktif dalam pembelajaran, karena dalam
konteks era globalisasi akan banyak terjadi pergeseran dan perubahan karakter nilai-
nilai kebudayaan terutama perubahan pada krisis moral.
Kurikulum abda 21, menuntut mengubah pendekatan pelajaran yang berpusat
pada guru menjadi berpusat pada siswa. Kompetensi abada 21 yang dibutuhkan siswa
ini dikenal dengan kemampuan 4C:
1. Critical Thinking & Problem Solving
2. Communication
3. Colaboration
4. Creativity

Prinsip-prinsip pembelajaran abad 21:

1. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, siswa harus aktif dan guru berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator.
2. Pembelajaran harus kolaboratif, siswa didorong agar bisa berkalaborasi, bekerja
sama dengan temannya agar siswa dapat memahami bagaimana bersosialisasi.
3. Pembelajaran harus memiliki konteks
4. Sekolah harus terintegrasi dengan sosial, siswa dapat dilibatkan dalam berbagai
pengembangan program yang ada di masyarakat.

Kurikulum yang beralaku saat ini adalah kurikulum 2013 yang menggantikan
kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 ini mengakomodasi keterampilan abad 21 baik
dilhat dari standar isi, standar proses dan standar penilaiaannya.

Model pembelajaran di abad 21:

1. Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning)


2. Model pembelajaran kooperatif
3. Model pembelajaran kontekstual
4. Model pembelajaran berbasis masalah

12
5. Model pembelajaran berbasis inkuri
6. Model pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan).

C. Landasan Psikologis
Kurikulum sebagai program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
senantiasa berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Oleh karena
itu, tentu dalam mengembangkan kurikulum pendidikan harus menggunakan landasan
yang bersumber dari bidang psikologi. Peserta didik adalah individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Tugas utama yang sesungguhnya dari para
pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Tanpa
pendidikan disekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan di sekolah
tahap perkembangannya menajadi lebih tinggi dan lebih luas. Melalui penerapan
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum agar upaya pendidikan yang
dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik.
Pada dasarnya ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi,
yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur samapai dengan desawa.
Jean Piaget terkenal dengan teori kognitifnya yang berpengaruh penting terhadap
perkembangan konsep kecerdasan. Psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980 ini
pada awalnya lebih tertarik pada bidang biologi dan filsafat khususnya epistemologi.
Perkembangan intelegensi anak menurut Piaget mengandung tiga aspek, yaitu
structure, content, dan function. Jadi, intelegensi anak yang sedang mengalami
perkembangan, struktur (structure) dan contentintelegensinya berubah atau
berkembang. Dimana fungsi dan adaptasi akan tersusun sedemikian rupa, sehingga
melahirkan rangkaian perkembangan, dan masing-masing mempunyai stuktur
psikologis khusus yang menentukan kecapkapan pikiran anak (Djaali, 2007: 68).
a) Metode dalam psikologi perkembangan
Pengetahuan tentang perkembangan individu diperolehkan melalui studi yanng
beersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus.
b) Teori perkembangan
Dikenal ada tiga atau pendekatan tentang perkembangan individu yaitu
pendekatan pentahapan ( stage apparoach), pendekatan diferensial (differential
apparoach), dan pendekatan ipsatif (ipsative approach), menurut pendekatan
pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan.
13
2. Psikologi belajar
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Banyak
sekali definisi tentang belajar. Secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai
perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan
terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.
Perubanhan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena kematangan
serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawitidak termasuk belajar.
Setiap individu memiliki potensi dan karakteristik tersendiri berbeda satu sama lain.
Untuk itu perlu diketahui potensi peserta didik melalui observasi dan kemudian
melakukan evaluasi agar potensi peserta didik dapat muncul. Dengan hal tersebut
pendidik dapat mengetahui potensi dan karakteristik peserta didik yang nantinya akan
di kembangkan. Pada tahun 1983 teori tentang multiple intelligence mulai
diperkenalkan oleh Howard Gardner. Dalam teori kecerdasan ini terdapat usaha untuk
melakukan redefinisi kecerdasan. Sebelum muncul teori multiple intelligence, teori
kecerdasan lebih cenderung diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih
banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan serangkaian tes IQ,
kemudian tes itu diubah menjadi angka standar kecerdasan. Gardner berhasil
mendobrak dominasi teori dan tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh para
pakar psikolog di dunia (Munif Chatib, 2013: 132).
Teori multiple intelligences banyak mempengaruhi penyusunan kurikulum, terutama
di Amerika Serikat. Pengaruh yang menonjol adalah pemilihan materipelajaran
melalui topik-topik tematik, bukan urutan bab seperti model kurikulum klasik.
Banyak sekolah mulai pada awal pelajaran menentukan topik-topik yang akan
dipelajari siswa. Topik biasanya ditentukan pemerintah lokal dan pilihan siswa. Ini
untuk menjembatani ketentuan pemerintah lokal dan minat serta kesenangan siswa.
Dengan demikian, diharapkan siswa selama satu semester sungguh senang belajar
karena ikut andil dalam penentuan topik pelajaran. Model topik ini juga
memungkinkan pendekatan secara indisipliner dilihat dari berbagai sudut. Misalnya
topik energi: dapat didekati lewat pendekatan fisis, kimia, biologis, ekonomis,
matematis, dan lingkungan.
Kemampuan kognitif menurut Pieget merupakan suatu fundamental yang
mengarahkan dan membimbing perilaku anak sesuai tahapannya. Tahapan
perkembangan kognitif itu terdiri dari empat fase, yaitu:
a) Sensorimotorik yang berkembang dari mulai lahir samapi usia 2 tahun;
b) Praoperasional, mulai dari usia 2 tahun samapai 7 tahun;
c) Operasional konkret, berkembang dari usia 7 tahun sampai 11 tahun;
d) Operasional formal dimulai dari usia 11 tahun sampai 14 tahun ke atas.

Adapun dalam psikologis belajar, pengembangan kurikulum tidak akan


terlepas dari teori belajar. Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk membuat
siswa belajar.

14
Setiap teori belajar berpangkal dari pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat
manusia menurut pandangan John Locke dan hakikat manusia menurut Leibnitz.

Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan
teori tabularasa-nya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih,
hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya.
Sedangkan menurut Leibnitz, manusia merupakan organisme yang aktif. Manusia
merupakan sumber kegiatan. Pada hakikatnya manusia bebas untuk berbuat, manusia
bebas untuk menentukan pilihan dalam setiap situasi. Menurut aliran ini, tingkah laku
manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat internal pada
hakikatnya.

Menurut aliran behavioristik, belajar adalah pembentukan asosiasi antara


kesan yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau
hubungan antara stimulus dan respon. Dengan demikian, proses belajar sangat
tergantung pada adanya rangsangan atau stimulus yang muncul dari lingkungan. Pada
aliran kognitif belajar adalah kegiatan mental yang ada di dalam setiap diri individu.
Kegiatan mental itu tidak dapat dilihat secara nyata namun dapat menggerakkan
seseorang untuk mencapai perubahan tingkah laku.6

15

6
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Filsafat berarti “cinta akan kebijakan”, dengan itu seseorang harus memiliki pengetahuan
yang diperoleh melalui proses berfikir secara mendalam untuk mengerti dan berbuat bijak.
Adapun alasan filosofis dianggap sebagai landasan pengembangan kurikulum adalah asumsi
dan rumusan yan didapatkan dari hasil berfikir seacra analisis, logis dan sistematis dakam
merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum.

Landasan historis pengembangan kurikulum mengacu pada berbagai pengalaman sejarah


yang berpengaruh terhadap kurikulum yang dikembangkan. Adapun kajiann landasan historis
dimulai dari dimensi masa lalu, masa kini dan masa depan.

Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan
harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis anak didik memiliki keunikan dan
perbedaan minat, bakat maupun potensi yang dimiliki sesuai dengan tahapan perkembangan.

Landasan sosial merupakan pengembangan kurikulum yang harus memperhatikan kebutuhan


social masyarakat.

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun
terbentuknya kondisi untuk belajar.

SARAN

Materi landasan kurikulum yang memuat landasan filosofis, psikologi, historis, social budaya
dan teori belajar seharusnya harus dibaca keseluruhan dan dipahami agar dapat menguasai
materi tentang landasan kurikul ini.

16
DAFTAR RUJUKAN

Sanjaya, Wina.2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: KENCANA.

Almaruddin. 2017. Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum Di Indonesia. Jakarta:


KENCANA

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai